Disusun Oleh:
Hanifa Nur Afifah
J 230 145 053
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR MAKSILA
A. DEFINISI
Fraktur:
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
Fraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses patologis.
1) Traumatic fracture
Fraktur yangdisebabkan oleh pukulan
pada:
a. perkelahian
b. kecelakaan
c. tembakan
2) Pathologic fracture
Fraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam keadaan
sakit, tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada trauma ringan seperti berbicara,
makan dan mengunyah dapat terjadi fraktur.
Terjadi karena :
a) Penyakit tulang setempat
Kista
Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga dengan atau
tanpa trauma dapat terjadi fraktur, misalnya pada osteomielitis
Osteomalacia
Osteoporosis
B. ETIOLOGI
Facial trauma pada daerah urban disebabkan oleh perkelahian, kecelakaan kendaraan
bermotor, dan kecelakaan industry. Penyebab lain yang penting meliputi, trauma
penetrasi (luka pisau atau luka tembak), domestic violence, dan kekerasan pada anak dan
orang tua. Os nasal, mandibula, dan zygoma, merupakan tulang yang paling sering
mengalami frakturselama perkelahian.
C. PATOFISIOLOGI
Berikut ini masing masing penyebab fraktur pada maxilla facial trauma :
Fraktur os frontal : Disebabkan oleh pukulan yang keras pada bagian dahi.
Mencangkup Tabula anterior dan tabula posterior sinus frontalis. Apabila tabula
posterior mengalami fraktur, diperkirakan akan menyebabka luka pada dura mater
(meninges). Selain itu sering juga terjadi kerusakan duktus naso frontal
Fraktur dinding bawah / lantai orbita : cidera pada lantai orbita dapat terjadi
sebagai fraktur yang sendiri, namun dapat juga menyebabkan fraktur dinding
medial. Adanya fraktur tersebut menyebabkan adanya peningkatan tekanan pada
intraorbita yang dapat merusak aspek terlemah dari dinding orbit, yaitu dinding
medial dan lantai. AKibatnya herniasi dari struktur yang terdapat didalam orbita ke
dalam sinus maxillary dapat terjadi dan insidensi yang tinggi pada cidera mata,
namun bulbus oculi jarang sapai rupture.
Fraktur nasal : disebabkan oleh gaya yang ditransmisikan oleh trauma langsung
Fraktur nasoethmoidal : perluasan dari tulang nasal hingg tulang etmoid dan dapat
mnyebabka kerusakan canthus medial mata, apparatus lacrimal ata ductus
nasofronta lis. Dapat juga menyebabkan laserasi pada lamina cribrosa os frontal
Garis
fraktur
meluas
melalui
sutura
zygomaticotemporal,
D.
PATHWAY
Tekanan/kekerasan
langsung/stress berulang
1.
Pergeseran tulang
Reaksi Inflamasi
Pengeluaran bradikinin
dan berikatan dengan
nociceptor
Kerusakan fragmen
tulang,cedera jar.lunak
deformitas
Pembuluh darah terputus
hambatan
mobilisasi
hambatan
pemenuhan
ADL secara
mandiri
Pengumpulan darah
(Hematoma)
Nyeri
akut
Ganggua
n Citra
Tubuh
Ada port
entry
Resiko
Infeksi
Pembengkakan
(tumor) dan
rubor
Nyeri
Penatalaksanaan medis
Prosedur pemasangan
fiksasi eksternal
Defisit
Perawatan
Diri
Pengeluaran mediator
kimia (histamin)
Perdarahan
Kerusakan
Integritas kulit
Darah banyak
keluar
PK pendarahan
PK Anemia
Spasme otot
Perfusi jaringan
Vasokontriksi
pemb.darah
Metabolisme anaerob
ATP
Gang perfusi
jaringan perifer
E. KLASIFIKASI FRAKTUR
Fraktur dapat berupa
1.
Single fracture
Fraktur dengan satu garis fraktur
2.
Multiple fracture
Terdapat dua atau lebih garis fraktur yang tidak berhubungan satu sarna lain
Unilateral = jika kedua garis fraktur terletak pada satu sisi
Bilateral = jika 1 garis fraktur pada 1 sisi dan garis fraktur lain pada sisi lain.
3.
Communited fracture
Tulang hancur atau remuk menjadi beberapa fragmen keci 1 atau berkeping-keping,
misalnya symphis mandibularis dan di daerah anterior maxila.
4.
Complicated fracture
Terjadi suatu dislokasi/displacement dari tulang sehingga mengakibatkan kerusakan
tulang-tulang yang berdekatan, gigi, dan jaringan lunak yang berdekatan
5.
Complete fracture
Tulang patah semua secara lengkap menjadi 2 bagian atau lebih.
6.
Incomplete fracture
Tulang tidak patah sarna sekali, tetapi hanya retak juga penyatuan tulang tidak
terganggu. Dalam keadaan seperti ini lakukan dengan bandage dan rahang
diistirahatkan 1-3 minggu.
7.
Depressed fracture
Bagian tulang yang fraktur masuk ke dalam suatu rongga. Sering pada fraktur maxilla
yaitu pada permukaan fasial dimana fraktur tulang terdorong masuk ke sinus maxillaris.
8.
Impacted fracture
Dimana fraktur yang 1 didorong masuk ke fragmen tulang lain. Sering pada tulang
zygomaticus.
Gejala klinik
Extra oral :
o Luka pada bibir atas yang dalam dan luas. Luka laserasi pada bibir sering disertai
perdarahan, kadang-kadang terdapat patahan gigi dalam bibir yang luka tersebut.
o Bibir bengkak dan edematus
o Echymosis dan hematoma pada muka
Intra oral :
o Luka laserasi pada gingiva daerah fraktur dan sering disertai perdarahan.
o Adanya subluxatio pada gigi sehingga gigi tersebut bergerak, kadang-kadang
berpindah tempat.
o Adanya alvulatio gigi, kadang-kadang disertai tulang alveolusnya
o Fraktur corona gigi dengan atau tanpa terbukanya kamar pulpa
2) Le Fort I:
Pada fraktur ini, garis fraktur berada di antara dasar dari sinus maxillaris dan dasar
dari orbita. Pada Le Fort I ini seluruh processus alveolaris rahang atas, palatum
durum, septum nasalis terlepas dari dasarnya sehingga seluruh tulang rahang dapat
digerakkan ke segala arah. Karena tulang-tulang ini diikat oleh jaringan lunak saja,
maka terlihat seperti tulang rahang tersebut mengapung (floating fracture). Fraktur
dapat terjadi unilateral atau bilateral. Suatu tambahan fraktur pada palatal dapat
terjadi, dimana terlihat sebagai suatu garis echymosis.
Geiala klinik
Extra oral :
o
Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum
o Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris
o Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadang-kadang
terdapat infraorbital echymosis dan subconjunctival echymosis
8
o Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang atas dan rahang
bawah telah kontak lebih dulu.
Intra oral
o Echymosis pacta mucobucal rahang atas
o Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai goyangnya
gigi dan lepasnya gigi.
o Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi fraktur
atau lepas.
o Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah
3) Le Fort II :
Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis, ethmoid, sphenoid dan
sering tulang vomer dan septum nasalis terkena juga.
Gejala klinik
Extra oral :
o Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut terasa sakit.
o Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung.
o Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.
o Perdarahan dari hi dung yang disertai cairan cerebrospinal.
Intra oral
o Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
o Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah.
o Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan sehingga
timbul kesukaran bernafas.
o Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio,luxatio.
9
o Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada bagian hidung
terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa sakit.
4) Le Fort III
Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi tulang-tulang nasalis, maxillaris,
orbita, ethmoid, sphenoid dan zygomaticus arch. Sepertiga bagian tengah muka
terdesak ke belakang sehingga terlihat muka rata yang disebut "Dish Shape Face".
Displacement ini selalu disebabkan karena tarikan ke arah belakang dari
M.pterygoideus dimana otot ini melekat pda sayap terbesar tulang sphenoid dan
tuberositas maxillary.
Geiala klinik
Extra oral :
o
Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan saraf
motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan paralisis bola
mata yang temporer.
Intra oral :
o Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.
10
Fraktur ini biasanya unilateral, sering bersifat multiple dan communited, tetapi
karena adanya otot zygomatic dan jaringan pelindung yang tebal, jarang bersifat
compound. Displacement terjadi karena trauma, bukan karena tarikan otot.
Trauma/pukulan biasanya mendorong bagian-bagian yang patah ke dalam.
Geiala klinik
o Penderita mengeluh sukar membuka rahang, merasa ada sesuatu yang menahan,
waktu membuka mulut ke depan condyle seperti tertahan.
o Bila cedera sudah beberapa hari dan pembengkakan hilang, terlihat adanya
depresi yang nyata sekeliling lengkung dengan lebar 1 atau 2 jari yang dapat
diraba.
o Pembengkakan periobital, echymosis.
o Palpasi lunak
o Rasa nyeri
11
Close reduction
Banyak terdapat cara reposisi. Cara yang mudah adalah reposisi tertutup yaitu
manipulasi tulang dengan tarikan yang dilakukan di bawah kulit yang intact sampai
fraktur berada pada posisi yang benar. fraktur yang dapat dilakukan reposisi
12
tertutup, bila garis fraktur simpe1, posisi cukup baik dan terjadinya fraktur masih
baruReduksi yang dilakukan pada fraktur dengan cara manipulasi. Cara ini
dilakukan pada fraktur yang masih baru dan mudah dikembalikan pada tempat
semula.
Caranya :
Kita raba permukaan tulang yang patah melalui intra dan ekstra oral, lalu kita
perhatikan oklusinya. Setelah kawat fiksasi dipasang, baru reduksi dikerjakan yaitu
dengan manipulasi bagian-bagian tulang yang patah itu sampai kedudukannya
seperti semula.
2. Reduksi dengan tarikan
Yang paling sering dipakai yaitu intermaxillary traction yaitu penarikan rahang
bawah dan rahang atas. Cara ini dilakukan bila displacement sukar dimanipulasi
pada tempat-tempat yang diinginkan yang mungkin oleh karena adanya spasmus
otot dan fraktur yang sudah lama sehingga terjadi malunion yang sukar
dikembalikan ke keadaan semula.
3. Open reduction (dengan cara operasi)
Cara ini dipakai jika reduksi tertutup tidak dapat dikerjakan, lebih sering dikerjakan
untuk fiksasi dari pada untuk reduksi fraktur.
Fiksasi dan Immobilisasi
Pada fraktur yang dilakukan reposisi tertutup ketika tulang rahang dan gigi sudah
terletak pada posisi yang tepat, maka dapat dipertahankan dengan menggunakan kawat
Arch Bar, membebat gigi, pita elastic atau kawat yang menghubungkan mandibula dan
maksila. Fiksasi dapat dilakukan langsung pada gigi atau otot-otot sekitar rahang,
sehingga dapat dibagi menjadi :
1) Indirect dental fixation
Mengikat rahang atas dan rahang bawah bersama-sama dalam keadaan oklusi
dengan mempergunakan pengikat atau elastic band. Pada fiksasi harus
diperhatikan oklusi gigi atas dan bawah harus baik.
Ada 2 macam cara :
a.
b.
c.
Circumferential wiring
External fixation
Bila sebagian tulang alveolar terlepas sarna sekali dari mukoperiosteum, sebaiknya diangkat. Bila masih melekat dapat direposisi dan
fiksasi.
tepat
dengan
mandibula
serta
dengan
dasar
tengkorak
dan
mengimmobilisasikannya.
Secara garis besar immobilisasi dapat dibagi dalam 2 golongan besar :
1) Immobilisasi extra oral = External fixation
Termasuk apa yang disebut sekarang ini sebagai modern concept merupakan
suatu cara rutin dalam perawatan fraktur 1/3 tengah tulang muka. Di Barat
teknik ini kurang sesuai dengan situasi di Indonesia, karena peralatan yang
mahal dan laboratorium yang kurang memadai. Ditinjau dari segi stabilitas, alat
ini sangat ideal tetapi secara psikologis sering tidak dapat diterima secara baik
oleh penderita. Ini disebabkan bentuk alat yang menakutkan bagi penderita
yang harus terus memakainya selama perawatan. Berarti dia harus tinggal di RS
selama pemakaian alat tersebut. Meskipun demikian peralatan itu tetap
diperlukan pada perawatan fraktur 1/3 tengah tulang muka yang parah dan
rumit.
Secara singkat teknik ini sebagai berikut :
-
Maxilla yang mengalami fraktur ditahan Plaster of Paris Head Cap dengan
bantuan bar penghubung (connecting bar), cap splint, dan extention rodnya.
Maxilla yang dihubungkan dengan head cap disebut Craniomaxillary fixa
tion. Bi la mandibu1a yang dihubungkan dengan head cap disebut Craniomandibula fixation.
Selain itu dapat diperkuat dengan menambahkan transbucal check wire. Bila
cap splint pada gigi ge1igi tidak dapat dibuat dapat diganti dengan Arch Bar
pada maxilla dan mandibula dan disatukan dengan IMF. Arch bar mandibula
15
Head cap dapat diganti dengan haloframe yang mempunyai fungsi sarna
dengan head cap tetapi jauh lebih stabile Frame ditempatkan di sekitar cranium
dengan 4 buah paku.
Supraorbital pins adalah pilihan lain dari head cap. Dua buah pin di tempatkan
pada supraorbital ridge kanan dan kiri. Kedua pin ini dihubungkan dengan
sebuah bar yang melengkung. Bar ini kemudian dihubungkan dengan perantaraan
suatu connecting bar lurus dengan extension rod dari alat-alat fiksasi pada
rahang.
Teknik fiksasi ini tidak memerlukan alat-alat yang mahal atau fasilitas
laboratorium yang mutakhir. Teknik ini dapat diterima dengan baik oleh
penderita karena peralatan fiksasi tidak tampak dari luar sehingga penderita
dapat meninggalkan RS lebih cepat. Pada teknik ini maksila ditahan dengan
kawat pada bagian tulang muka yang tidak mengalami cedera yang berada di a
tas garis fraktur. Kawa t suspensi ini dihubungkan dengan kawat fiksasi/arch bar
pada mandibula. Untuk memperkuat arch bar mandibula terhadap tarikan kawat
suspensi, dianjurkan pemakaian circumferential wiring pada 3/3. Dengan
demikian maksila terj epi t di antara mandibula dan bagian tulang muka yang
stabil.
Teknik suspensi dengan kawat ini dapat berupa:
a) Circumzygomatic
Kawat penggantung/penahan melalui atau meliputi arcus zygomaticus
b) Zygomatic-mandibula
Kawat melalui lubang pada tulang zygoma
c) Inferior orbital border-mandibula
Kawat melalui lubang pada lower orbital rim
d) Fronto-mandibular
Kawat melalui lubang pada zygomatic processus pada tulang frontal
16
Suatu
keadaan
dimana
immobilisasi
mandibula
merupakan
17
Alat penyedot dan alat pemotong kawat harus selalu tersedia bilamana diperlukan.
Seharusnya seorang perawat yang berpengalaman mengawasi di sisi pasien sampai
pasien sadar betul.
B) Antibiotika dan analgetik
Pemberian antibiotik sangat perlu sekali bagi setiap fraktur rahang, apalagi setelah
dilakukan tindakan reposisi dan fiksasi. Pemberian dalam bentuk kapsul atau tablet
adalah sulit karena adanya IMF.
Obat dalam bentuk cairan lebih baik bagi penderi ta. Pemberian secara
parenteralpum dapat dilakukan.
Bila fiksasi baik analgetik biasanya tidak mutlak diberikan.
C) Pemberian makanan
Makanan umumnya dalam bentuk cairan atau setengah cairan.
Makan dapat diberikan melalui celah yang ada antara gigi atau pada fossa
retromolar.
D) Kebersihan mulut
Pembersihan gigi dan kawat fiksasi adalah sangat penting untuk mengurangi
terjadinya infeksi.
E)Pemberian vitamin A, D, B compleks, mineral Ca, fosfat.
I.
4) Keadaan gigi-geligi
Keadaan gigi yang kurang baik seperti anatomi gigi, posisi gigi yang kurang baik dan
adanya gigi yang gangren dapat mernpermudah tirnbulnya komplikasi bila terjadi
fraktur di regio tersebut.
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Pengkajian nyeri
- Provoking Incedent
- Quality Of Plain
- Region, Radiation.
- Severity (Scale) of Plain
- Time
c. Riwayat penyakit sekarang.
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga.
f. Riwayat penyakit psikososial spiritual.
g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
h. Pola hubungan dan peran.
i. Pola persepsi dan konsep diri.
j. Pola sensori dan kognitif.
k. Pola penanggulangan stes.
l. Pola tata nilai dan keyakinan.
m. Pemeriksaan Fisik.
Keadaan umum : keadaan baik dan buruknya klien. tanda tanda yang perlu
dicatat adalah sebagai berikut.
Kesadaran
Kesakitan, Keadaan
Tanda- tanda
B1 (Breating.
B2 (Blood)
B3 (Brain)
Tingkat kesadaran
Head to toe:
Kepala
Leher
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut dan Faring
Pemeriksaan fungsi serebral
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
nutrisi dan metabolisme.
Pola eliminasi
B6 (Bone)
Look
Feel
Move
n. Pola aktivitas
o. Pola tidur dan istirahat
2. Diagnosa Keperawatan
19
a. Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi saraf,
cedera neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.
b. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya perdarahan
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani operasi, status
ekonomi, dan perubahan fungsi peran.
3. Rencana Keperawatan
a. Dx: Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi
saraf, cedera neuromuscular, trauma jaringan, dan reflex spasme otot sekunder.
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi
Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diatasi, mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri.
Klien tidak gelisah. Skalanyeri 0-1 atau teratasi.
Intervensi:
1) Kaji nyeri denganskala 0-4.
R: nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan
skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
2) Atur posisi imobilisasi pada lengan atas.
R: imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang
menjadi unsure utama penyebab nyeri pada lengan atas.
3) Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus.
R: nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung
kemih, dan berbaring lama.
4) Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan noninvasife.
R: pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
efektif dalam mengurangi nyeri.
5) Ajarkan relaksasi: tenik untuk menurunkan ketegangan otot rangka yang dapat
mengurangi intensitas nyeri. Tingkatkan relaksasi masase.
R:teknik ini akan melancarkan peredaran darah sehingga O2 padajaringan
terpenuhi dan nyeri berkurang.
6) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R: mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke hal-hal yang menyenakan.
7) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman, misalnya waktu tidur, belakang tubuh klien dipasang bantal kecil.
20
risiko,
mengenal
tindakan
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.
Fraktur
Patah
Tulang
(online).
2009.
(http://perawatpskiatri.blogspot.com/search/label).
Apley, A. Graham. 2006. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika:
Jakarta.
Bernard Bloch. 2006. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica : Yogyakarta p. 10281030
Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs; In: Clinical
Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell Publishing; Oxford University; p
169-170
Hermansyah,
MD;
Fraktur
Shaft
Humerus
(.ppt)
(online)
2009.
(http://www.google.com//fraktur-shaft-humerus-hermansyah-MD.pdf.)
Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture Shaft fracture In: AZ of Emergency
Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111.
Kenneth J, dkk. 2006. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43: Orthopedic;
In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser Company : New York.
King Maurice; 2007; Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery Volume Two:
Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
Mansjoer A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius FKUI : Jakarta
Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta. Hal 380-395.
Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2008; Anatomi Bagian I, Penerbit
Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga;
Surabaya
Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2006. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC : Jakarta.
23