Anda di halaman 1dari 18

KEMATIAN MENDADAK OLEH KARENA

RUPTUR ANEURISMA PADA


SINDROM MARFAN

PENDAHULUAN

Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden unexpected


natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural
(alamiah, wajar). Mendadak disini diartikan sebagai kematian yang datangnya
tidak terduga dan tidak diharapkan, dengan batasan waktu yang nisbi. Camps
menyebutkan batasan kurang dari 48 jam sejak timbul gejala pertama.1
Penyebab kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem
tubuh, yaitu sistem Susunan Saraf Pusat, sistem kardiovaskuler, sistem
pernafasan, sistem gastrointestinal,dan sistem urogenital. Dari sistem-sistem
tersebut, yang terbanyak menjadi penyebab kematian mendadak adalah sistem
kardiovaskuler, dalam hal ini penyakit jantung. Sebuah studi post mortem pada
salah satu Rumah Sakit di Dublin, Connoly Hospital antara Januari 1987 hingga
Desember 2001, menyebutkan bahwa penyebab terbanyak kematian mendadak
adalah penyakit Jantung (79%). Di Indonesia sendiri sukar didapat insiden
kematian mendadak yang sebenarnya. Angka yang ada hanyalah jumlah kematian
mendadak yang diperiksa di bagian kedokteran forensik FKUI. Dalam tahun
1990, dari seluruh 2461 kasus, ditemukan 227 laki-laki (9,2%) dan 50 perempuan
(2%) kasus kematian mendadak, sedangkan pada tahun 1991 dari 2557 kasus
diperiksa 228 laki-laki (8,9%) dan 54 perempuan (2,1%). Pada tahun-tahun
terakhir ini, penyebab kematian tersering pada kasus kematian mendadak adalah
penyakit kardiovaskular.1 Penyebab penyakit jantung itu sendiri bermacam-
macam, mulai dari penyakit jantung koroner, kardiomiopati, penyakit katup
jantung hingga akibat kelainan genetik seperti pada sindrom marfan.

1
Sindrom marfan adalah penyakit genetik autosomal dominant pada
jaringan ikat yang melibatkan banyak sistem organ, salah satunya adalah sistem
kardiovaskular.2,3 Gambaran kardiovaskular disini antara lain adalah terjadinya
dilatasi aorta proksimal yang pada akhirnya dapat terjadi ruptur aneurisma aorta.
Terjadinya ruptur aneurisma aorta merupakan salah satu komplikasi sindrom
marfan yang dapat mengancam nyawa. Pada suatu penelitian di awal tahun 1970-
an oleh Murdouch, dkk memperlihatkan adanya penurunan angka harapan hidup
pada penderita sindrom marfan. Komplikasi kardiovaskular akibat sindrom
marfan yang menyebabkan kematian tercatat lebih dari 90 %, dimana sekitar 80%
disebabkan oleh ruptur aneurisma aorta.2
Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka apabila kematian tersebut
didahului oleh keluhan, gejala dan terdapat saksi (apalagi bila saksinya adalah
dokter, misalnya di klinik, puskesmas, atau rumah sakit) biasanya tidak akan
menjadi masalah kedokteran forensik. Namun apabila kematian tersebut terjadi
tanpa riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka dapat menimbulkan kecurigaan bagi
penyidik, apakah terkait unsur pidana di dalamnya. Disinilah peran pemeriksaan
forensik berupa autopsi dan pemeriksaan histologi akan sangat penting guna
menjawab permasalahan di atas. 1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom Marfan adalah penyakit genetik autosomal dominant pada jaringan ikat
yang ditandai dengan adanya disproporsi tungkai, jari-jari tampak lebih panjang
dan kurus, serta perawakan tubuh yang tinggi.2 Penyakit ini merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya kelainan kardiovaskular, terutama yang
mempengaruhi katup jantung dan aorta. Selain itu, penyakit ini juga
mempengaruhi struktur dan organ lain seperti paru-paru, mata, saccus duralis
yang mengelilingi tulang belakang dan palatum durum. 2,4

2.2 Insiden

2
Sindrom marfan dapat terjadi pada pria maupun wanita dengan presentase yang
sama.2 Sindrom ini juga dapat terjadi pada semua ras dengan berbagai latar
belakang etnik. Berdasarkan data epidemiologi, diperkirakan ada 60.000 hingga
200.000 orang Amerika yang menderita sindrom marfan. Sebagian besar orang
dengan sindrom marfan memiliki riwayat keluarga dengan sindrom marfan,
namun sekitar 15-30% terjadi oleh karena mutasi spontan. Sindrom marfan dapat
didiagnosa pada masa prenatal, saat lahir atau pada usia dewasa. Manifestasi
klinik sindrom marfan umumnya akan lebih berat jika didapatkan pada masa
neonatus.2,3,4

2.3 Etiologi
Sindrom marfan disebabkan oleh mutasi pada gen FBN 1 yang berlokasi di
kromosom 15q21.1. Mutasi terkadang juga terjadi pada TGFβR1 atau gen
TGFβR2 yang berlokasi di kromosom 9 dan pada kromosom 3p24.2-p25 secara
berturut-turut. Lebih dari 500 mutasi gen fibrilin telah teridentifikasi. Hampir
semua dari mutasi gen ini sangat khas didapatkan pada individu atau keluarga
dengan sindrom marfan, namun sekitar 30 % merupakan mutasi genetic de
novo.2,4
2.4 Patofisiologi
Sindrom marfan terjadi oleh karena adanya mutasi pada gen FBN 1 pada
kromosom 15 yang berperan dalam mengkode glikoprotein fibrillin-1, komponen
matriks ekstraseluler. Protein fibrillin-1 berperan penting dalam memperbaiki
pembentukan matriks ekstraseluler, meliputi biogenesis dan pertumbuhan serabut-
serabut elastin. Matriks ekstraseluler tidak hanya berperan dalam struktural
integritas jaringan ikat tetapi juga sebagai reservoir untuk faktor pertumbuhan.
Serabut-serabut elastin dapat ditemukan pada seluruh tubuh, namun serabut ini
akan lebih banyak ditemukan pada aorta, ligamen, dan zonula siliaris pada mata. 2

2.5 Manifestasi klinis


Meskipun manifestasi klinis pada sindrom marfan tidak terlalu khas, namun
adanya disporporsi pada tungkai, dislokasi pada lensa mata, dan dilatasi aorta

3
cukup untuk menegakkan diagnosis sindrom marfan. Tercatat ada lebih dari 30
manifestasi klinis lainnya pada sindrom ini yang sebagian besar melibatkan kulit,
rangka, dan sendi.2

Gambar 2.1 Postur individu dengan sindrom marfan

Pada sistem skeletal (rangka), umumnya pada individu dengan sindrom


marfan akan didapatkan postur tubuh yang rata-rata tinggi. Tungkai tampak
panjang dan kurus yang juga disertai dengan jari-jari tangan dan jari-jari kaki
yang juga lebih panjang. Adanya disporporsional pada tulang juga ditemukan
pada individu dengan sindrom marfan. Kelainan pada tulang lainnya yang juga
dapat ditemukan adalah scoliosis, pectus excavatum ataupun pectus carinatum.2,4
Pada mata, lebih dari setengah individu dengan sindrom marfan akan
didapatkan dislokasi pada salah satu atau kedua lensa. Dislokasi lensa sendiri
dapat terjadi minimal atau bahkan terlihat sangat jelas. Selain dislokasi lensa,
kelainan pada mata lainnya yang dapat terjadi pada sindrom marfan adalah
katarak, glaucoma, miopia, serta retinal detachment 2,4.
Kelainan sistem kardiovaskuler pada sindrom marfan terjadi oleh karena
adanya abnormalitas pada jaringan ikat yang menyebabkan kelemahan pada
dinding aorta. Dinding aorta kemudian berdilatasi, dan hal ini meningkatkan
risiko terjadinya ruptur.2,4
Selain ketiga sistem di atas, sindrom marfan juga melibatkan sistem tubuh
lainnya seperti sistem saraf pusat (dural ectasia), kulit, maupun paru.2,4

4
2.6 Ruptur aneurisma aorta pada sindrom marfan
Salah satu kondisi serius yang melibatkan sistem kardiovaskular pada sindrom
marfan adalah adanya ruptur aneurisma aorta.2,4 Aneurisma adalah malformasi
pembuluh darah dimana terjadi dilatasi pembuluh darah. Aneurisma terjadi bila
ditemukan adanya kelemahan nyata pada dinding pembuluh darah. Aneurisma
aorta adalah dilatasi abnormal dari dinding pembuluh darah aorta dimana
diameternya menjadi 1,5 – 2 kali lebih besar dari diameter aorta yang normal.5,6
Pembuluh darah aorta memiliki tiga lapisan yaitu lapisan dalam yang tipis
(tunika intima), di bagian tengah terdapat tunika media yang tebal, dan lapisan
luar tunika adventisia.5 Ketiga lapisan ini berperan dalam menyerap tekanan pada
saat darah dipompa dari jantung ke seluruh tubuh. Pada kantung aneurisma,
biasanya hanya terdiri dari tunika intima dan tunika adventisia saja, sehingga
pembuluh darah tersebut mengalami penipisan pembuluh darah. Dalam
menjalankan fungsinya, dinding pembuluh darah akan mendapat tekanan dan
aliran turbulensi.5,6 Hal ini akan membuat pembuluh darah tersebut perlahan-lahan
menonjol keluar melalui defek pada tempat itu, untuk membuat kantong
berdinding tipis yang hanya terdiri dari jaringan ikat fibrosa. Jika ketahanan
bentukan kantong tersebut dalam menahan aliran darah sudah melewati ambang
batasnya, maka aneurisma akan pecah, baik itu pecah dengan sendirinya ataupun
karena faktor-faktor risiko yang memicunya (misal, peningkatan tekanan darah,
trauma, dan lain-lain).5,6,7

5
Gambar 2.2 Struktur aorta dan tipe aneurisma

Aneurisma sendiri dapat terjadi secara simetris (aneurisma fusiform), dan


dapat pula terjadi pada daerah yang terlokalisasi (aneurisma saccular). 6,7,8 Pada
umumnya aneurisma dengan diameter kurang dari 5 cm memiliki risiko rendah
untuk terjadinya ruptur, sementara bila diameter aneurisma lebih dari 5 cm, risiko
terjadinya ruptur aneurisma yang berakibat fatal akan jauh lebih besar.6,8,9 Adanya
dilatasi abnormal dari pembuluh darah aorta akan menyebabkan pembuluh darah
tersebut mudah ruptur, keadaan inilah yang dapat mengakibatkan kematian
mendadak (sudden death).7-10

2.7 Aspek medikolegal


Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden unexpected
death yang didalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah).
Mendadak disini diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga dan
tidak diharapkan dengan batasan waktu kurang dari 48 jam sejak timbul gejala
pertama. Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka apabila kematian tersebut
didahului oleh keluhan, gejala dan terdapat saksi (apalagi bila saksinya adalah
dokter, misalnya di klinik, puskesmas, atau rumah sakit) biasanya tidak akan
menjadi masalah kedokteran forensik. Namun apabila kematian tersebut terjadi
tanpa riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka dapat menimbulkan kecurigaan bagi
penyidik, apakah terkait unsur pidana di dalamnya. Dalam menangani kasus
kematian mendadak, autopsi disertai pemeriksaan histopatologi dan atau
toksikologi hampir selalu merupakan keharusan.1
Pada kasus-kasus kematian mendadak yang diteliti oleh ahli patologi
forensik, setelah dilakukan pemeriksaan yang sesuai, sekitar 75 persen ditemukan
sebagai kematian mendadak yang wajar atau alamiah. Beberapa penyakit pada
system kardiovaskular yang menyebabkan kematian mendadak antara lain : 11,12
Penyakit Arteri Koroner
Merupakan penyebab paling banyak kematian mendadak. Penyempitan dan
oklusi arteri koroner oleh atheroma adalah yang paling sering ditemukan,

6
trombosis koroner walaupun sering ditemukan, hanya seperempat dari seluruh
kejadian, emboli arteri koroner, aneurisma, arteritis jarang ditemukan.
Etiologi pembentukan ateroma secara umum, terutama yang mengenai
arteri koroner, masih dalam perdebatan, walaupun sudah dilakukan banyak
penelitian. Teori lama mengatakan penumpukan lemak dalam dinding pembuluh
darah dan penimbunan thrombus fibrin.
Lesi ateroma dapat ditentukan dengan faktor hemodinamik. Penyebaran
penyakit secara irregular. Pada usia muda, terjadi secara primer pada arteri
koroner kiri, terutama pada cabang yang menurun, biasanya dalam bentuk plak
berwarna kuning keputihan yang menyebabkan penyempitan pada lumen
pembuluh darah berbentuk lancip. Pada usia tua penebalan dinding pembuluh
darah berbentuk bulat dan terjadi secara progresif hingga berukuran sangat kecil.
Lesi kalsifikasi dapat mengganggu pembuluh darah di beberapa tempat,
sering pada cabang menurun pada arteri kiri dan pembuluh darah menjadi sulit
untuk dipotong. Walaupun dapat dipotong dengan pisau, sering dapat
menyebabkan kerusakan, pembuluh darah yang rusak dapat mengindikasikan
keadaan pada waktu hidup.

Trombosis lebih sering terjadi pada arteri koronaria kiri cabang desendens,
berikutnya pada arteri koronaria kanan dan lalu arteri sirkumfleksa kiri, dan jarang
terjadi pada arteri utama kiri. Thrombus yang baru berwarna merah gelap
kecoklatan dan melekat pada dinding pembuluh darah. Kadang-kadang thrombus
yang terutama terdiri dari trombosit, berwarna merah muda pucat.
Walaupun sering terjadi pada pembuluh darah yang dekat dengan
atheroma, thrombus tidak jarang ditemukan pada pembuluh darah, terutama arteri
koronaria utama kanan, yang memiliki lumen yang paten. Dengan berjalannya
waktu, trombosis koronaria tidak selalu dengan segera menjadi fatal, thrombus
menjadi teratur, dengan pertumbuhan jaringan penghubung dari dinding
pembuluh darah, dan akhirnya akan terjadi beberapa re-konsiliasi. Thrombus
koronaria yang lebih lama, yang masih bertahan, mungkin dapat dilihat pada

7
orang-orang, kematian akibat serangan jantung, sebagai sumbatan berwarna
kuning atau kelabu homogen pada dinding pembuluh darah.
Pendarahan sub-intima merupakan lesi lain dari arteri koronaria yang
sering terjadi, yang mungkin berkaitan dengan kematian mendadak. Kadang
tampak sebagai pita kresentik berwarna merah gelap pada pertengahan dinding
pembuluh darah, namun sering tampak sebagai suatu massa lunak atheromatous
pada plak luas di dinding yang berkaitan dengan perdarahan ke dalam massa. Hal
ini lebih sering terdeteksi dengan pemeriksaan mikroskopik dari bagian luar
pembuluh darah.
Diperkirakan bahwa banyak penyakit atheromatous dinding pembuluh
darah yang progresif merupakan perdarahan sub-intima, dengan organisasi dan
proliferasi endothelial, arteri penyokong dan pemberi makanan yang kurang baik
pada pembuluh darah (Morgan,1956).
Lesi arteri koronaria yang lain jarang ditemukan. Emboli mungkin
merupakan sisa atheroma yang terjepit dari pembuluh darah yang mengalami
ulserasi plak lebih lanjut, sampai fragmen thrombus atau tumor pada atrium atau
vegetasi dari katup jantung pada endokarditis bakterialis, atau substansi emboli
lainnya, seperti lemak.
Perbedaan aneurisma arteri koronaria telah digambarkan terutama pada
wanita muda pada periode post-mortem (Burton dan Zawadzki,1962). Aneurisma
sakular biasanya jarang terjadi. Hanya satu yang pernah ada pada Departemen
pada tahun-tahun terakhir. Arteritis, terutama polyarteritis nodosa, juga jarang.
Dari beberapa macam lesi pada arteri, namun terutama oklusi pembuluh
darah oleh atheroma, kematian dapat terjadi tanpa adanya luka yang terdeteksi
pada miokardium, meskipun mungkin terdapat fibrosis atau skar fibrous yang
lebih besar mengindikasikan suatu infark sebelumnya.
Kemungkinan cara kematian adalah fibrilasi mendadak, berdasarkan lokasi
iskemik pada otot jantung. Dimana oklusi oleh thrombus dan kematian telah
terjadi beberapa jam setelah oklusi tersebut merusak otot jantung, dapat diketahui.
Pada penglihatan mata telanjang, hal ini tampak sebagai kongesti kecil, daerah
kasar pada otot, atau daerah pucat dengan gambaran lilin pada otot. Karakteristik

8
daerah kuning dari infark miokard yang telah terjadi, biasanya dengan suatu
daerah perifer merah, tidak jelas terlihat untuk sekitar 24 jam setelah oklusi
terjadi. Dalam beberapa hari, bagian kecil di tengah infark ini menjadi lunak,
tembus cahaya dan bahkan menjadi kistik. Jaringan yang fibrosis dapat terlihat
jelas dengan mata telanjang setelah sekitar 2 minggu, akhirnya berubah menjadi
skar fibrous putih seluruhnya. Meskipun begitu, tidak jarang tampak daerah pada
otot jantung yang menunjukkan campuran perubahan, misalnya skar fibrous putih
yang kecil didalam otot infark berwarna kuning. Agaknya hal ini mewakili daerah
perluasan yang progresif dari iskemia pada daerah distribusi arteri khusus, 12 jam
atau lebih setelah permulaan infark. Secara mikroskopik, kerusakan serabut otot
akan tampak tidak jelas dan akan menunjukkan peningkatan eosin, dalam preparat
Hemoksilin-Eosin. Nucleus menjadi kotak dan piknotis. Bagian kaca gelas dengan
asam fosfatungsik hematoksilin yang memperlihatkan garis melintang otot, akan
memberi gambaran penumpukan garis-garis ini dan perubahan warna dari biru-
hitam menjadi coklat kemerahan. Dengan Periodic Acid-Schiffe (PAS), daerah
infark berwarna ungu-biru dibandingkan dengan jaringan otot normal yang pucat.
Beberapa perubahan pada serabut otot yang tersebar seluruh bagian tidak jarang
tampak berhubungan dengan anoksia, namun pada infark jantung perubahan yang
terjadi diharapkan tampak pada sebagian besar serabut. Kongesti, dengan
diapedesis dan daerah infiltasi polimorf serabut otot tampak pada sekitar 12 jam.
Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam awal atau hari setelah infark
dan penyebab segeranya adalah fibrilasi ventrikel. Penyebab lain dari kematian
mendadak segera setelah onset dari infark adalah ruptur dinding ventrikal pada
daerah infark dan kematian akibat tamponade jantung. Kuantitas cairan dan darah
beku dalam kantung pericardium pada autopsi biasanya berjumlah 10-15 ons.
Beberapa ruptur dapat terjadi pada bagian tengah daerah infark, tampak sebagai
suatu robekan lurus kecil pada epikardium, sekitar ½-1 inchi, dan jejak perdarahan
dapat tampak pada otot yang infark. Kematian pada beberapa kasus terjadi dalam
2-3 hari setelah onset dari infark dan rupanya suatu rupture bagian tengah yang
lunak pada daerah nekroptik infark.

9
Pada beberapa kasus ruptur jantung dan kematian terjadi lebih cepat
setelah onset dari infark. Yang kemudian dapat memperlihatkan suatu oklusi arteri
yang menyuplai daerah atheroma atau thrombus, namun tidak ada daerah infark
pada otot yang tepat mengelilingi daerah ruptur, miokardium dapat menjadi pucat
pada daerah tersebut.
Komplikasi yang jarang dari infark miokard yang dapat menyebabkan
kematian mendadak adalah ruptur otot yang telah infark dengan kegagalan
mendadak fungsi katup mitral dengan atau tanpa ruptur septum interventrikuler,
menciptakan defek septum interventrikuler. Otot yang mengalami infark tidak
mengkerut dan biasanya suatu lapisan thrombus pada endokardium melapisi
daerah yang infark, dengan nodul kecil thrombus diantara kolumna karnae.
Fragmen-fragmen lepas dan menyebabkan emboli arteri koronaria atau organ
yang jauh, seperti otak.
Biasanya ketika suatu infark bertahan untuk waktu yang lama, skar
fibrosis pada bagian yang infark dapat menggembung dan dapat terjadi suatu
aneurisma jantung yang terdiri dari lapisan thrombus yang berasal dari emboli.
Sakus dapat melebihi ukuran ventrikal kiri normal. (Polson,1941)

Penyakit jantung hipertensi


Hipertrofi jantung yang melebihi berat yang ditemukan pada post mortem,
terutama melebihi 400 gram, merupakan penemuan yang sering pada kematian
mendadak akibat penyakit jantung. Beberapa hipertrofi biasanya berhubungan
dengan penyakit arteri koronaria mendadak dan kematian tampak sebagai akibat
dari iskemia otot. Tidak biasa jika ditemukan kasus dimana terdapat gagal
ventrikel kiri, dengan edema pulmonal, dengan hipermetrofi jantung tanpa
komplikasi.
Penyebab dari hipertensi jarang ditemukan. Biasanya penyakit ginjal,
misalnya hidronefrosis, obstruksi ureter oleh batu atau stenosis arteri renalis.
Sangat jarang suatu feokromositoma diungkap.
Penyakit katup jantung

10
Lesi katup tidak jarang ditemukan pada kasus-kasus kematian mendadak dan
tampak pada banyak kasus dapat ditoleransi baik hingga akhir hidup
(Hargreavis,1961)
Suatu lesi katup spesifik yang terjadi pada kelompok usia lanjut adalah
stenosis aorta kalsifikasi (sklerosis anular), yang tampak sebagai degenerasi
atheromatosa daun katup dan cincinnya, dan bukan suatu akibat dari penyakit
jantung reumatik pada usia muda. Beberapa katup yang stenosis menjadi kaku,
sering tampak menjadi bicuspid yang mengalami kontraksi pada batas daun katup
(dapat memberikan kesan yang salah dari katup bawaan yang abnormal)
Hal ini mungkin berkaitan dengan hipertrofi ventrikel kiri. Stenosis aorta
jarang ditemukan, mungkin berhubungan dengan menurunnya insidens sifilis
tersier. Stenosis mitral pada derajat ringan dapat ditemukan pada kelompok usia
pertengahan, dan mungkin berkaitan dengan thrombus katup pada aurikel kiri atau
tanda-tanda fibrilasi atrium, thrombus pada aurikuler kiri tambahan dan episode
emboli sebelumnya pada limpa, ginjal atau otak.
Endokarditis bakterialis sekarang jarang menjadi penyebab kematian
mendadak sejak hampir semua kasus terutama endokarditis bakterialis sub-akut,
didiagnosa dan diterapi, namun endokarditis bakterialis fulminan kadang-kadang
terjadi (F.M 9439).
Kardiomiopati
Kardiomiopati mewakili kelompok yang jarang menyebabkan kematian
mendadak, banyak yang tidak menyatakan kehadiran mereka dapat
mengakibatkan perubahan yang nyata pada otot jantung. Pada setiap otopsi
dimana penyebab dari kematian tidak nyata pada seluruh jantung, atau setidaknya
mewakili blok tersebut, harus diambil untuk pemeriksaan histologi. Hal ini harus
mencakup blok dari tiap dinding lateral dari ventrikel kanan dan kiri, dan dari
septum interventrikel.
Lesi dapat tersebar dan jarang, dan mungkin tidak ada pada potongan
jaringan. Miokarditis yang terisolasi sebagai penyebab kematian mendadak telah
dilaporkan oleh Corby (1960).

11
Kardiomiopati asimetris, atau hipertrofi jantung, pertama kali
digambarkan oleh Teare (1958), dan kasus yang terjadi di Irlandia Utara telah
dilaporkan oleh Marshall (1970). Kondisi ini dapat mempengaruhi seseorang pada
setiap kelompok usia, dan menurut pengalaman kami, usia mereka berkisar 13-60
tahun. Hal ini biasanya tidak didiagnosa atau didiagnosa sebagai stenosis sub-
aorta sepanjang hidup. Lebih sering, yang menjadi penyebab mendadak, kolaps
yang tidak diharapkan dan kematian.
Dilihat dari luar, jantung tampak normal, atau hipertrofi ringan, namun
ketika dibuka dengan sikap yang biasa, gambaran karakteristiknya adalah suatu
pembengkakan bagian kanan septum interventrikel. Kolumna karnae di atas
septum sangat lebar, menjadi 3-4 kali ukuran normal; berwarna pucat dan kuning-
coklat. Kolumna yang abnormal ini mempunyai perbedaan yang mencolok dengan
berkas otot normal yang berdekatan dengannya, berada pada permukaan dalam
ventrikel. Penampilan sama-sama mencolok dengan sisi kiri septum, namun
dikarenakan kolumna normalnya lebih besar pada sisi tersebut, perbedaan lebih
sedikit antara otot normal dengan yang tidak normal. Septum menebal, dan otot
pada permukaan yang dipotong menjadi pucat, kasar, dan kadang berbintik-bintik
oleh daerah fibrosis putih. Septum yang membesar, menonjol kedalam kavitas
ventrikel, terutama kiri, dan membuat jaringan yang nyata dibawah katup aorta.
Pada pemeriksaan mikroskopik, jaringan abnormal terdiri dari serat otot
yang hipertrofi tersusun ireguler, dan berhubungan dengan fibrosis intersisiel.
Penyebab keadaan ini tidak diketahui. Penyebab kematian mendadak pada
ketidaknormalan ini juga tidak diketahui, namun mungkin hyperplasia otot
berperan sebagai focus ektopik dari irama yang abnormal, dan mungkin dapat
mengawali fibrilasi ventrikel.
Jenis lain dari kardiomiopati yang terjadi pada latihan forensic normal dari
waktu ke waktu adalah infiltrasi amiloid pada jantung seorang berusia lanjut,
kadang diatas 80 tahun (McKeown, 1965). Otot jantung mempunyai gambaran
seperti lilin, tembus pandang. Pada pemeriksaan mikroskopik didapatkan infiltrasi
yang tersebar luas oleh helaian-helaian merah muda, bahan amorf diantara serat-
serat otot dan beberapa serat otot atrofi, dan telah dipindahkan oleh bahan

12
amiloid. Keadaan ini mudah dilihat, tapi jika didalam pikiran saat memeriksa
tubuh orang berusia lanjut, hal ini tidak luar biasa. Hal yang nyata dari keadaan
amiloidisme primer pada orang berusia muda, menyerang jantung, lidah, dsb.
Penyakit arteri
Sebagai penyebab kematian mendadak, satu-satunya penyakit arteri yang penting
adalah yang dapat menjadi aneurisma, dimana mudah ruptur. Saat ini, yang paling
sering adalah aneurisma atheromatosa dari aorta abdominal, biasanya pada laki-
laki dan di atas usia 50 tahun. Biasanya fusiform, terjadi diantara arteri renalis dan
bifurkasio aorta, dan kadang berhubungan dengan dilatasi aneurisma dari arteri
iliaka komunis. Bersama dengan dilatasi dinding aorta, mereka diliputi dengan
lapisan multiple dari bekuan darah berwarna kuning-coklat yang lunak. Akhirnya,
tampak jejak darah melalui suatu defek pada lapisan thrombus ini untuk diraih,
dan rupture, dinding luar pembuluh darah, dan menyebabkan perdarahan massif di
retroperitoneal, terutama berjalan pada mesenterium dan saluran para-kolik; darah
yang didapat berjumlah ½-1 liter. (hal ini bukan suatu kematian mendadak yang
sesungguhnya, dapat terjadi berjam-jam, dan lesi telah didiagnosa). Aneurisma
atheromatosa, kecuali arteri serebri dan aorta, jarang terjadi.
Pembedahan aneurisma aorta, meskipun agak sering daripada aneurisma
atheromatosa abdominal, biasanya terjadi pada aorta bagian toraks. Mulanya
terjadi ruptur lapisan intima pembuluh darah pada daerah yang paling lemah, plak
atheroma atau pada daerah yang tertekan. Hal ini tampaknya dapat terjadi pada
arkus aorta, dan pemotongan diantara lapisan intima dan adventisia pembuluh
darah, biasanya meluas secara proksimal, dapat menyebabkan ruptur dari lapisan
adventisia yang dekat dengan katup aorta didalam pericardium dapat
menyebabkan kematian akibat tamponade jantung. Panjang total dari pemotongan
hanya beberapa sentimeter. Pemotongan ini agak sering meluas ke bawah, bahkan
sampai ke arteri iliaka komunis. Kadang dapat dimasuki sampai lumen pembuluh
darah pada level yang lebih rendah.
Pada orang muda ruptur dinding pembuluh darah memberikan petunjuk
pada pembedahan yang lebih mungkin dihubungkan dengan keadaan nekrosis
medial kistik, yang sebaliknya mungkin salah satu kelainan yang berhubungan

13
dengan sindroma marfan. Potongan mikroskopik dari sumbatan dinding aorta
yang utuh diambil dari region pemotongan, jika daerah yang baik didapatkan,
seharusnya diwarnai untuk jaringan elastin (Voerhoff-Van Geison), dan
mukopolisakarida (Alcian blue), supaya memperlihatkan daerah kistik ini
dihubungkan dengan kerusakan lamina elastin dan terkandung mukopolisakarida.
Kadang-kadang dinding aorta ascenden tanpa menjadi rapuh, lebar dan
tipis, tepat diatas pembuluh aorta dan mungkin ruptur di dalam selaput
perikardium, tanpa pemotongan lapisan dindingnya atau pembentukan thrombus.
Ruptur tidak jarang menyebabkan hemoperikardium, dan harus dicari meskipun
ruptur infark miokard tidak dapat ditemukan. Tempat dari ruptur dinding aorta
mungkin sulit diperlihatkan, hal itu mungkin diletakkan dibelakang aorta atau
pada dinding yang berbatasan dengan arteri pulmonalis. Pemeriksaan mikroskopik
dari dinding aorta yang berbatasan memperlihatkan penyakit ateroma sedang..
Aneurisma pada sifilis tertier sekarang ini jarang ditemukan. Penyakit-
penyakit lain yang mempengaruhi dinding pembuluh darah seperti Giant-Cell
arteritis, Temporal arteritis, sindroma lengkung aorta penyakit Takayashu, dsb,
sangat berhubungan dengan kematian mendadak. Bagaimanapun , saat luka ringan
pada kaki dapat menyebabkan rupture varikosa, dengan perdarahan yang dalam
yang pada orang tua, khususnya jika sebelah kiri mereka, besar kemungkinan
menyebabkan keadaan yang fatal.
Jumlah darah yang ada pada kematian dan kenyataan bahwa lumuran
darah pada tubuh biasanya terbatas pada tangan dan kaki yang memberi kesan
pada diagnosa, tetapi sebenarnya lubang pada kulit berhubungan dengan
varikositas yang biasanya sangat kecil---1/8 nya.atau pada diameter—dan dengan
mudah diabaikan masa dari darah kering dan bekuan darah yang melekat di
tungkai. (F.M. 11,896A)

2.8 Autopsi dan pemeriksaan histologi


Pada orang muda ruptur dinding pembuluh darah memberikan petunjuk pada
pembedahan yang lebih mungkin dihubungkan dengan keadaan nekrosis medial
kistik, dalam hal ini dapat merupakan salah satu kelainan yang berhubungan

14
dengan sindrom marfan. Potongan mikroskopik dari sumbatan dinding aorta yang
utuh diambil dari regio pemotongan, jika daerah yang baik didapatkan, maka
daerah jaringan elastin tersebut diwarnai dengan Voerhoff-Van Geison, dan
mukopolisakarida (Alcian blue), supaya memperlihatkan daerah kistik ini
dihubungkan dengan kerusakan lamina elastin dan terkandung mukopolisakarida.
Kadang-kadang dinding aorta ascenden menjadi rapuh, lebar dan tipis,
tepat diatas pembuluh aorta dan mungkin ruptur di dalam selaput perikardium,
tanpa pemotongan lapisan dindingnya atau pembentukan thrombus. Ruptur tidak
jarang menyebabkan hemoperikardium, dan harus dicari meskipun ruptur infark
miokard tidak dapat ditemukan. Tempat dari ruptur dinding aorta mungkin sulit
diperlihatkan, hal itu mungkin diletakkan dibelakang aorta atau pada dinding yang
berbatasan dengan arteri pulmonalis. Pemeriksaan mikroskopik dari dinding aorta
yang berbatasan memperlihatkan penyakit ateroma sedang.
David Patton, dkk pada tahun 1900-an di Birmingham pernah melaporkan
kasus kematian individu dengan sindrom marfan. Seorang laki-laki berusia 14
tahun, dengan ras Caucasian ditemukan meninggal saat sedang berada di dalam
sebuah bus. Ciri-ciri lelaki muda tersebut mirip dengan karakteristik pada sindrom
marfan, yaitu adanya postur yang relatif tinggi, arachnodactyly, striae distensae,
serta skoliosis. Tidak ada kelainan pada dada (pectus deformity). Selain itu, tidak
ditemukan adanya riwayat penyakit ini dalam keluarga korban. Pada pemeriksaan
Echocardiografi satu tahun sebelum korban tersebut meninggal, didapatkan
adanya dilatasi pada aorta dengan diameter 4,6 cm dan juga regurgitasi aorta
ringan tanpa prolaps katup mitral.13
Pada pemeriksaan autopsi ditemukan adanya cardiac tamponade yang
terjadi akibat ruptur dari aneurisma aorta ascenden proksimal. Tunika intima
tampak bergerigi sepanjang 6,5 cm di atas commisura sepanjang batas kanan
aorta. Tampak ruptur aorta dengan lokasi perforasi berdiameter 0,6 cm dengan
daerah sekitarnya tampak berwarna merah gelap, tipis, dan bergranular.13
Pada pemeriksaan mikroskopis, pada aorta didapatkan adanya fragmentasi
dari lamela elastika dan juga terdapat akumulasi material basofilik yang
memisahkan dan merusak lapisan elastomuskular aortic media.13

15
Gambar 2.3 Gambaran autopsi dan histologi ruptur aneurisma aorta pada sindrom marfan

Pemeriksaan histologi memiliki peranan yang sangat penting dalam


mengidentifikasi apakah rupturnya aneurisma tersebut karena faktor traumatik dan
non traumatik. Aneurisma nontraumatik disebabkan karena kelainan kongenital
yang menyebabkan kelemahan dari dinding vaskular, pembentukan lakuna pada
struktur normal dari tunika elastika dan tunika media, dan beberapa penyakit
pembuluh darah (arteriosclerosis, trombosis, dan inflamasi). Identifikasi etiologi
dan patogenesis dari aneurisma akan menjadi sulit, ketika pembentukannya
memerlukan waktu yang lama dan dibarengi dengan proses degeneratif (misalnya
arteriosclerosis, sikatriksasi, trombosis).14
Pada aneurisma yang diinduksi oleh trauma, yang hanya bertahan
beberapa minggu atau beberapa bulan, dapat diidentifikasi dengan melihat
keadaan histologinya, lokasinya terbatas, tidak ada proses degenerasi pada
dinding pembuluh darah, pada dinding pembuluh darahnya terdapat membran
elastika interna, lapisan pembuluh darahnya kontinyu.14

16
Selain itu, evaluasi imunohistologik pada kulit individu dengan sindrom
marfan didapatkan adanya protein fibrillin abnormal. Namun sebagian hasil dari
pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya hasil false positif pada pasien dengan
penyakit akibat kelainan jaringan ikat lainnya.2

PENUTUP

Pada kasus-kasus kematian mendadak yang diteliti oleh ahli patologi forensik,
setelah dilakukan pemeriksaan yang sesuai, sekitar 75 persen ditemukan sebagai
kematian mendadak yang wajar atau alamiah.
Sebuah studi post mortem pada salah satu Rumah Sakit di Dublin,
Connoly Hospital antara Januari 1987 hingga Desember 2001, menyebutkan
bahwa penyebab terbanyak kematian mendadak adalah penyakit Jantung (79%).
Penyebab penyakit jantung itu sendiri bermacam-macam, satu diantaranya adalah
akibat kelainan genetik seperti pada sindrom marfan.
Terjadinya ruptur aneurisma aorta merupakan salah satu komplikasi
sindrom marfan yang dapat mengancam nyawa. Komplikasi kardiovaskular akibat
sindrom marfan yang menyebabkan kematian tercatat lebih dari 90 %, dimana
sekitar 80% disebabkan oleh ruptur aneurisma aorta.
Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka apabila kematian tersebut
didahului oleh keluhan, gejala dan terdapat saksi (apalagi bila saksinya adalah
dokter, misalnya di klinik, puskesmas, atau rumah sakit) biasanya tidak akan
menjadi masalah kedokteran forensik. Namun apabila kematian tersebut terjadi
tanpa riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka dapat menimbulkan kecurigaan bagi
penyidik, apakah terkait unsur pidana di dalamnya. Disinilah peran pemeriksaan
forensik berupa autopsi dan pemeriksaan histologi akan sangat penting guna
menjawab permasalahan di atas.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto. A, Widiatmika.W, Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta. Bagian


Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. 1997
2. Chen, Harold. Marfan Syndrome. Available at: http://www.emedicine.com
Last update: Juny 4, 2007. Accessed: January 15, 2008
3. Yetman, AT. Marfan Syndrome and sudden death. Available at: http://www.J
Am Coll .com. Accessed: January 15, 2008
4. Anonim . Marfan Syndrome. Available at: http://www.AHA.com Last update:
January, 2008. Accessed: January 15, 2008
5. Robins dan Kumar, Buku ajar patologi II. Jakarta. EGC Penerbit Buku
Kedokteran.1995
6. Anonim . Aortic Aneurysm. Available at: http://www.Cedars-Sinai.com.
Accessed: January 15, 2008
7. Knight Bernard, Simpson’s Forensic Medicine. USA. Arnold.1997
8. Wiesenfart, Jhon. Aortic dissection. Available at: http://www.emedicine.com
Last update: Juny 4, 2007. Accessed: January 15, 2008
9. Quekett, James. Abdominal aortic aneurysm. Available at: http://www.healt
info@ bupa .com Last update: July, 2006. Accessed: January 15, 2008
10. Lee, JA . Thoracic Aortic Aneurysm. Available at: http://www.medline
plus.com. Last update : May, 7, 2005. Accessed: January 15, 2008
11. Anonim. Crime Scientific Investigation. Available at:
http://www.freeweb.com. Accessed: January 15, 2008
12. Mita,dkk. Penyakit jantung, trauma dan kematian. Available at:
http://www.freeweb.com/ jantung. Accessed: January 15, 2008
13. Patton, David. Sudden death in Marfan Syndrome. Available at:
http://www.AJR.com. Accessed: January 15, 2008
14. Jansen W, Forensic Histopathology. Germany. Springer Verlag Berlin.1984

18

Anda mungkin juga menyukai