Sirosis
Hepatis,
Ascites,
Hipoalbuminemia,
Anemia
Normositik
Normokromik
No. ID dan Nama Peserta : dr. Reska Ayu Puspita Dewi
No. ID dan Nama Wahana : RS Muhammadiyah Roemani, Kota Semarang
Topik : Sirosis Hepatis
Tanggal (kasus) : 24 Juni 2014
Nama pasien : Ny. P
No. RM : 36.75.56
Tanggal presentasi : 5 Agustus 2014
Nama pendamping : dr. Asdiyati
Tempat presentasi : RS Muhammadiyah Roemani, Kota Semarang
Objektif presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegara
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Neonatus
Deskripsi :
Manajemen
Bayi
Anak
Masalah
Remaja
Istimewa
Dewasa Lansia
Bumil
semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke dukun dan
disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan pasien
kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan pasien
dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien tidak tahu
nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang paksa.
Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari RSUD, perut semakin
membesar dan terasa mbesesek, pasien kemudian berobat ke RS Swasta di Grobogan. Pasien
dirawat selama 3 hari dan dilakukan pengambilan cairan perut. Setelah itu perut mengecil,
pasien pulang dan diberi obat rawat jalan. Tiga hari setelah pulang, perut kembali membesar dan
pasien kembali berobat ke RSUD Grobogan. Pasien lalu di rujuk ke RS Muhammadyah
Roemani.
Kualitas: Perut yang membesar menyebabkan pasien sulit beraktivitas karena lemas sehingga
pasien hanya dapat tidur-tiduran dan beristirahat.
Kuantitas: Perut bertambah makin membesar secara cepat dalam waktu 3 bulan
Faktor yang memperingan: Istirahat dengan berbaring
Gejala penyerta: Mata kuning (+),sebah (+), mual (+), muntah (-), muntah darah
(-), nafsu
makan menurun (+), penurunan berat badan (+), badan terasa lemas (+), demam (-), BAB hitam
seperti petis (-), BAK seperti air teh (+), kaki membesar (+/+) bengkak, payudara membesar (-).
Tujuan:
Menentukan diagnosis yang tepat sehingga mendapatkan penanganan yang tepat pula.
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus Audit
Cara membahas Diskusi
Presentasi dan diskusi
Email
Pos
Data pasien:
Nama: Ny. P
Nama klinik:
Telp: Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke dukun dan
disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan pasien
kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan pasien
dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien tidak tahu
nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang paksa.
Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari RSUD, perut semakin
membesar dan terasa mbesesek, pasien kemudian berobat ke RS Swasta di Grobogan. Pasien
dirawat selama 3 hari dan dilakukan pengambilan cairan perut. Setelah itu perut mengecil,
pasien pulang dan diberi obat rawat jalan. Tiga hari setelah pulang, perut kembali membesar
dan pasien kembali berobat ke RSUD Grobogan. Pasien lalu di rujuk ke RS Muhammadyah
Roemani.
Kualitas: Perut yang membesar menyebabkan pasien sulit beraktivitas karena lemas sehingga
pasien hanya dapat tidur-tiduran dan beristirahat.
Kuantitas: Perut bertambah makin membesar secara cepat dalam waktu 3 bulan
Faktor yang memperingan: Istirahat dengan berbaring
Gejala penyerta: Mata kuning (+),sebah (+), mual (+), muntah (-), muntah darah
(-), nafsu
makan menurun (+), penurunan berat badan (+), badan terasa lemas (+), demam (-), BAB hitam
seperti petis (-), BAK seperti air teh (+), kaki membesar (+/+) bengkak, payudara membesar (-).
2. Riwayat pengobatan :
Pasien sudah pernah memeriksakan keluhannya dan di rawat di RS Grobogan sebelumnya.
3. Riwayat penyakit dahulu :
-
Lebih kurang 1 tahun yang lalu pasien pernah mengeluh perut membesar dan BAK
berwarna seperti teh pekat, membaik dengan minum jamu kunir dan temulawak
Pemeriksaan Fisik
Status present
a) Keadaan umum
hamil 9 bulan
b) Kesadaran
Tanda Vital:
-
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Laju nafas
: 20 kali/menit
Nadi
Suhu tubuh
: 36.9 oC (axiler)
Status Internus
-
Kepala
: mesosefal
Kulit
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
Dada
(-)
-
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
+/+
Jantung
-/-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas kiri
Batas atas
Batas kanan
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: pada bawah arcus costa kanan timpani, area traube timpani, pekak
sisi (+) meningkat, pekak alih (+), liver span 4 cm
Palpasi
: tegang, undulasi (+), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-)
Ekstremitas
superior
inferior
Sianosis
-/-
-/-
Udem
-/-
+ / + pitting
Akral dingin
-/-
-/-
Eritema palmaris
White nail
+/+
-/-
-/-/-
SATUAN
NILAI
NORMAL
1. HEMATOLOGI 24 Juni 2014
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
RDW
MPV
PPT
10.67
31,7
3,21
33,20
98,55
33,71
7,80
93,5
20,17
7,80
gr%
%
jt/mmk
Pg
Fl
g/dL
ribu / mmk
ribu / mmk
%
fL
12-15
35-47
3,9-5,6
27-32
76-96
29-36
4-11
150-400
11,60-14,80
4,00-11,00
Waktu Prothrombin
16,0
detik
10,0-15,0
PPT Kontrol
PTT
13,8
detik
Waktu Thromboplastin
45,8
detik
APTT Kontrol
31,3
detik
HASIL
2. KIMIA KLINIK
GDS
Bilirubin total
Bilirubin direk
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Alkali fosfatase
Gamma GT
Ureum
Creatinin
Natrium
Kalium
Chlorida
Calcium
Magnesium
HBsAg
140
3,11
1,17
6,1
1,6
4,50
83
55
979
30
23
1,17
137
4,3
104
1,93
0,86
+
SATUAN
mg/dL
mg/Dl
mg/dL
gr/dL
gr/dL
gr/dL
U/l
U/l
U/l
U/l
mg/dl
mg/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
23,4-36,8
NILAI NORMAL
74-106
0,00 1,00
0.00 0,30
6,4 8,2
3,4 -5,0
2,3 3,5
15 37
30 65
50,0 136
5 85
15 39
0,6 1,30
136 145
3,5 5,1
98 107
2,12 2,52
0,74 0,99
Child-Pugh Score
Derajat
Kerusakan
Bilirubin Serum
Albumin Serum
Minimal
< 2,0
> 3,5
Sedang
2,0-3,0
3,0-3,5
Berat
> 3,0
< 3,0
6
Ascites
Ensefalopati
Protrombin
Absent
None
< 4 atau < 1,7
Mild
1 dan 2
4-6 atau 1,7-2,3
5-6
100%
7-9
80%
10-15
45%
Derajat Kerusakan
Bilirubin Serum
Albumin Serum
Ascites
Ensefalopati
Protrombin
Jumlah score child plug score = 9 (B)
Moderat
3 dan 4
> 6 atau > 2,3
Score
1
3
3
1
1
Ukuran hepar kecil, struktur parenkim kasar, ekogenesitas parenkim meningkat, tepi
25 juni 2014
HASIL
SATUAN
NILAI
NORMAL
7
KIMIA KLINIK
GDS
Protein total
Albumin
Globulin
LDH
79
5,7
1,6
4,10
474
mg/dL
gr/dL
gr/dL
gr/dL
U/l
74-106
6,4 8,2
3,4 -5,0
2,3 3,5
120 - 246
26 juni 2014
HASIL
SATUAN
NILAI
NORMAL
KIMIA KLINIK
Ureum
Creatinin
Albumin
Natrium
Kalium
Chlorida
18
0,9
2
143
4,8
105
mg/dL
mg/dL
gr/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
15 39
0,6 1,3
3,4 5,0
136 145
3,5 5,1
98 - 107
Daftar Pustaka :
1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed. 6. Jakarta : EGC. 2006
2. Fiore Mariano, (ed:Anugrah Peter).Atlas Histologi Manusia. Ed. 6. Jakarta EGC.1996
3. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sundoyo AW, Setyohadi B, Alwi J,
Simadibrata M, Setiati S, editors : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi
V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009
4. Adi P. Buku ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid I.Balai penerbit FK UI 2006:291-294
5. Bakta IM. Buku ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid II.Balai penerbit FK UI 2006:632-635
6. Hirlan. Ascites. Dalam: Sundoyo AW, Setyohadi B, Alwi J, Simadibrata M, Setiati S,
editors : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2009
7. Rani AA, Soegondo S, Nasir AU, dkk. Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Edisi Khusus 2005. PB PAPDI 2005.
8. Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, dkk. Pedoman Diagnosis Dan Terapi DI Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta 1999.
8
9. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology: The Liver, Gallblader and
Billiary Tract.8th ed. China: Saunders Elsevier, 2007. P.635-6
10. Gani Rino. Konsensus Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia 2012. Tim Penyusun
PPHI, Jakarta 2012.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi Sirosis hepatis
2. Etiologi Sirosis Hepatis
3. Patofisiologi sirosis hepatis
4. Penatalaksanaan sirosis hepatis
6. Prognosis sirosis hepatis
SOAP
1. SUBJEKTIF.
Seorang wanita 46 tahun, datang ke UGD RS Roemani dengan keluhan perut yang membesar
dan terasa mbesesek. Dari anamnesis didapatkan sejak 3 bulan SMRS pasien merasa perut
membesar, semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke
dukun dan disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan
pasien kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan
pasien dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien
tidak tahu nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang
paksa.
Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari RSUD, perut semakin
membesar dan terasa mbesesek, pasien kemudian berobat ke RS Swasta di Grobogan. Pasien
dirawat selama 3 hari dan dilakukan pengambilan cairan perut. Setelah itu perut mengecil,
pasien pulang dan diberi obat rawat jalan. Tiga hari setelah pulang, perut kembali membesar
dan pasien kembali berobat ke RSUD Grobogan.
Kualitas: Perut yang membesar menyebabkan pasien sulit beraktivitas karena lemas sehingga
pasien hanya dapat tidur-tiduran dan beristirahat.
Kuantitas: Perut bertambah makin membesar secara cepat dalam waktu 3 bulan
Faktor yang memperingan: Istirahat dengan berbaring
Gejala penyerta: Mata kuning (+),sebah (+), mual (-), muntah (-), muntah darah (-), nafsu
makan menurun (+), penurunan berat badan (+), badan terasa lemas (+), demam (-), BAB
hitam seperti petis (-), BAK seperti air teh (+), kaki membesar (+/+) bengkak, payudara
membesar (-).
Pasien pernah mengeluh perut membesar seperti ini 1 tahun yang lalu disertai dengan
BAK berwarna seperti teh dan pekat. Keluhan membaik setelah minum jamu kunir dan
9
penurunan massa hepatoseluler, penurunan fungsi, dan perubahan aliran darah. Induksi
fibrosis terjadi dengan aktivasi sel stellate hati, sehingga terjadi peningkatan pembentukan
jumlah kolagen dan komponen lain dari matriks ekstraseluler.4
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat serta nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada payah
jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukan nodul saja seperti pada sindroma Felty
dan transformasi nodular parsial bukanlah suati sirosis hati. 1 Sirosis Hepatis adalah penyakit
hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar
jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur
normal.4
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinik yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan
melalui biopsy hati.3,4
B. Etiologi
Penyebab pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan
antara lain :4,5
Hepatitis Virus
Infeksi virus merupakan penyebab paling sering dari sirosis hepatis. Hanya HBV atau
HCV mengakibatkan penyakit hati kronis. Virus Hepatitis D adalah virus yang tidak lengkap
yang hanya patogen bila bersama-sama dengan HBV. Virus A dan E penyebab hepatitis, tetapi
tidak berkembang menjadi sirosis hepatis. Virus hepatitis G telah diidentifikasi tidak
menghasilkan penyakit hati. Infeksi HBV didiagnosis oleh adanya antigen permukaan
hepatitis B (HBsAg); HCV, oleh anti-HCV dan HCV RNA 5
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis
hepatis, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam
darah penderita dengan penyakit hati kronis ,maka diduga mempunyai peranan yang besar
untuk terjadinya nekrosis sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A (Hadi,2002).5
Hepatitis B kronik
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B
11
(VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya,
sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel
hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel
pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB
memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi
pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya
kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi.
Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadikeadaan karier sehat.
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran darah
partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati
akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan
tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. Virus hepatitis B smerangsang
respon imun tubuh, yang pertama kali adalah respon imun non spesifik karena dapat
terangsang dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan memanfaatkan sel-sel
NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel
limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T, CD8 + terjadi setelah kontak reseptor sel T
dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T
CD8 + akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa
terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT.5
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi
antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi
partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, dengan demikian
anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.5
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B dalam
persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus hepatitis B pada
neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg posistif, diduga persistensi infeksi
virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam tubuh
janin mendahului invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga
disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.5
C. Klarifikasi Sirosis Hepatis
Secara klinis sirosis hepatis dibagi menjadi:
1.
Sirosis hepatis kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.
12
2.
Sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas.Sirosis hepatis kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan
melalui biopsi hati
Secara morfologi Sherlock membagi sirosis hepatis bedasarkan besar kecilnya nodul,
yaitu:
1.
2.
3.
dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang
lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier.
Osteoartropati gipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.3,4
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jarijari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda
ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok
yang juga mengkonsumsi alkohol (Nurdjanah, 2009).3
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae
laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke
arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira
fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik
bisa
membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta (Nurdjanah, 2009)3
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau
napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat
pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat
bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin
terlihat gelap seperti air teh (Nurdjanah, 2009)3
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan,
dorsofleksi tangan4.
Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:
1.
2.
3.
Pembesaran kelenjar parotis terutama sirosis alkohlik, hal ini akibat sekunder infiltrasi
lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin
1.
2.
Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis. Ketika liver kehilangan
kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan
abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air (Price, 2006).4
3.
4.
Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di atas
nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati (Price, 2006)
E. Diagnosa
1. Pemeriksaan urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.
Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang (urine kurang dari 4
meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal (Hadi, 2002).4
2. Pemeriksaan feses
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan
diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman (Hadi, 2002).4
3. Pemeriksaan darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang-kadang dalam
bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru
akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai leukopeni bersamaan dengan adanya
15
tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul.
Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati
yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal (Hadi,
2002).4
3. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan
terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran
limpa (Hadi,2002).4
Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain: asites, edema, spontaneous
bacterial peritonitis (SBP), perdarahan saluran cerna, sindroma hepato-renal, sindroma
hepato-pulmoner, hipersplenisme, dan kanker hati.4
Penatalaksanaan
Terdapat 2 jenis strategi pengobatan hepatitis B, yaitu terapi dengan durasi terbatas atau
terapi jangka panjang. Terapi dengan analog nukleosida dapat diberikan seunur hidup atau
hanya dalam waktu terbatas, sementara interferon hanya diberikan dalam waktu terbatas
mengingat beratnya efek samping pengobatan. Sampai saat ini belum bisa diputuskan pilihan
terapi mana yang paling unggul untuk semua pasien. Pemilihan strategi terapi yang
digunakan harus disesuaikan dengan kondisi individu tiap pasien. Tenofovir atau entecavir
adalah obat yang dinilai paling efektif untuk digunakan namun mengingat tingginya biaya
dan ketersediaan obat, lamivudin telbivudin dan adefovir juga tetap dapat digunakan di
Indonesia.13
Prognosis
Prognosis untuk pasien sirosis tergantung pada komplikasi masing-masing. Yang
mendasari proses morfologi, seperti nekrosis, fibrosis dan regenerasi, gabungan untuk derajat
yang sangat berbeda dalam pasien sirosis tunggal. Ada juga perbedaan-perbedaan individu
dalam tanggapan hemodinamik dan efek yang sesuai pada ginjal, paru-paru dan hati, dll. Oleh
karena itu sangat sulit memberikan prognosis yang akurat dalam setiap kasus. Selain itu,
seperti prognosis hanya mencakup jangka waktu tertentu yang relatif singkat (beberapa bulan
17
natrium sehingga terjadi retensi natrium dan menurunnya ekskresi natrium urin (<5
mmol/hari). Ketidakseimbangan ini dapat terjadi pada sirosis yang belum disertai asites.
a. Teori vasodilatasi arterial dan aktivasi neurohormonal
Vasodilatasi perifer dapat terjadi karena overproduksi vasodilator yang beredar atau
oleh vasodilator dari usus atau sistemik yang tidak terdegradasi dalam hepar yang sakit atau
terjadi bypass hepar.
Schrier et al (1988) mengusulkan hipotesis vasodilatasi arteri perifer yaitu adanya
vasodilatasi arteriol splanknikus menyebabkan underfilling arteri dengan pengurangan
resistensi vaskular sistemik secara keseluruhan dan tekanan darah arteri. Penurunan volume
darah yang efektif yang merupakan bagian dari volume darah di mana baroreseptor berada
menyebabkan aktivasi sistem vasokonstriktor dan retensi sekunder natrium-air.
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian difokuskan terutama pada NO, calcitonin
gen-related peptide (CGRP) dan adrenomedulin. Substansi lain dengan sifat vasodilatasi yang
terlibat adalah peptida natriuretik, tumor necrosis factor (TNF-), interleukin, substansi P, dan
endocannabinoids.
Pada eksperimen maupun pada kasus hipertensi portal nyata pada manusia, vasodilatasi
splanknikus seperti yang telah disebutkan dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular
sistemik, penurunan volume darah efektf, dan penurunan tekanan darah aretri dengan aktivasi
sistem vasokonstriksi seperti saraf sistemik (SNS), sistem renin-angiotensin-aldosteron
(RAAS), dan pelepasan vasopresin. Beberapa temuan menunjukkan bahwa vasodilatasi
splanknikus mendahului retensi natrium ginjal dan air.
Konsekuensi hemodinamik yaitu berkembangnya sirkulasi hiperdinamik, peningkatan
denyut jantung, dan cardiac output (sebagai mediator volume darah efektif), dan terjadi
underfilling sirkulasi arteri pada pasien akibat penurunan resistensi vaskular sistemik. Namun
kebanyakan pada penyakit tahap lanjut, underfilling dari sirkulasi arteri juga dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan cuah jantung seperti yang dijelaskan pada pasien dengan gagal
ginjal dan SBP.
b. Teori Overfill
Adanya kadar aktivitas plasma renin normal atau rendah pada sepertiga pasien sirosis
dan asites mendukung bahwa pada beberapa kasus retensi natrium tidak berhubungan
terhadap vasodilatasi. Diusulkan bahwa pada proses awal terjadi perubahan respon ginjal
terhadap insufisiensi hepatik atau hipertensi sinusoidal menyebabkan retensi natrium (teori
overfill). Teori ini didasarkan pada penemuan dari abnormalitas penanganan natrium, pada
19
tanpa vasodilatasi sistemik atau underfilling arterial, ketika pasien preasites sirosis dibebani
dengan natrium. Berdasarkan hipotesis ini diusulkan bahwa didahului retensi natrium dan air
menyebabkan penambahan volume plasma, peningkatan curah jantung, dan penurunan
resistensi vaskuler sistemik (vasodilatasi). Tetapi teori ini disanggah dengan adanya obat yang
dapat menghilangkan vasodilatasi yang akan memperbaiki hemodinamik dan meningkatkan
ekskresi natrium.
Dinamika Cairan Ascites
Tekanan hidrostatik yang meningkat dalam sinusoid hepar memudahkan transudasi
cairan ke dalam limfatik hepar dan rongga peritoneum. Selain itu pembentukan ascites
tergantung pada keseimbangan antara peningkatan filtrasi transvaskular lokal dan
peningkatan drainase limfe. Dengan demikian jumlah cairan asites yang dihasilkan diatur
oleh peningkatan filtrasi trans-sinusoidal protein dan cairan serta oleh kecepatan dinamika
hidrostatik dan onkotik trans-peritoneal. Dikatakan bahwa penurunan tekanan onkotik plasma
kurang penting untuk terbentuknya asites dan konsentrasi albumin plasma yang rendah
memiliki pengaruh kecil pada kecepatan pembentukan ascites.
Konsentrasi protein pada asites sirosis lebih rendah dari plasma karena keseimbangan
hidrostatik atau onkotik pada area saluran gastrointestinal yang luas. Maka tekanan onkotik
ascites dekat dengan limfatik intestinal. Kapiler darah intestinal relatif impermeable terhadap
protein. Peningkatan tekanan kapiler gastrointestinal menyebabkan filtrasi dengan konsentrasi
protein rendah sehingga cairan asites merupakan campuran dari cairan kaya protein dari
trans-sinusoidal dan cairan rendah protein dari filtrasi transkapiler gastrointestinal, rasio
campuran diatur oleh kekuatan hidrostatik atau onkotik. Akibatnya, tekanan onkotik cairan
ascites akan turun, tetapi gradien tekanan onkoik efektif akan meningkat dan melawan
peningkatan kekuatan filtrasi dari tekanan kapiler portal intestinal. Karena itu gradien tekanan
onkotik efektif berperan pada dinamika cairan trans-peritoneal atau trans-intestinal tetapi
besarnya gradien tekanan onkotik diatur oleh tingginya tekanan hidrostatik transmural (yaitu
tekanan porta). Karena itu gradien tekanan onkotik efektif dapat dipandang sebagai cermin
dari tekanan vena porta.
Pada sirosis terdapat kandungan protein yang rendah sebagai akibat deposisi jaringan
fibrosa dalam sinusoid (kapilarisasi sinusoid) yang akan menyebabkan sinusoid sulit untuk
ditembus oleh makromolekul. Terdapat parameter SAAG (serum ascites albumin gradient)
yang merupakan pengurangan konsentrasi albumin serum dengan albumin asites yang
memperlihatkan korelasi dengan tekanan sinusoid hepar. SAAG yang lebih dari 1,1 gr/dl
20
keparahan dari sirosis, misalnya tercermin dengan skor Child dan derajat sirkulasi
hiperdinamik.
Pada sindrom hiperdinamik ditemukan, peningkatan denyut jantung, cardiac output,
volume plasma dan penurunan resistensi vaskular sistemik dengan tekanan darah arteri
rendah normal atau menurun.
Bukti eksperimental dan klinis menunjukkan bahwa terdapat disfungsi jantung pada
pasien sirosis dan tampaknya bahwa kardiomiopati sirosis yang laten kemungkinan
memainkan peran dalam gangguan sirkulasi pada sirosis.
Retensi cairan dan pembentukan asites terkait dengan kekacauan pada hemodinamik
sistemik dan tampak bahwa distribusi abnormal aliran darah dan volume adalah penting untuk
terjadinya disfungsi ginjal dan retensi natrium-air.
Gambaran Klinik Asites
a. Uncomplicated ascites
Dibagi menjadi
- grade I
- grade II
pemeriksaan fisik
- grade III : severe ascites, asites dengan volume besar, distensi abdomen tegang
b. Complicated ascites
1. Loculated ascites
2. Refractory ascites
Merupakan asites yang tidak bisa dihilangkan atau yang kembali dengan cepat setelah
parasentesis terapetika, walaupun sudah diterapi dengan terapi medik yang adekuat. Penyebab
asites refrakter yaitu adanya insufisiensi ginjal, vasokonstriksi ginjal yang berat, infeksi, dan
penggunaan NSAID. Asites refrakter dibedakan menjadi 2, yaitu :
-
Diuretic resistant ascites, merupakan asites yang tidak berespon terhadap terapi
maksimal diuretik (spironolakton 400 mg/hari dan furosemid 160 mg/hari) sekurangnya satu
minggu dan diit rendah garam <90 mmol/hari atau 5,2 gr/hari.
- Diuretic intractable ascites, merupakan keadaan terjadinya efek samping akibat terapi
diuretik yang menghalangi pemakaian diuretik.
3. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) / spontaneous infection of ascitic fluid
22
Diagnosis
Anamnesis
Gejala yang paling sering adalah peningkatan lingkar perut yang dirasakan semakin
membesar, baju menjadi tidak sesuai dengan biasanya, penambahan ukuran sabuk, dan
peningkatan berat badan. Apbila cairan menjadi lebih banyak dan menekan diafragma ke atas
maka akan menimbulkan gangguan dalam tarikan nafas, perasaan penuh, dan nyeri perut.
Onset dari gejala asites ini cepat berkembang dalam kurun waktu mingguan, sehingga dapat
dibedakan dengan gejala obesitas yang memerlukan waktu yang lebih lama.
Pemeriksaan Fisik
Adanya asites pada penderita sirosis menandakan dekompensata atau stadium lanjut
dari sirosis. Pada inspeksi pemeriksaan abdomen didapatkan gambaran perut yang cembung,
frog belly, adanya venektasi, gambaran umbilikus yang bergerak ke kaudal mendekati
simfisis pubis hingga dapat terjadi herniasi umbilikus. Pada palpasi didapatkan perut yang
tegang dan pada perkusi didapatkan pekak sisi yang meningkat dan adanya pekak alih atau
shifting dullness. Untuk dapat terdeteksi dalam pemeriksaan fisik minimal cairan asites yang
terkumpul sekitar > 1500 ml. oleh sebab itu terkadang pemeriksaan fisik kurang sensitif
terutama jika cairan yang terkumpul masih sedikit atau pada pasien dengan obesitas.
Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi awal pasien dengan asites harus mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang meliputi USG abdomen, penilaian laboratotrium fungsi hati,
fungsi ginjal, elektrolit serum dan urin, serta analisis dari cairan asites (parasintesis
diagnostik).
Parasintesis diagnostik direkomendasikan untuk harus dilakukan pada semua pasien
dengan asites onset baru grade 2 atau 3 dan pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit
pada asites yang memburuk atau komplikasi sirosis. Parasintesis diagnostik dengan analisis
cairan asites yang tepat merupakan pemeriksaan yang sangat penting pada semua pasien
asites sebelum terapi apapun untuk menyingkirkan penyebab lain asites selain sirosis maupun
adanya spontan bacterial peritonitis (SBP) pada sirosis. Parameter yang dinilai meliputi:
a. Gambaran makroskopis cairan asites
Gambaran makroskopis cairan asites meliputi hemoragik (akibat keganasan),
kemerahan (akibat ruptur kapiler peritoneum oleh karena sirosis), atau chillous (pada ruptur
pembuluh limfe).
b. Gradien nilai albumin serum dan asites (SAAG)
23
Pada penilaian gradien albumin serum asites (SAAG) apabila nilainya > 1,1 gr/dL
dianggap asites jenis transudasi yang berasal dari hipertensi portal dengan akurasi hingga
97%. Apabila nilainya < 1,1 gr/dL dianggap asites jenis eksudat.
c. Konsentrasi protein cairan asites
Konsentrasi protein cairan asites harus diukur pula untuk menilai resiko SBP karena
pasien dengan konsentrasi protein lebih rendah dari 1,5 gr/dL memiliki peningkatan resiko
SBP.
d. Hitung sel / hitung jumlah neutrofil
Pada hitung sel cairan asites apabila didapatkan peningkatan jumlah leukosit hal ini
menandakan adanya inflamasi. Secara spesifik bila jumlah sel PMN meningkat > 250/mmk
menandakan terjadinya SBP sedangkan bila jumlah sel MN yang dominan meningkat
menandakan adanya peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosus.
e. Kultur cairan asites
Pada hasil kultur cairan asites apabila pola kuman cenderung polimikroba menandakan
terjadinya perforasi usus, sedangkan bila pola kuman cenderung monomikroba menandakan
adanya SBP.
f. Sitologi
Tes lain seperti sitologi, amilase, PCR, dan kultur mikobakterium dilakukan hanya bila
diagnosis tidak jelas atau jika ada kecurigaan klinis penyakit pada pankreas, keganasan, atau
tuberculosis. Pada pemeriksaan sitologi diperlukan jumlah sampel minimal 200 ml untuk
meningkatkan sensitivitas pemeriksaan.
Penatalaksanaan
Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara komprehensif meliputi :
1. Tirah baring
Tirah baring dengan tidur telentang, kaki sedikit diangkat, selama beberapa jam setelah
minum obat diuretika dapat memperbaiki efektivitas diuretika pada pasien asites transudat
yang berhubungan dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika tersebut berhubungan
dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus akibat tirah baring serta
menurunkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun.
2. Diet
Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi garam
perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60 mEq/hari. Hiponatremi ringan sampai sedang bukan
merupakan kontraindikasi untuk memberikan diet rendah garam mengingat hiponatremia
24
sebagai
komplikasi
penyakit-penyakit
yang
dapat
diobati
dengan
25
4. Plan :
1. Sirosis Hepatis e.c Hepatitis B Kronik
Assessment : Komplikasi : -
Malnutrisi
Ascites
Ensefalopati hepatic
Hepatorenal sindrom
Malignancy
IP Dx
:-
IP Tx
: Infus D5 % 10 tpm
Propanolol 3x40 mg
Urdafalk 2 x 1 tab
IP Mx
IP Ex
2. Ascites
Assesment : Komplikasi : Hipertensi Portal
Peritonitis Bakterial spontan
Hepatorenal sindrom
Perdarahan saluran cerna
IpDx
: -
IpRx
: Spironolakton 1x300 mg po
Furosemide 1x40 mg po
Diet rendah garam (400-800mg/hari)
IpMx
IpEx
Perdarahan
IP Dx : Gambaran darah tepi
IP Tx : IP Mx: KU/TV/8 jam, tanda-tanda perdarahan
IP Ex: Melapor pada dokter jaga bangsal bila pasien muntah darah atau berak darah/warna
hitam.
4. Hipoalbuminemia
Assessment :
Sirosis Hepatis
Inflamasi Kronik
IPDx
IPRx
IPMx
IPEx
mengedukasikan cara ideal untuk menaikkan kadar albumin melalui jalur infus, namun
dengan biaya yang tidak murah.
Catatan Kemajuan
Tanggal
24/06/14
Monitoring
S: perut membesar, mbesesek
Keterangan
Medikamentosa:
HP 1
membesar
-P.o :
TD : 100/70 mmHg
Propanolol 3 x 40 mg
HR: 68x/menit
Spironolacton 1 x 300 mg
RR: 20x/menit
Furosemide 1 x 40 mg
T: 36,9C
Mata : sklera ikterik (+/+)
Hidung : nafas cuping (-)
Mulut : fetor hepatikum (-)
Dada : spider nevi (+), venektasi (+)
Abd : cembung, umbilikus menonjol,
venektasi (+), frog belly (+),
kulit mengkilat (+), undulasi
Urdafalk 2 x 1
Koreksi albumin 3 botol
albumin 20% 100 cc
Diet rendah garam (400-800
mg/hari)
Program :
Evaluasi KU, TV, tanda27
membesar, sesak
-P.o :
TD : 110/70 mmHg
Propanolol 3 x 40 mg
HR: 70x/menit
Spironolacton 1 x 300 mg
RR: 28x/menit
Furosemide 1 x 40 mg
T: 36,9C
SpO2 : 94-95 %
Mata : sklera ikterik (+/+)
Hidung : nafas cuping (-)
Mulut : fetor hepatikum (-)
Dada : spider nevi (+), venektasi (+),
retraksi (-)
Abd : cembung, umbilikus menonjol,
venektasi (+), frog belly (+),
kulit mengkilat (+), undulasi
(+), pekak alih (+), pekak sisi
(+), liver span 4 cm
Urdafalk 2 x 1
Koreksi albumin 3 botol
albumin 20% 100 cc (botol
kedua)
Diet rendah garam (400-800
mg/hari)
Extra inj. Omeprazole 1
amp
Program :
Evaluasi KU, TV, tandatanda muntah/berak darah.
membesar
-P.o :
TD : 110/70 mmHg
Propanolol 3 x 40 mg
HR: 70x/menit
Spironolacton 1 x 300 mg
RR: 24x/menit
Furosemide 1 x 40 mg
T: 36,7C
SpO2 : 98% dgn nasal canul
Mata : sklera ikterik (+/+)
Hidung : nafas cuping (-)
Mulut : fetor hepatikum (-)
Dada : spider nevi (+), venektasi (+)
Abd : cembung, umbilikus menonjol,
venektasi (+), frog belly (+),
kulit mengkilat (+), undulasi
(+), pekak alih (+), pekak sisi
(+), liver span 4 cm
Urdafalk 2 x 1
Koreksi albumin 3 botol
albumin 20% 100 cc (botol
ketiga)
Diet rendah garam (400-800
mg/hari)
Extra dulcolax supp
Program :
Evaluasi KU, TV, tandatanda muntah/berak darah.
HP 4
Pasien
dan
keluarga
pasien
TD : 100/70 mmHg
HR: 68x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,9C
Mata : sklera ikterik (+/+)
Hidung : nafas cuping (-)
Medikamentosa:
- aff infus
Spironolacton 1 x 300 mg
Furosemide 1 x 40 mg
LAMPIRAN
X-Foto Thorax
USG
30
31