JEPANG DI INDONESIA
2) Hasil tanaman harus dijual kepada pemerintah dengan harga yang telah ditetapkan
pemerintah.
3) Tanah yang ditanami tanaman ekspor tersebut bebas dari pajak tanah.
4) Kaum petani tidak boleh disuruh bekerja lebih keras daripada bekerja untuk tanaman
padinya.
5) Rakyat yang tidak memiliki tanah dikenakan kerja rodi selama 65 hari setiap tahun di tanah
milik pemerintah.
6) Kerusakan tanaman menjadi tanggungan pemerintah, apabila kerusakan itu bukan karena
kesalahan rakyat.
Dengan adanya peraturan tersebut sistem tanam paksa sangat merugikan penduduk
Indonesia. Pihak Belanda bertindak sewenang-wenang dalam mengeruk hasil bumi. Bahkan
dalam pelaksanaannya lebih berat dari peraturan yang telah dibuat. Rakyat harus menanami 1/4,
1/3, atau setengah dari tanah yang dimilik untuk ditanami tanaman tertentu. Hasilnya harus
disetorkan kepada Belanda. Selain itu, tanah-tanah tersebut tetap dikenakan pajak.Akibatnya,
rakyat Indonesia kekurangan pangan dan banyak yang mati kelaparan.
Sebaliknya, tanam paksa ini menguntungkan Belanda. Hasil tanam paksa diangkut
seluruhnya ke Belanda. Kas negara Belanda yang tadinya kosong, kini terisi kembali. Bahkan,
uang tersebut digunakan untuk membangun negeri Belanda.
3. Perjuangan Tokoh Daerah untuk Mengusir Penjajah Belanda
Tindakan Belanda yang sewenang-wenang terhadap rakyat menimbulkan perlawanan di
berbagai daerah. Beberapa tokoh yang terkenal keberaniannya sebagai berikut.
a. Pattimura
Maluku merupakan kepulauan yang banyak menghasilkan rempah-rempah. Oleh karena itu,
Belanda sudah lama ingin menguasai daerah tersebut. Tindakan Belanda di Maluku sangat
sewenang-wenang. Mereka sering bertindak kasar dan melakukan pemaksaan dalam penjualan.
Belanda juga mengatur harga dengan kemauannya sendiri. Untuk memperkuat kedudukannya di
Maluku, Belanda mendirikan benteng Duurstede.
Melihat penderitaan rakyat Maluku, Pattimura atau Thomas Matulessi, menjadi tergugah
hatinya. Ia adalah orang Maluku asli yang menjadi tentara Belanda. Ia kemudian menghimpun
kekuatan untuk melawan Belanda.
Pada 1817 Pattimura bersama dengan rakyat menyerang Benteng Duurstede. Semua teman
Belanda dan residen Van den Berg beserta keluarganya terbunuh. Pertempuran akhirnya meluas
ke berbagai daerah. Dalam pertempuran itu rakyat Maluku berhasil menewaskan Mayor Beeces.
Ia adalah pimpinan pasukan Belanda.
Belanda kemudian mencari bantuan ke Ambon dan Batavia sehingga kekuatan menjadi tidak
seimbang. Pada pertengahan November 1817 Pattimura dan teman-teman tertangkap. Pada 16
Desember 1817, Pattimura menjalani hukuman gantung di Ambon.
b. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro adalah putra Hamengku Buwono III. Pada saat tinggal di Tegalrejo,
beliau menyaksikan penderitaan rakyat. Belanda bertindak kejam kepada rakyat. Pangeran
Diponegoro membenci segala tindakan yang dilakukan Belanda tersebut. Timbullah perlawanan
yang dikenal sebagai perang Diponegoro.
Hal lain yang menjadi pemicu perang Diponegoro adalah patok dalam membuat jalan
menuju Magelang. Patok itu melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro yang dilakukan
tanpa perundingan dahulu. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro melarang pemasangan patok
dan mempertahankan haknya. Residen Smissaert mengetahui hal itu. Ia menganggap hal itu
sebagai tindakan pembangkangan.
Pada 20 Juli 1825, Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya melawan Belanda. Mereka
berjuang dengan taktik perang gerilya. Markas Diponegoro berpindahpindah, yaitu di Selarong,
Pleret, Dekso, dan Pengasih. Pangeran Diponegoro pada mulanya dapat menguasai sebagian
besar Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur.
Untuk mengalahkan Pangeran Diponegoro, Belanda menggunakan tipu muslihat. Pada 1827
Belanda menugaskan Jenderal Marcus de Kock untuk menumpas pasukan Diponegoro. Pangeran
Diponegoro diundang untuk berunding di Magelang. Dalam perundingan itu, ia tiba-tiba
ditangkap dan diasingkan ke Manado. Kemudian dipindahkan ke Makassar sampai wafat pada 8
Januari 1855.
c. Imam Bonjol
Perlawanan terhadap Belanda juga berlangsung di Sumatera Barat. Perlawanan ini dipimpin
oleh Tuanku Imam Bonjol. Kehadiran Belanda di Sumatera Barat untuk menguasai daerah
penghasil kopi. Untuk menguasai Sumatra Barat, Belanda memanfaatkan perselisihan antara
Kaum Padri (pembaharu agama Islam) dan Kaum Adat.
Pada 1821, Belanda dengan bantuan Kaum Adat memerangi Kaum Paderi. Tuanku Imam
Bonjol memimpin pasukan Paderi untuk menghadapi Belanda. Dalam peperangan ini Belanda
dapat dikalahkan. Belada terpaksa mengadakan perjanjian Masang pada 1824. Akan tetapi,
perjanjian ini kemudian dilanggar oleh Belanda. Perang pun terjadi lagi.
Setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda membawa pasukan yang besar ke Sumatra
Barat. Wilayah-wilayah di Sumatra Barat mulai dapat dikuasai. Pada 1837, pasukan Belanda
dibawah pimpinan Letkol Michels menyerbu Bonjol. Dalam peperangan ini Kaum Padri dapat
dikalahkan. Namun Tuanku Imam Bonjol berhasil memoloskan diri.
Pada Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol ditangkap. Ia kemudian dibuang ke Cianjur, Jawa
Barat. Ia dipindahkan lagi ke Ambon dan akhirnya ke Lotan dekat Manado. Ia meninggal pada 8
November 1864 dan dimakamkan di sana.
d. Pangeran Antasari
Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan terdapat kerajaan yang besar. Daerah ini banyak
menghasilkan rempah-rempah dan intan. Belanda dengan ingin menguasai daerah itu dengan
jalan mengadu domba kerabat keraton.
Setelah Sultan Adam wafat, Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah. Padahal ia tidak
disenangi rakyat. Tindakan Belanda di Kesultanan Banjar semakin semena-mena. Pangeran
Tamjidillah pun mendapat perlawanan dari Pangeran Hidayat dengan dukungan rakyat. Namun,
ia mengalami kegagalan dan ditangkap lalu dibuang ke Cianjur.
Kemudian muncullah Pangeran Antasari yang menolak campur tangan Belanda. Pangeran
Antasari memimpin rakyat Banjar melawan Belanda sejak 1859 1862. Ia diangkat oleh rakyat
Banjar menjadi sultan. Pasukan Antasari berhasil meledakkan kapal Belanda beserta pasukannya.
Perlawanan Antasari terhenti karena sakit. Akhirnya ia meninggal pada 1862.
e. Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII menjadi raja sejak umur 18 tahun. Waktu kecilnya bernama Patuan
Bosar Ompu Pulo Batu. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli 1849. Belanda datang ke Tapanuli secara
terang-terang untuk mengusai tanah Batak. Oleh karena itu, Sisingamangaraja XII mengangkat
senjata untuk menumpas Belanda.
Pada 1878, pasukan Sisingamangaraja melakukan perlawanan. Mereka menyerang pos-pos
pertahanan Belanda. Penyerangan ini dilakukan secara bergerilya. Serangan ini berhasil
mengalahkan Belanda. Untuk mengatasi keadaan, Belanda menambah kekuatannya. Kemudian
Belanda melakukan penyerangan. Daerah pertempuran Sisingamangaraja semakin sempit dan
pasukannya semakin berkurang.
Sisingamangaraja XII dipaksa menyerah di tempat persembunyiannya. Akan tetapi, ia
menolak. Ia gugur tertembak pada 17 Juni 1907. Ia dimakamkan di Pulau Samosir, Sumatra
Utara.
f. Raja Buleleng dan Gusti Ketut Jelantik
Di Bali berlaku hukum adat Tawan Karang. Hukum adat ini menyatakan bahwa setiap kapal
asing yang terdampar di perairan Bali akan menjadi milik raja Bali. Hukum ini diterapkan oleh