Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP

OLEH:
PENDIDIKAN BIOLOGI A/ KELOMPOK 4
1. AGUSTINA SEKAR PUSPITA

14304241020

2. FITRI FERBRIANI

14304241021

3. NENY ANDRIYANI

14304241022

4. SENJA FITRIANA

14304241023

5. DHIAS KARTIKA NINGRUM14304241024

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara tropis yang cukup luas dan memiliki beranekaragam jenis
hewan dan tumbuhan. Di setiap daerah atau pulau memiliki tumbuhan atau hewan yang khas dari
daerahnya dan jarang ditemukan di wilayah lain. Di dalam lingkungan terdapat berbagai macam
faktor abiotik yang mempengaruhinya, seperti topografi, geologi dan iklim. Oleh karena itu, ada
lingkungan yang misalnya cukup air, subur,

mendapatkan banyak cahaya, tetapi ada pula

lingkungan yang kekurangan unsur tersebut. Penyebaran makhluk hidup pada kondisi
lingkungan abiotik yang berbeda memberikan kemungkinan adanya keanearagaman hayati.
Makhluk hidup yang beraneka ragam memiliki ciri yang bervariasi dan memiliki
keistimewaan yang berbeda-beda. Misalnya pada tumbuhan terdapat beraneka ragam jenis
pisang, misalnya pisang kapok, pisang raja, pisang susu dan lain sebagainya. Kesemua jenis
pisang itu memiliki persamaan umum pohon pisang, yaitu memiliki akar serabut, batang semu
yang berasal dari pelepah daun yang tumbuh saling menutupi dan melingkari hingga ketebalan
tertentu, kemudian memiliki daun yang terdapat lapisan lilin dibagian bawahnya. Meski begitu,
terdapat organ-organ tumbuhan pisang yang membedakan jenis pisang satu dengan pisang
lainnya, baik itu ukuran buah pisang, warna tepi daun ataupun rasa dari buah pisang itu sendiri.
Disinilah mulai ditemukan kesulitan jika ingin menyebutkan nama suatu tumbuhan, atau
mahluk hidup. Oleh karena itu, diperlukanlah suatu sistem penamaan dan pengklasifikasian
untuk mengenal dan membedakan mahluk hidup sehingga kita lebih mudah untuk mempelajari
dan mengetahui kekerabatan antar mahluk hidup. Kemudian beberapa ahli biologi mulai
berinovasi menciptakan sistem untuk mempermudah dalam mempelajari dan mengenal
organisme melalui cara pengklasifikasian. Pengklasifikasian merupakan proses pengelompokan

mahluk hidup berdasarkan ciri-ciri tertentu yang rasional, misalnya cara hidup, tempat hidup,
daerah persebaran dan lain-lain.
Organisme-organisme yang sama dikelompokkan sebagai satu kelompok. Ciri kelompok
telah mewakili sifat individu. Contohnya pada daun bayam merah dan daun hanjuang merah,
keduanya dikelompokkan bersama atas dasar persamaan warna, jadi dari pengelompokan
tersebut dapat diidentifikasikan bahwa ciri-ciri daun bayam merah dan daun hanjuang merah
adalah berwarna merah.
B. Tujuan
1. Memahami prinsip atau dasar klasifikasi makhluk hidup
2. Mampu melakukan klasifikasi menggunakan dasar tertentu

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Rideng (1989), klasifikasi adalah pembentukan takson-takson dengan tujuan


mencari keseragaman dan keanekaragaman. Klasifikasi tumbuhan adalah proses pengaturan

tumbuhan dalam tingkat tingkat kesatuan kelasnya yang sesuai secara ideal (Sudarsono, 2005:
25).
A. Klasifikasi Berjenjang
Klasifikasi berjenjang digunakan oleh Carolus Linnaeus. Spesies yang tampak
berkerabat dekat dikelompokkan dalam genus yang sama. Sebagai contoh macan tutul
(Panthera pardus) tergolong dalam genus yang sama dengan jaguar (Panthera onca).
Sistem taksonomi yang dinamai berdasarkan Linnaeus menempatkan sejumlah genus yang
sekerabat dalam famili yang sama, famili ke dalam ordo, ordo ke dalam kelas, kelas ke
dalam filum, filum ke dalam kingdom, dan yang terbaru kingdom ke dalam domain
(Campbell, 2008: 98).
B. Macam-macam Sistem Klasifikasi
1. Klasifikasi Empirik
Klasifikasi empirik yaitu penggolongan organisme yang tidak memperdulikan organisme
itu sendiri, jadi merupakan suatu penggolongan yang tidak didasarkan pada sifat dan ciri
yang dimiliki organisme tersebut (Sudarsono, 2005: 29).
2. Klasifikasi Rasional
Klasifikasi Rasional merupakan suatu klasifikasi yang betul-betul mempunyai hubungan
langsung dengan organisme yang diklasifikasikan dengan menggunakan sifat dan ciri
yang dimiliki sebagai dasarnya (Sudarsono, 2005: 29).
Klasifikasi rasional dibagi menjadi :
a. Klasifikasi praktis
Klasifikasi ini sering disebut sebagai klasifikasi khusus, sebab digunakan untuk
memenuhi keperluam tertentu. Contoh : klasifikasi tanaman serat, obat-obatan,
gulma (Sudarsono, 2005: 29).
b. Klasifikasi buatan
Klasifikasi buatan dibuat untuk mempermudah pengenalan, dasarnya hanya pada satu
atau dua ciri-ciri morfologi yang mudah dilihat. Misalnya, mengelompokkan
tumbuhan berdasarkan perawakan, yaitu pohon, semak, rendah dan herba
(Sudarsono, 2005: 29).
c. Klasifikasi fenetik
Klasifikasi ini didasarkan pada kekerabatan yang ditunjukkan atau ditentukan oleh
banyaknya persamaan-persamaan yang terlihat (Sudarsono, 2005: 29).
d. Klasifikasi filogenik
Klasifikasi ini menekankan keeratan hubungan kekerabatan nenek moyang taksontakson satu sama lain. Jadi ada sifa-sifat yang dianggap lebih primitif dan ada yang

dianggap lebih maju. Sejarah evolusi dari sebuah kelompok organisme dapat
diorientasikan dalam diagram bercabang yang disebut pohon filogenik. Sebuah
pohon filogenik merepresentasikan hipotesis tentang hubungan evolusioner.
Hubungan ini sering digambarkan sebagai rangkaian dikotomi atau titik percabangan
dua arah. Setiap titik percabangan merepresentasikan divergensi antara dua garis
keturunan evolusioner dari nenek moyang bersama (Campbell, 2008: 98-99).
e. Klasifikasi alamiah
Klasifikasi ini dikatakan alamiah karena sistem klasifikasinya mencerminkan
keadaan yang sebenarnya seperti terdapat di alam, serba guna karena banyak
pernyataan kekerabatan yang dimiliki kesatuan-kesatuannya, sehingga banyak
memiliki sifat-sifat yang dapat diramalkan (Sudarsono, 2005: 30).
C. Macam-macam Kunci Determinasi
Kunci determinasi sering digunakan dalam mendeterminasi tumbuh-tumbuhan,
selain bertanya pada seorang ahli atau mencocokkan gambar pada buku-buku taksonomi.
Kunci determinasi ada bermacam-macam. Ada kunci yang hanya sampai bangsa saja,
sampai suku, marga atau jenis dan bahkan sampai varietas (Sudarsono, 2005: 33).
Berdasarkan cara penyususnan sifat-sifat yang harus dipilih, maka dikenal dua
macam kunci determinasi sebagai berikut :
1. Kunci perbandingan
Dalam kunci perbandingan ini, semua takson yang dicakup dan segala ciri-cirinya
dicantumkan sekaligus. Terdapat tiga macam bentuk kunci perbandingan, yaitu :
a. Tabel
Kunci perbandingan tabel memuat lajur dan kolom yang masing-masing memuat
takson dan sifat-/sifat dari organisme tersebut (Sudarsono, 2005: 34).
b. Kartu berlubang
Pada umumnya, sistem kartu berlubang mempunyai satu kartu takson serta
sejumlah kartu ciri-ciri. Kartu takson memuat lingkaran-lingkaran kecil sejumlah
takson dan letaknya teratur. Masing-masing lingkaran memuat nama satu takson
atau dengan nomor urut sesuai dengan nomor takson. Setiap ciri mempunyai kartu
sendiri-sendiri dan kartu itu memuat lingkaran-lingkaran kecil dan letaknya seperti
kartu takson (Sudarsono, 2005: 34).
c. Kunci Leenhouts
Kunci Leenhouts pada dasarnya memuat sifat, ciri dan nomor takson.
Pendeterminasian dapat dilakukan dari salah satu ciri yang dimliki. Dari sifat dan

ciri nantinya hanya akan didapatkan satu nomor takson yang merupakan identitas
dari organisme tersebut (Sudarsono, 2005: 34).
2. Kunci Analisis
Kunci ini sering disebut kunci dikotomi karena terdiri atas sederetan bait atau kuplet.
Tiap bait terdiri dari dua baris yang disebut penuntun yang berisi sifat dan ciri yang
dipertentangkan (Sudarsono, 2005: 34).
D. Klasifikasi, Homologi dan Analogi
Klasifikasi sering didasarkan pada prinsip bahwa makhluk hidup yang memiliki organ
analog harus dikelompokkan bersama. Organ analog adalah organ yang mempunyai fungsi
yang sama. Sayap pada burung, kelelawar dan serangga merupakan organ analog yang
memungkinkan hewan-hewan tersebut dapat terbang (Paidi, 2014: 15).
Karena semakin banyak yang diketahui tentang anatomi makhluk hidup, maka
nyatanya bahwa kesamaan dalam analogi sering agak dangkal. Kenyataan bahwa kelelawar
mempunyai rambut halus, menyusui anaknya, burung berbulu dan bertelur, sementara
serangga berdarah dingin dan tidak memiliki kerangka dalam memberi kesan bahwa
organisme-organisme tersebut berlainan satu sama lain dalam hal yang lebih penting
daripada kemiripannya satu sama lain (Paidi, 2014: 15).
Adanya pengertian bahwa organisme-organisme dapat menyerupai atau berbeda satu
sama lain yang merupakan suatu cara yang benar-benar berarti, memungkinkan naturalis
Swedia, Carolus Linnaeus menemukan sistem klasifikasi yang modern. Pada tahun 1753, dia
menerbitkan suatu klasifikasi tentang tumbuhan, lalu pada tahun 1758 mengenai hewan.
Untuk karya ini dia dijuluki Bapak Taksonomi, nama yang diberikan untuk telaah mengenai
klasifikasi. Sistem klasifikasinya pada dasarnya merupakan sistem yang kita gunakan saat
ini, yaitu berdasarkan prinsip homologi (Paidi, 2014: 15-16).
Mengapa klasifikasi yang berdasarkan homologi begitu penting? Klasifikasi yang
berlandaskan prinsip homologi, atau menggunakan organ-organ homolog sebagai dasarnya
merupakan klasifikasi yang berdasarkan kekerabatan. Semua makhluk hidup yang bersamasama mempunyai organ-organ homolog adalah berkerabat satu sama lain karena mewarisi
organ-organ homolognya dari moyang yang sama. Jadi, manusia, kelelawar dan ikan paus
semua mempunyai moyang tunggal yang mempunyai stuktur anggota depan dasar yang
dimiliki makhluk-makhluk kini, walaupun jelas dalam bentuk yang amat termodifikasi.
Kemiripan akibat garis keturunan yang sama disebut homologi (Campbell, 2008: 101).

BAB III
MATERI DAN METODE

A. Alat dan Bahan


1. Alat tulis
2. Berbagai spesimen organisme:
1) Daun Hanjuang merah
2) Daun Bayam merah
3) Daun Suplir
4) Daun Kelengkeng
5) Daun Meniran
6) Daun Lamtoro
7) Daun Bugenfil
8) Daun Markisa
9) Daun Kolomento
10) Daun Rumput teki
11) Daun Glodokan
12) Daun Murbei

B. Prosedur Kerja

BAB IV
TABULASI DATA DAN PEMBAHASAN

A. Tabulasi Data
Skema dikotomis
Keterangan :
1. Hanjuang
2. Bayam merah
3. Suplir
4. Kelengkeng
5. Meniran
6. Lamtoro

7. Bugenfil
8. Markisa
9. Kolomento
10. Rumput teki
11. Glodokan
12. Murbei

B. Pembahasan
1. Hanjuang Merah
Klasifikasi
Kingdom
Subkingdom
Super Divisi
Divisi

: Plantae (Tumbuhan)
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

: Liliidae

Ordo

: Liliales

Famili
Genus

: Agavaceae
: Cordyline

Spesies

: Cordyline fruticosa (L.) A.Chev.

Daun hanjuang ini memiliki tulang daun sejajar. berwarna hijau tua yang tertutup
warna merah mengkilat dengan sedikit garis-garis merah muda keunguan.
Tulang daun sejajar ini memiliki satu tulang besar ditengah yang membujur daun,
sedang tulang lainnya lebih kecil dan nampak semua memiliki arah yang sejajar dengan
ibu tulangnya tadi. Tulang-tulang kecil Tadi bersal dari pangkal ibu daun kemudian dan
kemudian bertemu pula kembali di ujung daun (Gembong Tjitrosoepomo, 2011 : 40)
Warna merah pada daun yang berasal dari pigmen yang disebut anthocyanin,
terbentuk dari gula yang berada di dalam sel getah. Ini adalah pigmen merah yang sama
seperti pada buah ceri, anggur dan kulit apel, dan daun. Mereka bisa terlihat merah,
merah muda, ungu atau bahkan biru gelap. Namun, daun hanjuang ini memang memiliki
antocyanin yang lebih dominan daripada kloroplas (warana hijau daun) sehingga daun
hanjuang mudanya pun memiliki warna merah (gen).
Warna ini akan berubah mengikuti derajat keasaman (pH) lingkungan. Semakin
asam (pH rendah) lingkungan akan muncul warna merah, sebaliknya semakin basa (pH
tinggi) akan muncul warna biru pada daun.
Perdu ini bercabang, tinggi 2-4 m. Ranting dengan bekas daun rontok yang
berbentuk cincin. Daun pada ujung ranting berjejal dengan susunan spiral, tangki
berbentuk talang, helaian berbentuk garis atau lanset. Malai bunga di ketiak daun,
bertangkai panjan, cabang melebar dengan daun pelindung yang melebar pada pangkal
cabang. Hanjuang berasal dari Asia Timur, biasanya terdapat di kebun atau pagar (CGGJ
van Steenis, 1975 : 153)
2.

Bayam Merah

Klasifikasi
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Hamamelidae

Ordo

: Caryophyllales

Famili

: Amaranthaceae (suku bayam-bayaman)

Genus

: Alternanthera

Spesies

: Alternanthera amoena Voss

Dari namanya kita bisa tahu bahwa daun tanaman ini juga memiliki warna yang
berbeda dari baun biasanya. Bayam merah memiliki daun berwarna merah marun, warna
merah ini juga berasal dari antocyanin yang ada di plastida.
Sedangkan tulang daun bayam merah berbentuk menyirip (penninervis). Daun ini
mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan
dari pangkal daun. Dari ibu tulang ini ke samping keluar tulang-tulang cabang, sehingga
susunannya mengingatkan kita pada sirip-sirip ikan (Gembong Tjitrosoepomo, 2011: 38)
Merupakan herba menahun, berumpun kuat, tinggi 20-50 m.Batang berambut tipis
yang merata. Daun berbentuk solet sampai memanjang, kerapkali kemerah-merahan atau
bernoda. Bunga dalam bongkol duduk kadang-kadang seolah bertangkai, tidak berduri
tempel, dalam ketiak dan garpu. Daun pelindung kecil, runcing, bertepi, semacam
selaput. Buah tidak berkembang dengan sempurna, berasal dari Amerika.Kerapkali
sebagai tanaman hias bagi pinggiran petak dan jalan setapak (CGGJ van Steeenis, 1975 :
185-186)

3. Paku Suplir
Klasifikasi
Kingdom
Subkingdom
Divisi
Kelas

: Plantae (Tumbuhan)
: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
: Pteridophyta (paku-pakuan)
: Filicopsida

Sub Kelas
: Polypoditae
Ordo
: Polypodiales
Famili
: Pteridaceae
Genus
: Adiantum
Spesies
: Adiantum sp (Langs.& Fisch)
Daun paku suplir berwarna hijau, daun muda yang ada di ujung memiliki warna
lebih muda daripada yang ada di pangkalnya. Suplir termasuk dalam daun majemuk
karena dalam satu tangkai daun terdiri dari beberapa helai daun.
Gembong Tjitrosoepomo dalam bukunya Morfologi Tumbuhan menjelaskan
bahwa suplir termasuk dalam daun majemuk menyirip ganda dua (bipinnatus), yaitu jika
anak daun duduk pada cabang tingkat satu dari ibu tangkai.
Anak daun penempatannya berseling sepanjang poros sirip, gundul, sepanjang
tepi atas bercangap, bulat telur, oval atau bulat telur terbalik dengan pangkal berbentuk
baji atau tumpul, 1-3 kali 0,5-2,8 cm. Tangkai anak daun pada ujungnya menebal dan
disana beruas dengan anak daun (sehingga tangkai daun tertinggal setelah daun rontok).
Berasal dari India Barat. Suplir dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi,
sangat banyak dipelihara sebagai tanaman hias, pada tembok dan tanah, kadang-kadang
menjadi liar (CGGJ van Steenis, 1975 : 99)
Struktur yang khas lainnya yang dimiliki oleh daun suplir ini adalah memiliki
spora di permukaan bawah daunnya. Spora tanaman suplir terletak di sepanjang tepi
daun di sebelah bawah. Spora itu sendiri sebenarnya terletak didalam kotak spora yang
disebut sporangium. Sporangium ini tumbuh mengelompok atau bergerombol
membentuk sorus. Jika jumlah sorus banyak di sebut sori (Roni Hendrik Simanjuntak,
1989 : 46)
Sporangium dan sporanya terbentuk pada daun, kadang-kadang dalam ketiak, dan
hanya pada tingkat rendah saja (Psilophytinae) sporangium langsung terbentuk pada
ujung tunas. Daun-daun yang memiliki sporangium dinamakan sporofil. Kadang-kadang
daun paku yang fertil itu (sporofil) itu itu mempunyi bentuk yang berlainan dengan
daun-daun yang steril (Gembong Tjitrosoepomo, 1989 : 223)
4. Kelengkeng
Klasifikasi
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Sapindales

Famili
Genus

: Sapindaceae
: Euphoria

Spesies

: Euphoria longana (Lour.) Steud.

Daun Kelengkeng berwarna hijau tua dan majemuk. Menurut susunan anak
daunnya, klengkeng tergolong dalam daun majemuk menyirip, karena anak daun
tersususun seperti sirip ikan di kanan kiri ibu tangkainya (Gembong Tjitrosoepomo,
2011 : 52)
Pembeda yang paling jelas antara suplir dan kelengkeng adalah pada daun
kelengkeng tidak terdapat spora, karena kelengkeng berkembang biak secara generatif
melalui biji. Spora merupakan ciri khas dari tumbuhan paku (Pteridophyta) sedangkan
kelengkeng termasuk dalam golongan tumbuhan berbiji (Spermatophyta).
Jumlah anak daun pada daun Kelengkeng berjumlah gasal (imparipinnatus), yang
menjadi pedoman ialah ada atau tidaknya satu anak daun yang menutup ujung ibu
tangkainya, dan pada daun kelengkeng ada satu daun yang menutup ung ibu tangkainya
itu. Jika ditinjau dari jumlah, kita akan mendapati jumlah yang benar-benar gasal jika
anak daun itu berpasangan.
Bentuk pangkal daun pada daun kelengkeng betipe runcing, sama dengan Ujung
daunnya runcing (acutus). Disebut demikian jika kedua tepi daun di kanan dan kiri ibu
tulang sedikit demi sedikit menuju ke atas dan pertemuannya pada puncak daun
membentuk suatu sudut lancip atau kurang dari 900 (Gembong Tjitrosoeppomo , 2011 :
32)

5. Meniran
Klasifikasi
Kingdom
Divisi
Subdivisi
Kelas
Subkelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dikotiledonae
: Rosidae
: Euphorbiales
: Euphorbiaceae
: Phyllanthus
: Phyllantus niruri Linn

Daun Meniran mempunyai warna hijau, karena mengandung zat warna hijau, yaitu
klorofil. Tipe daun Meniran adalah majemuk . Pada meniran tidak ditemukan spora, karena
meniran tidak berkembangbiak dengan spora. Ujung daun (apex) membulat (rotundatus),

seperti pada ujung yang tumpul, tetapi tidak membentuk sudut sama sekali, semacam
bentuk busur (Gembong Tjitrosoepomo, 2007: 7-49).
6. Lamtoro
Klasifikasi
Kingdom
Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Magnoliophyta
: Magnoliopsida
: Fabales
: Fabaceae
: Leucaena
: Leucaena leucochepala L.

Daun Lamtoro mempunyai warna hijau, karena mengandung zat klorofil. Pada
daun Lamtoro tidak ditemukan spora, karena Lamtoro tidak berkembangbiak dengan spora.
Lamtoro memiliki tipe daun majemuk menyirip genap ganda dengan sempurna. (Gembong
Tjitrosoepomo, 2007: 7-49)
Memiliki daun menyirip rangkap, tangkai kebanyakan dengan kelenjar di bawah
pasangan sirip yang terbawah. Sirip 3-10 pasang. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang,
bentuk garis lanset, runcing, atau dengan bagian ujung yang runcing dan pangkal daun
tumpul (C.G.G.J. van Steenis 1947: 216).
7. Bougenville
Klasifikasi
Kingdom
Subkingdom
Superdivisi
Divisi
Kelas
Subkelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Tracheobionta
: Spermatophyta
: Magnoliophyta
: Magnoliopsida
: Hamamelidae
: Caryophyllales
: Nyctaginaceae
: Bougainvillea
: Bougainvillea spectabilis

Daun Bougenvil berwarna hijau karena mengandung zat klorofil. Tipe daunnya
tunggal, karena pada tiap tangkainya hanya terdapat satu helai daun. Tepi daunnya rata
(integer) tidak bertoreh. Permukaan daun Bougenvil licin suram (opacus) (Gembong
Tjitrosoepomo, 2007: 7-49).

8. Markisa
Klasifikasi
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Malpighiales
Famili
: Passifloraceae
Genus
: Passiflora
Spesies
: Passiflora edulis
Markisa mempunyai daun berwarna hijau yang mengandung klorofil atau zat
hijau daun yang berfungsi untuk fotosintesis. Tipe daun tunggal dengan satu helai daun tiap
tangkainya. Tepi daun Markisa bergerigi halus dengan sinus dan angulus sama lancipnya.
Toreh daunnya berbagi (partitus) menjari sehingga bentuk asli daun tidak terlihat
(Gembong Tjitrosoepomo, 2007: 7-49).
9. Kolomento
Klasifikasi
Kingdom
Subkingdom

: Plantae
: Tracheobionta

Super Divisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus

: Leersia

Spesies

: Leersia hexandra Sw.


Warna daun kolomento dominan hijau dan di bagian tepi daun terdapat garis

berwarna putih. Warna hijau karena daun tersebut mengandung klorofil (zat hijau daun)
yang berperan dalam fotosintesis. Dan pada tepi daun terdapat leukoplas bagian dari
plastida yang tidak berwarna. Pada daun kolomento tangkai daunya hanya terdapat satu
helai daun saja. Daun yang demikian dinamakan daun tunggal (folium simplex).
Tepi helai daun pada kolomento rata, utuh (integer) tipe daun ini kebanyakan
dimiliki tumbuhan monokotil. Tepi helai daun yang lurus ini mengikuti tulang daunya yang
sejajar atau lurus, daun daun yang memiliki tipe ini membentuk bangun garis (linearis).

Ukuran lebar daun kolomento sekitar 1,5 cm dan memiliki panjang 15 cm (Gembong
Tjitrosoepomo 1988: 40).
Pada umumnya warna daun pada sisi atas (adaksial) dan bawah, jelas berbeda,
biasanya sisi atas tampak lebih hijau licin atau mengkilat. Perbedaan warna ini disebabkan
karena warna hijau lebih banyak terkonsentrasi pada lapisan atas daun (pada jaringan
palisade). Pada permukaan daun kolomento licin (laevis) dan mengkilat (nitidus, nitens)
(Gembong Tjitrosoepomo 1988:48).
10. Rumput teki
Klasifikasi
Regnum

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

: Commelinidae

Ordo

: Cyperales

Famili

: Cyperaceae

Genus

: Cyperus

Spesies

: Cyperus rotundus L.
Warna daun rumput teki hijau, warna hijau karena daun tersebut mengandung

klorofil (zat hijau daun) yang berperan dalam fotosintesis. Pada tangkai daun terdapat satu
helai daun disebut daun tunggal (folium simplex).
Tepi helai daun pada kolomento rata, utuh (integer) tipe daun ini kebanyakan
dimiliki tumbuhan monokotil. Tepi helai daun yang lurus ini mengikuti tulang daun yang
sejajar atau lurus, daun yang memiliki tipe ini membentuk bangun pita (ligulatus) pada
penampang melintangnya pipih, daun panjang dan lebar daun hanya sekitar 0,5 cm lebih
sempit dari daun kolomento (Gembong Tjitrosoepomo 1988: 40).
Pada umumnya warna daun pada sisi atas (adaksial) dan bawah jelas berbeda,
biasanya sisi atas tampak lebih hijau licin atau mengkilat. Perbedaan warna ini disebabkan
karena warna hijau lebih banyak terkonsentrasi pada lapisan atas daun (pada jaringan
palisade). Pada permukaan daun rumput teki licin (laevis) dan buram (opacus) (Gembong
Tjitrosoepomo 1988: 48).

11. Glodokan
Klasifikasi
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Magnoliidae

Ordo

: Magnoliales

Famili

: Annonaceae

Genus

: Polyalthia

Spesies

: Polyalthia longifolia Sonn


Warna daun glodokan hijau.Warna hijau karena daun tersebut mengandung klorofil

(zat hijau daun) yang berperan dalam fotosintesis. Pada tangkai daun terdapat satu helai
daun disebut daun tunggal (folium simplex).
Pada tepi daun glodokan tidak rata atau memiliki toreh (divisius), torehan
mengakibatkan lekukan yang disebut sinus dan tonjolan yang disebut angulus. Toreh daun
yang dimiliki tanaman glodokan tidak seberapa dalam, letaknya toreh tidak bergantung
pada jalanya tulang-tulang daun, sehingga tidak mempengaruhi bentuk daun atau disebut
toreh daun merdeka. Sinus dan angulus pada tanaman glodokan sama-sama tumpul
sehingga membentuk toreh yang berombak (repandus) (Gembong Tjitrosoepomo 1988: 4143).
Urat Daun (Vena) sesungguhnya adalah tulang-tulang cabang juga, tetapi yang kecil
atau lembut dan satu sama lain beserta tulang-tulang yang lebih besar membentuk susunan
seperti jala, kisi, atau lainya. Tidak semua tumbuhan memiliki urat daun yang nyata atau
terlihat pada tanaman glodokan urat daun tidak terlihat jelas (Gembong Tjitrosoepomo
1988:36).

12. Murbei
Kasifikasi
Kingdom

: Plantae

Divisi
Sub divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Spermatophyta
: Angio spermae
: Dikotiledonae
: Urticales
: Moracheae
: Morus
: Morus alba

Warna daun murbei hijau warna hijau karena daun tersebut mengandung klorofil
(zat hijau daun) yang berperan dalam fotosintesis. Pada tangkai daun terdapat satu helai
daun disebut daun tunggal (folium simplex).
Tepi helai daun (margo) tidak rata atau bertoreh, torehan mengakibatkan lekukan
yang disebut sinus dan tonjolan yang disebut angulus. Pada tanaman murbei torehantorehan yang dimiliki tidak mempengaruhi atau mengubah bangun asli daun. Torehan yang
dimiliki tidak seberapa dalam letaknya toreh tidak bergantung pada jalanya tulang-tulang
daun sering disebut toreh daun yang merdeka. Sinus dan angulus pada murbei sama-sama
lancip dan ukuranya besar tipe toreh ini disebut bergerigi (seradatus) kasar (Estiti B.
Hidajat, 1994: 30).
Urat Daun (Vena) sesungguhnya adalah tulang-tulang cabang juga, tetapi yang kecil
atau lembut dan satu sama lain beserta tulang-tulang yang lebih besar membentuk susunan
seperti jala, kisi, atau lainya. Tidak semua tumbuhan memiliki urat daun yang nyata atau
terlihat pada tanaman murbei urat daun terlihat nyata dan membentuk suatu pola
(Gembong Tjitrosoepomo 1988: 36).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari pengamatan yang telah kami lakukan, dapat kami simpulkan bahwa :
1. Dalam pengklasifikasian makhluk hidup ke dalam satu kelompok dapat digunakan dasardasar pengklasifikasian yaitu persamaan dan perbedaan ciri morfologi, anatomi tubuh,
fisiologi, habitat dan perilaku. Pengamatan secara langsung biasanya didasarkan pada ciri
morfologi.
2. Klasifikasi secara dikotomis adalah metode pengelompokan makhluk hidup yang
didasarkan pada ciri makhluk hidup yang terdapat dua alternatif jawaban dalam
pengelompokannya, jika salah satu terpenuhi maka pilihan lain gugur.
3. Berdasarkan data dan pengelompokan, diketahui bahwa setiap organisme memiliki pola
persamaan dan perbedaan. Identifikasi terhadap daun hanjuang merah, bayam merah,
suplir, kelengkeng, meniran, lamtoro, bugenfil, markisa, kolomento, rumput teki,
glodokan, dan daun murbei menunjukan ciri-ciri masing-masing individu sebagai berikut:
1) Daun Hanjung merah, digolongkan ke dalam daun yang tak berwarna hijau, dan
memiliki pertulangan daun sejajar.
2) Daun bayam merah, digolongkan ke dalam daun yang tak berwarna hijau, dan
memiliki pertulangan daun menyirip.
3) Daun suplir, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hijau, memiliki jumlah helai
daun majemuk, dan memiliki spora.
4) Daun kelengkeng, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hiju, memiliki jumlah
helai daun majemuk, tidak berspora, ujung daun tidak membulat, serta pangkal daun
yang runcing.
5) Daun meniran, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hiju, memiliki jumlah helai
daun majemuk, tidak berspora, serta ujung daun membulat.
6) Daun lamtoro, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hiju, memiliki jumlah helai
daun majemuk, tidak berspora, ujung daun tidak membulat, serta pangkal daun yang
tumpul.
7) Daun bougenvile, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hiju, memiliki jumlah
helai daun tunggal.
8) Daun markisa, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hijau, memiliki jumlah
helai daun tunggal, tepi daun tidak rata, serta memiliki toreh daun.

9) Daun kolomento, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hijau, memiliki jumlah
helai daun tunggal, tepi daun rata, permukaan daun yang licin, serta ukuran daun lebar.
10) Daun rumput teki, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hijau, memiliki jumlah
helai daun tunggal, tepi daun rata, permukaan daun yang licin, serta ukuran daun yang
sempit.
11) Daun glodokan, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hijau, memiliki jumlah
helai daun tunggal, tepi daun tidak rata, toreh daun tidak mempengaruhi bentuk daun,
serta anak pertulangan daun yang tidak tampak nyata.
12) Daun murbei, digolongkan ke dalam daun yang berwarna hiju, memiliki jumlah helai
daun tunggal, tepi daun tidak rata, toreh daun mempengaruhi bentuk daun, serta anak
pertulangan daun yang tampak nyata.
B. Saran
Dalam observasi yang telah kami lakukan, kami menyadari masih banyak cela
dan kekurangan. Agar praktikan dapat memperoleh hasil observasi yang lebih baik lagi,
ada beberapa saran yang kami anjurkan antara lain:
1. Praktikan harus jeli dalam mengamati organ-organ dari objek yang diamati supaya
dapat mengelompokkan organ dari organisme tersebut.
2. Praktikan harus teliti dalam mengelompokkan organ-organ tersebut, berdasarkan ciri
tertentu yang rasional.
3. Praktikan harus cermat dalam mencari reverensi buku atau jurnal yang sesuai dengan
kegiatan observasi yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta : Erlangga


CGGJ van Steeenis. (1975). Flora untuk Sekolah di Indonesia. Madiun : PT Pradnya Paramita
Estiti B. Hidajat. (1994). Morfologi Tumbuhan. Bandung: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru

Gembong Tjitrosoepomo. (1988). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press
Gembong Tjitrosoepomo. 1989. Taksonomi Tumbuhan Schizophyta, Tallhophyta, Bryophyta,
Pteridophyta. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Gembong Tjitrosoepomo. (2007). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Gembong Tjitrosoepomo. (2011). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Paidi. (2014). Petunjuk Praktikum Biologi Dasar. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta
Roni Hendrik Simanjuntak. (1989). Budidaya Tanaman Hias Suplir. Jakarta: Bhratara
Sudarsono. (2005). Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Malang : Universitas Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai