PENDAHULUAN
Trauma medula spinalis (TMS) meliputi kerusakan medula spinalis
karena trauma langsung atau tak langsung yang mengakibatkan gangguan
fungsi utamanya, seperti fungsi motorik, sensorik, autonomik, dan refleks, baik
komplet ataupun inkomplet. Trauma medula spinalis merupakan penyebab
kematian dan kecacatan pada era modern, dengan 8.000-10.000 kasus per
tahun pada populasi penduduk USA dan membawa dampak ekonomi yang
tidak sedikit pada sistem kesehatan dan asuransi di USA.
BAB II
2.1
DEFINISI
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik
EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 7.600 sampai 10.000 individu
ruangan
subaraknoid
(cavitas
subarachnoidealis)
yang
berisi
liquorcerebrospinalis
6. piamater, yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah dan yang
langsung membungkus permukaan sebelah luar medula spinalis.
(Fahriansyah, 2012)
Lapisan meningen terdiri atas pachymeninx (duramater) dan
leptomeninx (arachnoid dan piamater). Pada masa kehidupan intrauterin
usia 3 bulan, panjang medula spinalis sama dengan panjang kanalis
vertebralis, sedang dalam masa-masa berikutnya kanalis vertebralis
tumbuh lebih cepat dibandingkan medula spinalis sehingga ujung kaudal
medula spinalis berangsur-angsur terletak pada tingkat yang lebih tinggi.
Pada saat lahir, ujung kaudal medula spinalis terletak setinggi tepi kaudal
corpus vertebrae lumbalis II. Pada usia dewasa, ujung kaudal medula
spinalis umumnya terletak setinggi tepi kranial corpus vertebrae lumbalis
II atau setinggi discus intervertebralis antara corpus vertebrae lumbalis I
dan II. Terdapat banyak jalur saraf (tractus) di dalam medula spinalis.
Jalur saraf tersebut dapat dilihat pada gambar di berikut. (Guyton, 2009)
saraf mulai keluar pada medulla di sisi yang sama dari gabungan sel-sel
yang disebut nucleus vestibularis.
4. Tractus rubrospinalis
Terletak tepat di depan tractus corticospinalis lateralis, serabutnya
dimulai pada mesenchepalon dan berjalan turun untuk berakhir di sekitar
sel-sel cornu anterius. Berhubungan dengan kontrol aksi otot dan
merupakan bagian utama dari sistem extrapyramidal. Tractus motoris dan
sensoris merupakan tractus yang paling penting didalam otak dan medulla
spinalis dan mempunyai hubungan yang erat untuk gerakan motoris
voluntaris, sensasi rasa sakit, temperatur dan sentuhan dari organ-organ
indera pada kulit dan impuls propioseptif dari otot dan sendi.
Tractus corticospinalis atau pyramidalis atau motoris berasal dari
cortex motoriius precentralis, serabutnya berjalan turun melalui capsula
interna pada genu dan dua pertiga anterior limbus posterior.
Tractus cortico ventralis mengendalikan neuron-neuron motorik
yang melayani otot-otot pada truncus termasuk mm.intercostalis dan
abdominalis.
Semua neuron yang menyalurkan impul-impuls motorik ke nuclei
motorii di dalam batang otak dan medulla spinalis dapat disebut sebagai
neuron motor atas (upper motor neuron). Impuls-impuls motorik ini dapat
disalurkan melalui jalur-jalur saraf yang termasuk dalam susunan
pyramidal dan susunan ekstrapyramidal oleh karena itu dalam area yang
luas sel-sel neuron yang membentuk jalur desendens pyramidal (tractus
corticobulbaris
dan
corticospinalis)
dan
ekstrapyramidal
(tractus
adalah
mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh dan bergerak
refleks.
Untuk terjadinya gerakan refleks, dibutuhkan struktur sebagai berikut:
1. Organ sensorik: menerima impuls, misalnya kulit
Level
C1-C6
C1-T1
C3, C4,
Function
Neckflexors
Neckextensors
Supply diaphragm (mostly C4)
C5
C5, C6
C6, C7
C7, T1
Extension of toes
L5, S1, S2 Extension of leg at the hip (gluteus maximus)
Plantarflexion of foot
L4,
Flexion of toes
L5, Flexion of leg at the knee (hamstrings)
S1, S2
(Michael, 2012)
IV. MEKANISME CEDERA
Mekanisme trauma dan stabilitas fraktur
Trauma medula spinalis dapat menyebabkan komosio, kontusio,
laserasi, atau kompresi medula spinalis. Patomekanika lesi medullaspinalis
berupa rusaknya traktus padamedula spinalis, baik asenden ataupun
desenden. Petekie tersebar pada substansia grisea, membesar, lalu menyatu
dalam waktu satu jam setelah trauma. Selanjutnya,terjadi nekrosis
hemoragik dalam 24-36jam. Pada substansia alba, dapat ditemukan petekie
dalam waktu 3-4 jam setelah trauma. Kelainan serabut mielin dan traktus
panjang menunjukkan adanya kerusakan structural luas.
Medula spinalis dan radiks dapat rusak melalui4 mekanisme berikut:
10
11
Komplit
Inkomplit
Inkomplit
Inkomplit
level,
otot-otot
12
A. Level
Level neurologist adalah segmen paling kaudal dari medulla spinalis
yang masih dapat ditemukan keadaan sensoris dan motoris yang normal di
kedua sisi tubuh. Apabila level sensoris digunakan, ini menunjukan kearah
bagian segmen kaudal medulla spinalis dengan fungsi sensoris yang normal
pada ke dua bagian tubuh. Level motoris dinyatakan seperti sensoris, yaitu
daerah paling kaudal dimana masih dapat ditemukan motoris dengan tenaga
3/5 pada lesi komplit, mungkin masih dapat ditemukan fungsi sensoris
maupun motoris di bawah level sensoris/motoris. Ini disebut sebagai daerah
dengan preservasi parsial. Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah
penting.
Terdapat perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1.
Cedera pada segmen servikal diatas T1 medulla spinalis menyebabkan
quadriplegia dan bila lesi di bawah level T1 menghasilkan paraplegia. Level
tulang vertebra yang mengalami kerusakan, menyebabkan cedera pada
medulla spinalis. Level kelainan neurologist dari cedera ini ditentukan hanya
dengan pemeriksaan klinis. Kadang-kadang terdapat ketidak cocokan antara
level tulang dan neurologis disebabkan nervus spinalis memasuki kanalis
spinalis melalui foramina dan naik atau turun didalam kanalis spinalis
sebelum benar-benar masuk kedalam medulla spinalis. Ketidak cocokan akan
lebih jelas kearah kaudal dari cedera. Pada saat pengelolaan awal level
kerusakan menunjuk pada kelainan tulang, cedera yang dimaksudkan level
neurologist.
B. Beratnya Defisit Neurologis
Cedera medulla spinalis dapat dikategorikan sebagai paraplegia tidak
komplit, paraplegia komplit, kuadriplegia tidak komplit, dan kuadraplegia
komplit. Sangat penting untuk menilai setiap gejala dari fungsi medulla
spinalis yang masih tersisa. Setiap fungsi sensoris atau motoris dibawah level
cedera merupakan cedera yang tidak komplit. Yang termasuk dalam cedera
tidak komplit adalah :
13
secara
volunter
atau
fleksi
jari
kaki
volunter.
14
15
Fraktur aksis(C-2)
Aksis merupakan tulang vertebra terbesar dan mempunyai
bentuk yang istimewah karena itu mudah mengalami cedera.
1. fraktur odontoid
16
dan
harus
dipertahankan
dalam
imobilisasi
eksternal.
17
level ini , radiks saraf yang membentuk kauda ekuina bermula pada
daerah torakolumbal. (Peter 2008)
VI. PATOFISIOLOGI
Tulang
belakang
yang
mengalami
gangguan
trauma
dapat
18
disubstansia grisea. Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi
dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur
dislokasio. kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla
spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra
meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah
yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat
sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan
abses didalam kanalis vertebralis.
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf
spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks
columna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah
nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut
hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible. Jika radiks
terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan
motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler
terutama radiks T8 atau T9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik
pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
anastomosis anterial anterior spinal. (Yoanes, 2012)
VII.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis bergantung pada lokasi yang mengalami trauma
dan apakah trauma terjadi secara parsial atau total. Berikut ini adalah
manifestasi berdasarkan lokasi trauma : (Michael, 2012)
Antara C1 sampai C5
Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal
Antara C5 dan C6
Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku yang
lemah; kehilangan refleks brachioradialis
Antara C6 dan C7
Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan
fleksi siku masih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep
19
Antara C7 dan C8
Paralisis kaki dan tangan
C8 sampai T1
Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis),
paralisis kaki
T12 sampai L1
Paralisis di bawah lutut
Cauda equina
Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan
usually pain and hyperesthesia, kehilangan control bowel dan bladder
Bila terjadi trauma spinal total atau complete cord injury, manifestasi yang
mungkin muncul antara lain total paralysis, hilangnya semua sensasi dan aktivitas
refleks (Merck,2010).
20
VIII.KOMPLIKASI
a. Neurogenik shock.
b. Hipoksia.
c. Gangguan paru-paru
d. Instabilitas spinal
e. Orthostatic Hipotensi
f. Ileus Paralitik
g. Infeksi saluran kemih
h. Kontraktur
i. Dekubitus
j. Inkontinensia blader
k. Konstipasi
21
22
yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan,
jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk
membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical
spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi
yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, dapat dilakukan chin lift atau
jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan
dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas
selanjutnya dilakukan pemasangan pipa orofaring.
Breathing
Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan
napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2
dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan
cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas belum dapat
memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakheal.
Sirkulasi
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa
tingkat kesadaran dan denyut nadi. Tindakan lain yang dapat dilakukan
adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta
temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang
teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang
relatif normovolemik. Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah
sistolik
sebaiknya
dipertahankan
di
atas
100
mmHg
untuk
23
immobilisasi
harus
sudah
dimulai
dari
tempat
dan
stabilkan
leher
dalam
posisi
normal;
dengan
24
25