Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
Kelompok 1 Kelas A-1
Program Studi S1 Pendidikan Ners
Moh. Saifullah
131011126
131111002
Nindya Ghabriella
131111004
Rochmatul Anys
131111006
Yunita Praptiwijaya
131111008
131111010
Annisa Agustina
131111013
Anna Nurwachidah
131111015
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberi
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Infeksi Jamur, Bakteri
dan Virus.
Makalah ini disusun khusus untuk memenuhi tugas Keperawatan
Integumen Semester 6 tahun ajaran 2013/2014. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada:
1. Seluruh dosen Keperawatan Integumen Fakultas Keperawatan tahun
ajaran 2013/2014
2. Kedua orang tua para penulis yang telah memberikan dukungan moral,
spiritual maupun material
3. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Akan tetapi, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Segala kritik, koreksi, dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikadi masa mendatang.
Penulis
|
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................1
1.3 Manfaat........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2
2.1 Definisi.........................................................................................................2
2.2 Etiologi.........................................................................................................2
2.3 Patofisiologi.................................................................................................3
2.4 Manifestasi Klinis........................................................................................3
2.5 Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................4
2.6 WOC (Terlampir).........................................................................................4
2.7 Penatalaksanaan...........................................................................................4
2.8 Komplikasi...................................................................................................5
2.9 Prognosis......................................................................................................6
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................7
3.1 Pengkajian Umum........................................................................................7
3.2 Diagnosa Keperawatan Umum....................................................................9
3.3 Intervensi dan Rasional..............................................................................10
3.4 Kasus..........................................................................................................14
3.5 Pengkajian Kasus.......................................................................................14
3.6 Analisa Data Kasus....................................................................................16
3.7 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Kasus...........................................16
BAB IV PENUTUP.............................................................................................20
4.1 Kesimpulan................................................................................................20
4.2 Saran...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................iv
LAMPIRAN 1..........................................................................................................v
LAMPIRAN 2........................................................................................................vii
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Infeksi merupakan proses invasif oleh organisme dan berproliferasi di dalam tubuh
sehingga menimbulkan penyakit (Potter & Perry, 2005). Sedangkan infeksi kulit
merupakan suatu penyakit yang ditimbulkan karena suatu bakteri/kuman, virus, dan
jamur. Penularannya dapat disebabkan dengan kontak langsung yaitu dengan menyentuh
kulit yang terinfeksi maupun tidak langsung melalui perantara benda-benda yang
terkontak dengan organisme pembawa infeksi.
Status ekonomi dan tingkat pengetahuan (pendidikan) individu sangat berpengaruh
terhadap penyakit infeksi kulit. Semakin rendah status ekonomi dan tingkat pengetahuan
individu maka resiko kejadian infeksi kulit semakin tinggi. Faktor terjadinya musibah
seperti banjir semakin mendukung rantai penularan infeksi kulit. Salah satu contoh kasus
tahun 2003, lebih dari 100 orang warga kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut, Jawa
Barat, terserang penyakit gatal-gatal diikuti bintik-bintik merah dan hitam disekujur
tubuh. Dokter puskesmas di daerah tersebut menjelaskan bahwa penyakit kulit tersebut
bernama scabies akibat infeksi jamur dari air yang kurang bersih. (Cecep Hendar dan
Wahyu Wacana/Sup, indosiar.com :2003).
Dari fakta kejadian di atas perlu digarisbawahi bahwa infeksi kulit khususnya jamur,
virus, dan bakteri tidak dapat dianggap remeh. Efek yang muncul dapat mengganggu
keberlangsungan hidup individu baik itu fisik maupun psikologis individu. Kompetensi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang tepat diharapkan dapat
menjembatani permasalahan di bidang integumen khususnya mengenai infeksi jamur,
virus, dan bakteri yang akan dibahas dalam makalah ini.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mampu
memberikan asuhan keperawatan terhadap klien dengan infeksi jamur, bakteri, dan virus.
1.2.2 Tujuan Khusus
Menjelaskan serta mengidentifikasi definisi, etiologi, patofisiologi, WOC,
manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, komplikasi, serta prognosis
dari infeksi serta infeksi bakteri, virus, dan jamur itu.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengidentifikasi, memahami serta melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan infeksi jamur, virus, dan bakteri secara komprehensif, tepat, dan
efisien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi merupakan proses invasif oleh organisme dan berproliferasi di dalam tubuh
sehingga menimbulkan penyakit (Potter & Perry, 2005). Sedangkan infeksi kulit
merupakan suatu penyakit yang ditimbulkan karena suatu bakteri/kuman, virus dan jamur.
1. Infeksi Bakteri (Pioderma)
Infeksi bakteri pada kulit bisa primer atau sekunder. Infeksi kulit primer berawal dari
kulit yang sebelumnya tampak normal, dan biasanya infeksi ini disebabkan oleh satu
macam mikroorganisme. Infeksi kulit sekunder terjadi akibat kelainan kulit yang sudah
ada sebelumnya atau akibat disrupsi keutuhan kulit karena cedera atau pembedahan. Pada
kedua keadaan ini, beberapa jenis mikrooganisme dapat terlibat, misalnya
Staphylococcus aureus atau streptokus grup A. Infeksi bakteri primer yang sering terjadi,
antara lain :
a. Impertigo bulosa. Merupakan infeksi superfisial kulit yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, ditandai oleh pembentukan bula dari vsikel asalnya. Bula
tersebut mengalami ruptur dan meninggalkan lesi merah serta basah.
b. Folikulitis. Merupaka infeksi stafilokokus yang timbul dalam folikel rambut. Lesi
bisa bersifat superfisial atau dalam. Sering terlihat pada daerah dagu laki-laki
yang mencukur janggutnya dan pada tungkai wanita.
c. Furunkel (bisul). Merupakan inflamasi kulit akut yang timbul dalam satu atau
lebih folikel rambut dan menyebar ke lapisan dermis sekitarnya. Lebih sering
terjadi pada daerah yang mengalami iritasi. Seperti:posterior leher, aksila atau
pantat (gluteus).
2. Infeksi Virus
Infeksi yang paling sering terjadi adalah Herpes zoster. Herpes zoster merupakan
kelainan inflamatorik viral dimana virus penyebabnya menimbulkan erupsi vesikuler
yang nyeri di sepanjang distribusi saraf sensork dari satu atau lebih ganglion posterior.
3. Infeksi Mikotik (Fungus)
Fungus (jamur) yang merupakan anggota dunia tanaman yang berukuran kecil dan
makan dari bahan organik, merupakan penyebab berbagai jenis infeksi kulit yang sering
ditemukan, antara lain :
a. Tinea Pedis (jamur kaki/athletes foot). Merupakan infeksi jamur yang paling
sering ditemukan. Infeksi ini sering menjangkiti para remaja dan dewasa muda
kendati dapat terjadi pada setiap kelompok usia serta kedua jenis kelamin.
b. Tinea korporis (penyakit jamur badan). Menjangkiti bagian muka, leher, batang
tubuh dan ekstremitas. Pada bagian yang terinfeksi akan tampak lesi berbentuk
cincin atau lingkaran yang khas.
c. Tinea kapitia (penyakit jamur kulit kepala). Merupakan infeksi jamur menular
yang menyerang batang rambut dan penyebab kerontokan rambut yang sering
ditemukan di antara anak-anak.
d. Tinea unguiun (inikomikosis). Merupakan infeksi jamur yang kronis pada kuku
jari kaki atau kuku jari tangan. Biasanya disertai dengan infeksi jamur yang lama
pada kaki.
2.2 Etiologi
Etiologi dari infeksi parasit dibedakan berdasarkan jenis parasitnya. Dalam Muttaqin
(2012), berbagai macam etiologi infeksi pada sistem integument meliputi :
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
1. Infeksi Jamur
Infeksi jamur dapat terjadi di superfisial, subkutan, atau sistemik, hal ini
tergantung dari karakteristik organisme yang menginfeksi host nya. Pada infeksi
jamur superfisial, yaitu pada stratum korneum, rambut, dan kuku, dapat dibagi
menjadi dua yaitu infeksi yang memicu respon inflamasi dan yang tidak memicu
respon inflamasi. Infeksi yang memicu respon inflamasi disebabkan oleh dermatofit
sedangkan yang tidak memicu respon inflamasi disebabkan oleh piedra.
Penyebab terjadinya infeksi jamur ini adalah kelompok jamur dari dermatofit
seperti microsporum, Trichophyton, dan epidermophyton. Yang terbanyak di
Indonesia adalah T. Rubrum dermatofita yang lain adalah E. Floccosum, T.
Mentagrophytes, M. Canis, M. gypseum, T. cocentricum, T. schoenleini dan T.
tonsurans. Kemudian juga disebabkan dari jamur candida patogen yaitu candida
albican.
Infeksi jamur dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan tempat yang
diserang dan jenis jamur yang menjadi penyebabnya, yaitu daerah jari-jari tangan dan
kaki, rambut, kuku, daerah lipatan paha, ketiak, punggung, glutea.\
2. Infeksi Virus
Ada beberapa virus yang bisa menyebabkan infeksi virus diantaranya adalah
Human papiloma virus (HPV), varicela zoster, herpes zoster, herpes simplex, pox
virus variolae,. Contoh penyakit yang disebabkan virus adalah varicela (cacar air),
variola (cacar/smallpox), herpes zoster (cacar ular), herpes simplex, veruka
(kutil/common wart).
3. Infeksi Bakteri
Ada 2 jenis yaitu infeksi bakteri primer yang sering sekali disebabkan oleh
stafilakok koagulase positif dan streptokok beta hemolitik dan infeksi bakteri
sekunder. Staphycoccus Aureus suatu bakteri koagulase positif merupakan kokus
patogen utama pada kulit. Kokus ini adalah gram positif, berbentuk bola dan
bergerombol dalam bundle-bundel kecil. Kokus ini mudah tumbuh dimedia biakan.
Dalam media padat dalam 24 jam akan tumbuh koloni-koloni berkilat, berwarna
kekuningan dan besar.
Bakteri-bakteri lain seperti difteroid aerobic, difteroid anaerobic, dan bakteri
gram negatif serta bakteri tahan asam dapat pula menyebabkan berbagai infeksi kulit.
Rentang infeksi ini mulai dari yang ringan, seperti infeksi yang asimtomatik
eritrasma sampai penyakit sistemik seperti lepra.
2.3 Patofisiologi
Secara alamiah, kulit dan permukaan epitel memiliki sistem innate protective yang
akan menahan organisme patogen masuk. Substrat asam lemak bersifat toksik pada
mikroorganisme sehingga bisa menghancurkan mikroorganisme patogen yang masuk.
Sayangnya ada mikroorganisme yang dapat menghasilkan exfoliative toxin yang
menyebabkan nekrolisis epidermis dan esotoksin yang menyebabkan toxic shock
syndrome. Jenis jenis mikroorganisme penyebab toksin seperti ini antara lain :
Staphylococcus aureus, S. epidermis.
2.4 Manifestasi Klinis
Berikut ini merupakan beberapa manifestasi klinis umum yang dapat muncul dari
infeksi berdasarkan etiologinya menurut muttaqin (2012) dan Sidharta (1994):
Infeksi Jamur yaitu peradangan kulit disertai eritema dan gatal, dapat ditemukan
sisik pada tepi kulit, nyeri, terjadi penebalan (pembengkakan), terdapat lesi, infeksi di
vagina menimbulkan rabas yang berwarna putih seperti keju, infeksi di mulut
menimbulkan ulkus ulkus putih yang dikelilingi eritema dan sangat nyeri dan lesi
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
2. Infeksi Bakteri
a. Infeksi Streptokokus Selulitis
Infeksi bakteri oleh Streptococus pyrogenesis. Bila diduga selulitis diobati
dengan penisilin yaitu memberi benzilpenisilin intravena. Bila terserang tungkai,
istirahat di tempat tidur. Bila timbul daerah nekrosis jaringan yang luas maka
perlu dilakukan tindakan bedah dengan mengangkat jaringan nekrotik
(debridement).
b. Furunkulosis (Bisul)
Infeksi oleh S. Aureus. Pengobatan dengan anti bakteri topikal seperti mupirosi,
obat anti bakteri untuk mandi, misalnya triklosan 2% dan flukloksasilin dalam
waktu yang lama.
c. Karbunkel
Infeksi oleh S. Aureus pada folikel rambut yang berdekatan. Pengobatan :
flukloksasilin
d. Impetigo
Pada infeksi lokal pengobatan dengan antibiotik topikal seperti mupirosin. Pada
infeksi yang lebih luas dengan antibiotik sistemik seperti flukloksasilin atau
eritromisin.
e. Staphylococal scalded skin syndrome
Pengobatan dengan flukloksasilin parenteral.
f. Eritrasma
Eritrasma bisa diobati dengan imidazol topikal (misalnya klortrimazol.
Mikonazol), asam fusidat topikal, atau pemberian eritromisin oral selama dua
minggu.
3. Infeksi Virus
a. Herpes Zoster
Pengobatan dengan asiklofir oral, valasiklovir atau famsiklovir. Untuk zoster
yang menyebar luas siklovir intravena munkin dapat menyelamatkan jiwa.
b. Herpes simpleks
Analgesic dalam dosis yang kuat dalam masa serangan primer. Kotrimoksazol
oral dalam dosis 2x2 tab./hari. Zat pengering antiseptic seperti Povidoniodine,
larutan garam faali, sebagai obat kompres.
c. Varisela
Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain. Antihistamin oral
diberikan bila ada gatal. Secara topikal diberikan bedak (losio kalamin). Istirahat
dan tirah baring.
d. Kandiloma Akuminata
Penutupan lesi dengan tingtura podofilin 25%, daerah sekitarnya dilapisi Vaseline
untuk menghindari iritasi. Pilihan lain adalah memakai krem 5-fluorourasil,
bedah listrik, bedah eksisi, atau bedah beku. (Brown, 2005)
2.8 Komplikasi
1. Infeksi Jamur
a. Infeksi mendalam menyebabkan morbiditas yang bermakna.
b. Jaringan parut kulit atau alopesia (rambut rontok) akibat tinea kapitis.
c. Lesi mulut yang nyeri dan menurunnya berat badan pada penderita AIDS.
d. Kelinan kulit karena mikosis yang dalam menyerupai infeksi kronis seperti
infeksi tuberkulosis, frambusia, atau infeksi piokokus yang kronis (Corwin, 2008)
2. Infeksi Bakteri
Komplikasi tergantung dari efek yang ditimbulkan agen bakteri yang menginvasi.
Pada kasus folikulitis, furunkel dan karbunkel dapat menyebabkan pembentukan
jaringan parut, bakteremia atau selulitis, dan penyebaran kuman yang meluas
menyebabkan cacat pada katup jantung atau arthritis pada persendian. Keadaan yang
sangat parah terjadi selulitis yang dalam dengan nekrosis jaringan yang parah disertai
toksemia bisa cepat menyebabkan kematian. Selulitis pada ekstremitas bawah lebih
besar kemungkinan menjadi tromboflebitis pada pasien lansia (Brown, 2005).
3. Infeksi Virus
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan orang. Bila timbul
komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi adalah sebagai berikut (Brown, 2005):
a. Zoster trigeminus dapat menimbulkan gangguan mata seperti konjungtivitas,
keratitis, dan/atau iridosiklitis yang mebabkan peradangan sebagian atau seluruh
bagian mata yang mengancam penglihatan.
b. Postherpetic neuralgia / Neuralgia Pasca Herpes
Merupakan komplikasi yang paling umum. Merupakan nyeri di daerah kulit yang
dipersarafi oleh saraf yang terkena herpes zoster. Nyeri ini bisa menetap selama
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya herpes zoster. Kadang pada
oragtua bisa timbul bekas jaringan parut.
c. Kelemahan otot oleh karena zoster motoris yang menyerang serabut saraf.
Timbul penyakit Eksema herpetikum, penyakit ini merupakan infeksi herpes yang
tersebar luas di tubuh dan terjadi pada eksema atopik. Bisatimbul limfadenopati dan
kelemahan tubuh
2.9 Prognosis
Apabila ditangani dengan cara yang tepat, prognosis infeksi ini biasanya cukup baik.
Faktor kesehatan lain yang turut mempengaruhi, seperti diabetes, imunodefisiensi,
kerusakan sirkulasi, dan neuropati, berisiko lebih besar untuk terkena infeksi yang
berkembang dan meluas. Kesembuhan dari infeksi juga sangat dipengaruhi oleh hygiene
dari pasien. Prognosis untuk infeksi jamur biasanya baik, infeksi jamur bereaksi baik
dengan terapi obat yang tepat dan segera menghilang. (Siregar, 2002)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Umum
1
Anamnesa
a Identitas/ data demografi
1 usia ( aging proses)
2 suku bangsa - ras
3 pekerjaan - paparan sinar matahari, kimia, iritasi zat atau substansi yang
abrasive - lingkungan yang menjadi faktor masalah kulit
4 Status sosial ekonomi meliputi latar belakang status ekonomi klien untuk
mengidentifikasi faktor lingkungan yang dapat menjadi faktor penyebab
penyakit kulit (berapa jam terpapar sinar matahari, bagaimana dengan
personal hygienenya).
b Riwayat Penyakit Sekarang
Kapan terjadinya penyakit kulit yang diderita, apakah keluhan utamanya
seperti sering gatal/ menggaruk pada area mana, ada lesi pada kulit penyebab
terjadinya penyakit, apa yang dirasakan klien dan apa yang sudah dilakukan
untuk mengatasi sakitnya sampai pasien bertemu perawat yang mengkaji.
c Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga mengidap penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus,
atau bakteri
d Riwayat psikososial
perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
e Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya, berapa
lama pasien pernah mengalaminya, dan pengobatan apa yang dilakukan
pasien.
f Riwayat diet
Kaji BB, bentuk tubuh, dan makanan yang disukai
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi dan palpasi.
a. Warna
Pemeriksaan fisik pada infeksi virus biasanya bersifat lokal, lesi menyebar di
seluruh tubuh dimulai suatu vesikula dan akan berkembang lebih banyak di
seluruh tubuh. Setelah 5 hari kebanyakan lesi mengalami krustasi dan lepas.
Ciri khas infeksi virus pada vesikula adalah terdapat bentukan umbilikasi yaitu
vesikula di mana bagian tengahnya cekung didalam.
Pemeriksaan fisik pada infeksi bakteri, ditemukan karakteristik lesi adalah
vesikel yang berkembang menjadi sebuah bula kurang dari 1 cm pada kulit
normal, dengan sedikit atau tidak ada kemerahan disekitarnya. Awalnya
vesikel berisi cairan bening yang menjadi keruh. bula akan pecah, pabila bula
pecah akan meninggalkan jaringan parut di pinggiran.
Infeksi jamur : lesi pada bagian muka, leher, ekstremitas, lesi berbentuk cincin
atau lingkaran yang khas dan berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama.
b. Kelembapan
Kelembapan kulit yang dikaji adalah tingkat hidrasi kulit terhadap basah dan
minyak. Kelembapan biasa dipengaruhi oleh usia. Semakin tua usia seseorang,
kelembapan akan semakin menurun. Apabila ada infeksi bakteri, virus, dan
jamur maka kelembapan akan cenderung mengering atau basah disekitar lesi.
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
c. Suhu
Suhu dikaji menggunakan dorsal tangan secara keseluruhan. Dalam keadaan
normal permukaan kulit akan terasa hangat secara keseluruhan. Apabila ada
infeksi biasanya akan memyebabkan hipertermi.
d. Turgor
Turgor adalah elastisitas kulit. Pengkajian fisik bisa dilihat dengan cara
mencubit kulit, berapa lama kulit dan jaringan dibawahnya kembali ke bentuk
semula. Angka normal turgor < 3 detik.
e. Texture
Texture bisa dilihat dengan menekankan ibu jari secara lembut ke daerah kulit.
Normal terasa halus, lembut dan kenyal. Abnormal terasa bengkak atau atrofi.
f. Lesi
Lesi dilihat dimana lokasinya, distribusi, ukuran, warna, adanya drainase.
g. Edema
Edema adalah penumpukan cairan yang berlebih pada jaringan. Pemeriksaan
pitting edema dilakukan pada tibia dan kaki. Yang perlu dikaji dari edema
adalah konsistensi, temperature, bentuk, mobilisasi.
h. Odor
Odor atau bau ditemui apabila ada bakteri pada kulit, infeksi, hygine tidak
adekuat.
i. Kuku
Inpeksi : ketebalan, waran, bentuk, tekstur
Palpasi : CRT 3-5 detik.
3
Pemeriksaan Diagnostik
a Biopsi Kulit
Mendapatkan jaringan untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan cara
eksisi dengan scalpel atau alat penusuk khusus ( skin punch) dengan
mengambil bagian tengah jaringan. Indikasi Pada nodul yang asal nya tidak
jelas untuk mencegah malignitas. Dengan warna dan bentuk yang tidak lazim.
Pembentukan lepuh.
b Patch Test
Digunakan untuk mengenali substansi yang menimbulkan alergi pada pasien
dibawah plester khusus ( exclusive putches ). indikasi - Dermatitis, gejala
kemerahan, tonjolan halus, gatal- gatal. Reaksi + lemah. - Blister yang halus,
papula dan gatal gatal yang hebat reaksi + sedang. - Blister/bullae, nyeri,
ulserasi reaksi + kuat. Penjelasan pada pasien sebelum dan sesudah
pelksanaan patch test : - Jangan menggunakan obat jenis kortison selam satu
minggu sebelum tgl pelaksanaan. - Sample masing masing bahan tes dalam
jumlah yang sedikit dibubuhkan pada plester berbentuk cakaram kemudian
ditempel pada punggung,dengan jumlah ynag bervariasi.( 20 30 buah.). Pertahankan agar daerah punggung tetap kering pada saat plester masih
menempel. - Prosedur dilaksanakan dalam waktu 30 menit. - 2- 3 hari setelah
tes plester dilepas kemudian lokasi dievaluasi.
Pengerokan Kulit Sampel kulit dikerok dari lokasi lesi, jamur, yang
dicurigai.dengan menggunakan skatpel yang sudah dibasahi dengan minyak
sehingga jaringan yang dikerok menempel pada mata pisau hasil kerokan
dipindahkan ke slide kaca ditutup dengan kaca objek dan dipriksa dengan
mikroskop.Pengambilan bahan dapat dengan kerokan biasa atau dengan
menggunakan cellotape yang ditempel pada lesi. Setelah diambil, bahan
diletakkan di atas gelas obyek lalu diteteskan larutan KOH 20% atau
campuran 9 bagian KOH 20% dengan 1 bagian tinta parker blueback
superchrome X akan lebih memperjelas pembacaan karena memberi tampilan
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
h
i
j
k
l
warna biru yang cerah pada elemen-elemen jamur.Hasil positif apabila Hifa
pendek, lurus, bengkok (seperti huruf i, v, j) dan gerombolan spora budding
yeast yang berbentuk bulat mirip seperti sphagetti with meatballs.Hasil
negative apabila bila tidak ada lagi hifa, maka berarti bukan pitiriasis
versikolor walaupun ada spora.
Pemeriksaan Cahaya Wood ( Light Wood)
Menggunakan cahaya UV gelombang panjang yang disebut black light yang
akan menghasilakan cahaya berpedar berwarna ungu gelap yang khas.cahaya
akan terlihat jelas pada ruangan yang gelap, digunakan untuk memebedakan
lesi epidermis dengan dermis dan hipopigmentasi dengan hiperpigmentasi. 5.
Apus Tzanck Untuk memeriksa sel sel kulit yang mengalami pelepuhan.
Indikasi - Herpes zoster,varisella, herpes simplek dan semua bentuk pemfigus.
- Secret dari lesi yang dicurigai dioleskan pada slide kaca diwarnai dan periksa
Tzank smear
Tujuan: melihat multinucleated giant cell untuk virus dan vesikobulosa
Cara pemeriksaan :
i.Bahan pemeriksaan diambil dari dasar vesikel dengan cara dikerok
ii.Oleskan pada kaca objek lalu fiksasi
iii.Warnai dengan giemsa
iv.Lihat dengan mikroskop
Hasil pemeriksaan :
Herpes zostersel datia dengan inti akantolisis. Vesikubulosasel Tzank
Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih,
eosinofil dan peningkatan laju sedimentasi eritrosit (Tucker, 1998:633).
Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan,
menunjukkan adanya organisme campuran (Issebacher 1999:634).
Rontgen Sinus-sinus para nasal (selulitis perioribital).
Kultur virus dari apusan dasar vesikel, spesimen biopsi, skraping kornea.
Histopatologis
Histopatologi lesi kulit varisela zoster sama sel epidermis (pada lapisan
germinal dan bagian dalam stratum spinosum) menunjukkan ballooning
degeneration dengan hilangnya intercellular bridges (akantholisis) yang
nantinya akan dipisahkan oleh edema interselular.
Pemerikasaan antigen dan antibody
evaluasi 5x24 jam, maka perlu dikaji ulang faktorfaktor menghambat pertumbuhan luka
Gangguan gambaran citra diri berbuhbungan dengan perubahan struktur kulit
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam citra diri pasien meningkat
Kriteria evaluasi :
Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi
dan perubahan yang sedang terjadi
Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi
Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan Menentukan bantuan individual dalam menyusun
hubungan dengan derajat ketidakmampuan
rencana perawatan atau pemilihan intervensi
Dukung perilaku atau usaha seperti
Pasien dapat beradaptasi dengan perubahan dan
peningkatan minat atau partisipasi dalam
pengertian tentang peran individu dimasa
aktivitas
mendatang
Monitor gangguan tidur peningkatan
Dapat mengindikasi terjadinya depresi yang
kondentrasi, letargi, dan withdrawl
umumnya terjadi dimana keadaan ini
memerlukan intervensi dan evaluasi lebih lanjut
Kolaborasi untuk oemberian regimen MDT Multi Drug Therapi (MDT) diberikan selama 6-9
bulan dan diminum didepan petugas
Risiko terhadap penularan infeksi berhubungan dengan pemajanan penularan kontak
(langsung, tidak langsung, kontak dengan droplet)
Tujuan : Resiko penularan berkurang
Kriteria Evaluasi :
a Mengungkapkan kebutuhan untuk diisolasi sampai tidak menularkan infeksi.
b Menggambarkan cara penularan penyakit.
c Memperagakan cuci tangan yang cermat selama perawatan di rumah sakit
Intervensi
Rasional
Identifikasi penjamu yang rentan
Mengetahui penjamu yang rentan diharapkan
berdasarkan pada fokus pengkajian
dapat menhindari faktor-faktor resiko.
terhadap faktor-faktor risiko dan riwayat
pemajanan.
Identifikasi cara penularan berdasarkan
Mengetahui cara penularan dapat mencegah dan
pada agen-agen penginfeksi.
intervensi secara dini dan tepat
a. Melalui udara
b. Kontak
- Langsung
- Tidak langsung.
- Kontak dengan droplet.
c. Penularan melalui media makanan, air,
darah.
d. Penularan melalui ector (serangga,
hewan)
Amankan ruangan yang digunakan,
Meminimalisir resiko infeksi yang ada diruangan
tergantung pada jenis infeksi dan praktek
tersebut
ygiene dari orang yang terinfeksi.
Ajarkan klien mengenai rantai infeksi dan
tanggung jawab pasien baik di rumah sakit
maupun di rumah.
Kolaborasi :
Berikan anticemas sesuai indikasi,
contohnya diazepam
perlu
Control sensasi pasien (dan dalam menurunkan
ketakutan) dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan pasien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang psitif, membantu latihan
relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, serta
memberikan respons balik yang positif
Orientasi dapat menurunkan kecemasan
Dapat menghilangkan ketegangan kekhawatiran
yang tidak diekspresikan
Member waktu untuk mengekspresikan perasaan,
menghilangkan cemas, dan perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan teman yang dipilih pasien
melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya:
mambaca) akan menurunkan perasaan terisolasi
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan
3.4 Kasus
Tn.C (40 th) datang ke poli kulit RSUA dengan keluhan gatal-gatal hebat, yang
biasanya semakin memburuk pada malam hari. Pada sela jari tangan, pada pergelangan
tangan, sikut, ketiak, terlihat adanya terowongan tungau. Klien mengatakan jarang mandi
jika pulang kerja karena pulang sudah larut malam.
3.5 Pengkajian Kasus
a. Anamnesa
1. Data demografi
Nama
: Tn. C
Alamat
: Surabaya
Umur
: 40 tahun
Pekerjaan
: Kuli bangunan
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
2. Keluhan utama
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan gatal
terutama pada malam hari.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema
karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi
5. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien alami
yaitu kurap, kudis.
6. Riwayat diet
Sebelum sakit BB pasien 75 kg setelah sakit menjadi 73 kg.
7. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi terhadap kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat atauapabila tidak
terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
b) Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
Eliminasi
Mobilisasi di tempat tidur
c) Pola istirahat tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat pada
malam hari.
d) Pola nutrisi metabolik
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
e) Pola elimnesi
Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan
BAK 4-5x sehari, dengan baua khas warna kuning jernih.
f) Pola kognitif perceptual
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan
penglihatan normal.
g) Pola peran hubungan
Pasien merupakan ayah dari 3 orang anak dengan 1 orang istri.
h) Pola konep diri
Pasien bekerja sebagai kuli bangunan untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya.
i)
j)
Pola koping
1) Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa gatal,
dan pasien menjadi malas untuk bekerja.
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
Etiologi
Scabies
Masalah keperawatan
Nyeri akut
Lesi di kulit
kemerahan)
Eritema
hangat
Suhu : ?36C
Nyeri
DO
Scabies
Eritema
terlihat bengkak
gatal
malam hari
DO
Perubahan posisi
kesehatan
gatal
Kurang pengetahuan
DO
Kevemasan
Scabies
gatal
Eritema
Klien tampak
Gangguan penampakkan
dialaminya
scabies
adanya lesi
adanya luka dengan
respon inflamasi
pussycat dikulit
erupsi kulit
3.7 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1) Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam nyeri yang dirasakan klien dapat segera
Kriteria Hasil :
a. Secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1
(0-4) ngidenti.
b. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
c. Pasien tidak gelisah
Intervensi
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
Rasional
Menjadi parameter dasar untuk mengetahui
sejauh mana intervensi yang diperlukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan dari
intervensi manajemen nyeri keperwatan
Pendekatan dengan mengggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
1. Posisi fisiologis akan meningkatkan
asupan O2 kejaringan yang mengalami
iskemia
2. Istirahat akan menurunkan kebutuhan
O2 jaringan perifer dan akan
meningkatkan suplai darah pada
jaringan yang mengalami peradangan
3. Lingkungan tenang akan menurunkan
stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengnjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2 ruangan yang
akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang berada diruangan
4. Meningkatkan asupan O2 sehingga
menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia jaringan
5. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri
6. Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan liran
darah dan dengan otomatis membantu
suplai darah dan oksigen ke area nyeri
dan menurunkan sensasi nyeri
Pengetahuan yang akan dirasakan
membantu mengurangi nyerinya dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan
pasien terhadap rencana terapeutik
Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang
2) Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gatal yang dirasakan.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam istirahat tidur terpenuhi karena berkurangnya nyeri dan
rasa gatal.
Kriteria hasil :
a Nyeri dan rasa gatal menghilang
b Pasien adekuat dalam kebutuhan tidurnya
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
RASIONAL
a. Mengetahui apakah kebutuhan tidur
klien terpenuhi
b. Lingkungan yang nyaman akan
meningkatkankebutuhan tidur nya
(tidur dengan nyenyak)
c. Dengan mengatahui pentingnya tidur
maka pasien akan berusaha untuk
tidur agar dapat mendapatkan
manfaatnya
d. Dengan memberikan kegiatan sebelum
tidur maka klien akan mudah lelah
dan cepat tidur
BAB IV
PENUTUP
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
4.1 Kesimpulan
Infeksi merupakan proses invasif oleh organisme dan berproliferasi di dalam
tubuh sehingga menimbulkan penyakit (Potter & Perry, 2005). Sedangkan infeksi kulit
merupakan suatu penyakit yang ditimbulkan karena suatu bakteri/kuman, virus, dan
jamur. Penularannya dapat disebabkan dengan kontak langsung yaitu dengan menyentuh
kulit yang terinfeksi maupun tidak langsung melalui perantara benda-benda yang
terkontak dengan organisme pembawa infeksi.
Secara alamiah, kulit dan permukaan epitel memiliki sistem innate protective yang
akan menahan organisme patogen masuk. Substrat asam lemak bersifat toksik pada
mikroorganisme sehingga bisa menghancurkan mikroorganisme patogen yang masuk.
Sayangnya ada mikroorganisme yang dapat menghasilkan exfoliative toxin yang
menyebabkan nekrolisis epidermis dan esotoksin yang menyebabkan toxic shock
syndrome. Jenis jenis mikroorganisme penyebab toksin seperti ini antara lain :
Staphylococcus aureus, S. epidermis.
Infeksi Jamur yaitu peradangan kulit disertai eritema dan gatal, dapat ditemukan
sisik pada tepi kulit, nyeri, terjadi penebalan (pembengkakan),dll. Infeksi Bakteri yaitu
perasaan tidak nyaman dan gatal gatal, demam, apnea, sianosis, takikardia, penurunan
berat badan, muntah, letargi, ruam, petekie, kemerahan, nyeri tekan, kulit terasa panas,
bengkak,dll. Infeksi Virus yaitu demam, malaise, nyeri terutama pada persendian, gatal,
kemerahan pada kulit, kerusakan integritas jaringan, sesak nafas., dll.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pengkajian sistem integumen adalah dengan
inspeksi dan palpasi. Sehingga masalah keperawatan yang sering muncul pada penyakit
ini adalah Nyeri, Kerusakan integitas jaringan kulit, Hipertermi, Gangguan gambaran
citra diri , Risiko terhadap penularan infeksi, Kebutuhan pemenuhan informasi,
Kecemasan.
4.2 Saran
Infeksi kulit khususnya jamur, virus, dan bakteri tidak dapat dianggap remeh. Efek
yang muncul dapat mengganggu keberlangsungan hidup individu baik itu fisik maupun
psikologis individu. Kompetensi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang
tepat diharapkan dapat mengatasi masalah di bidang integumen khususnya mengenai
infeksi jamur, virus, dan bakteri.
Daftar Pustaka
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
Lampiran 1
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
Lingkungan lembab
Imunitas
MK: nyeri
Infeksi bakteri
Virus kontak dg sel rentan
Infeksi virus
Respon inflamasi
Melepas: Enzim, Eksotoksin, Endotoksin
Infeksi menyebar
Replikasi virus di epidermis
Erupsi kulit
Respon imunitas
Respon inflamasi
Infeksi jamur
MK: hipertermi
Gatal
MK: Gg integritas
kulit
MK: Gg. integritas
kulit
Abses
Buruk
Respon inflamasi
MK: hipertermi
Imunitas
Eritematosa
Kerontokkan rambut
Kulit rapuh
Pembentukan skuama
Lampiran 2
Etiologi
Infeksi Virus
Human papiloma virus
(HPV)
herpes zoster
Infeksi Jamur
kelompok jamur
Infeksi Bakteri
bakteri primer
dermatofit:
disebabkan oleh
microsporum,
stafilakok koagulase
Trichophyton, dan
herpes simplex
varicela (cacar air)
variola (cacar/smallpox)
herpes zoster (cacar ular)
veruka (kutil/common wart)
positif, streptokok
epidermophyton,
beta hemolitik
E. Floccosum, T. infeksi bakteri
sekunder
Mentagrophytes,
Staphycoccus Aureus
M. Canis, M.
suatu bakteri
gypseum, T.
koagulase positif
cocentricum, T. difteroid aerobic
schoenleini dan T. difteroid anaerobic
bakteri gram negatif
tonsurans.
bakteri tahan asam
terbanyak di
Indonesia: T.
Rubrum
jamur candida
patogen yaitu
Manifestasi
Klinis
Demam
Malaise
Nyeri terutama pada
persendian
Gatal
Kemerahan pada kulit
Kerusakan integritas
jaringan
Sesak nafas
candida albican.
Peradangan kulit, perasaan tidak
kulit
Nyeri
Pembengkakan
Lesi
infeksi di vagina
menimbulkan
rabas yang
berwarna putih
seperti keju
infeksi di mulut
menimbulkan
nyaman
gatal
demam
apnea
sianosis
takikardia
penurunan berat badan
muntah
letargi
ruam
petekie
nyeri tekan
kulit terasa panas
bengkak
tampak seperti kulit
jeruk yang
yang dikelilingi
mengelupas (peau
d'orange) pada
selulitis
bersisik, kemerah- kulit melepuh berisi
cairan pada impetigo
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
kasus-kasus
tertentu)
tekanan darah
menurun
pada
Penatalaksanaan a. Herpes Zoster
Pengobatan dengan
asiklofir oral,
dermatofitosis
Health Education
:
f. Keringkan
valasiklovir atau
handuk setelah
famsiklovir. Untuk
zoster yang menyebar
luas siklovir intravena
b. Herpes simpleks
Analgesic dalam dosis
dipakai dan
ganti sesering
mungkin
g. Mandi rutin
(min : 2x/hari),
serangan primer.
memakai sabun
Kotrimoksazol oral
dan bersih
h. Simpan atau
gantung
antiseptic seperti
pakaian di
Povidoniodine, larutan
tempat kering
a.Infeksi Streptokokus
Selulitis
Bila diduga selulitis
diobati dengan
penisilin. Bila
terserang tungkai,
istirahat di tempat
tidur. Bila timbul
daerah nekrosis
jaringan yang luas
maka perlu tindakan
bedah mengangkat
jaringan nekrotik
(debridement).
b.Furunkulosis (Bisul)
Pengobatan dengan
anti bakteri topikal
seperti mupirosi,
mempengaruhi
tumbuhnya
untuk mandi,
jamur: udara
misalnya triklosan
yang panas,
2% dan
lembab,
flukloksasilin dalam
kebersihan diri
yang kurang,
kegemukan,
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
sosial ekonomi
rendah,
pemakaian
obat-obatan
yang lama,
adanya
penyakit kronis
seperti TBC
atau keganasan
dan penyakit
endokrin (diab
etes mellitus).
j. Rajin
menjemur
kasur, agar bila
ada jamur
flukloksasilin
d.Impetigo
Pada infeksi lokal
pengobatan dengan
antibiotik topikal
seperti mupirosin.
Pada infeksi yang
lebih luas dengan
antibiotik sistemik
seperti flukloksasilin
atau eritromisin.
e.Staphylococal scalded
skin syndrome
Pengobatan dengan
flukloksasilin
parenteral.
f. Eritrasma
diobati dengan
ataupun
imidazol topikal
mikroorganism
(misalnya
e patologi bisa
klortrimazol,Mikona
mati terkena
terik matahari.
topikal, atau
Kolaborasi :
e.Infeksi kulit:obat anti
jamur khusus yang
pemberian
eritromisin oral
selama dua minggu.
diberikan secara
topikal atau kadangkadang sistemik.
f. Kandidiasis diterapi
dengan krim atau
supositoria
antijamur.
g.Mitra seksual dari
wanita dengan
Keperawatan Integumen Kelompok I (A-1/2011)
menimbulkan gangguan
menyebabkan
yang ditimbulkan
mata seperti
morbiditas yang
konjungtivitas, keratitis,
bermakna.
menginvasi.
b. Jaringan parut kulit Pada kasus folikulitis,
dan/atau iridosiklitis yang
atau alopesia
furunkel dan
mebabkan peradangan
(rambut rontok)
karbunkel dapat
sebagian atau seluruh
akibat tinea
menyebabkan
bagian mata yang
kapitis.
pembentukan
mengancam penglihatan.
c. Lesi mulut yang
b.Postherpetic neuralgia/
jaringan parut,
nyeri dan
Neuralgia pasca Herpes.
bakteremia atau
menurunnya berat
Merupakan nyeri di
selulitis
badan pada
penyebaran
kuman
daerah kulit yang
penderita AIDS.
yang meluas
dipersarafi oleh saraf yang
d. Kelinan kulit
menyebabkan cacat
terkena herpes zoster.
karena mikosis
pada katup jantung
Nyeri ini bisa menetap
yang dalam
atau arthritis pada
selama beberapa bulan
atau beberapa tahun
setelah terjadinya herpes
zoster. Kadang pada
oragtua bisa timbul bekas
jaringan parut.
c.Kelemahan otot oleh karena
persendian.
Keadaan yang sangat
parah terjadi selulitis
yang dalam dengan
nekrosis jaringan
yang parah disertai
menyebabkan
kematian
Selulitis pada
ekstremitas bawah
lebih besar
kemungkinan
menjadi
tromboflebitis pada
kelemahan tubuh
pasien lansia