Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PRAKTIKUM FISIOLOGI
BLOK PANCA INDERA
Oleh :
KELOMPOK B-15
Ketua
Sekretaris
:
:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2014/2015
1102012205
1102012208
1102012160
1102012161
1102012195
1102012219
1102012233
1102012291
1102010297
DAFTAR ISI
Daftar Isi................................................................................................................................ 2
Praktikum Fisiologi I............................................................................................................. 3
Praktikum Fisiologi II............................................................................................................ 21
Praktikum Fisiologi III........................................................................................................... 38
Daftar Pustaka........................................................................................................................ 65
PRAKTIKUM FISIOLOGI I
LENSA TIPIS
I. Tujuan Percobaan
Menentukan jarak fokus lensa cembung (konvergen) dan cekung (divergen) serta sifat
bayangan
II. Alat-alat Percobaan
a. Bangku optik yang berbentuk rel berskala dengan tiang statif tempat lensa, benda,
cermin, dan tabir (layar)
b. Lensa cembung dan cekung
c. Tabir, cermin, benda berbentuk panah, dan penggaris berskala
d. Lampu proyektor sebagai sumber cahaya
I.
Teori Dasar
3-1. Rumus Gauss
Benda nyata yang terletak didepan lensa konvergen dapat membentuk bayangan nyata
dibelakang lensa. Bayangan ini dapat ditangkap oleh tabir dibelakang lensa sehingga
dapat terlihat. Secara sederhana pembentukan bayangan tersebut diperhatika pada
gambar 1.
Gambar 1. Diagram pembentukan bayangan oleh lensa konvergen. f = titik fokus, O = pusat sumbu optik
lensa.
= b + v
bv
b+v
(1)
= jarak titik fokus lensa, bertanda (+) untuk lensa konvergen dan (-) untuk
divergen
v = jarak benda terhadap pusat sumbu optik lensa, bertanda (+) untuk benda nyata
dan (-) untuk benda maya
b = jarak bayangan terhadap pusat sumbu optik lensa, bertnda (=) untuk bayangan
nyata dan (-) untuk bayangan maya
Bayangan nyata terletak dibelakang lensa dan dapat ditangkap oleh tabir sementara
benda maya terletak di depan lensa dan tidak ditangkap oleh tabir. Selanjutnya benda
maya terletak dibelakang lensa dan biasanya dihasilkan oleh bayangan komponen optik
lainnnya (lensa dan cermin)
Disamping itu perbesaran yang didefinisikan sebagai perbandingan besar bayangan
terhadap objek dapat diperoleh dari persamaan
tinggi bayangan
b
M=
=tinggi benda
v
(2)
Munculnya tanda negatif hanya karna keinginan agar jika m positif untuk bayangan
tegak dan negatif untuk bayangan terbalik. Jika dihilangkan tanda negatif dari rumus (2)
maka perjanjiannnya akan terblik.
3-2. Rumus Bessel
Jika jarak antara benda dan tabir dibuat teteap dan lebih besar dari 4f maka terdapat dua
kedudukan lensa positif yang akan menghasilkan bayangan tajam diperkecil dan
diperbesar pada tabir, lihat gambar 2.
Gambar 2. Kedudukan lensa positif yang membentuk bayangan tajam pada tabir
Pada gambar tersebut, posisi-b dan posisi-k masing-masing menyatakan posisi lensa
yang menghasilkan bayangan tajam diperbesar dan diperkecil, sedangkan
a
= jarak antara dua kedudukan lensa yang menghasilkan bayangan tajam yang
diperbesar dan diperkecil
vb
vb
(3a)
bb - bk
(3b)
bb v b
(3c)
d=
a =
Mengingat bahwa
vb +
vb
ad
2
bb
a+d
2
bb
maka diperoleh
(4)
a d
4a
(5)
Gambar 3. Menentukan panjang fokus lensa (+) dengan bantuan cermin datar
Oleh lensa, berkas sinar yang berasal dari benda akan dibiaskan dalam berkas sejajar
sehingga terbentuk bayangan ditempat tak terhingga. Selanjutnyaoleh cermin datar
berkas ini akan dipantulkan dan kemudian dibiaskan kembali oleh lensa sehinga
terbentuk bayangan sama besar pada bidang fokus/benda.
5 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
fg
dirumuskan
sebagai
1
fg
1
f1
1
f2
1
f1f2
(6)
1
f1
1
f2
(7)
Merujuk pada teori di atas maka penentuan jarak focus lensa kovergen dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu Bessel, Gauss, dan berbantuan cermin datar.
4-1-A. Cara Gauss
1. Ambil benda berbentuk panah dan ukur tingginya sebanyak 5 kali. isikan pada
tabel data.
2. ambil tabir dan lensa konvergen yang akan diukur jarak focusnya.
3. letakkan benda, lensa, dan tabir rel optik sehingga terbentuk susunan seperti
gambar 1.
4. atur posisi benda, lensa, tabir sehingga terbentuk bayangan tajam diperkecil.
5. ukurlah v,b,tinggi bayangan h', dan posisi bayangan apakah tegak atau
terbalik.
Isikan hasil ini pada tabel data.
6. Geser lensa mendekati benda sejarak 2cm dan atur posisi tabir sehingga
terbentuk bayangan tajam. Lakukan pengukuran seperti langkah 5.
7. ulangi langkah 6 terus menurus selama masih mungkin.
4-1-B. Cara Bassel
1. Ukurlah tinggi benda yang terbentuk anak panah dan catat hasilnya. ulangi
2.
3.
4.
5.
dan
diperkecil.
jika
tidak
terjadi
anda
mungkin
perlu
menaikan/menurunkan posisi lensa dan benda agar sinar dari benda tepat jatuh
pada lensa atau menggeser posisi tabir.
6. jika langkah 5 berhasil, maka aturlah posisi lensa secara halus untuk
medapatkan bayangan tajam diperbesar dan diperkecil.
7. catat kedua posisi lensa (vb dan bk), tinggi bayangan dan catat apakah
bayangan terbalik atau tegak.
8. isikan hasil pengukuran ini pada tabel data.
9. ulangi langkah 6 dan 7 sampai 5 kali. pada setiap pengulangan posisi lensa
harus digeser-geser.
4-1-C. Dengan bantuan Cermin datar
1. tempatkan benda, lensa (+) dan tabir sehingga terbentuk susunan seperti
gambar 3.
2. geserlah posisi benda sehinga pada bidang benda terbentuk bayangan yang
sama besar dengan benda
3. catat jarak benda ke lensa (lihat tabel data)
4. ulangi percobaan ini sampai 5 kali.
7 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
Ambil lensa konvergen dan lensa divergen yang akan ditentukan jarak focusnya
Tempatkan benda, lensa kovergen, dan tabir di belakang lensa
Aturlah posisi lensa dan tabir sehingga terbentuk bayangan tajam pada tabir.
Catat posisi benda, lensa, dan tabir
Letakkan lensa divergen di antara tabir dan lensa kovergen. perhatikan bayangan
v (cm)
b (cm)
h (cm)
Tegak/terbali
Mt =
h/h
M = - b/v
1
93
63
5
Terbalik
1,6
-0,67
2
100
72
6
Terbalik
2
-0,72
3
80
40
3,5
Terbalik
1,17
-0,5
Kesimpulan: pada percobaan lensa konvergen dengan cara gauss, didapat hasil
percobaan sesuai dengan sifat dari lensa konvergen. Yaitu didapat bayangan yang
nyata, terbalik dan diperbesar.
b. Cara Bessel
No
a
vb
vk
f
D
.
(cm) (cm) (cm)
(cm)
1
97
28
67
39
20,3
2
87
31
55
24
20,1
3
100 27,5
71
43,5 20,26
4
94
28
63
35 20,24
5
103
27
75
48 20,15
Kesimpulan : pada percobaan lensa konvergen dengan cara Bessel, pada kedua a
(jarak tabir dan benda), 100 cm dan 90 cm, didapatkan dua jenis bayangan yaitu
bayangan besar dan kecil dengan jarak vb dan vk berbeda. Semakin jauh lensa digeser
ke arah tabir maka akan semakin kecil bayangan yang didapat, kemudian sebaliknya.
c. Dengan cermin datar
v (cm)
M = - b/v
10
10
20
20
Kesimpulan : pada percobaan lensa konvergen dengan cermin datar. Didapatkan v=f,
karena sifat cermin datar memantulkan bayangan yang tegak, bayangan yang
dihasilkan sama besar dengan benda, jarak benda sama dengan jarak bayangan, serta
bayangan dihasilkan merupakan bayangan semu karena berupa hasil pantulan.
2. Lensa divergen
No
v+ (cm)
b+ (cm)
v- (cm)
d (cm)
b- (cm)
f- (cm)
.
1
28
70
-4
66
6
-12
2
28
70
-8
62
18
-14,4
Kesimpulan : pada percobaan lensa divergen didapatkan focus lensa divergen
negative (-), karena lensa divergen bersifat menyebarkan cahaya.
PENGLIHATAN I
UJI VISUS MATA
I. Tujuan percobaan
Untuk mengetahui ketajaman penglihatan
II. Tata Kerja
1. Minta o.p. untuk duduk pada jarak yang ditentukan (6 m) dari Snellen Chart
2. Ukur jarak pupil untuk penglihatan jauh
3. Pasang trial frame, atur jarak pupil
4. Tutup mata kiri dengan okluder.
5. Periksa tajam penglihatan pasien.
6. Tambahkan lensa S + 0,50 pada mata kanan.
7. Tanyakan apakah penglihatan bertambah jelas atau tidak
8. Bila bertambah jelas, tambahkan terus lensa sferis positif hingga tercapai tajam
penglihatan terbaik. Pilih lensa sferis positif terbesar yang memberi tajam penglihatan
yang terbaik.
9. Bila dengan langkah 6, penglihatan bertambah kabur, tambahkan lensa S -0,50. Bila
bertambah jelas, tambahkan terus lensa negatif hingga tercapai tajam penglihatan
terbaik. Pilih lensa sferis negatif terkecil yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
10. Ulangi langkah 4-9 untuk mata kiri.
11. Periksa kembali tajam penglihatan dua mata menggunakan lensa koreksi.
12. Minta o.p. berdiri dan berjalan, tanyakan apakah merasa pusing
III. Hasil Percobaan dan Analisa
Naracoba : Mentari Amir
tanpa lensa mata kanan : 20/100
tanpa lensa mata kiri
: 20/50
Mata kanan
-0,5 = 20/70
-1 = 20/30
-1,5 = 20/20
Mata kiri
-0,5 = 20/40
-1 = 20/20
-1,5 = 20/20
IV. Kesimpulan
Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbolsimbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah
distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi.
I.
Tujuan Percobaan
Mengetahui cara pemeriksaan serta jenis buta warna serta ada tidaknya buta warna pada
o.p.
II.
Dasar Teori
Retina mata memiliki hampir tujuh juta sel fotoreseptor yang terdiri dari dua jenis sel sel
batang dan sel kerucut yang terkonsentrasi di bagian tengahnya yang disebut makula. Sel
batang sangat sensitif terhadap cahaya, dan dapat menangkap cahaya yang lemah seperti
cahaya dari bintang di malam hari, tetapi sel itu tidak dapat membedakan warna. Berkat
sel batang kita dapat melihat hal-hal di sekitar kita di malam hari, tetapi hanya dalam
nuansa hitam, abu-abu, dan putih. Sel kerucut dapat melihat detail obyek lebih rinci dan
membedakan warna tetapi hanya bereaksi terhadap cahaya terang. Kedua jenis sel tersebut
berfungsi saling melengkapi sehingga kita bisa memiliki penglihatan yang tajam, rinci,
dan beraneka warna.
Ada tiga jenis sel kerucut pada retina. Mereka masing-masing berisi pigmen visual (opsin)
yang berbeda sehingga bereaksi terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda :
merah, hijau dan biru. Sel kerucut menangkap gelombang cahaya sesuai dengan pigmen
masing-masing dan meneruskannya dalam bentuk sinyal transmisi listrik ke otak. Otak
kemudian mengolah dan menggabungkan sinyal warna merah, hijau dan biru dari retina ke
tayangan warna tertentu. Karena perbedaan intensitas dari masing-masing warna pokok
tersebut, kita dapat membedakan jutaan warna. Gangguan penerimaan cahaya pada satu
jenis atau lebih sel kerucut di retina berdampak langsung pada persepsi warna di
otak. Seseorang yang buta warna memiliki cacat atau kekurangan satu atau lebih jenis sel
kerucut.
Klasifikasi Buta Warna:
Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros (kedua), dan
tritos (ketiga) yang pada warna 1. Merah, 2. Hijau, 3. Biru.
1. Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan
oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita anomalous
11 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi kerusakan
mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna tersebut.
Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi
berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah:
a. Trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue).
Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah. pasien mempunyai
ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal, kemungkinan gangguan
dapat terletak hanya pada satu atau lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini
perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding
dengan orang normal.
b. Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen
middle-wave lenght
(green). Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau, karena
terjadi gangguan lebih banyak daripada warna hijau.
c. Protanomali adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan terhadap
long-wavelenght (red) pigmen, sehingga menyebabkan rendahnya sensitifitas
warna merah. Artinya penderita protanomali tidak akan mempu membedakan
warna dan melihat campuran warna yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga
akan mengalami penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini
mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam.
2. Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut tidak ada
atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada kerucut,
seseorang yang menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan terhadap
warna-warna tertentu.
Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:
a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkanoleh tidak adanya
photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan terhadap
warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1 % dari seluruh pria.
Keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau
sehingga sering dikenal dengan buta warna merah hijau.
b. Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak
adanya
membedakan hue pada warna merah dan hijau (red-green hue discrimination).
c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki shortwavelength
cone. Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan dalam membedakan
warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tanpak. Tritanopia disebut juga buta
warna biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai.
12 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
3. Monochromacy
Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki
sebuah pigmen
mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Pada monokromat
kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya
6/30. Pada orang dengan buta warna total atau akromatopsia akan terdapat keluhan
silau dan nistagmus dan bersifat autosomal resesi
Bentuk buta warna dikenal juga :
1. Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga suatu akromatopsia
di mana
terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam
penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin
terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total,
hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi.
Pada pemeriksaan dapat dilihat adanya makula dengan pigmen abnormal.
2. Monokromatisme cone (kerucut), di mana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang
jarang, tajam penglihatan normal, tidak nistagmus
III.
Tata Kerja
Tahapan dalam pemeriksaan buta warna dengan metode ishihara, yaitu :
A. Menggunakan buku Ishihara 38 plate.
B. Yang perlu diperhatikan :
1) Ruangan pemeriksaan harus cukup pencahayaannya
2) Lama pengamatan untuk membaca angka masing-masing lembar maksimum 10
detik.
C. Pada tes pembacaan buku Ishihara dapat disimpulkan :
1) Normal
2) Buta warna Parsial
a. Bila plate no. 1 sampai dengan no 17. hanya terbaca 13 plate atau kurang.
b. Bila terbaca angka-angka pada plate no. 18, 19, 20 dan 21 lebih mudah atau
lebih jelas dibandingkan dengan plate no. 14, 10, 13, dan 17.
c. Bila ragu-ragu kemungkinan buta warna parsial dapat dites dengan:
a) Membaca angka-angka pada plate no. 22, 23, 24, dan 25. Pada orang
normal, akan terbaca dengan benar angka-angka pada plate-plate tersebut
diatas secara lengkap (dua rangkap). Pada penderita buta warna parsial
hanya terbaca satu angka pada tiap-tiap plate tersebut diatas.
b) Menunjuk arah alur pada plate no. 26, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37,
dan 38. Untuk orang normal bisa menunjuk alur secara benar sedangkan
untuk buta warna parsial dapat menunjukkan adanya alur dari satu sisi
yang lainnya.
3) Buta warna total
13 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
Pada plate no. 28 dan 29, untuk orang normal, tidak bisa menunjukkan adanya
alur, sedangkan untuk penderita buta warna parsial dapat menunjukkan adanya
alur dari satu sisi ke sisi yang lainnya.
IV. Hasil Percobaan dan Analisa
Naracoba: Nurin Pascarini J.
o.p. dapat membaca semua plate dan mengikuti alur di buku ishihara, o.p. normal, tidak
buta warna.
V. Kesimpulan
Seseorang yang buta warna memiliki cacat atau kekurangan satu atau lebih jenis sel
kerucut. Buta warna memiliki beberapa klasifikasi yang masing-masing bisa diuji melalui
buku ishihara yang memiliki pola warna-warna tertentu yang harus dibaca.
PENGLIHATAN II
Tujuan:
Pada akhir latihan ini, mahasiswa harus dapat:
1. Menimbulkan peristiwa fosfen tekan dan menyebutkan hukum serta fenomena yang
berhubungan dengan peristiwa tersebut
2. Memeriksa luas lapangan pandang untuk beberapa macam warna dengan
menggunakan perimeter
3. Menimbulkan peristiwa diplopia dan menerangkan mekanisme nya
4. Memeriksa refleks pupil langsung dan tidak langsung dengan refleks pupil pada
akomodasi
5. Menyatakan adanya bintik buta dengan menggambarkan proyeksinya di kertas
2.
3.
Letakan dagu op ditempat sandaran dagu yang dapat diatur tingginya, sehingga tepi
bawah mata kanannya terletak setinggi bagian tas batang vertikal sandaran dagu
4.
Pasang formulir untuk mata kanan disebelah belakang piringan perimeter. Sebagai
berikut:
a. Putar busur perimeter sehingga letaknya horizontal dan penjepit berada dibagian
atas perimeter
b. Jepit formulir tersebut pada piringan sehingga garis 180-0 formulir letaknya
berimpit dengan garis 0-180, dan lingkaran konsentris formulir letaknya skala
perimeter
5.
6.
Gunakan beda yang dapat digeserpada busur perimeter untuk pemeriksaan luas lapang
pandang. Pilih bulatan berwarna putih dengan diameter sedang (+5mm) pada benda
tersebut.
7.
Gunakan perlahan bulatan putih itu menyusuri busur di tepi kiri op ketengah tepat saat
op melihat bulatan putih tersebut penggeseran benda dihentikan.
8.
Baca tempat penghentian itu pada busur dan catat pada formulir dengan tepat.
9.
Ulangi tindakan no 7 dan 8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah posisi
busur
10. Ulangi tindakan no 7, 8, dan 9 setelah busur tiap kali diputar 30 derajat sesuai arah
jarum dari pemeriksa sampai posisi busur vertikal
11. Kembalikan busur pada posisi horizontal seperti semula, pada posisi ini tidak perlu
dilakukan pencatatan lagi.
12. Ulangi tindakan no 7, 8, dan 9 setelah busur tiap kali diputar 30 derajat sesuai arah
15 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
jarum dari pemeriksa sampai tercapai posisi busur 60 derajat dari bidang horizontal
13. Periksa juga lapang op untuk berbagai warna lain : Merah, Hijau, Kuning dan Biru
seperti cara diatas.
14. Lakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mat akiri hanya dengan bulatan
berwarna putih
Gambar Latihan VI.3
Lapang pandang baku (Visual standart) Mata kiri Mata kanan
85 derajat
Nasal
60 derajat
Temporal Bawah
85 derajat
Nasal atas
55 derajat
Bawah
65 derajat
Atas
45 derajat
Nasal Bawah
50 derajat
Temporal Atas
55 derajat
Kiri
75
Kanan
90
Temporal bawah
Bawah
Nasal bawah
Nasal
Nasal atas
Atas
Temporal Atas
Warna Merah
87,5
45
52,5
60
65
60
67,5
Posisi
Temporal
Temporal bawah
Bawah
Nasal bawah
Nasal
Nasal atas
Atas
Temporal atas
87,5
75
45
65
70
50
75
Kanan
90
85
50
45
50
47,5
55
62,5
Dari hasil terlihat batas pandangan normal, dan mata lebih peka/batas lapang pandang lebih
luas saat melihat titik berwarna dibandingkan warna gelap/putih.
III. MENJAWAB PERTANYAAN
1. Bagaimana caranya memilih warna dan mengatur diameter bulatan?
Jawab:
Dengan cara menggeser titik fiksasi yang ada di busur Perimeter
2. Bagaimana caranya mencatat tempat itu pada formulir?
Jawab:
Dengan cara memperlihatkan besar sudut Perimeter
3. Apa kriteria lapang pandang yang normal untuk cahaya putih dan berwarna?
Jawab:
Lapang pandang normal
Temporal : 85
Temporal bawah : 85
Bawah : 65
Nasal bawah : 50
Nasal : 60
Nasal atas : 55
Atas : 45
Temporal atas : 55
PRAKTIKUM FISIOLOGI II
PENDENGARAN & KESEIMBANGAN
Pendengaran
Tujuan :
1. Mengukur ketajaman pendengaran dengan menggunakan Audiometer (Pemeriksaan
Audiometer)
2. Menmbuat kesimpulan menegenai hearing loss dari hasil pemeriksaan audiometer
sehingga dapat menetapkan apakah pendengaran orang percobaan dalam batas-batas
normal atau tidak
Alat yang diperlukan :
1. Audiometer merek ADC lengkap dengan telepon telinga dan formulir
2. Penala berfrekuensi 256
3. Kapas untuk menyumbat telinga
TES PENALA
19 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
A. Tata Kerja
a. Cara Rinne
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara memukulkan salah satu ujung
jarinya ke telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang
keras.
2. Tekanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga o.p.
3. Tanyakanlah kepada o.p. apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa, bila demikian o.p. harus segera memberi tanda bila
dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus o.p. dan
kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga
yang sedang diperiksa itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
Positif : Bila o.p. masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
Negatif : Bila o.p. tidak mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
b. Cara Webber
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti nomor A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi o.p. di garis median.
3. Tanyakan kepada o.p. apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di
kedua telinganya atau terjadi lateralisasi.
4. Bila pada o.p. tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi
secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi
pemeriksaan.
c. Cara Schwabach
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256) dengan cara seperti no A.1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga
o.p.
3. Suruhlah o.p. mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus
mastoideus o.p. ke processus mastoideus sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si
pemeriksa dianggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti
oleh o.p. masih dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah
Schwabach memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh o.p. juga tidak dapat
didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin Schwabach normal
atau Schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke processus
mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi. Kemudian ujung tangkai
penala segera ditekankan ke processus mastoideus o.p.. bila dengungan (setelah
20 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat didengar oleh o.p. hasil
pemeriksaan adalah Schwabach memanjang. Bila dengungan setelah dinyatakan
berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh o.p. maka hasil
pemeriksaan adalah Schwabach normal.
B. Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan Pemeriksaan Pendengaran
Orang
Percobaan
Yogie
Cara Rinne
Telinga (penala
Telinga (penala
digetarkan pada
digetarkan lewat
processus mastoideus)
Kanan
Kiri
+
+
udara)
Kanan
Kiri
+
+
Nahara
Cara
Webber
Tidak ada
Cara
Schawabac
h
normal
lateralisasi
C. Pembahasan
Pada percobaan rinne, bertujuan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Saat penala digetarkan pada
processus mastoideus, terdengar suara dengungan, baik ditelinga kiri maupun telinga
kanan, seluruh orang percobaan. Begitu pula saat penala digetarkan di udara ,tanpa
menyentuh processus mastoideus, suara dengungan terdengar jelas.
Pada percobaan cara webber, bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang telinga
kiri dengan telinga kanan. Saat penala yang sudah digetarkan ditaruh pada dahi, semua
orang percobaan memperoleh hasil yang sama, yaitu lateralisasi pada telinga kanan dan
kiri. Hal ini, menandakan bahwa telinga semua orang percobaan normal terhadap
dengungan yang terjadi.
Pada percobaan schwabach, bertujuan membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Saat dengungan penala suda
tidak terdengar lagi oleh orang percobaan juga tidak terdengar oleh si pemeriksa, begitu
pula sebaliknya. Hal ini berlaku pada semua orang percobaan dan pemeriksanya sehingga
hasil pemeriksaan tersebut adalah schwabach normal.
D. Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan pendengaran didapatkan bahwa semua orang percobaan dapat
mendengar dengungan penala dengan baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
telinga orang percobaan masih bekerja secara normal.
AUDIOMETRI
Keterangan teknis mengenai audiometer.
Pada bagian muka audiometer ADC terdapat berbagai tombol dan skala yang berfungsi
sebagai berikut :
Tombol 1 (T) : Tombol utama.
Gunanya untuk menghidupkan atau mematikan alat
Tombol 2 (T2) : Tombol frekwensi nada.
Dengan menggunakan T2 ini kita memilih frekwensi nada yang dapat
dibangkitkan oleh Alat. Frekwensi tersebut dapat dibaca pada skala (82)
yang dinayatakan dalam satuan hertz.
Tombol 3 (T3) : Tombol kekuatan nada.
Dengan tombol ini kita dapat mengatur kekuatan nada, kekuatan nada dapat
dibaca pada skala (51) yang dinyatakan dengan dB
Tombol 4 (T4) : Tombol pemilih telepon telinga.
Bila tombol ini menunjukkan ke B, berarti nada yang dihantarkan
ketelepon berwarna black. Bila tombol menunjuk ke G yang bekerja hanya
telepon grey.
Tombol 5 (T5) : Tombol penghubung nada.
Dengan memutar tombol ini kekiri, nada akan terdengar ditelepon bila
tombol dilepas, nada tidak terdengar lagi
A. Tata Kerja
1. Pemeriksaan menyiapkan alat sebagai berikut :
a. Memutar tombol utama T1 pada off
b. Memutar tombol frekuensi nada (T2) pada 125.
c. Memutar tombol kekuatan nada (T3) pada 10 Db.
p- VIA. 5 Apa arti fisiologis intensitas 0 dp pada a/at ?
2. Hubungkan audiometer dengan sumbu listrik (125V) dan putar T1 ke ON, S1
danS2 akan menyala, bila tidak demikian halnya maka melaporkan pada supervisor.
dB
C. Pembahasan
Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC yaitu dibuat dengan garis lurus
penuh (intensitas yang diperiksa antara 125 8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat
dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa 250 4000 Hz). Untuk telinga kiri
dipakai warna biru, sedangkan telinga kanan warna merah.
Pada hasil pemeriksaan bertujuan untuk memberikan gambaran luar mengenai tingkat
kehilangan pendengaran pasien dan penyebabnya. Pasien akan memberikan respon
terhadap rangsangan tone yang diberikan. Tone yang diberikan dengan cara dari frekuensi
rendah ke tinggi .
Pada awal, tone sebesar 30dB diberikan kepada pasien sebagai rangsangan awal, jika
respon positif maka level tone diturunkan sebesar 10 dB sampai pasien tidak memberikan
respon. Pada rangsangan pertama jika pasien tidak mendengar maka level tone dinaikkan
10 dB HL sampai terdengar oleh pasien kemudian diturunkan per 5 dB atau naik 5 dB
HL. Frekuensi yang diujikan berkisar 125-500 Hz.
Diskriminasi nada (kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang
suara yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris yang
menyempit dan kaku diujung jendela ovalnya dan lebar serta lentur di ujung
helikotremanya. Berbagai daerah di membrana basilaris secara alamiah bergetar secara
maksimum pada frekuensi yang berbeda.Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar
maksimum pada nada-nada tinggi sedangkan ujung lebar paling dekat dengan helikotrema
bergetar maksimum pada nada-nada rendah
Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang
pendengaran
seseorang.
Gambaran
audiogram
rata-rata
sejumlah
orang
yang
berpendengaran normal merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni.
Derajat ketulian menurut ISO, yaitu :
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada stimulus
nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar
bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala
decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator
(bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL.
Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
D. Menjawab Pertanyaan
1. Apa guna audiometer dan bagaimana cara kerjanya?
Jawab:
Audiometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometer, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi
seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan
bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendengaran. Untuk
mendapatkan tingkat pendengaran dengan cara merekam respon dari pasien setelah
memberikan pasien tersebut rangsangan auditory dengan berbagai intensitas level.
25 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
rangsangan tone yang diberikan (dari frekuensi rendah ke tinggi). Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa fungsi pendengaran telinga orang percobaan masih tuli ringan mild
hearing loss pada saat AC telinga kanan (35dB), telinga kiri (30dB) sedangkan BC
telinga kiri (35dB) (liat hasil pengamatan serta batas ambang pendengaran menurut
ISO).
kepentingan
kedudukan
kepala
dan
mata
Katak
Papan fiksasi katak + ge;as beker
Ether + kapas + jarum pentul
Scalpel + gunting halus + pinset halus + bor halus
Kursi putar Barany
Tongkat atau statif yang panjang
Bak berisi air
dalam
b. Fleksi/ekstensi ekstermitas
4. Membuka gelas beker dan memalingkan kepala katak kanan, memperhatikan
sikapdan kedudukan kakinya.
5. Memasukkan katak itu kedalam bak yang berisi air dan memperhatikan gerakankaki
dan arah berenangnya.
6. Membuang labirin kanan katak itu dengan cara sebagai berikut :
a. Membius katak dengan cara memasukkan bersama-sama dengan kapas yang telah
dibasahi dengan eter ke dalam gelas beker yang ditelungkupkan.
b. Setelah katak itu terbius, meletakkan katak telentang dipapan fiksasi dan sematkan
jarum-jarum pentul pada kakinya.
c. Fiksasi rahang atas katak dengan jarum pentul pada papan fiksasi dan membuka
mulut selebar-lebarnya.
d. Mengunting selaput lendir rahang atas di garis median dengan guting halus sesuai
dengan garis y pada gambar.
e. Membebaskan selaput lender itu dari jaringan dibawahnya dan mendorong kea rah
lateral. Mencegah perdarahan sedapat-dapatnya.
f. Memperhatikan dasar tengkorak katak terutama os. Parabasalenya
yang
vestibular
merupakan
organ
sensoris
untuk
mendeteksi
sensasi
keseimbangan. Alat ini terbungkus salam satu tabung tulang dan ruangan-ruangan yang
terletak dalam bagian petrosus (bagian seperti batu,bagian keras) dari tulang temporal,
yang disebut labirin tulang. Di dalam sistem ini terdapat tabung membran dan ruangan
yang di sebut labirin membranosa yang merupakan bagian fungsional aparatus vestibular
Bila batang otak seekor hewan di potong dibawah garis tengah mesensefalon, tetapi
pontin sistem retikular mendular juga sistem vestibular dibiarkan tetap utuh, hewan
tersebut mengalami keadaan yang disebut kekakuan deserebasi. Kekakuan ini tidak
timbul disemua otot tubuh tetapi hanya otot antigravitasi yaitu otot leher dan batang tubuh
serta ekstensor tungkai.
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam
keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada
di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis,
utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem
labyrinthine.
Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan
sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika
melihat obyek yang bergerak.
Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang
berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke
serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular
formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor
neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot
proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem
vestibular bereaksi sangat cepat sehigga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh
dengan mengontrol otot-otot postural
D. Menjawab Pertanyaan
1. Apa maksud kita memalingkan kepala katak ?
Jawab:
Melihat sikap dan kedudukan kaki yang normal bila kepala katak dimiringkan ke
kanan
2. Bagaimana kita mengetahui bahwa katak sudah terbius ?
Jawab:
Cara mengetahuinya adalah katak yang terbius maka pergerakannya kurang dan
tidak begitu aktif daripada saat katak tersebut dalam keadaan tidak terbius (normal),
ditusuk dengan jarum pentul tidak memberikan respons
E. Kesimpulan
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam
keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada
di dalam telinga.
utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem
labyrinthine
Bila batang otak seekor hewan di potong dibawah garis tengah mesensefalon, tetapi
sistem vestibular dibiarkan tetap utuh, hewan tersebut mengalami keadaan yang disebut
kekakuan deserebasi. Kekakuan ini tidak timbul disemua otot tubuh tetapi hanya otot
antigravitasi yaitu otot leher dan batang tubuh serta ekstensor tungkai.
Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan
sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika
melihat obyek yang bergerak. Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehigga membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural
PERCOBAAN PADA MANUSIA
A. Cara Kerja
Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan badan:
1. Suruhlah orang percobaan berjalan mengikuti suatu garis lurus dengan mata terbuka
dan sikap kepala dan badan yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan apakah ia
mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.
2. Ulangi percobaan di atas (no.1) dengan mata tertutup
3. Ulangi percobaan di atas (no. 1 dan 2) dengan:
a. Kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
30 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
Hasil
Jalan lurus ke depan
jalan lurus, tidak terjadi deviasi
Jalan lurus ke depan dengan mata tertutup
jalan lurus, tidak terjadi deviasi
Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan Terjadi sedikit deviasi ke kanan
dengan kuat ke kiri
Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan Terjadi deviasi ke kanan
dengan kuat ke kiri serta mata tertutup
Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan Terjadi sedikit deviasi ke kiri
dengan kuat ke kanan
Jalan lurus ke depan dengan kepala dimiringkan Terjadi deviasi ke kiri
dengan kuat ke kanan serta mata tertutup
Informasi keseimbangan berasal dari visual, vestibular, dan somatosensori. Dimana 50%
yang paling berpengaruh pada keseimbangan adalah vestibular. Kompensasi ketika terjadi
pengeliminasian dari isyarat visual (OP memejamkan mata) dan kepala dimiringkan
dengan kuat ke satu bagian (kanan/kiri) dalam mempertahankan keseimbangan adalah
terjadinya kecenderungan adanya deviasi kearah berlawanan dimana OP memiringkan
kepalanya agar tidak jatuh.
C. Menjawab Pertanyaan:
Bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan badan?
Jawab:
Ketika mata terbuka masukan informasi keseimbangan berasal dari mata dan posisi
kepala, maka jika mata tertutup dengan kepala, tubuh cenderung ingin jatuh ke arah
kepala miring dan diseimbangkan dengan berjalan berlawanan dengan miringnya kepala
supaya tidak jatuh,
D. Kesimpulan
Mata (visual) sangat berpengaruh dengan keseimbangan atau arah berjalan kita.
Keadaan ini timbul akibat adanya refleks yang dijalarkaan melalui nuklei vestibular dan
fasikulus longitudinalis medial menuju nuklei okulomotor.
TES PENYIMPANGAN PENUNJUKKAN ( PAS POINTING TEST OF BARANY )
1. Tata Kerja
a. Suruh OP duduk tegak dikursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu
tangan
b. Periksa sendiri tepat dimuka kursi Barany sambil mengulurkan tangan ke arah OP
c. Suruhlah OP menunjulurkan lengan kanannya ke depan sehingga dpt menyentuh jari
tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya
d. Suruhlah OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat
menurunkan kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi. Tindakan no 1-4
merupakan persiapan untuk tes yang berikut :
e. Suruhlah sekarang OP dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi
f. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur tanpa sentakan.
2. Hasil Pengamatan dan Analisa
OP diputar ke kanan 10 kali kemudian terjadi nistagmus dan OP masih bisa menunjuk
dengan deviasi ke kanan
3. Kesimpulan
Deviasi dari tes dapat terjadi namun belum tentu karena kelainan, namun karena
koordinasi yang salah
KESAN SENSASI
1. Tata Kerja
a. Gunakan o.p. yang lain
b. Suruh o.p duduk di kursi Barany dan tutuplah kedua matanya dengan sapu tangan
c. Putarlah kursi barany ke kanan dengan kecepatan yang berangsur-angsur bertambah
dan kemudian kurangilah kecepatan putarannya secara berangsur-angsur sampai
berhenti.
d. Tanyakan kepada o.p arah perasaan berputar
1) sewaktu kecepatan putar masih bertambah
2) sewaktu kecepatan menetap
3) sewaktu kecepatan dikurangi
4) segera setelah kursi dihentikan
e. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang
dirasakan o.p .
2. Hasil Pengamatan dan Analisa
a. sewaktu kecepatan putar masih bertambah: perasaan berputar ke arah kanan
b. sewaktu kecepatan putar menetap: perasaan berputar ke arah kanan
c. sewaktu kecepatan putar dikurangi: perasaan berputar ke kiri
d. segera setelah kursi dihentikan: perasaaan berputar ke kanan
3. Kesimpulan
33 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
Dengan adanya sensasidari arah kanan, maka reaksi tubuh pasien bergerak kesebelah kiri,
namun jika konstan tidak terasa berputar, dan jika dihentikan mengikuti arah putaran.
PERCOBAAN SEDERHANA UNTUK KANALIS SEMISIRKULARIS
HORISONTALIS
1. Tata Kerja
a. Suruhlah o.p. dengan mata tertutup dan kepala ditundukkan 30 o , berputar sambil
berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jam, sebanyak 10 kali
dalam 30 detik
b. Suruhlah o.p. berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus ke muka
c. Perhatikan apa yang terjadi
d. Ulangi percobaan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan arah
jarum jam
2. Hasil Pengamatan dan Analisa
a. OP berputar 10 kali dalam 30 detik searah jarum jam (kanan)
= hasilnya OP berjalan miring ke arah kanan
b. OP berputar 10 kali dalam 30 detik berlawanan arah jarum jam (kiri)
= hasilnya OP berjalan miring ke arah kiri
3. Menjawab Pertanyaan
a. Apa yang saudara harapkan terjadi pada o.p. ketika berjalan luru ke muka setelah
berputar 10 kali searah dengan jarum jam?
Jawab:
OP berjalan tidak lurus ke depan tetapi mengarah ke kanan.
b. Bagaimana keterangannya?
Jawab:
Karena endolimf bergerak lebih lambat namun bersifat menyusul jadi ketikaterdapat
penghentian putaran, endolimf masih cenderung mengikuti perputarantersebut.
4. KESIMPULAN
Posisi berjalan dan keseimbangan dipengaruhi oleh posisi kanalis semisirkularis serta
pergerakan cairan endolimph-perilimph.
Ketika udara ditiupkan ke tangan yang basah oleh air, rasanya lebih dingin dari
lagi dibandingkan dengan yang ditiupkan ke tangan yang basah oleh air
E. Kesimpulan
Kulit berfungsi sebagai thermoreseptor, terdapat perbedaan subyektif antara rasa
panas dan dingin. Reseptor panas adalah Ruffini dan Reseptor dingin adalah Krause.
Titik-titik panas, dingin, tekan, dan nyeri di kulit
A. Dasar Teori
Reseptor sensorik
Reseptor sensorik berupa sel-sel khusus atau proses sel yang memberikan informasi
tentang kondisi di dalam dan diluar tubuh kepada susunan saraf pusat. Indera peraba
dikulit adalah indera yang digunakan untuk merasakan sensitivitas temeperatur,
nyeri, sentuhan, tekanan, getaran dan proprioseptif.
Adapun indera-indera khusus pada tubuh kita seperti penciuman, penglihatan, perasa
pada lidah, keseimbangan dan pendengaran. Sensasi yang dating pada tubuh kita
diterima oleh reseptor yang khusus yang strukturnya lebih kompleks daripada
reseptor pada kulit. Reseptor ini terletak pada indera khusus pada manusia seperti
mata, telinga dimana reseptornya dilindungi oleh jaringan-jaringan disekitarnya.
Nosiseptor
Reseptor nyeri/nosiseptor terletak pada daerah superficial kulit, kapsul sendi, dalam
periostes tulang sekitar dinding pembuluh darah. Jaringan dalam dan organ visceral
mempunyai beberapa nosiseptor. Reseptor nyeri merupakan free nerve ending
dengan daerah reseptif yang luas, sebagai hasilnya sering kali sulit membedakan
sumber rasa nyeri yang tepat.
Nosiseptor sensitive terhadap temperature yang ekstrim, kerusakan mekanis dan
kimia seperti mediator kimia yang dilepaskan sel yang rusak. Bagaimanapun juga
rangsangan yang kuat akan diterima oleh ketiga tipe reseptor. Untuklah kita bias
merasakan sensasi rasa nyeri yang disebabkan oleh asam, panas, luka yang dalam.
Rangsangan pada dendrite di nosiseptor menimbulkan depolarisasi, bila segmen
akson mencapai batas ambang dan terjadi potensial aksi di susunan saraf pusat
Thermoreseptor
Temperatur reseptor/ thermoreseptor merupakan free nerve ending yang terletak
pada dermis, otot skeletal, liver, hipotalamus. Reseptor dingin tiga/ empat kali lebih
banyak daripada reseptor panas. Tidak ada strukur yang membedakan reseptor
dingin dan panas.
Sensasi temperature diteruskan pada jalur yang sama dengan sensasi nyeri. Mereka
dikirim ke formation retikularis, thalamus dan korteks primer sensoris.
Thermoreseptor merupakan phasic reseptor, aktif bila temperature berubah, tetapi
cepat beradaptasi menjadi temperature yang stabil.
Mechanoreseptor
Mechanoreseptor sangat sensitif terhadap rangsangan yang terjadi pada membrane
sel. Membran sel memiliki regulasi mekanis ion channel dimana bias terbuka
ataupun tertutup bila ada respon terhadap tegangan, tekanan dan yang bias
menimbulkan kelainan pada membrane. Terdapat tiga jenis mechanoreseptor antara
lain:
reproduksi.
Proprioseptor untuk memonitor posisi sendi dan otot, hal ini merupakan
struktur dan fungsi yang kompleks pada reseptor sensoris.
Chemoreseptor
Spesialisasi pada neuron chemoreseptor dapat dideteksi dengan perubahan kecil
dari konsentrasi kimia. Umumnya chemoreseptor berespon terhadap substansi watersoluble dan lipid soluble yang larut dalam cairan.
Chemoreseptor tidak mengirim informasi pada korteks primer sensoris, jadi kita
tidak tahu adanya sensai yang diberikan kepada reseptor tersebut. Saat informasi
datang lalu diteruskan menuju batang otak yang merupakan pusat otonomik yang
mengatur pusat respirasi dan fungsi cardiovascular
Reflek mempunyai waktu reaksi yang terukur, waktu yang dibutuhkan dari saat
perangsangan sampai timbulnya respon tersebut disebut waktu refelks. Respon dari
aksi reflex yang sederhana akan lebih cepat ketimbang respons dari aksi reflex yang
kompleks. Waktu reaksi dipengaruhi oleh intensitas rangsangan dan kompleksitas
aksi reflex. Pada umumnya makin kuat intensitas rangsangan maka waktu reaksi
makin pendek sedangkan makin komleks aksi reflex maka waktu reaksi makin lama.
38 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
B. Tata Kerja
1. Letakkan punggung tangan kanan diatas sehelai kertas dan tarik garis pada
pinggir tangan dan jari-jari sehingga terdapat lukisan tangan
2. Pilih dan Gambarkan ditelapak tangan suatu daerah 3 x 3 cm dan gambarkan
pula dilukisan tangan pada kertas
3. Tutup mata o.p dan letakkan punggung tangan kanannya santai di meja
4. Selidiki secara teratur menurut garis-garis sejajar titik-titik yang memberikan
kesan panas yang
jelas pada telapak
tangan tersebut
dengan
menggunakan
kerucut kuningan
yang telah dipanasi.
Cara memanasi
kerucut kuningan
yaitu dengan
menempatkannya
dalam bejana berisi
kikiran kuningan
yang di rendam
dalam airpanas
bersuhu 500 C. tandai
titik-titik panas yang diperoleh dengan tinta
5. Ulangi penyelidikan yang serupa pada sub 4 dengan kerucut kuningan yang
telah didinginkan dgn cara menempatkandi dalam bejana air es
6. Selidiki pula menurut cara diatas titik-titik yang memberikan kesan tekan
dengan menggunakan estesioner rambut Frey dan titik-titik yang memberikan
kesan nyeri dengan jarum
7. Gambar dengan symbol yang berbeda semua titik yang diperoleh pada lukisan
tangan di kertas
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Naracoba: Mediani Nurdianty Sari
Keterangan:
TP = Tidak Panas
39 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
D. Menjawab Pertanyaan
Menurut teori, kesan apakah yang diperoleh bila titik dingin dirangsang oleh benda
panas? Bagaimana keterangannya ?
Jawab:
Hanya terasa dingin karena pada titik tersebut hanya terdapat reseptor dingin
dimana reseptor tersebut bekerja bila diberikan rangsangan dingin.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pada o.p, dapat disimpulkan bahwa sensasi titik panas
dan dingin dapat teraba di tangan. Disini terlihat bahwa reseptor-reseptor panas dan
dingin pada daerah tangan terbanyak terletak pada daerah tengah.
Lokalisasi Taktil
A. Dasar Teori
Reseptor taktil adalah Mekanoreseptor, Mekanoreseptor berespons terhadap
perubahan bentuk dan penekanan fisik dengan mengalami depolarisasi dan
menghasilkan potensial aksi. Apabila depolarisasinya cukup besar, maka serat saraf
yang melekat ke reseptor akan melepaskan potensial aksi dan menyalurkan
informasi ke korda spinalis dan otak. Reseptor taktil yang berbeda memiliki
kepekaan dan kecepatan mengirim impuls yang berbeda pula. Kemampuan
membedakan rangsangan kulit oleh satu ujung benda dari dua ujung disebut
diskriminasi dua titik. Tubuh bervariasi dalam kemampuan membedakan dua titik
pada tingkat derajat pemisaha bervariasi. Normalnya dua titik terpisah 2-4mm.
40 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
Dapat dibedakan pada ujung jari tangan, 30-40mm dapat dibedakan pada dorsum
pedis. Sensasi taktil dibawa ke korda spinalis oleh satu dari tiga jenis neuron
sensorik : serat tipe A beta yang besar, serat tipe A delta yang kecil, dan serat tipe C
yang paling kecil. Kedua jenis serat tipe A mengandung mielin dan menyalurkan
potensial aksi dengan sangat cepat; semakin besar serat semakin cepat transmisinya
dibanding serat yang lebih kecil. Informasi taktil yang dibawa dalam serat A
biasanya terlokalisasi baik. Serat C yang tidak mengandung mielin dan
menyalurkan potensial aksi ke korda spinalis jauh lebih lambat daripada serat A.
Hampir semua informasi mengenai sentuhan, tekanan, dan getaran masuk ke korda
spinalis melalui akar dorsal saraf spinal yang sesuai. Setelah bersinap di spina,
informasi dengan lokalisasi dibawa oleh serat-serat A yang melepaskan potensial
aksi dengan cepat (beta dan delta) di kirim ke otak melalui sistem lemniskus
kolumna dorsalis. Serat-serat saraf dalam sisitem ini menyebrang dari kiri ke kanan
di batang otak sebelum bersinaps di talamus. Informasi mengenai suhu dan
sentuhan yang lokalisasi kurang baik di bawa ke korda spinalis melalui serat-serat
C yang melepaskan potensial aksi secara lambat. Info tersebut dikirim ke daerah
retikularis di batang otak dan kemudian ke pusat-pusat yang lebih tinggi melalui
serat di sitem anterolateral.
Indera raba (taktil): reseptor taktil adalah alat indera yang paling luas, terletak
diseluruh permukaan kulit dan beberapa selaput lendir. Ada dua fungsi penting
yaitu untuk survival; dengan mengidentifikasi sentuhan ringan secara umum,
temperatur, dan rasa nyeri. Sedangkan fungsi diskriminasi yang berkembang
kemudian, penting untuk mengenal tekstur, bentuk, lokasi akurat dari suatu
sentuhan dan berperan penting dalam perkembangan persepsi tubuh, keterampilan
motorik halus dan praksis.
Reseptor indera taktil terletak pada kulit dan beberapa lokasi selaput lendir. Indera
taktil memberikan informasi tentang kualitas benda-benda yang diraba (keras,
halus, dsb), arah gerak dari input taktil dan lokasi dari input tersebut (= fungsi
diskriminatif). Selain itu system taktil juga menerima rasa raba halus, nyeri dan
temperatur (=fungsi protektif).
Reseptor taktil, terdapat paling sedikit 6 jenis reseptor, tapi sebenrnya masih
banyak reseptor taktil yang serupa.
1. Beberapa ujung saraf bebas, yang terdapat di jumpai di semua bagian kulit dan
jaringan-jaringan lain,dapat mendeteksi rabaan dan tekanan.
Lengan
(cm)
0,2
Sesuai titik
1,9
Sesuai titik
0,8
bawah (cm)
Sesuai titik
1,5
1
Sesuai titik
1,3
(cm)
1,5
1
0,3
1
Sesuai titik
tangan (cm)
1
1
1,6
0,5
0,8
(cm)
1,5
Sesuai titik
0,8
1,5
1
Dari data yang didapatkan lokalisasi taktil yang dilakukan normal. Hampir semua
informasi mengenai sentuhan, tekanan, dan getaran masuk ke korda spinalis
melalui akar dorsal saraf spinal yang sesuai.
D. Menjawab Pertanyaan
1. Apakah kemampuan lokalisasi taktil seseorang sama besarnya untuk seluruh
bagian tubuh?
Jawab:
kemampuan lokalisasi taktil tidak sama besarnya di seluruh bagian tubuh,
reseptor taktil yang berbeda memiliki kepekaan dan kecepatan mengirim impuls
yang berbeda pula.
2. Apakah istilah kemampuan seseorang untuk menentukan tempat rangsang taktil?
Jawab:
Topognosia, sensasi somatik (sensasi eksteroseptif =propioseptif)
E. Kesimpulan
Kemampuan lokalisasi taktil seseorang tidak sama besar pada seluruh bagian
tubuh. Hampir semua informasi mengenai sentuhan, tekanan, dan getaran masuk ke
korda spinalis melalui akar dorsal saraf spinal yang sesuai. TPL (lokalisasi taktil)
lebih peka pada bagian yang menonjol, seperti hidung, mata, bibir, dan lain-lain.
Diskriminasi Taktil
A. Dasar Teori
Kemampuan panca indra untuk membedakan keberadaan 2 titik yang mendapat
rangsangan sangat dipengaruhi oleh mekanisme inhibisi lateral yang meningkatkan
derajat kontras pada pola spasial yang disadari.
Setiap jaras sensorik bila dirangsang, secara simultan akan menghasilkan sinyal
inhibitorik lateral; sinyal ini menyebar ke sisi sinyal eksitatorik dan menghambat
neuron yang berdekatan. Sebagai contoh, ingat lah neuron yang dirangsang di
nukleus kolumna dorsalis. Selain dari pusat sinyal eksitatorik, jaras lateral pendek
juga menjalarkan sinyal inhibitorik ke neuron di sekitarnya. Jadi, sinyal ini lewat
melelui interneuron tambahan yang mensekresi transmitter inhibitorik.
Pentingnya inhibisi lateral adalah bahwa inhibisi ini menghambat penyebaran
sinyal eksitatorik ke lateral sehingga meningkatkan derajat kontras dalam pola
sensorik yang dirasakan di korteks serebralis.
B. Tata Kerja
1. Tentukan secara kasar ambang membedakan dua titik untuk ujung jari dengan
menempatkan kedua ujung sebuah jangka secara serentak (simultan) pada kulit
ujung jari.
43 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
2. Dekatkan kedua ujung jangka itu sampai dibawah ambang dan kemudian
jauhkan berangsur-angsur sehingga kedua ujung jangka itu tepat dapat
dibedakan sebagai 2 titik.
3. Ulangi percobaan ini dari suatu jarak permulaan diatas ambang. Ambil angka
ambang terkecil sebagai ambang diskriminasi taktil tempat itu.
4. Lakukan percobaan diatas sekali lagi, tetapi sekarang dengan menempatkan
kedua ujung jangka secara berturut-turut (suksetif).
5. Tentukan dengan cara yang sama (simultan dan suksetif) ambang membedakan
dua titik ujung jari, tengkuk, bibir, pipi dan lidah.
6. Berikan sekarang jarak kedua ujung jangka yang sebesar-besarnya yang masih
dirasakan oleh kulit pipi depan telinga sebagai satu titik. Dengan jarak ini
gerakan jangka itu dengan ujungnya pada kulit kearah pipi muka, bibir atas dan
bibir bawah. Arah gerakan harus tegak lurus terhadap garis yang
menghubungkan kedua ujung jangka.
7. Catat apa yang saudara alami.
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Naracoba: Nurin pascarini Jusaim
Ambang Diskriminasi Taktil
Ujung Jari : 0,5 cm
Pipi
: 1,4 cm
Tengkuk : 1,9 cm
Bibir
: 0,5 cm
Bagian yang terbesar ambang diskriminasi taktilnya yakni tengkuk, dan yang
terkecil di bibir dan ujung jari. Ini membuktikan bahwa sentuhan dua titik di
tengkuk sulit dibedakan, karena reseptor peraba lebih banyak namun lapang
reseptif kecil di ujung jari atau bibir.
D. Menjawab Pertanyaan:
Bagaimana caranya saudara mengatahui bahwa jarak antar kedua ujung jangka
dibawah ambang diskriminasi taktil?
Jawab:
Dengan bertanya ke OP apakah ia bisa membedakan sentuhan yang terasa satu atau
dua titik, jika terasa dua titik dimana sebelumnya ia merasa satu, maka itu ambang
diskriminsi taktilnya.
Apabila kedua titik menyentuh lapangan reseptif yang sama, keduanya akan
dirasakan sebagai satu titik. Seseorang dapat menentukan jarak minimal sebagai 2
titik yang terpisah dan bukan menjadi satu yang mencerminkan dari ukuran
lapangan reseptif di daerah tersebut. Ambang 2 titik berkisar antara 2mm di ujung
jari. Bila di kulit betis terangsang 48mm.
E. Kesimpulan
Apabila kedua titik menyentuh lapangan reseptif yang sama, keduanya akan
dirasakan sebagai satu titik
Perasaan Iringan (After Image)
A. Dasar Teori
Sistem saraf mempunyai sirkuit, salah satunya adalah sikuit reverberasi atau sirkuit
bolak balik (oscilatory).Sirkuit ini dapat disebabkan oleh adanya umpan balik
positif di dalam sirkuit neuron. Umpan balik ini ditujukan untuk merangsang
kembali masukan sirkuit yang sama sehingga sirkuit itu dapat mengeluarkan
letupan berulang-ulang untuk waktu yang lama. Umpan balik positif ini dapat
terjadi apabila suatu neuron memiliki percabangan ke neuron lain yang memiliki
percabangan yang menuju kembali ke neuron sebelumnya.
Adanya sirkuit reverberasi atau sirkuit bolak balik sehingga rangsangan yang telah
diteruskan oleh satu neuron kembali kembali lagi kepada neuron tersebut sehingga
menimbulkan perasaan iringan (after image).
B. Tata Kerja
1. Letakkan sebuah pensil antara kepala dan daun telinga dan biarakan ditempat itu
selama saudara melakukan percobaan VI.
2. Setelah saudara selesai dengan percobaan VI angkatlah pensil dari telinga
saudara dan apakah yang saudara rasakan setelah pensil itu diambil.
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Naracoba: Yogie Nahara
Masih terasa adanya pensil di telinga walaupun pensil telah diambil
D. Menjawab Pertanyaan
Bagaimana mekanisme terjadinya perasaan iringan?
Jawab:
Adanya adaptasi reseptor terhadap rangsangan benda yang dihasilkan melalui
tekanan, getaran dan sifat sifat fisik benda, mengakibatkan kita terbiasa dalam
memakai benda tersebut. sehingga pada saat mencopot benda, reseptor-reseptor
tersebut memperlihatkan suatu off reseptor dan adanya sirkuit reverberasi atau
sirkuit bolak balik menyebabkan kita menyadari bahwa benda telah di copot.
Mekanisme adaptasi ini dilakukan oleh badan paccini.
Perasaan iringan terjadi karena adanya impuls yang terus beredar dalam lingkaran
rantai neuron daerah yang terangsang, walaupun stimulus sudah tidak ada lagi.
E. Kesimpulan
Adanya adaptasi reseptor terhadap rangsangan benda yang dihasilkan melalui
tekanan, getaran dan sifat-sifat fisik benda,mengakibatkan kita terbiasa dalam
memakai benda tersebut.
Daya Membedakan Berbagai Sifat Benda
45 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
A. Tata Kerja
1. Kekasaran permukaan benda
a. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba permukaan
amplas yang derajat kekasaran yang berbeda-beda.
b. Perhatikan kemampuan orang percobaanm untuk membedakan derajat
kekasaran amplas.
2. Bentuk benda
a. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan memegang-megang bendabenda kecil yang saudara berikan.
b. Suruh orang percobaan menyebutkan nama/bentuk benda-benda itu.
3. Bahan pakaian
a. Dengan mata tertutup suruh orang percobaan meraba-raba bahan-bahan
pakaian yang saudara berikan.
b. Suruh orang percobaan setiap kali menyebutkan jenis/bentuk benda-benda
itu.
B. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Naracoba: Yogie Nahara
1. Kekasaran permukaan benda
OP mampu membedakan ampelas yang kasar dan agak kasar
2. Bentuk benda
Menggunakan penghapus karet dan penjepit kertas
OP mampu membedakan benda yang di berikan
3. Bahan pakaian
OP mampu membedakan kain yang teksturnya halus dan kasar
C. Menjawab Pertanyaan
Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam membedakan sifat benda
(ukuran, bentuk, berat, permukaan), apa kelainan neurologis yang di deritanya?
Jawab:
Agnosia : Terjadi lesi pada lobus parietal yang tidak dominan.gangguannya
Agnosia visual : Jika pasien mempunyai daya visus normal dan tidak dapat
diatur
menurut
kemauan
kita.
Contohnya,
melempar
Sumsum
tulang
menghantarkan
belakang:
impuls
Sumsum
(rangsangan)
tulang
dari
belakang
dan
ke
berfungsi
otak,serta
Gerak adalah suatu tanggapan tehadap rangsangan baik itu dari dalam tubuh maupun
dari luar tubuh. Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk
menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf. Seluruh mekanisme gerak yang terjadi
di tubuh kita tak lepas dari peranan system saraf. Sistem saraf ini tersusun atas
jaringan saraf yang di dalamnya terdapat sel-sel saraf atau neuron.
Sistem syaraf memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Pusat koordinasi segala aktivitas tubuh
2. Pusat kesadaran, memori dan intelegansi
3. Higher mental process, yaitu reasoning (penalaran), thinking (berpikir),
judgement (pengambilan keputusan).
Seperti yang telah dijelaskan pada teori diatas, jalan dari gerak reflex ini adalah
mulai dari stimulus diterima reseptor, kemudian impus tersebut dibawa oleh saraf
sensorik menuju sum-sum tulang belakang, kemudian impul dilanjutkan oleh saraf
motorik, kemudian diterima oleh efektor maka terjadilah respon/tanggapan. Pasien
dapat melakukan gerakan yang diperintah oleh pemeriksa dengan benar. Pasien
normal dan tidak mengalami gangguan neurologis.
D. Menjawab Pertanyaan
Bila orang percobaan membuat kesalahan dalam melokalisasi tempat-tempat yang
diminta, apa nama neurologis yang dideritanya?
Jawab:
Dysdiadochokinesis
E. Kesimpulan
Jika tafsiran sikap benar, maka daya menentukan sikap anggota tubuh baik.
Waktu Reaksi
A. Dasar Teori
Waktu reaksi (reaction time) merupakan waktu antara pemberian rangsangan
sampai dengan timbulnya respon terhadap rangsangan tersebut. Parameter waktu
reaksi ini dipakai untuk pengukuran performansi. Yang mempengaruhi performansi
kerja diantaranya tingkat kelelahan, kondisi motivasi, rasa bosan, konsentrasi, dan
kondisi psikologis manusia lainnya. Hal tersebut akan mengakibatkan waktu reaksi
yang berbeda-beda antara satu kondisi dengan kondisi lainnya. Kondisi-kondisi
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan baik secara fisik (penerangan, temperatur,
getaran, dll) maupun secara psikologis (suasana hati, motivasi, dll) dan kerja itu
sendiri.
Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang waktu reaksi
dalam hubungannya dengan aktivitas kerja. Waktu reaksi menjadi hal yang sangat
penting dan signifikan dalam pengukuran performansi kerja. Dalam praktikum ini,
akan diteliti bagaimana perbandingan waktu reaksi sederhana sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas fisik.
Waktu reaksi merupakan interval waktu yang diperlukan seseorang untuk
memberikan reaksi terhadap sinyal atau rangsangan yang muncul ketika seseorang
memberikan respon tentang sesuatu yang didengar, dilihat, atau dirasakan. Ada
berbagai macam eksperimen waktu reaksi:
Usia
Waktu reaksi menjadi berkurang mulai usia bayi hingga akhir 20-an, bertambah
pada usia 50-60 tahun, lalu melambat pada usia 70 tahun keatas. Penurunan
waktu reaksi pada orang dewasa mungkin disebabkan karena orang dewasa lebih
hati-hati merespon sebuah stimulus. Orang dewasa juga cenderung mencurahkan
pikirannya pada satu stimulus dan mengabaikan stimulus yang lainnya.
3. Jenis kelamin
Biasanya laki-laki memiliki waktu reaksi yang lebih cepat daripada wanita.
4.
5.
6.
8.
Gangguan
Adanya gangguan pada saat stimulus diberikan dapat meningkatkan waktu reaksi.
9.
11.
Faktor lingkungan
Pencahayaan, temperatur, dll.
12. Faktor psikologi
Suasana hati, tekanan, dll.
B. Tata Kerja
1. Suruh orang percobaan duduk dan meletakkan lengan bawah dan tangannya di
tepi meja dengan ibu jari dan telunjuk berjarak 1 cm siap menjepit
2. Pemeriksa memegang mistar pengukur waktu reaksi pada titik hitam dengan
menempatkan garis tebal diantara dan setinggi ibu jari dan telunjuk orang
percobaan tanpa menyentuh jari-jari orang percobaan
3. Dengan tiba-tiba pemeriksa melepaskan mistar tersebut dan orang percobaan
harus mengangkat selekas-lekasnya. Ulangi percobaan ini sebanyak 5 kali
4. Tetapkan waktu reaksi orang percobaan (rata-rata dari ke 5 hasil yang diperoleh)
C. Hasil Pengamatan
Naracoba: Yogie Nahara
NO.
Waktu Reaksi
I.
0,21
II.
0,22
III.
0,24
IV.
0,20
V.
0,20
Rata-rata
0,214
Dari hasil percobaan, didapatkan kesimpulan bahwa waktu reaksi o.p normal.
Karena rata-rata waktu reaksi manusia adalah 0,21
D. Menjawab Pertanyaan
Apa yang menentukan waktu reaksi seseorang ?
Jawab:
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu reaksi seseorang adalah : usia, jenis
kelamin, suhu tubuh, kesiapan bertindak, indera penerima rangsang yang terlibat,
dan banyaknya reseptor yang distimuli.
E. Kesimpulan
Waktu reaksi seseorang dtentukan oleh kecepatan dan ketanggapannya
Pengecapan
A. Dasar Teori
Fungsi pengecapan pada lidah dilakukan oleh taste bud. Struktur khusus yang
tertanam di papilla lidah, juga ditemukan pada bagian belakang mulut dan palatum.
Setiap orang memiliki hingga 5.000-10.000 taste bud. Tastan adalah substansi yang
menstimulasi taste bud. Sinyal yang timbul setelah stimulasi oleh tastan merambat
melalui nervus cranialis menuju batang otak dan thalamus untuk berakhir di korteks
serebri sehingga dapat terjadi persepsi rasa tertentu.
B. Alat dan Bahan
4. Lima tabung kecil berisi :
a. Larutan asam asetat 5 % (83 mM)
b. Larutan NaCl 2 mg/mL (34 mM)
c. Larutan kina 2 mg/mL (6 mM)
d. Larutan glukosa 2 mg/mL (11 mM)
e. Larutan Umami / MSG 2 mg/mL (11 mM)
5. Aplikator (batang kecil dengan salah satu ujungnya dikasih kapas)
6. Peta lidah
7. Kertas hisap atau saring
8. Aqua
PETA LIDAH
C. Tata Kerja
1. Meminta orang percobaan berkumur, kemudian mengeringkan lidahnya dengan
kertas hisap
2. Mencelupkan aplikator dalam salah satu larutan yang diberikan. Membuang
larutan dengan menekan sisi tabung.
3. Menyentuh aplikator pada daerah ujung, sepanjang sisi, tengah, dan belakang
lidah orang percobaan
4. Menulis (+) pada daerah peta yang sesuai jika praktikan merasakan larutan
tersebut. Menulis (-) pada daerah peta rasa yang sesuai jika daerah tertentu
disentuh tidak sensitif terhadap larutan yang diuji.
5. Mengulangi prosedur diatas dengan ke-empat larutan lainnya pada tempat yang
sama, beri waktu satu menit setelah berkumur untuk memulihkan lidah
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Naracoba: Mediani Nurdianty Sari
Bahan
Asam asetat
NaCl
Kina
Glukosa
Umami
Ujung lidah
+
+
+
+
-
Sisi lidah
+
+
+
Tengah lidah
-
Belakang lidah
+
-
Rasa klasik yang dapat dirasakan manusia (manis, asin, asam, pahit dan umami) ternyata
melakukan mekanisme transduksi yang berbeda-beda dan terjadi di sel reseptor yang
berbeda pula. 2 dari mekanisme ini merupakan ionotrophic (rasa asin dan asam) dan
sisanya (rasa manis, umami dan pahit) merupakan metabrotropic
Jawab:
Ada, penderita Agesia tidak bisa membedakan modalitas pengecapan
PERSEPSI PENGECAPAN
C. Tata Kerja
1. Mintalah 10 ml larutan no.1 dan encerkan dengan menambahkan 10 ml
aquades dengan gelas ukur
2. Masukan daam tabung, ini adalah larutan no.6 (3mM)
3. Minta OP untuk berkumur dengan air yang telah disediakan
4. Menggunakan aplikator sentuhkan larutan no.1 pada tempat yang telah
ditentukan pada percobaan sebelumnya dan gunakan Visual Analog Scale
(VAS) : 9 point labelled scale (Modified Lickert) dibawah ini untuk menilai
sensasi yang dirasakan
5. Lakukan pada ujung lidah, sepanjang sisi, tengah, dan belakang lidah OP
6. Setelah larutan kina I, lakukan hal yang sama dengan larutan no.6
D. Hasil Pengamatan
How strong is taste of this solution?
Extremely strong
Very strong
Strong
Slightly strong
o Neutral
Slightly weak
Weak
Very weak
Extremely weak
Kesimpulan Peta
Lidah & Persepsi
Pengecapan
Setelah melakukan percobaan tentang senssasi rasa pada reseptor pengecap dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pengenalan rasa oleh otak terjadi karena tranduksi rasa pada lidah
2. Waktu sensasi adalah waktu yang diperlukan oleh reseptor untuk mengenali dan
menanggapi rangsangan dan diteruskan keotak sehingga akan dikenali rasanya.
3. Selsel reseptor untuk pengecapan adalah selsel ephitelium yang telah
termodifikasi yang diorganisasikan menjadi kuncup pengecapan yang tersebar
di sejumlah bagian permukaan lidah dan mulut.
4. Dari tiap rasa makanan dan minuman otak mengintegrasikan input yang berbeda
dari kuncup pengecapan, dan mempersiapkan cita rasa yang kompleks.
5. Reseptor rasa manis terletak pada ujung lidah, reseptor rasa asin terletak pada
tepi depan lidah, reseptor rasa asam terletak ditepi belakang lidah dan reseptor
rasa pahit terletak di pangkal lidah.
E.
Penghidu
A. Tujuan Percobaan
Untuk membuktikan bahwa zat yang dibaui adalah zat yang berupa gas, serta
membedakan wewangian mulai dari bau yang tidak enak sampai yang enak.
B. Dasar Teori
Sensasi wangi/ bau terjadi karena adanya interaksi zat dengan reseptor indera
penciuman yang diteruskan ke otak berupa sinyal listrik. Reseptor ini merupakan sel
saraf yang berupa benang halus. Pada satu ujung sel saraf berinteraksi dengan zat
berbau, sedangkan ujung yang lainnya berkumpul dalam suatu tulang menuju bagian
otak yang bertugas menerjemahkan sensasi dari indra penciuman. Serangkaian
proses terjadi dalam benang halus, dimulai dari interaksi molekul dengan reseptor
sampai dihasilkannya sinyal listrik. Interaksi molekul dengan sel saraf reseptor akan
menyebabkan reseptor teraktifkan. Suatu protein yang berpasangan dengan reseptor
(protein G) akan teraktifkan juga. Protein G yang teraktifkan akan menstimulasi
pembentukan cAMP, melalui pembentukan enzim adnylate cyclase III. cAMP
merupakan suatu molekul pembawa pesan yang dapat mengatifkan suatu mekanisme
transfer ion, sehingga akhirnya dapat dikirim informasi mengenai wangi/bau
molekul ke otak berupa sinyal listrik. Setiap satu sensasi wangi terdiri dari beberapa
campuran zat berbau yang akan menstimulasi reseptor. Kemudian dalam otak
terdapat suatu system pemetaan yang menerjemahkan sensai wangi ini. Itulah
sebabnya meskipun hanya ditemukan 1000 sel saraf penciuman, tapi kita dapat
mengenal 10000 jenis wewangian.
Indra penciuman akan cepat beradatasi. Sering kita merasa tidak lagi
mencium wangi parfum yang telah kita semprotkan, padahal orang lain yang baru
bertemu dengan kita masih bisa menciumnya. Terjadinya fenomena ini dapat
dijelaskan dengan mekanisme berikut. Saat transfer ion untuk pengiriman sinyal ke
otak, Memungkinkan masuknya ion Ca2+, ion Ca2+ akan mengikat protein
calmodulin (CaM). Kompleks Ca2+/Ca Mini dapat mengaktifkan enzim PDE yang
selanjutnya dapat merusak molekul cAMP (molekul pembawa pesan yang dapat
mengaktifkan transfer ion dan bertanggung jawab dalam pengiriman sinyal ke otak),
akibatnya pengiriman sinyal ke otak yang membawa informasi sensasi wangi
terhenti. Saraf cranial (olfactory) manusia dapat membedakan berbagai macam bau
karena
57 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
hidung
mancung
kemampuan
lebih
survive
Respon Penciuman
+
+
+
+
+
Indra pembau berfungsi untuk menerima bau suatu zat terlarut dalam udara
atau air. Reseptor pembau terletak pada langit-langit rongga hidung, pada bagian
yang disebut epitelium olfaktori. Epitelium olfaktori terdiri dari sel-sel reseptor dan
sel-sel penyokong. Sel resptor olfaktori berbentuk silindris dan mempunyai filamenfilamen seperti rambut pada permukaan bebasnya. Akson sel olfaktorius berjalan
menuju bulbus olfaktorius pada sistem saraf pusat.
Reseptor Pembau adalah komoreseptor yang dirangsang oleh molekul
molekul larutan dalam cairan hidung. Sensasi wangi/ bau terjadi karena adanya
interaksi zat dengan reseptor indera penciuman yang diteruskan ke otak berupa
sinyal listrik. Interaksi molekul dengan sel saraf reseptor akan menyebabkan
reseptor teraktifkan. Suatu protein yang berpasangan dengan reseptor (protein G)
akan teraktifkan juga. Protein G yang teraktifkan akan menstimulasi pembentukan
cAMP. cAMP merupakan suatu molekul pembawa pesan yang dapat mengatifkan
suatu mekanisme transfer ion, sehingga akhirnya dapat dikirim informasi mengenai
wangi/bau molekul ke otak berupa sinyal listrik.
G. Menjawab Pertanyaan
Apa yang menyebabkan bau dapat tercium? Jelaskan mekanismenya!
Jawab:
Reseptor Pembau adalah komoreseptor yang dirangsang oleh molekulmolekul
larutan dalam cairan hidung. Reseptor pembau merupakan reseptor jauh (tele reseptor)
karena lintasan pembauan tidak memiliki hubungan dalam thalamus dan tidak terdapat di
daerah proyeksi pada neocortex penciuman (Ganong, 1979).
Membrana offactoria terletak pada bagian superior rongga hidung. Di bagian medical
ia melipat keatas concana superior dan bahkan ada yang berada di concha media.
Organon olfacus terdapat di dataran medical concha nasalis superior dan pada dataran
septumasi yang berhadapan dengan concha masalis superior. Saat seseorang menarik
nafas maka sesi bili rasa pembaunya akan lebih kuat karena letak organon olfacus
disebelah atasnya. Sensai pembauan tergantung pada konsentrasi penguapan, misalnya
skatol (bau busuk pada facces) karena konsentrasinya pekat maka baunya busuk (Guyton,
1983).
Impulsimpuls bau dihantarkan oleh filum olfactetorium yang bersinopsis dengan
cabangcabang dendrit sel mitral dan disebut sinopsis glomerulus. Neurit sel mitral
meninggalkan bulbus olfactorius untuk berjalan di dalam area medialis dan berakhir di
dalam area. Pusat pembauan ada di uncus. Neurit beurit sel mitral mempunyai cabang
cabang yang menuju ke sel granula akan mengadakan sinaps di sinopsis axomatis.
Sebagian dari neurit neurit sel mitral berjalan dalam stria lateralis dan berakhir dalam
59 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
uncus, sebagian dari neurit tersebut berjalan di dalam stria medialis dan berakhir di dalam
area septialis ( Radiopoetro, 1986), (Ganong, 1979)
H. Kesimpulan
1. Indra pembau berfungsi untuk menerima bau suatu zat terlarut dalam udara atau air.
Reseptor pembau terletak pada langit-langit rongga hidung, pada bagian yang disebut
epitelium olfaktori. Reseptor Pembau adalah komoreseptor yang dirangsang oleh
molekulmolekul larutan dalam cairan hidung. Sensasi wangi/ bau terjadi karena
adanya interaksi zat dengan reseptor indera penciuman yang diteruskan ke otak
berupa sinyal listrik.
2. Saraf cranial (olfactory) manusia dapat membedakan berbagai macam bau karena
memiliki banyak reseptor pembau, namun kemampuan tersebut ditentukan oleh
prinsip-prinsip komposisi (komponen principle). Organ pembau hanya memiliki 7
reseptor namun dapat membaui lebih dari 600 aroma
3. Impulsimpuls bau dihantarkan oleh filum olfactetorium yang bersinopsis dengan
cabangcabang dendrit sel mitral dan disebut sinopsis glomerulus. Neurit sel mitral
meninggalkan bulbus olfactorius untuk berjalan di dalam area medialis dan berakhir
di dalam area. Pusat pembauan ada di uncus. Neurit beurit sel mitral mempunyai
cabang cabang yang menuju ke sel granula akan mengadakan sinaps di sinopsis
axomatis. Sebagian dari neurit neurit sel mitral berjalan dalam stria lateralis dan
berakhir dalam uncus, sebagian dari neurit tersebut berjalan di dalam stria medialis
dan berakhir di dalam area septialis.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . (2010). Lima Alat Indera. http://organisasi.org/. 21 Maret 2010. 22.00.
Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2003. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
60 | LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK PANCA INDERA B-15
Ganong WF. 2006. Review of medical physiology. 22nd Ed. USA: The McGrawHill companies
Ganong,F.William. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed.20. Jakarta:EGC
Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier..
p663-6.
http://neurowww.cwru.edu/faculty/strowbridge/OlfactoryBulb/bulb1.htm
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23511/4/Chapter%20II.pdf
Lumbantobing, S. M. Saraf Otak. Dalam Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. h. 2530
Marieb EN, Hoehn K. 2010. Human anatomy & physiology. 7th Ed. Pearson education,Inc
Panji.2009.sistem syaraf perifer. http://panji1102.blogspot.com/2008/03/sistem-saraf-periferdivisi-aferen.htm. tanggal akses 3-10-2009
Radiopoetro, R. 1986. Psikologi Faal 1. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
UGM.
repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/2801.ppt sabtu, 03 april 2010.
Sears, dan Zemansky. Fisika untuk Universitas, jilid III
Seksi Laboratorium Psikologi Faal, 2001, Petunjuk Praktikum Psikologi Faal, Yogyakarta :
Laboratorium Psikologi Faal Fakultas Psikologi UGM
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed.2. Jakarta:EGC
Sloane, Ethel. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Soepardi EA, Iskandar N, dkk. 2010. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta:
FKUI. ; hal. 17-8
Sunny
Kumar.
2011.
The
Neural
Basis
of
Olfaction
http://www.yalescientific.org/2011/05/the-neural-basis-of-olfaction/
Sutrisno, Seri Fisika Dasar, ITB
Thianren. 2008. Penurunan Visus Pada Katarak dengan Diabetes Mellitus.
diunduh
pada