Anda di halaman 1dari 11

APB (ANTEPARTUM BLEEDING)

DEFINISI
Perdarahan antepartum (Antepartum Bleeding / Antepartum Hemorrhage) dibatasi
pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu. Disebut juga Vaginal bleeding
in late pregnancy. Pada literatur yang lain, dinyatakan bahwa antepartum haemorrhage
adalah semua perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 28 minggu atau lebih (dimana
taksiran berat janin pada kehamilan tersebut berkisar 1000 gram) dan sebelum masuk
masa persalinan.
KLASIFIKASI
Klasifikasi klinis perdarahan antepartum, berdasarkan sumber perdarahan dibagi
sebagai berikut:
1. Kelainan plasenta
a. Plasenta previa
b. Solusio plasenta (abrupsio plasenta)
c. Perdarahan antepartum yang belum jelas penyebabnya (misalnya oleh
karena ruptura sinus marginalis dan plasenta letak rendah atau vasa
previa).
2. Bukan dari kelainan plasenta (biasanya tidak begitu berbahaya)
Misalnya : kelainan serviks dan vagina (erosio, polip, varises yang pecah) dan
trauma.
GAMBARAN KLINIS
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada trimester ketiga, atau setelah
kehamilan 28 minggu. Karena tanda pertamanya adalah perdarahan, pada umumya
penderita akan segera datang untuk mendapatkan pertolongan. Beberapa penderita yang
mengalami perdarahan sedikit sedikit, mungkin tidak akan tergesa gesa datang untuk
mendapatkan pertolongan karena disangkanya sebagai tanda permulaan persalinan biasa.
Baru setelah perdarahannya berlangsung banyak, mereka datang untuk mendapatkan
pertolongan.
PLASENTA PREVIA
Definisi dan Klasifikasi Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Klasifikasi plasenta pervia, yaitu:
1. Plasenta previa totalis: apabila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh
jaringan plasenta
2. Plasenta previa parsialis: apabila sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh
jaringan plasenta
3. Plasenta previa marginalis: apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta letak rendah: apabila plasenta letaknya abnormal pada segmen bawah
uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir
plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak
akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

Gambar 2.2 : A: plasenta previa totalis, B: plasenta previa partialis, C: plasenta previa
marginalis, D: plasenta letak rendah.

EtIologi
Etiologi dari plasenta previa tidak diketahui, tetapi diduga hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi endometrium yang mungkin
disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma operasi atau infeksi. Bahwasanya
vaskularisasi yang berkurang, atau perubahan atrofi pada desidua didapati sebagian besar
pada penderita dengan paritas yang tinggi.

Perdarahan dihubungkan dengan adanya perkembangan segmen bawah uterus pada


trisemester ketiga, plasenta yang melekat pada area ini akan rusak akibat penipisan dari
segmen bawah rahim. Kemudian perdarahan akan terjadi akibat ketidak mampuan
segmen bawah rahim untuk berkontraksi secara adekuat.
Faktor Risiko
1. Usia ibu
2. Multiparitas
3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang ulang, bekas operasi,
kuretase, dan manual plasenta.
4. Corpus luteum yang bereaksi lambat di mana endometrium belum siap untuk
menerima hasil konsepsi.
5. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
dan inflamatorotik.
6. Plasenta besar pada kehamilan ganda atau hidrops fetalis.
7. Tumor seperti mioma uteri, polip endometrium.
8. Sosial ekonomi rendah atau Gizi Buruk
Patofisiologi
Dimulai dari usia kehamilan 20 minggu segmen bawah uterus akan terbentuk dan
mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus
akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada
segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak
dapat diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari
dinding uterus. Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan. Darah yang keluar berwarna
merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang
berwarna kehitam-hitaman.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta
dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya
tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus yang
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya normal. Makin

rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada
plasenta plasenta totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak rendah, yang
mungkin baru berdarah setelah persalinan dimulai.
Diagnosis
A. Anamnesis
Gejala utama plasenta previa yang membawa penderita ke dokter atau ke rumah
sakit adalah perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 minggu (trimester III). Sifat
perdarahannya tanpa rasa nyeri (painless), berwarna merah segar, tanpa sebab
(causeless), terutama pada multigravida, dan perdarahan cenderung berulang. Pendarahan
pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan
periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi
perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak. Janin biasanya masih
baik. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari
pemeriksaan hematokrit.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Luar
a. Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit,
darah beku dan sebagainya. Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan
anemis.
b. Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah. Bagian
terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul (floating). Apabila
presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung diatas pintu atas panggul
atau mengolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
Sering disertai dengan kelainan letak janin, seperti letak lintang atau letak
sungsang. Bila cukup pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen
bawah rahim terutama pada ibu yang kurus.
c. Inspekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal


dari osteum uteri eksternum atau dari kelainan serviks atau vagina, seperti erosio
porsionis uteri, karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva dan
trauma. Apabila perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum, adanya plasenta
previa harus dicurigai.
2. Pemeriksaan Dalam
Penentuan letak plasenta secara langsung dapat dilakukan dengan pemeriksaan
dalam. Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak,
sehingga merupakan pilihan paling akhir untuk diagnosis plasenta previa dan
pemeriksaan harus dilakukan di atas meja operasi (double set up).
Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan dengan radiografi, radio isotop dan ultrasonografi. Akan tetapi
pada pemerikasaan radiografi dan radiosotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya
radiasi sehingga cara ini ditinggalkan.
Komplikasi
-

Prolapsus tali pusat

Prolapsus plasenta

Plasenta melekat, sehingga harus dilakukan manual dan kalau perlu


dibersihkan dengan kuret

Robekan robekan jalan lahir karena tindakan

Perdarahan postpartum

Infeksi karena perdarahan yang banyak

Bayi prematur atau lahir mati


Penanganan

A. Terapi Ekspektatif

Tujuan terapi ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam.Upaya diagnosis dilakukan
secara non-invasif. Pemantauan klinis dilaksanakan secara ketat dan baik.

Syarat-syarat terapi ekspektatif:

- Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang ~kemudian berhenti


- Belum ada tanda-tanda in partu
- Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal)
- Janin masih hidup

Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis.

Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi plasenta, usia


kehamilan profil biofisik, letak dan presentasi janin.

Berikan tokolitik bila ada kontraksi

Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (BubbleTest) dari hasil
amniosentesis. Berikan Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk
pematangan paru janin.

Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu, plasenta masih berada di


sekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas,
sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat darurat.

Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
pasien dapat dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di
luar kota dan jarak untuk mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam) dengan
pesan untuk segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan ulang.

B. Terapi Aktif (Tindakan segera)

Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang Aktif


dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang
maturitas janin.

Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan


persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika:
-

infus/transfusi telah terpasang, kamar dan Tim Opearasi telah siap

Kehamilan 37 minggu (berat badan 2500 gram) dan in partu,


atau

janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor


(misal: anensefali)

Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati


pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).

Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa ialah:


A. Seksio sesarea
B. Melahirkan Pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan tersebut
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Amniotomi dan akselerasi

Versi Braxton Hicks

Traksi dengan Cunam Willet

SOLUSIO PLASENTA
Definisi
Solusio plasenta (abruptio plasentae) adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi
pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.
Klasifikasi
Klasifikasi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta:
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
Klasifikasi solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya:
Grade 1 (ringan)
Perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan,
janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen
plasma lebih 150 mg%.
Grade 2 (sedang)

Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin
atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma 120-150 mg%.
Grade 3 (berat)
Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :

Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.

Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,
versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.

Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3. Faktor paritas ibu


4. Faktor usia ibu
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma)
6. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Patogenesis
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis
dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah
miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi
penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak
jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan
tandanya pun belum jelas. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus atau
tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu
berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi.

Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan


medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas
dari implantasinya di dinding uterus.
Sebagian darah akan keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk
ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot
miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi
uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini
dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak
berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan
terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas uterus yang
sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi
perdarahan postpartum yang hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan
tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan
intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan
fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan
hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus,
tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
Komplikasi
A. Syok Perdarahan
B. Gagal ginjal
C. Kelainan pembekuan darah
D. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Diagnosis
A. Anamnesis
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong
(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang
berwarna kehitaman .

Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
(anak tidak bergerak lagi).
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu
terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar
pervaginam.
Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
B. Inspeksi
Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
C. Palpasi
Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden
uterus) baik waktu his maupun di luar his.
Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
D. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di
atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas
lebih dari satu per tiga bagian.
E. Pemeriksaan dalam
Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup. Kalau sudah terbuka maka
plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his. Apabila
plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah
dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan
plasenta previa.
F. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi
cepat, kecil dan filiformis.
G. Pemeriksaan laboratorium

Terapi
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya
gejala klinis, yaitu:
1. Solusio Plasenta Ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin
hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan. Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan.
2. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di
rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah
harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktorfaktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan
intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan
memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus
yang mungkin saja telah mengalami gangguan.

Anda mungkin juga menyukai