Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

ACNE VULGARIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Salatiga

Disusun Oleh
Nama
No. Mahasiswa

: Paulina Maysarah
: 20090310029

Diajukan Kepada:
dr. Bambang Sudarto, Sp.KK FINSDV

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014

HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
ACNE VULGARIS

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada September 2014

Menyetujui,
Dokter Pembimbing

dr. Bambang Sudarto, Sp. KK FINSDV

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................4
LAPORAN KASUS......................................................................................................4
A.

Identitas Pasien...............................................................................................4

B.

Anamnesis.......................................................................................................4

C.

Pemeriksaan fisik............................................................................................4

D.

Diagnosis banding...........................................................................................5

E.

Diagnosis kerja...............................................................................................5

F. Terapi..................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................7
A.

Definisi............................................................................................................7

B.

Prevalensi........................................................................................................7

C.

Etiologi............................................................................................................7

D.

Patogenesis......................................................................................................9

E.

Gambaran Klinis...........................................................................................14

F. Klasifikasi.........................................................................................................15
G.

Diagnosis......................................................................................................16

H.

Diagnosis Banding........................................................................................17

I.

Tatalaksana.......................................................................................................18

BAB III........................................................................................................................21
PEMBAHASAN..........................................................................................................21
BAB IV........................................................................................................................23
KESIMPULAN...........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24

BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama

: Nn. F. A

Usia

: 20 tahun

Pekerjaan

: Mahasiswi

Alamat

: Jatirejo, Suruh, Semarang

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Terdapat bintil bintil kecil banyak di wajah.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poliklinik RSUD Salatiga dengan
keluhan terdapat bintil bintil kecil banyak di wajah (pada pipi, dan dagu), bintil
bintil kecil berisi seperti nasi, terasa gatal. Keluhan dirasakan sudah -/+ 1 bulan.
Pasien sebelumnya sudah memakai produk cream dan obat obatan tertentu untuk
jerawat, tetapi keluhan tidak membaik. Riwayat alergi obat, makanan, maupun bahan
alergen lainnya disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mempunyai riwayat jerawatan
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada anggota keluarga mengalami gejala yang
serupa, alergi (-)
C. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Baik, Compos Mentis
Status Dermatologi :

Perdileksi : wajah (pipi dan dagu)


UKK : Pada pipi dan dagu tampak lesi berupa papul miliar eritematous
multipel, diskret ukuran milier sampai lentikuler, berbatas tegas.

Pada pipi dan dagu tampak lesi berupa papul miliar


eritematosus multiple, diskret ukuran milier hingga
lentikuler berbatas tegas

Gambar 1. UKK
D. Diagnosis banding
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Acne Vulgaris
Erupsi akneiformis
Rosacea
Dermatitis perioral
Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisik
Moluskum kontangiosum

E. Diagnosis kerja
Acne Vulgaris
F. Terapi
R/ Losio kummerfeldi 100cc flc I
S 1 dd ue (digunakan sore hingga pagi)
R/ Clinium gel tube I
S 5 dd ue
R/ Benzolac gel 5% tube I
S 1 dd ue (pagi oles tipis-tipis)

Edukasi :
Istirahat yang cukup
Daerah yang gatal tidak boleh digaruk
Menjaga kebersihan kulit wajah
Jangan stress/ gelisah agar tidak memperberat jerawat yg sudah ada

Jangan menggosok-gosok/ memencet jerawat


Anjurkan untuk patuh terhadap program terapi dan bersabar dan kontrol
kembali ke dokter

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Definisi
Acne Vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun
(kronis) dari unit folikel pilosebase yang diserai dengan penyumbatan, penimbunan
dan pemadatan bahan keratin yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul,
nodul dan kista pada tempat predileksinya di wajah, leher, dada dan punggung terjadi
pada usia pubertas. Unit pilosebasea merupakan gabungan folikel rambut dengan
kelenjar sebasea. Sinonim Acne Vulgaris = Pimple = Comedo = Jerawat = kukul.
G. Prevalensi
Menurut Kligman 80% acne vulgaris terjadi pada usia 11 30 tahun. Tetapi
insiden yang paling sering terjadi adalah pada remaja (79 90%). Insiden terjadi pada
sekitar umur 14 17 tahun pada wanita dan usia 16 19 tahun pada pria. Namun
kadang kadang pada wanita acne menetap sampai usai 30 an. Pada pria lebih
jarang terjadi, tetapi bila terjadi pada umumnya lebih berat.
H. Etiologi
Penyebab pasti timbulnya Acne Vulgaris sampai saat ini belum diketahui
secara jelas. Tetapi sudah pasti disebabkan oleh multifactorial (Faktor genetic, Faktor
rasial, Faktor haid, Faktor endokrin), baik yang berasal dari luar (eksogen) maupun
dari dalam (endogen). Faktor-faktor tersebut antara lain

a. Genetik
Akne kemungkinan besar merupakan penyakit genetik dimana pada
penderita terdapat peningkatan respon unit pilosebaseus terhadap kadar
normal androgen dalam darah. Menurut sebuah penelitian, adanya gen
tertentu (CYP17-34C/C homozigot Chinese men) dalam sel tubuh manusia,
meningkatkan terjadinya acne.

b. Hormonal Endokrin
Faktor hormonal berperan terhadap timbulnya Acne Vulgaris.
Pengaruh hormone sebotropik asal kelenjar hipofisis dapat merangsang
perkembangan

kelenjar

sebaseus.

Produksi

sebum

yang

meningkat

dipengaruhi oleh hormon androgen. Hormon gonadotropin dan hormon


adrenokortikosteroid, mempengaruhi secara tidak langsung masing masing
lewat testis, ovarii dan kelenjar adrenal serta hormone hormone ini
merangsang kegiatan kelenjar sebasea sehingga memperberat keadaan acne.
c. Makanan (diet)
Terdapat makanan tertentu yang memperberat Acne Vulgaris.
Makanan tersebut antara lain adalah makanan tinggi lemak (gorengan,
kacang, susu, keju, dan sejenisnya), makanan tinggi karbohidrat (makanan
manis, coklat, dll), alkohol, makanan pedas, dan makanan tinggi yodium
(garam). Lemak dalam makanan dapat meningkatkan produksi sebum.
d. Kosmetika
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Acne Vulgaris dan
yang sering mempersulit penanganannya adalah pemakaian bahan kosmetika
secara terus-menerus dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan suatu
bentuk acne ringan terutama terdiri dari komedo tertutup dengan beberapa lesi
papulopustular pada daerah pipi dan dagu.
e. Trauma
Trauma dapat merangsang timbulnya acne. Keadaan tersebut dikenal
sebagai acne mekanika. Dimana faktor mekanika tersebut dapat berupa
gesekan, tekanan, peregangan, garukan, dan cubitan pada kulit.
f. Faktor psikis
Hubungan antara faktor kejiwaan (psikis) terhadap kejadian acne
belum diketahui secara pasti. Stress dan gangguan emosional pada umumnya

memegang peranan kecil terhadap patogenesis acne. Tetapi pada beberapa


kasus, kambuhnya acne justru ada hubungannya dengan timbulnya stress.
g. Infeksi
Propionibacterium acne (Corynebacterium acne) dan Staphylococcus
epidermidis biasanya ditemukan pada lesi lesi acne. Berbagai strain
Propionibacterium

acne

dan

Staphylococcus

epidermidis

dapat

menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, asam


lemak bebas tersebut memungkinkan terjadinya lesi komedo.
h. Iklim, Lingkungan/pekerjaan
Telah diketahui meningkatnya hidrasi stratum korneum dapat
mencetuskan timbulnya acne dan memperberat keadaan klinis akne pada
orang-orang tertentu bila lingkungan panas dan lembab. Efek ini
berhubungan/kontak dengan panas, oli, atau zat kimia tertentu dapat
mengakibatkan timbulnya Acne Vulgaris. Keadaan ini dikenal dengan
Occupational Acne
I. Patogenesis
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar holokrin dan sekresinya terjadi akibat
desintegrasi komplit dari kelenjar glandular. Fungsi utama dari kelenjar sebasea
adalah memproduksi sebum dan peningkatan ekskresi sebum merupakan salah satu
keadaan yang terjadi pada acne vulgaris. Telah diketahui luas bahwa kelenjar sebasea
manusia mengekspresikan beberapa macam reseptor neuropeptida biologis.
Neuropeptida merupakan suatu kelompok peptide aktif biologis yang muncul secara
alami di sistem saraf baik sistem saraf pusat atau system saraf perifer. Reseptor
neuropeptida yang diekspresikan sebasea antara lain adalah Corticotropin Releasing
Hormone (CRH), melanocortin, endorphine, vasoaktif intestinal polipeptida,
Neuropeptide Y (NPY) dan calcitonin gene-related peptide. Reseptor reseptor ini
memodulasi produksi berbagai sitokin inflamasi, proliferasi, diferensiasi, lipogenesis
dan metabolisme androgen pada sebosit.

Kelenjar sebasea terdiri dari dua sel penting yaitu keratinosit dan sebosit.
Kedua jenis sel ini mempunyai peranan dalam sistem imun. Propionibacterium acnes
dapat merubah ekspresi keratinosit dan sebosit melalui Toll Like Receptor-3 (TLR3),
Cluster of Differentiation-14 (CD14) dan molekul CD1, serta dapat mengenali
produksi sebum/lipid yang berlebih oleh kelenjar sebasea dan diikuti dengan produksi
sitokin-sitokin inflamasi ke daerah tersebut
Terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis acne vulgaris,
namun secara umum ada 4 mekanisme utama yang mempunyai peran terbesar
yaitu
1. Produksi sebum yang meningkat karena peningkatan hormon
androgen (5- DHT)
2. Terjadi
kolonisasi

kuman

Propionibacterium

Acne

Corynaebacterium Acne yang menghasilkan enzim lipase, protease,


neuramidase, hyaluronidase
3. Perubahan biokimiawi susunan lemak kulit (trigliserid dihidrolisis
oleh kuman menjadi FFA)
4. Terjadi penyumbatan pada pilosebaseus karena proliferasi saluran
yang menyebabkan penyempitan dan pemadatan bahan keratin.
Hiperproliferasi folikuler epidermal mengakibatkan terbentuknya lesi primer
acne vulgaris yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut bagian atas akan menjadi
hiperkeratotik dan mengalami peningkatan kemampuan kohesi antar keratinosit.
Jumlah sel yang berlebihan disertai dengan pembentukan secret secret akan
mengakibatkan penyumbatan di ostium folikuler. Sumbatan ini akan mengakibatkan
penumpukan keratin, sebum dan bakteri di dalam folikel. Stimulus terhadap
hiperproliferasi keratinosit mencakup pengaruh hormon androgen, penurunan kadar
asam linoleat, dan peningkatan aktivitas IL-1. Dihidrotestosterone (DHT) adalah
androgen yang paling poten dalam merangsang hiperproliferasi keratinosit.
Dihidrotestosterone merupakan hasil konversi dari dehydroepiandrosterone sulfate
(DHEA-S) yang diperantarai oleh kerja enzim 17 - hydroxysteroid dehydrogenase

10

dan 5 - reductase. Peranan regulator


lain

dalam

keratinosit

proses

adalah

asam

proliferasi
linoleat.

Asam linoleat adalah suatu asam


lemak esensial yang jumlahnya diketahui lebih sedikit di kulit pasien acne vulgaris.
Jumlah dari asam linoleat akan dapat dinormalkan melalui terapi isotretinoin. Kadar
asam linoleat yang rendah dapat merangsang hiperproliferasi keratinosit folikuler dan
menghasilkan sitokin proinflamasi. Kadar asam linoleat di kulit dilaporkan akan
semakin berkurang bila didapati peningkatan produksi sebum. Peran mediator lain
yang telah cukup banyak diteliti adalah peranan mediator inflamasi IL-1 yang dapat
merangsang hiperproliferasi keratinosit folikuler dan pembentukan mikrokomedo.
Proses kedua yang memegang peranan kunci dalam patogenesis acne vulgaris
adalah produksi sebum oleh kelenjar sebasea yang berlebihan. Pasien acne vulgaris
terbukti mempunyai laju eksresi sebum yang lebih besar dibandingkan orang normal,
walaupun kualitas dari sebumnya sendiri adalah sama. Salah satu materi penyusun
sebum yaitu trigliserida yang akan mengalami konversi menjadi asam lemak bebas
oleh Propionibacterium acne di dalam unit kelenjar sebasea. Asam lemak bebas ini
akan mengakibatkan peningkatan kolonisasi Propionibacterium acnes, memperberat
inflamasi dan bersifat komedogenik. Hormon androgen selain berperan besar dalam
memicu hiperproliferasi keratinosit folikuler, juga mempunyai pengaruh penting
terhadap aktivitas sel sebosit dalam memproduksi sebum. Sedangkan peranan
estrogen sendiri sampai saat ini masih belum begitu jelas. Setidaknya ada 3 peranan
estrogen dalam proses pembentukan sebum yaitu (1) secara langsung bersifat inhibisi
terhadap kerja androgen di kelenjar sebasea, (2) inhibisi produksi androgen oleh
jaringan gonad melalui efek negative feed back mechanism terhadap produksi
Gonadotropin Releasing oleh hipofisis dan (3) mengatur kerja gen gen yang
menekan produksi dan pertumbuhan kelenjar sebasea. Androgen yang terpenting
dalam stimulasi produksi sebum adalah testosteron dan akan dirubah menjadi bentuk

11

aktif yaitu 5-DHT oleh enzim type I-5 reductase. Adanya korelasi antara
peningkatan produksi sebum dengan munculnya acne vulgaris sudah umum diketahui
dan hal ini menjelaskan mengapa acne vulgaris biasanya muncul bersamaan dengan
saat memasuki usia pubertas. Peningkatan produksi sebum dapat terjadi secara primer
akibat peningkatan kadar androgen, atau akibat peningkatan respon sebosit terhadap
rangsangan androgen atau akibat peningkatan aktivitas enzim type I-5 reductase.
Acne vulgaris terjadi akibat hiperproliferasi dan diferensiasi sebosit, yang
muncul di bawah pengaruh androgen. Hal ini terjadi dengan perantaraan reseptor
Peroxisome Proliferator Activated Receptor (PPAR), suatu molekul yang berperan
dalam hal lipogenesis. Reseptor PPAR akan memicu lipogenesis pada sel sebosit
yang matur dalam rangka memproduksi sebum. Growth Hormone diketahui juga
mempunyai peranan besar dalam produksi sebum oleh kelenjar sebasea. Growth
Hormone diproduksi di kelenjar hipofisis dan bekerja sama memproduksi IGF atau
somatomedin. Insulin-like Growth Factor sendiri mempunyai dua bentuk yaitu IGF-1
(lebih besar jumlah dan fungsinya) dan IGF-2. Diduga kuat, ada peranan IGF-1 dalam
serum dengan patogenesis acne vulgaris.
Apabila hiperproliferasi keratinosit dan produksi sebum yang berlebihan
berlanjut, maka akan terjadi penumpukan mikrokomedo, yang berujung pada
terjadinya ruptur dari dinding folikuler. Ruptur ini dalam waktu singkat akan memicu
reaksi inflamasi yang diperantarai oleh limfosit CD4+ dan CD8+. Selanjutnya akibat
pelepasan dari mediator mediator inflamasi oleh limfosit CD4+ dan CD8+, akan
terjadi penumpukan neutrofil di sekitar komedo yang mengalami sumbatan. Satu
sampai dua hari setelah ruptur, maka akan terjadi pergerakan neutrofil menuju ke
tempat inflamasi dan pada akhirnya semakin memperberat inflamasi yang telah
terjadi. Dahulu diduga bahwa inflamasi terjadi sebagai akibat terjadinya pembentukan
dan rupture komedo. Tetapi fakta terbaru menunjukkan bahwa inflamasi pada unit
pilosebasea telah ada sebelum terjadinya ruptur komedo. Hal ini dibuktikan dengan
telah ditentukannya tanda tanda inflamasi pada biopsi kulit normal pada wajah dan

12

akan semakin menunjukkan pemberatan inflamasi pada saat biopsi dilakukan dengan
kondisi komedo sudah terbentuk.
Proses

tersebut

akan

semakin

diperberat

dengan

munculnya

Propionibacterium acne. Propionibacterium acne akan mengakibatkan semakin


hebatnya reaksi inflamasi dalam kelenjar pilosebasea sehingga acne vulgaris akan
dipenuhi oleh sel-sel lekosit polimorfonuklear (PMN) dan pelepasan sitokin sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12 dan Tumor Necrotizing Factor- (TNF-).
Propionibacterium acne merupakan jenis bakteri gram positif, anaerob dan
mikroaerobik yang dijumpai pada folikel kelenjar sebasea. Populasi pasien akne
vulgaris dewasa mempunyai pertumbuhan Propionibacterium acne lebih besar pada
kelenjar pilosebasea dibandingkan dengan populasi normal. Namun belum dijumpai
adanya hubungan antara derajat keparahan acne vulgaris dengan progresifitas
kolonisasi Propionibacterium acne pada kelenjar pilosebasea. Dinding sel
Propionibacterium acne mengandung antigen karbohidrat yang menstimulasi
pembentukan antibodi. Pasien pasien acne vulgaris berat mempunyai kadar antibodi
terhadap Propionibacterium acne yang lebih tinggi dibandingkan dengan derajat
keparahan ringan ataupun sedang. Antibodi terhadap Propionibacterium acne akan
memicu respon inflamasi dengan mengaktivasi sistem komplemen dan proses
kaskade reaksi inflamasi. Propionibacterium acne juga mengakibatkan terjadinya
inflamasi melalui reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan memproduksi lipase,
protease, hialuronidase dan factor factor kemotaktik lainnya. Propionibacterium
acne mempunyai kemampuan tambahan untuk meningkatkan produksi sitokin
proinflamasi dengan berikatan dengan TLR2 pada monosit dan pada PMN di sekitar
folikel sebasea. Setelah berikatan dengan TLR2, maka akan dilepaskan sitokin-sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12 dan TNF-.

13

Gambar 2 Patogenesis acne vulgaris


J. Gambaran Klinis
Lokasi primer acne vulgaris adalah daerah wajah, dan juga dapat dijumpai
pada
leher, punggung dan bahu dengan frekuensi yang lebih sedikit. Jenis lesi acne
vulgaris
dapat beraneka macam meskipun pasti didapati adanya predominan dari satu macam
lesi. Lesi dapat mengalami keadaan inflamasi atau non inflamasi. Lesi yang bersifat
non inflamasi adalah komedo yang dapat berbentuk terbuka (blackhead) ataupun
tertutup (whitehead). Cara tambahan untuk membedakannya adalah dengan
menggores permukaan kulit untuk membedakan warnanya.
Komedo merupakan gambaran lesi kulit akibat perubahan patologis dalam
kandungan duktus pilosebasea. Komedo terbuka secara klinis diamati sebagai
gambaran lesi yang jelas, berdiameter 0,1-3 mm dan biasanya membutuhkan waktu
beberapa minggu atau lebih untuk berkembang. Warna hitam pada ujung komedo
terbuka selama ini diduga terjadi akibat proses oksidasi permukaan. Namun teori
terbaru juga menyebutkan proses tersebut terjadi sehubungan faktor melanin.
Komedo tertutup menggambarkan duktus pilosebasea yang tertutup oleh materi
duktal sehingga saluran keluarnya sulit dilihat dengan mata telanjang, lesi biasanya

14

kecil, berukuran 0,1-3 mm. Pada lesi komedo tertutup yang klasik, 25% akan hilang
dalam waktu 3-4 hari dan 75% akan berkembang menjadi lesi inflamasi.
Lesi yang mengalami inflamasi dapat bervariasi mulai dari papul kecil dengan
batas kemerahan sampai dengan nodul yang besar, fluktuatif dan nyeri. Papul adalah
lesi inflamasi yang bervariasi dalam hal ukuran dan kekenyalannya. Lima puluh
persen papul muncul dari kulit yang kelihatan normal yang mungkin merupakan
lokasi dari suatu mikrokomedo, 25% dari komedo putih dan 25% sisanya dari
komedo hitam. Ada 2 jenis papul yaitu papul aktif dan papul yang kurang aktif. Papul
yang kurang aktif, kurang merah dan lebih kecil dibandingkan papul yang aktif. Pada
papul aktif, ukurannya dapat mencapai 4 mm dan bertahan lebih lama.
Bentuk lesi inflamasi lain adalah pustul. Pustul dapat superfisial ataupun
dalam. Pustul biasanya dilihat lebih jarang dibandingkan papul. Hal ini mungkin
dikarenakan pustul bertahan lebih singkat daripada papul yaitu hanya sekitar 5 hari.
Mungkin hal ini terjadi oleh karena pustul lebih banyak mengandung PMN,
sedangkan papul cenderung lebih banyak mengandung limfosit. Enzim lisosomal
pada PMN dapat menghilangkan gejala inflamasi pada pustul lebih cepat
dibandingkan pada papul. Bentuk nodul merupakan bentuk lesi inflamasi yang
berstruktur deep seated dan cenderung bertahan selama 8 minggu sebelum akhirnya
hilang. Sebagian diantaranya tidak mengadakan resolusi sempurna melainkan
membentuk jaringan parut. Bentuk lesi lain yang didapati dapat berupa lesi jaringan
parut yang merupakan komplikasi akibat acne vulgaris yang mengalami inflamasi
atau non inflamasi. Secara umum ada 4 tipe jaringan parut acne vulgaris yaitu ice
pick, rolling, box scar dan hipertropik. Acne vulgaris biasanya mempunyai tampilan
sebagai lesi kulit yang terisolasi di daerah wajah, leher, bahu dan punggung. Akan
tetapi pada kasus-kasus acne vulgaris dengan faktor penyebab hiperandrogenisme
dapat dijumpai hirsutisme, precocious puberty dan tanda lain hiperandrogenisme.
K. Klasifikasi
Terdapat beberapa macam klasifikasi Acne Vulgaris untuk menentukan berat
ringannya penyakit, antara lain:
15

Menurut Pillsbury dan kawan-kawan (1963) :


Komedo hanya pada wajah
Komedo, papul dan pustule pada wajah
Komedo, papul, pustule dan peradangan yang lebih dalam pada wajah, dada
dan punggung
4. Akne konglobata
Menurut Klligman dan Plewig (1975) :
1. Akne komedonal
Tingkat I : < 10 komedo pada satu sisi wajah
Tingkat II : 10-25 komedo pada satu sisi wajah
Tingkat III : 25-50 komedo pada satu sisi wajah
Tingkat IV : >50 komedo pada satu sisi wajah
2. Akne papulopustulosa
Tingkat I
: < 10 lesi meradang pada satu sisi wajah
Tingkat II
: 10-20 lesi meradang pada satu sisi wajah
Tingkat III : 20-30 lesi meradang pada satu sisi wajah
Tingkat IV : >30 lesi meradang pada satu sisi wajah
3. Akne konglobata
Merupakan acne yang berat. Lesi nodulokistik yang bertambah dalam
peradangannya sehingga bertambah besar lesi yang dapat dilihat dan diraba.
Pada penyembuhannya meninggalkan lubang yang dalam dan jaringan parut.
Menurut Cook dan kawan-kawan ( 1979)
Pembagian dibuat berdasarkan atas standar fotografi yang dibuat
pada tiap kunjungan :
Tingkat 0 : ditemukan 3 komedo atau papul yang tersebar
Tingkat 2 : ditemukan beberapa pustule atau 3 lesi papul/komedo. Lesi
tidak terlihat pada jarak 2,5 m.
Tingkat 4 : antara 2 dan 6, lesi eritem dengan peradangan yang berarti
untuk mendapatkan pengobatan.
Tingkat 6 : wajah penuh dengan komedo atau pustul. Lesi mudah terlihat
pada jarak 2,5 m. Beberapa pustul berdiameter 1-2 cm.
Tingkat 8 : acne konglobata atau acne dengan peradangan hebat yang
hampir mengenai seluruh wajah.
Menurut American Academy of Dermatology
Tabel 1. Consensus Conference on Acne Clastflcation

1.
2.
3.

Klasifikasi
Ringan
Sedang
Berat

Komedo
< 25
>25
(-)

Papula/pustule
<10
10-30
>30

Nodul
(-)
<10
>10

16

L. Diagnosis
Diagnosis acne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
eksohleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraltor
(sendok Unna). Sebum yang menyumbat foikel tampak sebagai masa padat seperti
lilin atau masa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.
Pemeriksaan Hostopatologi, gambaran yang tidak spesifik berupa sebukan sel
radang kronis di sekitar foliel pilosebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada
kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair
sebum yang tercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang lepas.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids)
dapat dilakukan. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas ( free fatty acid )
meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk
menurunkannya.

M. Diagnosis Banding
a. Erupsi akneiformis
Disebabkan oleh obat (kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida, bromida, difenil
hidantoin, dll). Berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya komedo
dihampir seluruh tubuh, dapat disertai demam.
b. Rosacea
Penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan gejala eritema, pustul,
talengiektasi, nodul, kista, tanpa komedo. Kadang-kadang disertai hipertrofi
kelenjar sebasea.
c. Dermatitis perioral
Terutama pada wanita dengan gejala klinis polimorfi eritema, papul, pustula, dan di
sekitar mulut terasa gatal.
d. Akne venenata dan akne akibat rangsangan fisik
Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan
tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisiknya.
e. Moluskum kontangiosum

17

Merupakan penyakit virus, bila lesinya di daerah seborea menyerupai komedo


tertutup.
.
N. Tatalaksana
Prinsip umum
Cegah pembentukan komedo peeling agents
Cegah infeksi sekunder antibiotika
Percepat resolusi lesi CO2 padat, sinar UV
Iritan: resorsinol, sulfur, phenol, dll
Perawat kulit (skin care)
Cuci muka dengan sabun dan air hangat secara teratur
Tidak dipegang, dikorek dan dipijat dgn tangan
Cegah kosmetik berminyak dan pelembab
Hirup udara segar & gerak badan teratur
Hindarkan cuci muka >> (6-8 x sehari) ditambah dengan sabun keras
Pengobatan Topikal
Zat-zat gol. Kemikal bahan iritan yang dapat mengelupas kulit
(peeling), misalnya :Sulfur (4-8 %), Resorsinol (1-5 %), Asam
salisilat: > 3% keratolitik, Benzoil peroksida (2,5 10 %), As vitamin
A (0,025 0,1 %), (as. Retinoat, Tretinoin), As. Azeleat (15 20 %),
Adapalene, As. Glikolat (3-8 %). Dapat digunakan pula asam alfa
hidroka (AHA), misalnya asam glikolat (3-8%). Efek samping obat
iritan dapat dikurangi dengan cara pemakaian yang paling rendah.
Zat zat antibakterial (antibiotika)
Eritromisin (1%) (Erymed , Eryderm )
Tetrasiklin (1%)
Klindamisin fosfat (1%)(Dalacin T; Mediklin )
Kinolon (Acuatim)
18

Zat-zat hormon:
Kortikosteroid, max 1 bulan, lesi meradang (betametason - valerat,
fluosinolon)
Pengobatan Sistemik
Antibiotika
Tetrasiklin (oksi-tetrasiklin, chlor-tetrasiklin)
4 x 250 mg/ hr selama 3-6 minggu
1 x 250 mg/ hr (6 8 minggu)
Eritromisin (stearat, etilen suksinat)
Doksisiklin 2 x 100 mg 1 x 100 mg
Minosiklin 2 x 100 mg 1 x 100 mg
Linkomisin 3 2 x 250 mg
Klindamisin 2 x 300 mg/ 3 x 150 mg
Hormon
Estrogen (etinil estradiol, mestranol) 50mg/hari selama 21 hari dalam
sebulan atau antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari). Pengobatan ini
ditujukan untuk penderita wanita dewasa acne vulgaris beradang yang
gagal dengan terapi yang lain.
Kortikosteroid (di tapering off) untuk menekan peradangan dan
menekan sekresi kelenjer adrenal, misalnya prednisone (7,5 mg/hari)
atau deksametason ( 0,25-0,5 mg/hari).
Lain-lain:
Vit A 50.000 100.000 IU/ hari
Retinoid 3 Cis-retinoic acid
DDS (Dapsone) Diamino Difenil Sulfone
Anti androgen (klormadinon asetat, siproteron asetat)
Bedah Kulit

19

Tindakan bedah kulit kadang kadang diperlukan terutama untuk


memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang
sering menimbulkan jaringan parut; baik yang hipertrofik maupun yang
hipotrofik.
1. Bedah skalpel dilakukan untuk meratakan sisi jaringan parut yang menonjol
atau melakukan eksisi elips pada jaringan parut hipotrofik yang dalam.
2. Bedah listrik dilakukan pada komedo tertutup untuk mempermudah
pengeluaran sebum atau pada nodulo-kistik untuk drainase cairan isi yang
dapat mempercepat penyembuhan.
3. Bedah kimia dengan asam triklor asetat atau fenol untuk meratakan jaringan
parut yang benjol.
4. Bedah beku dengan bubur CO2 beku atau N2 cair untuk mempercepat
penyembuhan radang.
5. Dermabrasi untuk meratakan jaringan parut hipo dan hipertrofi pasca akne
yang luas.
PENGOBATAN ORAL & TOPIKAL

Tetrasiklin oral + asam retinoik topikal


Tetrasiklin oral + lotio kummerfeldi
(sulfur lotio)

TINDAKAN KHUSUS

Komedo ekstraksi
Electrodesiccation
Insisi dan drainase acne konglobata
Eksisi untuk kista, komedo poliporus
Dermabrasi parut akne
Kortikosteroid intra lesi triamsinolon
(Percepat resolusi lesi meradang dan cegah parut nodul, kista, scar

hipertrofi)

20

21

BAB III
PEMBAHASAN
Pasien perempuan 20 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Salatiga
dengan keluhan terdapat bintil bintil kecil banyak di wajah (pada pipi, dan dagu),
bintil bintil kecil berisi seperti nasi, terasa gatal. Keluhan dirasakan sudah -/+ 1
bulan. Pasien sebelumnya sudah memakai produk cream dan obat obatan tertentu
untuk jerawat, tetapi keluhan tidak membaik. Riwayat alergi obat, makanan, maupun
bahan alergen lainnya disangkal. Pasien pernah mempunyai riwayat jerawatan
sebelumnya. Tidak ada anggota keluarga mengalami gejala yang serupa, alergi (-)
Pada gambaran klinis ditemukan pada predileksi pipi dan dagu tampak lesi
berupa papul miliar eritematous multipel, diskret ukuran milier sampai lentikuler,
berbatas tegas. Penegakkan diagnosis acne vulgaris diperoleh berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan status dermatologinya. Acne Vulgaris adalah penyakit kulit yang
terjadi akibat peradangan menahun (kronis) dari unit folikel pilosebase yang diserai
dengan penyumbatan, penimbunan dan pemadatan bahan keratin yang ditandai
dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada tempat predileksinya di
wajah, leher, dada dan punggung terjadi pada usia pubertas.
Prinsip pengobatan pada acne vulgaris menjaga kebersihan kulit untuk
menghambat

pertumbuhan

mikroorganisme,

pemberian

keratolitik

untuk

menghambat komedo, bila acne ringan dapat diberikan antibiotik topikal, keratolitik,
retinoid, bila akne sedang berat dapat diberikan terapi lokal dan sistemik dengan
antibiotic.
Pada pasien ini diberikan Losio kummerfeldi 100 cc, Lotio kummerfeldi
mengandung (1) Sulfur, berfungsi mengobati lesi inflamasi acne, (2) Asam salisilat,
menghambat terjadinya komedogenesis yang disebabkan oleh deskuamasi epitel
folikular, membantu menghentikan pengelupasan sel-sel yang melapisi folikel-folikel
dari kelenjar sebasea, (3) Resorsinol, bahan iritan yang dapat mengelupas kulit
(peeling), bekerja dengan cara membunuh penyebab akne dan kadang memberi efek

22

memutihkan meskipun efek ini tidak selalu muncul. Kemudian pemberian Clinium
gel, mengandung Clindamycin phosphate akan mengalami hidrolisis membentuk
Clindamycin aktif yang memiliki efek antibakteri. Golongan obat antibiotik yang
biasa digunakan untuk infeksi bakteri anaerob (bakteri yang bisa hidup tanpa
oksigen). Secara in-vitro aktif terhadap Propionibacterium acne. Benzolac gel 5%,
mengandung benzoik peroksida berfungsi sebagai keratolitik dan pengelupas kulit
(peeling).

23

BAB IV
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada kasus ini adalah acne vulgaris. Acne Vulgaris adalah penyakit
kulit yang terjadi akibat peradangan menahun (kronis) dari unit folikel pilosebase
yang diserai dengan penyumbatan, penimbunan dan pemadatan bahan keratin
yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada tempat
predileksinya di wajah, leher, dada dan punggung terjadi pada usia pubertas.
2. Prinsip pengobatan pada acne vulgaris menjaga kebersihan kulit untuk
menghambat

pertumbuhan

mikroorganisme,

pemberian

keratolitik

untuk

menghambat komedo, bila acne ringan dapat diberikan antibiotik topikal,


keratolitik, retinoid, bila akne sedang berat dapat diberikan terapi lokal dan
sistemik dengan antibiotic.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi, Prof.dr; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima; Balai

Penerbit FKUI; Jakarta 2009: 245-249


2. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates, 2000: 35-45

3. Mulyono. 1986 . Pedoman pengobatan penyakit kulit dan kelamin . Jakarta:


Meidian Mulya Jaya
4. R.M. Suryadi Tjekyan; Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris; Media
Medika Indonesiana; 2009.
5. Siregar. 2005. Akne Vulgaris, Akantosis Nigrikans dan Akne Rosasea dalam atlas
berwarna saripati Penyakit Kulit Ed 2, Hal 208 217. EGC. Jakarta
6. Smith R., Mann N., Braue A., Makelainen H., Varigos G. "A low-glycemic-load
diet improves symptoms in acne vulgaris patients: a randomized controlled trial"
American Journal of Clinical Nutrition. 2007; 86: 107-115.
7. Fulton, James Jr. 2010. Acne vulgaris. in MedscapeJournal. Avalaible from:
http://dermatology.cdlib.org/93/commentary/acne/hanna.html.
8. Cuncliffe WJ, Perera DH, Thackeray P, Williams M, Froster RA and Williams
SM. Pilo Sebaceuous duct physiology, observation on the number and size of pilo
sebaceuous ducts in acne vulgaris. But J Dermatol. 2007; 95 : 153-5.

25

Anda mungkin juga menyukai