Anda di halaman 1dari 5

Prevalensi Anisometropia di Poliklinik Mata RSUP Dr.

Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2009-2013
Birgitta Fajarai1, Elza Iskandar2 dan Ramzi Amin2
1. Program Studi Pendidikan Dokter Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya
2. Bagian Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Jl. Dr. Moh Ali, Kompleks RSMH, Madang, Palembang, 30126, Indonesia
E-mail: b.fajarai@yahoo.co.id

Abstrak
Anisometropia merupakan kelainan di mana kekuatan refraksi kedua mata berbeda. Perbedaan kekuatan refraksi mata
yang besar dapat menimbulkan komplikasi, yaitu ambliopia dan strabismus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
prevalensi anisometropia, distribusi usia dan jenis kelamin pada anisometropia, dan proporsi ambliopia dan strabismus
pada anisometropia di Poliklinik Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan design cross sectional pada pasien yang berobat di Poliklinik Mata Subdivisi
Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik total
sampling. Dari 5438 pasien yang berobat di Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2009-2013, 471 pasien merupakan pasien anisometropia. Prevalensi anisometropia selama lima tahun
berturut-turut adalah 7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, dan 9,89%. Prevalensi rata-rata anisometropia selama lima tahun
adalah 9,41%. Mayoritas pasien anisometropia adalah perempuan berusia 13-20 tahun. Proporsi strabismus pada
anisometropia adalah 0,4% dan proporsi ambliopia pada anisometropia adalah 0,6%. Prevalensi anisometropia di
Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 di bawah prevalensi
dunia dan prevalensi anisometropia di Sumatera (15,5%). Proporsi strabismus dan ambliopia pada anisometropia di
Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 mirip dengan proporsi
di penelitian lainnya.
Kata Kunci: anisometropia, prevalensi, proporsi, strabismus, ambliopia

Abstract
Prevalencen of Anisometropia in Eye Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Period 2009-2013. The
difference in refractive error between both eyes is known as anisometropia. A great difference in refractive error can
cause amblyopia and strabismus. The purposes in this study are to determine the prevalence of anisometropia, the age
and sex distribution of anisometropia, and the proportion of strabismus and amblyopia in anisometropia in Eye Clinic of
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013. This study is descriptive cross-sectional study in patients
in Eye Clinics Refractive Subdivision of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013. The data was
collected by using total sampling technique. In 5438 patients in Eye Clinics Refractive Subdivision of RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013, 471 patients were patients with anisometropia. The prevalence of
anisometropia in those five consecutive years was 7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, and 9,89%. The mean prevalence of
anisometropia in those years was 9,41%. The majority of patients with anisometropia was 13 to 20 year-old-female. The
proportion of strabismus in anisometropia was 0,4% and the proportion of amblyopia in anisometropia was 0,6%. The
prevalence of anisometropia in Eye Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013 was lower
than that reported in Sumatera (15,5%). However, the proportion of amblyopia and strabismus in anisometropia in Eye
Clinic of RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang period 2009-2013 is similar to that reported for other university
hospital populations.
Keywords: anisometropia, prevalence, proportion, amblyopia, strabismus

Selain dengan ambliopia, dalam berbagai literatur


anisometropia juga dihubungan dengan strabismus.
Strabismus adalah kelainan/deviasi mata di mana
kedudukan bola mata tidak normal. Strabismus dalam
hal ini biasanya disebabkan oleh perbedaan refractive
error kedua mata yang terlalu besar. Penderita
strabismus sering mengeluh mual dan vertigo. Menurut
American Optometric Association (2011), secara umum
angka kejadian strabismus adalah 2-5%.7 Di Jepang,
prevalensi strabismus Jepang adalah 1,28% (Matsuo,
2005), sedangkan di Singapura menunjukkan angka
0,8%.9

1. Pendahuluan
Penglihatan yang baik adalah salah satu syarat untuk
mencapai tumbuh kembang yang optimal. Dengan
tumbuh kembang optimal, seseorang diharapkan akan
memiliki kesempatan untuk mendapat pendidikan yang
optimal dan kehidupan yang layak. Kondisi penglihatan
yang buruk tentu akan mempengaruhi tumbuh kembang
anak yang nantinya juga akan mempengaruhi kualitas
individu.
Dibandingkan dekade lalu, kita dapat melihat semakin
banyaknya orang yang berkacamata, baik itu anak-anak
maupun dewasa. Kenyataan ini menunjukkan semakin
banyaknya individu yang mengalami penurunan fungsi
penglihatannya. Penurunan fungsi penglihatan akibat
gangguan refraksi menjadi salah satu penyebab
kebutaan di dunia. Salah satu penyebab gangguan
fungsional penglihatan yang sering timbul terutama
pada anak usia sekolah adalah anisometropia.

Karena tingginya komplikasi kebutaan (ketajaman


visual kurang dari 3/60 atau corresponding visual field
loss kurang dari 10 dengan koreksi maksimal pada
mata dengan ketajaman yang lebih baik), masih
terbatasnya penelitian, dan bervariasinya angka kejadian
anisometropia dengan komplikasi ambliopia dan/atau
strabismus di berbagai wilayah di dunia, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai anisometropia
dengan atau tanpa komplikasi ambliopia dan atau
strabismus di Poliklinik Mata RSUP Dr. Mohammad
Hoesin tahun 2009 sampai 2013.

Anisometropia merupakan kelainan di mana kekuatan


refraksi kedua mata berbeda. Studi prevalensi di Kota
Mashhad, Iran menunjukkan 17% dari 2947 partisipan
mengalami anisometropia dan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia.1 Anggraeni (2006) menyebutkan
bahwa dari 948 siswa SDN di Jakarta 0,6% menderita
anisometropia.2 Berdasarkan penelitian Saw (2002),
prevalensi anisometropia di Sumatera adalah 15,1%.3

2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan design
cross sectional berdasarkan data sekunder rekam medik
dan buku pengunjung di Poliklinik Mata Subdivisi
Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2009-2013.

Anisometropia dibagi menjadi tiga yaitu, anisometropia


kecil dengan beda refraksi lebih kecil dari 1,5 dioptri,
anisometropia sedang dengan beda refraksi 1,5-3 dioptri,
dan anisometropia berat dengan beda refraksi lebih dari
3 dioptri.4 Gejala klinis anisometropia sangat bervariasi,
mulai dari sakit kepala, perasaan tidak enak pada kedua
mata, pusing, mual, sampai diplopia.5

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien


kelainan refraksi yang berobat ke Poliklinik Mata
Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang sejak tahun 2009 sampai 2013. Sampel pada
penelitian ini adalah seluruh pasien kelainan refraksi
yang tercatat di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang
dan di buku
pengunjung Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi dan
memenuhi kriteria inklusi.

Ketika derajat kelainan refraksi pada mata lebih tinggi


daripada mata lainnya, maka secara sadar atau tidak,
kita dominan akan menggunakan mata dengan derajat
kelainan refraksi yang lebih ringan untuk penglihatan
jauh maupun dekat. Hal ini dapat menyebabkan
kelemahan penglihatan yang tidak didasarkan pada
adanya kelainan organik yang disebut ambliopia.5

Kriteria inklusi penelitian ini adalah Pasien kelainan


refraksi yang berobat ke Poliklinik Mata RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013,
tercatat pada buku pengunjung
Poliklinik Mata
Subdivisi Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang tahun 2009-2013, dan dapat dilengkapi
dengan adanya catatan rekam medik (sesuai variabel
yang diteliti). Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini
adalah pasien dengan kelainan lain yang mengganggu
visus selain kelainan refraksi. Variabel penelitian ini
adalah prevalensi anisometropia, usia, jenis kelamin,
anisometropia, ambliopia, dan strabismus.

Prevalensi ambliopia berbeda pada tiap literatur,


berkisar antara 1-3,5% pada anak yang sehat sampai 45,3% pada anak yang mempunyai masalah pada mata.6
American
Optometric
Association
(2010)
menyimpulkan prevalensi ambliopia secara umum
adalah 2% dengan 90%-nya berhubungan dengan
anisometropia dan atau strabismus.7 Trianto (2006)
dalam tesisnya menyebutkan bahwa dari 1084 siswa di
SDN Yogyakarta 1,04% menderita anisometropia dan
16,6% anak anisometropia terjadi ambliopia.8

tahun, 37 pasien (7,9%) usia 53-60 tahun, 19 pasien


(4,0%) usia 61-68 tahun, 3 pasien (0,6%) usia 69-76
tahun, dan 2 pasien (0,4%) usia 77-84 tahun.

3. Hasil dan Pembahasan


Prevalensi anisometropia di Poliklinik Mata RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 dapat
dilihat pada gambar berikut.

Tabel 2. Distribusi jenis kelamin pada anisometropia


Jenis Kelamin

20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%

15.51%
7.42%

2009

5.79%

2010

2011

8.42%

9.89%

9.41%

2012

2013

Ratarata

Tabel 3. Distribusi anisometropia berdasarkan derajatnya


Anisometropia
Ringan
Sedang
Tinggi
Jumlah

Dalam kurun waktu 5 tahun, dari tahun 2009 sampai


2013 ditemukan 471 kasus anisometropia dari total
5438 pasien Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jumlah pasien
anisometropia tahun 2009 sampai 2013 adalah 168
pasien dari total 2265 pasien pada tahun 2009, 92 pasien
dari total 593 pasien pada tahun 2010, 35 pasien dari
total 604 pasien pada tahun 2011, 111 pasien dari toal
1318 pasien pada tahun 2012, dan 65 pasien dari total
658 pasien pada tahun 2013. Prevalensi anisometropia
pada tahun 2009 sampai 2013 secara berurutan adalah
7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, dan 9,89%. Rata-rata
prevalensi anisometropia periode 2009-2013 adalah
9,41%.

N
383
62
26
471

%
81,3
13,2
5,5
100,0

Anisometropia diklasifikasikan menjadi anisometropia


ringan, sedang dan tinggi. Pada Tabel 3 kita dapat lihat
bahwa distribusi anisometropia ringan sebanyak 383
kasus (81,3%), anisometropia sedang sebanyak 62 kasus
(13,2%), dan anisometropia tinggi sebanyak 26 kasus
(5,5%).
Pada Tabel 4, kita dapat melihat bahwa distribusi
anisometropia berdasarkan kelainan refraksi adalah
astigmatisme sebanyak 38 orang (8,1%), miopia
sebanyak 333 orang (70,7%), hipermetropia sebanyak
97 orang (20,6%), dan kelainan refraksi lainnya
sebanyak 3 orang (0,6%) Anisometropia jenis miopia
sendiri terdiri dari miopia simpleks 145 orang (30,8%)
dan miopia kompositus 188 orang (39,9%). Sedangkan
jenis hipermetropia terbagi menjadi hipermetropia
simpleks 51 orang (10,8%) dan hipermetropia
kompositus 46 orang (9,8%).

Tabel 1. Distribusi usia pada anisometropia


N
17
108
94
61
56
56
37
19
3
2
18
471

sebanyak 178 kasus (37,6%) adalah laki-laki.

Gambar 1. Prevalensi anisometropia periode 2009-2013

Usia
5-12
13-20
21-28
29-36
37-44
45-52
53-60
61-68
69-76
77-84
Tidak terkelompok
Jumlah

Laki-laki
177
37,6
2009
Perempuan
294
62,4
2010
Jumlah
471
100
2011
2012
2013 Pada Tabel 2, kita dapat melihat bahwa dari 471 kasus
anisometropia pada periode 2009-2013, 295 pasien
Rata-rata
(62,4%) berjenis kelamin perempuan dan sisanya

%
3,6
22,9
20,0
13,0
11,9
11,9
7,9
4,0
0,6
0,4
3,8
100.0

Tabel 4. Distribusi kelainan refraksi pada anisometropia

Dari 471 kasus yang menjadi sampel penelitian, hanya


453 pasien yang tercatat usianya dan sisanya sebanyak
18 pasien tidak terkelompokkan. Dari 471 pasien
tersebut, distribusi anisometropia berdasarkan usia
adalah 17 pasien (3,6%) usia 5-12 tahun, 108 pasien
(22,9%) usia 13-20 tahun, 94 pasien (20,0%) usia 21-28
tahun, 61 pasien (13,0%) usia 29-36 tahun, 56 pasien
(11,9%) usia 37-44 tahun, 56 pasien (11,9%) usia 45-52

Kelainan Refraksi

Astigmatisme

38

8,1

Miopia simpleks

145

30,8

Miopia kompositus

188

39,9

Hipermetropia simpleks

51

10,8

Hipermetropia kompositus

46

9,8

Lainnya

0,6

Jumlah

471

100,0

Tabel 5. Proporsi strabismus dan atau ambliopia pada anisometropia

Anisometropia
Ringan
Sedang
Tinggi
Jumlah

Strabismus
N
1
0
1
2

%
0.2
0.0
0.2
0.4

Strabismus
Ambliopia
N
%
0
0.0
0
0.0
0
0.0
0
0.0

Ambliopia
N
0
1
2
3

%
0.0
0.2
0.4
0.6

Tanpa
Komplikasi
N
%
382
81.1
61
3.0
23
4.9
466
99,0

Jumlah
N
383
62
26
471

%
81.3
3.2
5.5
100

Tabel 6. Proporsi jenis strabismus pada anisometropia

Anisometropia
Ringan
Sedang
Tinggi
Jumlah

Strabismus
Esotropia
Eksotropia
N
%
N
%
1
0,2
0
0,0
0
0,0
0
0,0
0
0,0
1
0,2
1
0,2
1
0,2

Dapat dilihat pada Tabel 5, proporsi strabismus dan atau


ambliopia pada anisometropia adalah 99% (466 orang)
pasien anisometropia tanpa komplikasi, 0,4% (2 orang)
pasien anisometropia dengan strabismus, 0,6% (3 orang)
pasien anisometropia dengan ambliopia, dan tidak
ditemukan (0%) pasien anisometropia dengan ambliopia
dan strabismus. Pada tabel tersebut kita juga dapat kita
melihat bahwa mayoritas anisometropia yang
berkomplikasi adalah anisometropia tinggi sebanyak 3
orang (0,6%) dan sisanya masing-masing 1 orang
(0,2%) pada anisometropia ringan dan sedang.

Tidak strabismus
N
382
62
25
469

%
81,1
13,2
5,3
99,6

Jumlah
N
383
62
26
471

%
81,3
13,2
5,5
100,0

pada penelitian-penelitian lain disebabkan karena


adanya perbedaan jumlah sampel karena penelitian
tersebut dilakukan di wilayah yang lebih luas atau lebih
padat penduduknya.
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini,
kelompok usia tertinggi pada pasien anisometropia
adalah usia 13-20 tahun (22,9%) dan 21-28 tahun
(20,0%). Dari data, terlihat adanya penurunan kejadian
anisometropia seiring bertambahnya usia. Perbandingan
yang dibuat oleh Barrett, Bradley, dan Candy (2013)
dari berbagai penelitian lainnya menunjukkan hasil yang
berbeda,
yaitu
adanya
peningkatan
kejadian
anisometropia seiring dengan bertambahnya umur.12
Adanya perbedaan hasil penelitian dikarenakan
penyebab anisometropia yang banyak terjadi pada
penelitian lain berasal dari pasien anisometropia yang
disertai katarak, sedangkan pada penelitian ini pasien
anisometropia yang disertai dengan katarak tidak
diikutkan pada penelitian ini sehingga hasil penelitian
ini berbeda jauh. Di lain pihak, penelitian lain yang
dilakukan oleh Dobson et al malah mengungkapkan
hubungan anisometropia dan usia tidaklah signifikan.13

Dari data penelitian ini, pada Tabel 6 kita dapat lihat


bahwa dari 471 orang dengan anisometropia, 2 orang
(0,4%) juga mengalami strabismus, yaitu 1 orang
(0,2%) anisometropia dengan esotropia dan 1 orang
lainnya (0,2%) anisometropia dengan eksotropia.

4. Pembahasan
Dari periode 2009 sampai 2013, didapatkan 471 kasus
anisometropia dengan prevalensi tiap tahunnya secara
berurutan adalah 7,42%, 15,51%, 5,79%, 8,42%, dan
9,89%. Rata-rata prevalensi anisometropia di Poliklinik
Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang selama
lima tahun terhitung sejak tahun 2009 sampai 2013
adalah 9,41%. Angka prevalensi ini lebih kecil dari
prevalensi anisometropia di dunia. Hasil ini juga lebih
kecil dari angka anisometropia dari penelitian Saw
(2002) pada 1024 orang di Sumatera pada satu dekade
lalu, yaitu 15,1%3 dan pada penelitian di Jerman dan
Austria pada April 2006 sampai Agustus 2010 lalu10,
yaitu 18,5%. Namun, prevalensi anisometropia yang
didapat pada penelitian ini tidak berbeda jauh dari
penelitian di Rehabilitation Faculty of Shahid Beheshti
Medical University yang cakupan wilayahnya hampir
sama dengan penelitian ini, yaitu 10,67%.11 Perbedaan

Hasil distribusi anisometropia berdasarkan jenis


kelamin menunjukkan bahwa mayoritas pasien dengan
anisometropia di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang adalah perempuan (62,4%). Hasil ini sesuai
dengan pernyataan yang didapat dari penelitian di
Jerman dan Austria pada April 2006 sampai Agustus
2010 lalu10 dan penelitian oleh Akhgary et al di Shahid
Behesti Medical University (2011) yaitu anisometropia
lebih banyak terjadi pada perempuan.11
Distribusi anisometropia berdasarkan derajatnya
menunjukkan bahwa jenis anisometropia terbanyak
adalah anisometropia ringan (81,3%). Selain itu

semakin tinggi anisometropianya, semakin menurun


jumlah penderitanya. Hasil penelitian ini sesuai dengan
perbandingan yang dibuat oleh Barrett, Bradley, dan
Candy (2013) dari berbagai penelitian lainnya, yaitu
adanya penurunan kejadian anisometropia seiring
dengan bertambahnya beratnya anisometropia.12

Daftar Acuan
1. Ostadimoghaddam H et al. The prevalence of
anisometropia in population base study. Acta
Ophthalmol, 2010; 20(4): 152-157.
2. Anggraeni N. Prevalensi Ambliopia dan Sebaran
Faktor Ambliogenik. Tesis pada Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit
Cipto Mangun Kusumo Jakarta yang tidak
dipublikasikan, 2006.
3. Saw SM et al. Prevalence rates of refractive errors in
Sumatera, Indonesia. Invest Ophthalmol Vis Sci
2002; 43: 31743180.
4. Sloane AE. Manual of Refraction Third Edition.
Boston: Little Brown and Company, 2002.
5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2009.
6. Heiting G, Lee J, Bailey G, dan Thompson V.
Amblyopia (online). http://www.allaboutvision.com/
conditions/amblyopia.htm. 2014.
7. American Optometric Association. Optometric
Clininal Practice Guideline: Care of The Patient with
Amblyopia.
USA:
American
Optometric
Association, 2010.
8. Trianto W. Ambliopia Pada Anak Sekolah Dasar
Dengan Kelainan Refraksi Di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada, 2006.
9. Chia A et al. Prevalence of amblyopia and
strabismus in young Singaporean Chinese children.
Invest Ophthalmol Vis Sci 2010; 51(7): 3411-3417.
10. Linke JS, Richard G, dan Katz T. Prevalence and
associations of anisometropia with spherical
ametropia, cylindrical power, age, and sex in
refractive surgery candidates. Invest Ophthalmol Vis
Sci 2011; 52(10): 7538.
11. Akhgary M et al. Prevalence of strabismic binocular
anomalies, amblyopia and anisometropia at
Rehabilitation Faculty of Shahid Beheshti Medical
University. J Optom 2011; 4(3): 110114.
12. Barrett BT, Bradley A, dan Candy TR. The
relationship between anisometropia and amblyopia.
Prog Retin Eye Res 2013; 36: 120158.
13. Dobson V et al. Anisometropia Prevalence in a
Highly Astigmatic School-Aged Population. Optom
Vis Sci 2008; 85(7): 512-519.
14. Pan CW, Ramamurthy D, dan Saw SM. Worldwide
prevalence and risk factors for myopia. Ophthalmic
Physiol Opt 2012; 32(1): 3-16.
15. American Academy of Ophthalmology. Myopia
(online). http://eyewiki.aao.org/Myopia. 2014.
16. American Optometric Association. Myopia (online).
http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-visi
on-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/
myopia?sso=y. 2014.

Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa


anisometropia terbanyak adalah anisometropia jenis
miopia (70,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pan, Ramamurthy, dan Saw (2012).14
Tingginya angka kejadian miopia di dunia disebabkan
oleh tingginya angka miopia pada etnis Cina.15 Di
samping itu semakin banyak orang yang melakukan
aktivitas jarak dekat (near-work habit) yang memicu
terjadinya eye strain atau visual stress (teori akomodasi)
sehingga angka kejadian miopia menjadi meningkat.16
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini,
didapatkan anisometropia yang berkomplikasi sangatlah
sedikit, yaitu 0,2% anisometropia dengan esotropia,
0,2% anisometropia dengan eksotropia, dan 0,6%
anisometropia dengan ambliopia. Pada penelitian ini
tidak ditemukan anisometropia yang berkomplikasi
menjadi ambliopia dan strabismus sekaligus. Pada
distribusi ambliopia dan atau strabismus berdasarkan
derajat anisometropia, mayoritas terjadi pada
anisometropia sedang dan tinggi.
Angka kejadian ini lebih rendah dari angka kejadian di
negara lain di dunia. Namun, angka kejadian
anisometropia dengan ambliopia atau strabismus
tersebut tidaklah jauh berbeda dari angka kejadian pada
penelitian di Rehabilitation Faculty of Shahid Beheshti
Medical University yaitu 0,33% anisometropia dengan
esotropia, 0,17% anisometropia dengan eksotropia, dan
1,5% anisometropia dengan ambliopia. Sebaliknya,
hasil yang berbeda ditunjukkan mengenai angka
kejadian ambliopia dan strabismus pada anisometropia,
yaitu didapatkan 0,34% kejadian anisometropia yang
disertai ambliopia dan strabismus.11 Kemungkinan
perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan metode
penelitian dan besar sampel yang digunakan. Pengaruh
dari ras pada anisometropia ambliopia belum dapat
dipastikan karena belum adanya penelitian mengenai
distribusi ras atau etnis pada anisometropia.12

5. Kesimpulan
Prevalensi anisometropia di Poliklinik Mata Subdivisi
Refraksi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
tahun 2009-2013 di bawah prevalensi dunia dan
prevalensi anisometropia di Sumatera. Proporsi
strabismus dan ambliopia pada anisometropia di
Poliklinik Mata Subdivisi Refraksi RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2009-2013 mirip
dengan proporsi di penelitian lainnya.

Anda mungkin juga menyukai