Anda di halaman 1dari 31

Portofolio Kasus

Sirosis

Hepatis,

Ascites,

Hipoalbuminemia,

Anemia

Normositik

Normokromik
No. ID dan Nama Peserta : dr. Reska Ayu Puspita Dewi
No. ID dan Nama Wahana : RS Muhammadiyah Roemani, Kota Semarang
Topik : Sirosis Hepatis
Tanggal (kasus) : 24 Juni 2014
Nama pasien : Ny. P
No. RM : 36.75.56
Tanggal presentasi : 5 Agustus 2014
Nama pendamping : dr. Asdiyati
Tempat presentasi : RS Muhammadiyah Roemani, Kota Semarang
Objektif presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegara
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Neonatus
Deskripsi :

Manajemen
Bayi

Anak

Masalah
Remaja

Istimewa

Dewasa Lansia

Bumil

Seorang wanita 46 tahun datang ke IGD RS Muhammadiyah Roemani dengan keluhan


perut membesar dan mbesesek.

Sejak 3 bulan SMRS pasien mengeluh perut membesar,

semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke dukun dan
disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan pasien
kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan pasien
dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien tidak tahu
nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang paksa.
Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari RSUD, perut semakin
membesar dan terasa mbesesek, pasien kemudian berobat ke RS Swasta di Grobogan. Pasien
dirawat selama 3 hari dan dilakukan pengambilan cairan perut. Setelah itu perut mengecil,
pasien pulang dan diberi obat rawat jalan. Tiga hari setelah pulang, perut kembali membesar dan
pasien kembali berobat ke RSUD Grobogan. Pasien lalu di rujuk ke RS Muhammadyah
Roemani.
Kualitas: Perut yang membesar menyebabkan pasien sulit beraktivitas karena lemas sehingga
pasien hanya dapat tidur-tiduran dan beristirahat.
Kuantitas: Perut bertambah makin membesar secara cepat dalam waktu 3 bulan
Faktor yang memperingan: Istirahat dengan berbaring
Gejala penyerta: Mata kuning (+),sebah (+), mual (+), muntah (-), muntah darah

(-), nafsu

makan menurun (+), penurunan berat badan (+), badan terasa lemas (+), demam (-), BAB hitam
seperti petis (-), BAK seperti air teh (+), kaki membesar (+/+) bengkak, payudara membesar (-).
Tujuan:

Menganalisis etiologi timbulnya manifestasi keluhan penderita.

Menentukan diagnosis yang tepat sehingga mendapatkan penanganan yang tepat pula.
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus Audit
Cara membahas Diskusi
Presentasi dan diskusi
Email
Pos

Data pasien:
Nama: Ny. P
Nama klinik:
Telp: Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :

Nomor Registrasi: 36.75.56


Terdaftar sejak: 24 Juni 2014

Seorang wanita 46 tahun datang ke IGD RS Muhammadiyah Roemani dengan keluhan


perut membesar dan mbesesek.

Sejak 3 bulan SMRS pasien mengeluh perut membesar,

semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke dukun dan
disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan pasien
kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan pasien
dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien tidak tahu
nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang paksa.
Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari RSUD, perut semakin
membesar dan terasa mbesesek, pasien kemudian berobat ke RS Swasta di Grobogan. Pasien
dirawat selama 3 hari dan dilakukan pengambilan cairan perut. Setelah itu perut mengecil,
pasien pulang dan diberi obat rawat jalan. Tiga hari setelah pulang, perut kembali membesar
dan pasien kembali berobat ke RSUD Grobogan. Pasien lalu di rujuk ke RS Muhammadyah
Roemani.
Kualitas: Perut yang membesar menyebabkan pasien sulit beraktivitas karena lemas sehingga
pasien hanya dapat tidur-tiduran dan beristirahat.
Kuantitas: Perut bertambah makin membesar secara cepat dalam waktu 3 bulan
Faktor yang memperingan: Istirahat dengan berbaring
Gejala penyerta: Mata kuning (+),sebah (+), mual (+), muntah (-), muntah darah

(-), nafsu

makan menurun (+), penurunan berat badan (+), badan terasa lemas (+), demam (-), BAB hitam
seperti petis (-), BAK seperti air teh (+), kaki membesar (+/+) bengkak, payudara membesar (-).
2. Riwayat pengobatan :
Pasien sudah pernah memeriksakan keluhannya dan di rawat di RS Grobogan sebelumnya.
3. Riwayat penyakit dahulu :
-

Lebih kurang 1 tahun yang lalu pasien pernah mengeluh perut membesar dan BAK
berwarna seperti teh pekat, membaik dengan minum jamu kunir dan temulawak

Riwayat sakit kuning (-)

Riwayat minum minuman beralkohol (-)

Riwayat tranfusi darah (-)

- Riwayat DM dan hipertensi disangkal


4. Riwayat Keluarga :
3

Riwayat sakit kuning (-)

Riwayat kanker hati (-)

- Riwayat kencing manis (-)


5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Penderita bekerja sebagai buruh tani, suami bekerja sebagai buruh tani, memiliki tanggungan 4
orang anak dengan 2 orang diantaranya yang belum mandiri. Biaya pengobatan
menggunakan Jamkesmaskot.
Kesan sosial ekonomi kurang.
6.

Pemeriksaan Fisik
Status present
a) Keadaan umum

: tampak sakit dan lemas, dyspneu (-), perut membesar seperti

hamil 9 bulan
b) Kesadaran

: compos mentis, GCS E4M6V5 = 15

Tanda Vital:
-

Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Laju nafas

: 20 kali/menit

Nadi

: 68 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup

Suhu tubuh

: 36.9 oC (axiler)

Status Internus
-

Kepala

: mesosefal

Kulit

: turgor kulit cukup

Mata

: konjunctiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik +/+

Telinga

: tidak ada discharge

Hidung

: tidak ada discharge, tidak ada nafas cuping

Mulut

: tidak sianosis, atrofi papil (-), fetor hepatikum (-)

Tenggorok

: T1-1, faring hiperemis (-)

Leher

: simetris, tidak ada pembesaran nnll , JVP R+3

Dada

: bentuk normal, spider nevi (+), venektasi (+), atrofi m.pectoralis

(-)
-

Pulmo
Inspeksi

: simetris statis dinamis, tidak ada retraksi

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri


4

Perkusi

: sonor seluruh lapangan paru.

Auskultasi

: suara dasar vesikuler


suara tambahan: hantaran

+/+

ronkhi basah halus -/wheezing


-

Jantung

-/-

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di sela iga V, 2 cm medial linea

medioclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.

Perkusi

Batas kiri

: SIC IV 2 cm linea midclavicularis sinistra.

Batas atas

: SIC II linea parasternalis dextra.

Batas kanan

: SIC IV linea parasternalis dextra.

Auskultasi

: Bunyi Jantung I - II normal, tidak ada bising, tidak ada gallop.

Abdomen

Inspeksi

: cembung, umbilikus menonjol, venektasi (+), frog belly (+),


kulit mengkilat (+)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: pada bawah arcus costa kanan timpani, area traube timpani, pekak
sisi (+) meningkat, pekak alih (+), liver span 4 cm

Palpasi

: tegang, undulasi (+), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-)

Ekstremitas

superior

inferior

Sianosis

-/-

-/-

Udem

-/-

+ / + pitting

Akral dingin

-/-

-/-

Eritema palmaris
White nail

+/+
-/-

-/-/-

7. Pemeriksaan Laboratorium darah:


HASIL

SATUAN

NILAI

NORMAL
1. HEMATOLOGI 24 Juni 2014

Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
RDW
MPV
PPT

10.67
31,7
3,21
33,20
98,55
33,71
7,80
93,5
20,17
7,80

gr%
%
jt/mmk
Pg
Fl
g/dL
ribu / mmk
ribu / mmk
%
fL

12-15
35-47
3,9-5,6
27-32
76-96
29-36
4-11
150-400
11,60-14,80
4,00-11,00

Waktu Prothrombin

16,0

detik

10,0-15,0

PPT Kontrol
PTT

13,8

detik

Waktu Thromboplastin

45,8

detik

APTT Kontrol

31,3

detik

HASIL
2. KIMIA KLINIK
GDS
Bilirubin total
Bilirubin direk
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Alkali fosfatase
Gamma GT
Ureum
Creatinin
Natrium
Kalium
Chlorida
Calcium
Magnesium
HBsAg

140
3,11
1,17
6,1
1,6
4,50
83
55
979
30
23
1,17
137
4,3
104
1,93
0,86
+

SATUAN
mg/dL
mg/Dl
mg/dL
gr/dL
gr/dL
gr/dL
U/l
U/l
U/l
U/l
mg/dl
mg/dl
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L

23,4-36,8

NILAI NORMAL
74-106
0,00 1,00
0.00 0,30
6,4 8,2
3,4 -5,0
2,3 3,5
15 37
30 65
50,0 136
5 85
15 39
0,6 1,30
136 145
3,5 5,1
98 107
2,12 2,52
0,74 0,99

Child-Pugh Score
Derajat

Kerusakan
Bilirubin Serum
Albumin Serum

Minimal
< 2,0
> 3,5

Sedang
2,0-3,0
3,0-3,5

Berat
> 3,0
< 3,0
6

Ascites
Ensefalopati
Protrombin

Absent
None
< 4 atau < 1,7

Mild
1 dan 2
4-6 atau 1,7-2,3

5-6

100%

7-9

80%

10-15

45%

Derajat Kerusakan
Bilirubin Serum
Albumin Serum
Ascites
Ensefalopati
Protrombin
Jumlah score child plug score = 9 (B)

Moderat
3 dan 4
> 6 atau > 2,3

Score
1
3
3
1
1

X FOTO THORAX (29 Maret 2013)


Kesan:
-

Cor bentuk dan ukuran normal


Infiltrat pada perihiler kiri

EKG (24 Juni 2014)


Kesan : normo sinus ritme
USG ABDOMEN (25 Juni 2014)
Kesan:
-

Ukuran hepar kecil, struktur parenkim kasar, ekogenesitas parenkim meningkat, tepi

ireguler, liver tip tumpul sesuai gambaran proses kronik hepar


Splenomegali
Sludge pada vesica felea
Asites

25 juni 2014

HASIL

SATUAN

NILAI
NORMAL
7

KIMIA KLINIK
GDS
Protein total
Albumin
Globulin
LDH

79
5,7
1,6
4,10
474

mg/dL
gr/dL
gr/dL
gr/dL
U/l

74-106
6,4 8,2
3,4 -5,0
2,3 3,5
120 - 246

26 juni 2014
HASIL

SATUAN

NILAI
NORMAL

KIMIA KLINIK
Ureum
Creatinin
Albumin
Natrium
Kalium
Chlorida

18
0,9
2
143
4,8
105

mg/dL
mg/dL
gr/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L

15 39
0,6 1,3
3,4 5,0
136 145
3,5 5,1
98 - 107

Daftar Pustaka :
1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed. 6. Jakarta : EGC. 2006
2. Fiore Mariano, (ed:Anugrah Peter).Atlas Histologi Manusia. Ed. 6. Jakarta EGC.1996
3. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sundoyo AW, Setyohadi B, Alwi J,
Simadibrata M, Setiati S, editors : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi
V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009
4. Adi P. Buku ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid I.Balai penerbit FK UI 2006:291-294
5. Bakta IM. Buku ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid II.Balai penerbit FK UI 2006:632-635
6. Hirlan. Ascites. Dalam: Sundoyo AW, Setyohadi B, Alwi J, Simadibrata M, Setiati S,
editors : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2009
7. Rani AA, Soegondo S, Nasir AU, dkk. Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Edisi Khusus 2005. PB PAPDI 2005.
8. Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, dkk. Pedoman Diagnosis Dan Terapi DI Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta 1999.
8

9. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology: The Liver, Gallblader and
Billiary Tract.8th ed. China: Saunders Elsevier, 2007. P.635-6
10. Gani Rino. Konsensus Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia 2012. Tim Penyusun
PPHI, Jakarta 2012.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi Sirosis hepatis
2. Etiologi Sirosis Hepatis
3. Patofisiologi sirosis hepatis
4. Penatalaksanaan sirosis hepatis
6. Prognosis sirosis hepatis
SOAP
1. SUBJEKTIF.
Seorang wanita 46 tahun, datang ke UGD RS Roemani dengan keluhan perut yang membesar
dan terasa mbesesek. Dari anamnesis didapatkan sejak 3 bulan SMRS pasien merasa perut
membesar, semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke
dukun dan disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan
pasien kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan
pasien dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien
tidak tahu nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang
paksa.
Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari RSUD, perut semakin
membesar dan terasa mbesesek, pasien kemudian berobat ke RS Swasta di Grobogan. Pasien
dirawat selama 3 hari dan dilakukan pengambilan cairan perut. Setelah itu perut mengecil,
pasien pulang dan diberi obat rawat jalan. Tiga hari setelah pulang, perut kembali membesar
dan pasien kembali berobat ke RSUD Grobogan.
Kualitas: Perut yang membesar menyebabkan pasien sulit beraktivitas karena lemas sehingga
pasien hanya dapat tidur-tiduran dan beristirahat.
Kuantitas: Perut bertambah makin membesar secara cepat dalam waktu 3 bulan
Faktor yang memperingan: Istirahat dengan berbaring
Gejala penyerta: Mata kuning (+),sebah (+), mual (-), muntah (-), muntah darah (-), nafsu
makan menurun (+), penurunan berat badan (+), badan terasa lemas (+), demam (-), BAB
hitam seperti petis (-), BAK seperti air teh (+), kaki membesar (+/+) bengkak, payudara
membesar (-).
Pasien pernah mengeluh perut membesar seperti ini 1 tahun yang lalu disertai dengan
BAK berwarna seperti teh dan pekat. Keluhan membaik setelah minum jamu kunir dan
9

temulawak. Riwayat penyakit keluarga tidak ada yang sakit kuning.

2. OBJEKTIF : hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan :


Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak lemas, perut membesar
seperti hamil 9 bulan, sklera ikterik (+), spider nevi (+), perut tampak cembung dan kulit
mengkilat (+), frog belly (+), venektasi (+), pekak sisi (+) meningkat, pekak alih (+),
liverspan 4 cm, eritema palmaris (+/+), edema tungkai (+/+,pitting)
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan hemoglobin (10,67%), penurunan
hematokrit (31,7 %), penurunan eritrosit (3,21 jt/mmk), peningkatan MCH (33,2),
peningkatan MCV (98,55), penurunan trombosit (93,5 ribu/mmk), peningkatan PPT (16
detik), peningkatan APTT (45,8 detik), peningkatan GDS (140 mg/dl), peningkatan bilirubin
total (3,11 mg/dl), peningkatan bilirubin direk (1,17 mg/dL), penurunan kadar protein total
(6,1 gr/dl), penurunan kadar albumin (1.6 gr/dl), peningkatan kadar globulin (4.5),
peningkatan SGOT (83 U/l), peningkatan alkali fosfatase (979.0 U/l), HbsAg (+)
3. Assesment :
I. SIROSIS HEPATIS
A. Definisi
Sirosis hepatis merupakan entitas patologik yang ditandai dengan (1) nekrosis sel hati,
progresif lambat dalam waktu lama yang akhirnya menyebabkan gagal hati kronis dan
kematian; (2) fibrosis, yang mengenai vena sentralis dan daerah porta; (3) nodul regeneratif,
akibat hiperplasia sel hati yang bertahan hidup; (4) distorsi pada arsitektur lobular hati
normal; dan (5) mengenai seluruh hati secara difus. Sehingga dapat didefinisikan sirosis
adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang
berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan
nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang
retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi
nodularis parenkim hati 3,4
Menurut Lindseth; sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan
distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati. Sirosis hepatis dapat mengganggu sirkulasi sel darah intra hepatik, dan
pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati 3 Terlepas dari penyebab
sirosis, bentuk patologisnya terdiri dari perkembangan fibrosis yang menjadi suatu keadaan
adanya distorsi bentuk hati yang akan membentuk nodul regeneratif. Hal ini menyebabkan
10

penurunan massa hepatoseluler, penurunan fungsi, dan perubahan aliran darah. Induksi
fibrosis terjadi dengan aktivasi sel stellate hati, sehingga terjadi peningkatan pembentukan
jumlah kolagen dan komponen lain dari matriks ekstraseluler.4
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat serta nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada payah
jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukan nodul saja seperti pada sindroma Felty
dan transformasi nodular parsial bukanlah suati sirosis hati. 1 Sirosis Hepatis adalah penyakit
hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar
jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur
normal.4
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinik yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan
melalui biopsy hati.3,4
B. Etiologi
Penyebab pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan
antara lain :4,5
Hepatitis Virus
Infeksi virus merupakan penyebab paling sering dari sirosis hepatis. Hanya HBV atau
HCV mengakibatkan penyakit hati kronis. Virus Hepatitis D adalah virus yang tidak lengkap
yang hanya patogen bila bersama-sama dengan HBV. Virus A dan E penyebab hepatitis, tetapi
tidak berkembang menjadi sirosis hepatis. Virus hepatitis G telah diidentifikasi tidak
menghasilkan penyakit hati. Infeksi HBV didiagnosis oleh adanya antigen permukaan
hepatitis B (HBsAg); HCV, oleh anti-HCV dan HCV RNA 5
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis
hepatis, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam
darah penderita dengan penyakit hati kronis ,maka diduga mempunyai peranan yang besar
untuk terjadinya nekrosis sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A (Hadi,2002).5
Hepatitis B kronik
Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B
11

(VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami
penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya,
sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel
hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel
pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB
memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi
pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya
kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi.
Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadikeadaan karier sehat.
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran darah
partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati
akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan
tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. Virus hepatitis B smerangsang
respon imun tubuh, yang pertama kali adalah respon imun non spesifik karena dapat
terangsang dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan memanfaatkan sel-sel
NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel
limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T, CD8 + terjadi setelah kontak reseptor sel T
dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T
CD8 + akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa
terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT.5
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi
antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi
partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, dengan demikian
anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.5
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B dalam
persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus hepatitis B pada
neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg posistif, diduga persistensi infeksi
virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam tubuh
janin mendahului invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga
disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.5
C. Klarifikasi Sirosis Hepatis
Secara klinis sirosis hepatis dibagi menjadi:
1.

Sirosis hepatis kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.
12

2.

Sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas.Sirosis hepatis kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan
pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan
melalui biopsi hati
Secara morfologi Sherlock membagi sirosis hepatis bedasarkan besar kecilnya nodul,

yaitu:
1.

Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

2.

Mikronoduler (reguler, monolobuler)

3.

Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler

D. Gejala dan Temuan Klinis


Gejala
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain. Gejala awal sirosis
(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan
perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis
dekompensata), gejala-gejala lebih
menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma (Nurdjanah, 2009).3
Temuan Klinis
Temuan klinis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada
anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat,
walaupun ukuran lesi kecil (Nurdjanah, 2009).3
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini
juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Tanda ini juga tidak
spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme dan
keganasan hematologi.Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal
13

dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan
akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang
lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier.
Osteoartropati gipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.3,4
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jarijari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda
ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok
yang juga mengkonsumsi alkohol (Nurdjanah, 2009).3
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae
laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke
arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira
fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik
bisa
membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta (Nurdjanah, 2009)3
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau
napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat
pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat
bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin
terlihat gelap seperti air teh (Nurdjanah, 2009)3
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan,
dorsofleksi tangan4.
Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:
1.

Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar

2.

Batu pada vesika felea akibat hemolisis

3.

Pembesaran kelenjar parotis terutama sirosis alkohlik, hal ini akibat sekunder infiltrasi
lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin

dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh beta pankreas (Nurdjanah,2009).4


Menurut Price (2006), tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
14

1.

Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.


Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang
menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan
tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel
hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit (Price,
2006).4

2.

Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis. Ketika liver kehilangan
kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan
abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air (Price, 2006).4

3.

Hati yang membesar.


Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan
(Price, 2006).4

4.

Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di atas
nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati (Price, 2006)

E. Diagnosa
1. Pemeriksaan urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.
Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang (urine kurang dari 4
meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal (Hadi, 2002).4
2. Pemeriksaan feses
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan
diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman (Hadi, 2002).4
3. Pemeriksaan darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang-kadang dalam
bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru
akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai leukopeni bersamaan dengan adanya
15

trombositopeni (Hadi, 2002).4


4. Tes faal hepar
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hepar, lebih lagi penderita yang
sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin
menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan
sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah
3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang
disebut elektroforesis protein serum.4,5
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam
empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati
secara dini (Hadi, 2002).4
Untuk pengelolaan lebih lanjut , maka penderita sirosis hepatis dengan tanda-tanda
hipertensi portal dapat dibagi atas tiga kelompok berdasarkan kriteria/klasifikasi dari Child,
yaitu Child A yang mempunyai prognosis baik, Child B mempunyai prognosis sedang, dan
Child C yang mempunyai prognosis buruk (Hadi, 2002).4

Tabel 2.1. Skor Child-Pugh


Pemeriksaan Penunjang Lainnya
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan foto toraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP) (Hadi, 2002).4
2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada
16

tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul.
Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati
yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal (Hadi,
2002).4
3. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan
terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran
limpa (Hadi,2002).4
Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain: asites, edema, spontaneous
bacterial peritonitis (SBP), perdarahan saluran cerna, sindroma hepato-renal, sindroma
hepato-pulmoner, hipersplenisme, dan kanker hati.4
Penatalaksanaan
Terdapat 2 jenis strategi pengobatan hepatitis B, yaitu terapi dengan durasi terbatas atau
terapi jangka panjang. Terapi dengan analog nukleosida dapat diberikan seunur hidup atau
hanya dalam waktu terbatas, sementara interferon hanya diberikan dalam waktu terbatas
mengingat beratnya efek samping pengobatan. Sampai saat ini belum bisa diputuskan pilihan
terapi mana yang paling unggul untuk semua pasien. Pemilihan strategi terapi yang
digunakan harus disesuaikan dengan kondisi individu tiap pasien. Tenofovir atau entecavir
adalah obat yang dinilai paling efektif untuk digunakan namun mengingat tingginya biaya
dan ketersediaan obat, lamivudin telbivudin dan adefovir juga tetap dapat digunakan di
Indonesia.13
Prognosis
Prognosis untuk pasien sirosis tergantung pada komplikasi masing-masing. Yang
mendasari proses morfologi, seperti nekrosis, fibrosis dan regenerasi, gabungan untuk derajat
yang sangat berbeda dalam pasien sirosis tunggal. Ada juga perbedaan-perbedaan individu
dalam tanggapan hemodinamik dan efek yang sesuai pada ginjal, paru-paru dan hati, dll. Oleh
karena itu sangat sulit memberikan prognosis yang akurat dalam setiap kasus. Selain itu,
seperti prognosis hanya mencakup jangka waktu tertentu yang relatif singkat (beberapa bulan
17

sampai satu tahun) (Kuntz, 2008).11

II. Ascites pada Sirosis Hepatis


Definisi
Asites adalah adanya pengumpulan cairan secara patologik dalam rongga abdomen
yang lebih dari 25 ml. Asites ini dapat terjadi karena kondisi yang secara langsung melibatkan
peritoneum (infeksi, keganasan) atau penyakit yang sedikit atau secara tidak langsung dengan
peritoneum (penyakit hati, gagal jantung, hipoproteinemia). Sirosis merupakan penyebab
terbanyak (75%) yang diikuti keganasan peritoneum (12%), gagal jantung (5%), dan
tuberkulosis peritoneal (2%).
Pada pasien dengan sirosis adanya asites menandai perubahan dari sirosis kompensata
ke sirosis dekompensata, dan merupakan kejadian yang sering muncul pertama kali pada
sirosis dekompensata (48%).
Mekanisme pembentukan asites pada sirosis sangat komplek, tetapi secara umum
dijumpai hipertensi portal sinusoidal dan retensi natrium oleh ginjal. Perjalanan alamiah
asites pada sirosis mulai dari asites yang responsif terhadap diuretik (uncomplicated),
hiponatremia dilusional, asites refrakter, dan akhirnya sindroma hepatorenal. Perkembangan
asites berhubungan dengan kualitas hidup yang menurun, meningkatnya resiko infeksi dan
gagal ginjal, serta outcome jangka panjang yang kurang baik.
Teori Pembentukan Asites
Pada sirosis, sumber pembentukan asites terutama pada sinusoid hepar. Hipertensi
sinusoid merupakan mekanisme awal yang menentukan pembentukan asites ke rongga
peritoneum yang terjadi oleh karena faktor struktural dan atau faktor dinamik. Faktor
struktural yaitu adanya gangguan aliran vena di dalam hepar akibat pembentukan nodul dan
fibrosis, deposisi kolagen pada ruang Disse (hilangnya fenestra atau kapilarisasi sinusoid dan
penyempitan sinusoid). Faktor dinamik yaitu akibat perubahan dinamik yang berhubungan
dengan disfungsi endotelium dan penurunan bioavailabilitas nitrit oksida (NO).
Faktor lain yang menentukan adalah retensi air dan natrium yang menyebabkan
penambahan volume intravaskular sehingga tercipta kondisi yang sesuai untuk terbentuknya
asites. Ketidaksesuaian retensi natrium ini dapat terjadi sekunder terhadap perubahan
vaskuler pada teori underfill dan vasodilatasi arterial perifer atau sebagai pencetus pada teori
overfill. Hal ini karena pada sirosis dan asites terjadi hilangnya pengaturan keseimbangan
18

natrium sehingga terjadi retensi natrium dan menurunnya ekskresi natrium urin (<5
mmol/hari). Ketidakseimbangan ini dapat terjadi pada sirosis yang belum disertai asites.
a. Teori vasodilatasi arterial dan aktivasi neurohormonal
Vasodilatasi perifer dapat terjadi karena overproduksi vasodilator yang beredar atau
oleh vasodilator dari usus atau sistemik yang tidak terdegradasi dalam hepar yang sakit atau
terjadi bypass hepar.
Schrier et al (1988) mengusulkan hipotesis vasodilatasi arteri perifer yaitu adanya
vasodilatasi arteriol splanknikus menyebabkan underfilling arteri dengan pengurangan
resistensi vaskular sistemik secara keseluruhan dan tekanan darah arteri. Penurunan volume
darah yang efektif yang merupakan bagian dari volume darah di mana baroreseptor berada
menyebabkan aktivasi sistem vasokonstriktor dan retensi sekunder natrium-air.
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian difokuskan terutama pada NO, calcitonin
gen-related peptide (CGRP) dan adrenomedulin. Substansi lain dengan sifat vasodilatasi yang
terlibat adalah peptida natriuretik, tumor necrosis factor (TNF-), interleukin, substansi P, dan
endocannabinoids.
Pada eksperimen maupun pada kasus hipertensi portal nyata pada manusia, vasodilatasi
splanknikus seperti yang telah disebutkan dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular
sistemik, penurunan volume darah efektf, dan penurunan tekanan darah aretri dengan aktivasi
sistem vasokonstriksi seperti saraf sistemik (SNS), sistem renin-angiotensin-aldosteron
(RAAS), dan pelepasan vasopresin. Beberapa temuan menunjukkan bahwa vasodilatasi
splanknikus mendahului retensi natrium ginjal dan air.
Konsekuensi hemodinamik yaitu berkembangnya sirkulasi hiperdinamik, peningkatan
denyut jantung, dan cardiac output (sebagai mediator volume darah efektif), dan terjadi
underfilling sirkulasi arteri pada pasien akibat penurunan resistensi vaskular sistemik. Namun
kebanyakan pada penyakit tahap lanjut, underfilling dari sirkulasi arteri juga dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan cuah jantung seperti yang dijelaskan pada pasien dengan gagal
ginjal dan SBP.
b. Teori Overfill
Adanya kadar aktivitas plasma renin normal atau rendah pada sepertiga pasien sirosis
dan asites mendukung bahwa pada beberapa kasus retensi natrium tidak berhubungan
terhadap vasodilatasi. Diusulkan bahwa pada proses awal terjadi perubahan respon ginjal
terhadap insufisiensi hepatik atau hipertensi sinusoidal menyebabkan retensi natrium (teori
overfill). Teori ini didasarkan pada penemuan dari abnormalitas penanganan natrium, pada
19

tanpa vasodilatasi sistemik atau underfilling arterial, ketika pasien preasites sirosis dibebani
dengan natrium. Berdasarkan hipotesis ini diusulkan bahwa didahului retensi natrium dan air
menyebabkan penambahan volume plasma, peningkatan curah jantung, dan penurunan
resistensi vaskuler sistemik (vasodilatasi). Tetapi teori ini disanggah dengan adanya obat yang
dapat menghilangkan vasodilatasi yang akan memperbaiki hemodinamik dan meningkatkan
ekskresi natrium.
Dinamika Cairan Ascites
Tekanan hidrostatik yang meningkat dalam sinusoid hepar memudahkan transudasi
cairan ke dalam limfatik hepar dan rongga peritoneum. Selain itu pembentukan ascites
tergantung pada keseimbangan antara peningkatan filtrasi transvaskular lokal dan
peningkatan drainase limfe. Dengan demikian jumlah cairan asites yang dihasilkan diatur
oleh peningkatan filtrasi trans-sinusoidal protein dan cairan serta oleh kecepatan dinamika
hidrostatik dan onkotik trans-peritoneal. Dikatakan bahwa penurunan tekanan onkotik plasma
kurang penting untuk terbentuknya asites dan konsentrasi albumin plasma yang rendah
memiliki pengaruh kecil pada kecepatan pembentukan ascites.
Konsentrasi protein pada asites sirosis lebih rendah dari plasma karena keseimbangan
hidrostatik atau onkotik pada area saluran gastrointestinal yang luas. Maka tekanan onkotik
ascites dekat dengan limfatik intestinal. Kapiler darah intestinal relatif impermeable terhadap
protein. Peningkatan tekanan kapiler gastrointestinal menyebabkan filtrasi dengan konsentrasi
protein rendah sehingga cairan asites merupakan campuran dari cairan kaya protein dari
trans-sinusoidal dan cairan rendah protein dari filtrasi transkapiler gastrointestinal, rasio
campuran diatur oleh kekuatan hidrostatik atau onkotik. Akibatnya, tekanan onkotik cairan
ascites akan turun, tetapi gradien tekanan onkoik efektif akan meningkat dan melawan
peningkatan kekuatan filtrasi dari tekanan kapiler portal intestinal. Karena itu gradien tekanan
onkotik efektif berperan pada dinamika cairan trans-peritoneal atau trans-intestinal tetapi
besarnya gradien tekanan onkotik diatur oleh tingginya tekanan hidrostatik transmural (yaitu
tekanan porta). Karena itu gradien tekanan onkotik efektif dapat dipandang sebagai cermin
dari tekanan vena porta.
Pada sirosis terdapat kandungan protein yang rendah sebagai akibat deposisi jaringan
fibrosa dalam sinusoid (kapilarisasi sinusoid) yang akan menyebabkan sinusoid sulit untuk
ditembus oleh makromolekul. Terdapat parameter SAAG (serum ascites albumin gradient)
yang merupakan pengurangan konsentrasi albumin serum dengan albumin asites yang
memperlihatkan korelasi dengan tekanan sinusoid hepar. SAAG yang lebih dari 1,1 gr/dl
20

menunjukkan adanya hipertensi sinusoid.


Sekali terbentuk asites, cairan asites akan bertukar melalui capillary bed di bawah
peritoneum viseral. Hal ini penting karena secara aktif akan mentransfer cairan ke dalam
asites ataupun menahannya. Cairan asites secara terus menerus bersirkulasi dengan sebagian
masuk dan sebagian meninggalkan rongga peritoneum. Dengan demikian kandungan cairan
asites terdapat keseimbangan dengan plasma.
a. Disfungsi Renal pada Asites
Pada fase awal hipertensi portal sirosis, kapasitas ekskresi natrium ginjal terganggu
dengan penurunan respon natriuretik terhadap pemberian akut natrium klorida maupun
perubahan postur tubuh. Kejadian ini terlihat sebelum perkembangan asites tetapi pada
sebagian besar pasien hal ini menandakan disfungsi ginjal awal. Dalam hal ini termasuk
reabsorpsi natrium dan air yang meningkat progresif dan penurunan perfusi ginjal dan filtrasi
glomerular (GFR) seing paralel dengan berkurangnya fungsi hati. Pada tahap selanjutnya
terjadi penurunan progresif pada GFR dan aliran darah ginjal (RBF).
Menurut urutan perkembangan kelainan fungsional ginjal, pembentukan asites telah
dibagi menjadi beberapa fase patofisiologi yang berurutan.
Fase awal 1, juga disebut tahap pra-asites karena asites belum ada tetapi metabolisme
ginjal natrium terganggu, meskipun RBF, GFR, dan free water clearance normal. Dari
sudut pandang hemodinamik pasien sering menunjukkan peningkatan volume plasma,
sehingga mendukung adanya periode peningkatan natrium dan retensi air serta
adaptasi antara kapasitansi pembuluh darah dan medium yang beredar.
Fase 2, menunjukkan keseimbangan natrium negatif meskipun ekskresi natrium urin
menurun dan tidak adanya dari asites dalam fase ini dapat dicapai dengan mengurangi
asupan natrium
Fase 3, ekskresi natrium sering dibawah 10 mmol/hari dan terdapat aktivasi besar dari
RAAS dan SNS, tetapi RBF dan GFR masih normal atau normal rendah.
Fase 4 dan 5, asites menunjukkan perkembangan HRS tipe 1 dan 2. HRS tipe 1 ditandai
oleh penurunan fungsi ginjal cepat yang sering dipicu oleh SBP. HRS tipe 2 ditandai
dengan gagal ginjal moderat dengan perjalanan progresif lambat dan biasanya
berhubungan dengan asites refrakter.
b. Sirkulasi Hiperdinamik pada Sirosis
Sirkulasi hiperdinamik sering tidak terjadi dalam tahap awal sirosis terkompensasi dan
hipertensi portal ringan tetapi ketika penyakit berkembang dari tahap pra-asites hipertensi
portal ke dekompensasi tahap asites hiperensi portal, terdapat hubungna langsung antara
21

keparahan dari sirosis, misalnya tercermin dengan skor Child dan derajat sirkulasi
hiperdinamik.
Pada sindrom hiperdinamik ditemukan, peningkatan denyut jantung, cardiac output,
volume plasma dan penurunan resistensi vaskular sistemik dengan tekanan darah arteri
rendah normal atau menurun.
Bukti eksperimental dan klinis menunjukkan bahwa terdapat disfungsi jantung pada
pasien sirosis dan tampaknya bahwa kardiomiopati sirosis yang laten kemungkinan
memainkan peran dalam gangguan sirkulasi pada sirosis.
Retensi cairan dan pembentukan asites terkait dengan kekacauan pada hemodinamik
sistemik dan tampak bahwa distribusi abnormal aliran darah dan volume adalah penting untuk
terjadinya disfungsi ginjal dan retensi natrium-air.
Gambaran Klinik Asites
a. Uncomplicated ascites
Dibagi menjadi
- grade I
- grade II

: mild ascites, hanya terdeteksi dengan pemeriksaan USG


: moderate ascites, tampak abdomen distensi sedang, terdeteksi dengan

pemeriksaan fisik
- grade III : severe ascites, asites dengan volume besar, distensi abdomen tegang
b. Complicated ascites
1. Loculated ascites
2. Refractory ascites
Merupakan asites yang tidak bisa dihilangkan atau yang kembali dengan cepat setelah
parasentesis terapetika, walaupun sudah diterapi dengan terapi medik yang adekuat. Penyebab
asites refrakter yaitu adanya insufisiensi ginjal, vasokonstriksi ginjal yang berat, infeksi, dan
penggunaan NSAID. Asites refrakter dibedakan menjadi 2, yaitu :
-

Diuretic resistant ascites, merupakan asites yang tidak berespon terhadap terapi

maksimal diuretik (spironolakton 400 mg/hari dan furosemid 160 mg/hari) sekurangnya satu
minggu dan diit rendah garam <90 mmol/hari atau 5,2 gr/hari.
- Diuretic intractable ascites, merupakan keadaan terjadinya efek samping akibat terapi
diuretik yang menghalangi pemakaian diuretik.
3. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) / spontaneous infection of ascitic fluid

22

Diagnosis
Anamnesis
Gejala yang paling sering adalah peningkatan lingkar perut yang dirasakan semakin
membesar, baju menjadi tidak sesuai dengan biasanya, penambahan ukuran sabuk, dan
peningkatan berat badan. Apbila cairan menjadi lebih banyak dan menekan diafragma ke atas
maka akan menimbulkan gangguan dalam tarikan nafas, perasaan penuh, dan nyeri perut.
Onset dari gejala asites ini cepat berkembang dalam kurun waktu mingguan, sehingga dapat
dibedakan dengan gejala obesitas yang memerlukan waktu yang lebih lama.
Pemeriksaan Fisik
Adanya asites pada penderita sirosis menandakan dekompensata atau stadium lanjut
dari sirosis. Pada inspeksi pemeriksaan abdomen didapatkan gambaran perut yang cembung,
frog belly, adanya venektasi, gambaran umbilikus yang bergerak ke kaudal mendekati
simfisis pubis hingga dapat terjadi herniasi umbilikus. Pada palpasi didapatkan perut yang
tegang dan pada perkusi didapatkan pekak sisi yang meningkat dan adanya pekak alih atau
shifting dullness. Untuk dapat terdeteksi dalam pemeriksaan fisik minimal cairan asites yang
terkumpul sekitar > 1500 ml. oleh sebab itu terkadang pemeriksaan fisik kurang sensitif
terutama jika cairan yang terkumpul masih sedikit atau pada pasien dengan obesitas.
Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi awal pasien dengan asites harus mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang meliputi USG abdomen, penilaian laboratotrium fungsi hati,
fungsi ginjal, elektrolit serum dan urin, serta analisis dari cairan asites (parasintesis
diagnostik).
Parasintesis diagnostik direkomendasikan untuk harus dilakukan pada semua pasien
dengan asites onset baru grade 2 atau 3 dan pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit
pada asites yang memburuk atau komplikasi sirosis. Parasintesis diagnostik dengan analisis
cairan asites yang tepat merupakan pemeriksaan yang sangat penting pada semua pasien
asites sebelum terapi apapun untuk menyingkirkan penyebab lain asites selain sirosis maupun
adanya spontan bacterial peritonitis (SBP) pada sirosis. Parameter yang dinilai meliputi:
a. Gambaran makroskopis cairan asites
Gambaran makroskopis cairan asites meliputi hemoragik (akibat keganasan),
kemerahan (akibat ruptur kapiler peritoneum oleh karena sirosis), atau chillous (pada ruptur
pembuluh limfe).
b. Gradien nilai albumin serum dan asites (SAAG)
23

Pada penilaian gradien albumin serum asites (SAAG) apabila nilainya > 1,1 gr/dL
dianggap asites jenis transudasi yang berasal dari hipertensi portal dengan akurasi hingga
97%. Apabila nilainya < 1,1 gr/dL dianggap asites jenis eksudat.
c. Konsentrasi protein cairan asites
Konsentrasi protein cairan asites harus diukur pula untuk menilai resiko SBP karena
pasien dengan konsentrasi protein lebih rendah dari 1,5 gr/dL memiliki peningkatan resiko
SBP.
d. Hitung sel / hitung jumlah neutrofil
Pada hitung sel cairan asites apabila didapatkan peningkatan jumlah leukosit hal ini
menandakan adanya inflamasi. Secara spesifik bila jumlah sel PMN meningkat > 250/mmk
menandakan terjadinya SBP sedangkan bila jumlah sel MN yang dominan meningkat
menandakan adanya peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosus.
e. Kultur cairan asites
Pada hasil kultur cairan asites apabila pola kuman cenderung polimikroba menandakan
terjadinya perforasi usus, sedangkan bila pola kuman cenderung monomikroba menandakan
adanya SBP.
f. Sitologi
Tes lain seperti sitologi, amilase, PCR, dan kultur mikobakterium dilakukan hanya bila
diagnosis tidak jelas atau jika ada kecurigaan klinis penyakit pada pankreas, keganasan, atau
tuberculosis. Pada pemeriksaan sitologi diperlukan jumlah sampel minimal 200 ml untuk
meningkatkan sensitivitas pemeriksaan.
Penatalaksanaan
Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara komprehensif meliputi :
1. Tirah baring
Tirah baring dengan tidur telentang, kaki sedikit diangkat, selama beberapa jam setelah
minum obat diuretika dapat memperbaiki efektivitas diuretika pada pasien asites transudat
yang berhubungan dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika tersebut berhubungan
dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus akibat tirah baring serta
menurunkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun.
2. Diet
Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi garam
perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60 mEq/hari. Hiponatremi ringan sampai sedang bukan
merupakan kontraindikasi untuk memberikan diet rendah garam mengingat hiponatremia
24

pada pasien asites transudat bersifat relatif.


3. Diuretika
Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron,
misalnya spironolakton. Diuretika ini merupakan diuretika hemat kalium bekerja di tubulus
distal dan menahan reabsorpsi natrium. Sebenarnya potensi natriuretik diuretika distal lebih
rendah daripada diuretika loop bila etiologi peningkatan air dan garam tidak berhubungan
dengan hiperaldosteronisme. Pada sirosis hepatis karena mekanisme utama reabsorpsi air dan
natrium adalah hiperaldosteronisme maka diuretika loop menjadi kurang efektif. Biasanya
diuretika jenis ini dibutuhkan sebagai kombinasi. Efektivitas obat diuretika antialdosteron
lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma, semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang
dianjurkan antara 100-600 mg/hari.
Target yang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah baring, diet rendah garam, dan terapi
diuretika adalah peningkatan diuresis sehingga berat badan akan turun 400-800 gram/hari.
Pasien yang disertai edema perifer penurunan berat badan dapat sampai 1500 gram/hari.
Sebagian besar pasien berhasil baik dengan terapi kombinasi tersebut. Setelah cairan asites
dapat dimobilisasi dosis diuretika dapat disesuaikan. Biasanya diet rendah garam dan
spironolakton masih tetap diperlukan untuk mempertahankan diuresis dan natriuresis
sehingga asites tidak terbentuk lagi.
Komplikasi diuretika pada pasien sirosis hepatis harus diwaspadai, seperti gagal ginjal
fungsional, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan ensefalopati
hepatikum. Spironolakton dapat menyebabkan libido menurun, ginekomastia pada laki-laki,
dan gangguan menstruasi pada perempuan.
4. Terapi parasentesis
Beberapa tahun terakhir ini parasentesis dianjurkan karena mempunyai banyak
keuntungan. Setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi
albumin parenteral sebanyak 6-8 gram. Setelah parasentesis sebaiknya terapi konvensional
tetap diberikan. Parasentesis asites sebaiknya tidak dilakukan pada sirosis dengan Child-Pugh
C kecuali asites tersebut refrakter.
5. Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari
Asites

sebagai

komplikasi

penyakit-penyakit

yang

dapat

diobati

dengan

menyembuhkan penyakit yang mendasari akan dapat menghilangkan asites.

25

4. Plan :
1. Sirosis Hepatis e.c Hepatitis B Kronik
Assessment : Komplikasi : -

Malnutrisi

Perdarahan saluran cerna

Ascites

Ensefalopati hepatic

Hepatorenal sindrom

Malignancy

IP Dx

:-

IP Tx

: Infus D5 % 10 tpm
Propanolol 3x40 mg
Urdafalk 2 x 1 tab

IP Mx

: Cek LFT, tanda-tanda perdarahan

IP Ex

: - Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit


pasien dan penatalaksanaannya.
- Melapor kepada dokter apabila pasien muntah darah atau berak bewarna
hitam

2. Ascites
Assesment : Komplikasi : Hipertensi Portal
Peritonitis Bakterial spontan
Hepatorenal sindrom
Perdarahan saluran cerna
IpDx

: -

IpRx

: Spironolakton 1x300 mg po
Furosemide 1x40 mg po
Diet rendah garam (400-800mg/hari)

IpMx
IpEx

: Asites (lingkar perut), BB/hari, natrium urin, diuresis


: Menjelaskan perlunya diet rendah garam terhadap pasien.
Melapor kepada dokter apabila pasien muntah darah atau berak bewarna hitam

3. Anemia normositik normokromik


Assessment: Penyakit kronik
26

Perdarahan
IP Dx : Gambaran darah tepi
IP Tx : IP Mx: KU/TV/8 jam, tanda-tanda perdarahan
IP Ex: Melapor pada dokter jaga bangsal bila pasien muntah darah atau berak darah/warna
hitam.
4. Hipoalbuminemia
Assessment :

Sirosis Hepatis
Inflamasi Kronik

IPDx

IPRx

Koreksi albumin (3,5-2,1)x 0.8x60 = 67,2 ~ 3 botol albumin 20% 100 cc


(informed consent terlebih dahulu)

IPMx

IPEx

Albumin post koreksi


:

Menghabiskan makanan dari rumah sakit serta menginformasikan dan

mengedukasikan cara ideal untuk menaikkan kadar albumin melalui jalur infus, namun
dengan biaya yang tidak murah.
Catatan Kemajuan
Tanggal
24/06/14

Monitoring
S: perut membesar, mbesesek

Keterangan
Medikamentosa:

HP 1

O: KU tampak sakit, lemas, perut

-Infus D5% 10 tpm

membesar

-P.o :

TD : 100/70 mmHg

Propanolol 3 x 40 mg

HR: 68x/menit

Spironolacton 1 x 300 mg

RR: 20x/menit

Furosemide 1 x 40 mg

T: 36,9C
Mata : sklera ikterik (+/+)
Hidung : nafas cuping (-)
Mulut : fetor hepatikum (-)
Dada : spider nevi (+), venektasi (+)
Abd : cembung, umbilikus menonjol,
venektasi (+), frog belly (+),
kulit mengkilat (+), undulasi

Urdafalk 2 x 1
Koreksi albumin 3 botol
albumin 20% 100 cc
Diet rendah garam (400-800
mg/hari)
Program :
Evaluasi KU, TV, tanda27

(+), pekak alih (+), pekak sisi

tanda muntah/berak darah.

(+), liver span 4 cm


Extremitas : oedema inferior +/+
pitting
A: sirosis hepatis e.c hepatitis B
kronik, asites, hipoalbuminemia,
25/06/14
HP 2

anemia normositik normokromik


S: perut masih mbesesek, pasien Medikamentosa:
merasa sesak, mual

-Infus D5% 10 tpm

O: KU tampak sakit, lemas, perut

-O2 nasal canul 3 lpm

membesar, sesak

-P.o :

TD : 110/70 mmHg

Propanolol 3 x 40 mg

HR: 70x/menit

Spironolacton 1 x 300 mg

RR: 28x/menit

Furosemide 1 x 40 mg

T: 36,9C
SpO2 : 94-95 %
Mata : sklera ikterik (+/+)
Hidung : nafas cuping (-)
Mulut : fetor hepatikum (-)
Dada : spider nevi (+), venektasi (+),
retraksi (-)
Abd : cembung, umbilikus menonjol,
venektasi (+), frog belly (+),
kulit mengkilat (+), undulasi
(+), pekak alih (+), pekak sisi
(+), liver span 4 cm

Urdafalk 2 x 1
Koreksi albumin 3 botol
albumin 20% 100 cc (botol
kedua)
Diet rendah garam (400-800
mg/hari)
Extra inj. Omeprazole 1
amp
Program :
Evaluasi KU, TV, tandatanda muntah/berak darah.

Extremitas : oedema inferior +/+


pitting
A: sirosis hepatis e.c hepatitis B
kronik, asites, hipoalbuminemia,
26/06/14
HP 3

anemia normositik normokromik


S: sesak berkurang, tidak bisa BAB Medikamentosa:
sudah 3 hari ini
O: KU tampak sakit, lemas, perut

-Infus D5% 10 tpm


-O2 nasal canul 3lpm
28

membesar

-P.o :

TD : 110/70 mmHg

Propanolol 3 x 40 mg

HR: 70x/menit

Spironolacton 1 x 300 mg

RR: 24x/menit

Furosemide 1 x 40 mg

T: 36,7C
SpO2 : 98% dgn nasal canul
Mata : sklera ikterik (+/+)
Hidung : nafas cuping (-)
Mulut : fetor hepatikum (-)
Dada : spider nevi (+), venektasi (+)
Abd : cembung, umbilikus menonjol,
venektasi (+), frog belly (+),
kulit mengkilat (+), undulasi
(+), pekak alih (+), pekak sisi
(+), liver span 4 cm

Urdafalk 2 x 1
Koreksi albumin 3 botol
albumin 20% 100 cc (botol
ketiga)
Diet rendah garam (400-800
mg/hari)
Extra dulcolax supp
Program :
Evaluasi KU, TV, tandatanda muntah/berak darah.

Extremitas : oedema inferior +/+


pitting
A: sirosis hepatis e.c hepatitis B
kronik, asites, hipoalbuminemia,
27/06/14

anemia normositik normokromik


S: perut membesar

HP 4

O: KU tampak lemas, perut membesar

Pasien

dan

keluarga

pasien

meminta pulang paksa atas

TD : 100/70 mmHg

indikasi biaya dan sudah

HR: 68x/menit

tanda tangan surat pulang

RR: 20x/menit

atas permintaan sendiri.

T: 36,9C
Mata : sklera ikterik (+/+)
Hidung : nafas cuping (-)

Medikamentosa:
- aff infus

Mulut : fetor hepatikum (-)


Dada : spider nevi (+), venektasi (+)
Abd : cembung, umbilikus menonjol,

Obat untuk pulang :


Propanolol 3 x 40 mg

venektasi (+), frog belly (+),

Spironolacton 1 x 300 mg

kulit mengkilat (+), undulasi

Furosemide 1 x 40 mg

(+), pekak alih (+), pekak sisi


29

(+), liver span 4 cm


Extremitas : oedema inferior +/+
pitting
A: sirosis hepatis e.c hepatitis B
kronik, asites, hipoalbuminemia,
anemia normositik normokromik

LAMPIRAN
X-Foto Thorax

USG

30

31

Anda mungkin juga menyukai