Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
13713014
LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL I
MODUL F UJI IMPAK
Oleh :
Nama
NIM
: 13713014
Kelompok
: 6 (enam)
Anggota (NIM) :
Tanggal Praktikum
: 04 Maret 2015
: 10 Maret 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sifat mekanik material timbul ketika suatu material menerima gaya
fisika atau beban. Dalam perencanaan material di industri permesinan,
salah satu aspek yang diperhatikan adalah kemampuan material menerima
beban kejut atau beban kecepatan tinggi. Informasi mengenai kekuatan
material saja tidak cukup untuk memprediksi kegagalannya, karena pada
kondisi tertentu, sebuah material yang biasanya dikenal ulet bisa tiba-tiba
gagal dengan deformasi plastis yang sangat kecil atau patah getas. Uji
mekanik yang digunakan untuk menentukan sifat material tersebut disebut
uji impak.
Uji impak dilakukan pada keadaan yang ditentukan sedemikian
rupa agar dapat merepresetasikan kasus kondisi tersebut, yaitu dilakukan
(1.) Uji pada berbagai macam termperatur, terutama temperature rendah,
(2.) Beban diberikan pada kecepatan pembebanan dan dengan regangan
tinggi. (3.) Beban yang diberikan berupa tegangan triaksial,
(direpresentasikan dengan adanya takikan).
2. Tujuan Praktikum
1. Menentukan temperature transisi material
2. Mengetahui pengaruh struktur kristal terhadap harga impak
BAB II
TEORI DASAR
Pengujian impak digunakan untuk menganalisa kegagalan material berupa
patahan getas atau ulet. Perbeedaan tipe patahan berkaitan dengan deformasi yang
dialami material. Patah getas atau ulet dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu;
a. Tegangan tiga sumbu
b. Temperature rendah
c. Kecepatan pembebanan
Untuk membuat tegangan tiga sumbu maka specimen uji impak dibuat
dengan takikan (notch). Pada alat uji impak terdapat pendulum yang akan
memukul specimen dengan kecepatan tertentu. Untuk mengetahui pengaruh
temperature maka pengujian dapat dilakukan pada temperature yang berbedabeda.
Pengujian impak yang dilakukan pada praktikum ini menggunakan standar
pengujian impak ASTM E23.Ada dua metode pengujian yaitu metode Charpy dan
Izzod. Metode Charpy luas digunakan di Amerika Serikat dan metode Izzod
banyak digunakan di Eropa. Perbedaan antara kedua metode ini ialah :
a. Bentuk specimen
b. Cara peletakan specimen pada alat uji impak
c. Skala energy yang diserap oleh specimen
Prinsip pengujian impak ialah mengukur perbedaan energy yang dimiliki
pendulum dan energy yang diserap oleh material . Perbedaan energy ditandai
dengan perbedaan tinggi pendulum sebelum dan sesudah mengenai specimen.
Ketika pendulum mencapai ketinggian h maka pendulum mempunyai energy
potensial EP=m.g.h . Spesimen akan mnyerap energy kinetic pendulum dan
menyebabkan energy pendulum menjadi berkurang dan ketinggian menjadi h .
perbedaan ketinggian ini akan terbaca di skala sebagai energy yang diserap
material. Prinsip pengujian impak
Gambar 1.
Prinsip
pengujian
impak
ini sama
pengujian
Gambar 2.
Spesimen
uji impak
Charpy dan
peletakan
Gambar 2.
Spesimen
uji impak
Izzod dan
Perbedaan cara peletakan specimen pada alat uji impak membuat
peletakan
perbedaan skala energy antara Charpy dan Izzod.
Pada metode Charpy, setiap tumpuan spesimen akan mempunya gaya reaksi
sebesar setengah ( F) dari beban impak yang diterima spesimen (F).
Kedua
Hal ini pula yang menyebabkak metode Charpy lebih efektif karena rentang
energi yang dapat diukur dapat lebih besar daripada metode Izzod dan gaya reaksi
pada alat uji impak juga lebih kecil.
Kedua perbedaan tersebut membuat skala energi pada metode Izzod
mempunyai besar dua kali daripada metode Charpy. Hal ini pula yang
menyebabkak metode Charpy lebih efektif karena rentang energi yang dapat
diukur dapat lebih besar daripada metode Izzod dan gaya reaksi pada alat uji
impak juga lebih kecil.
Beberapa hal yang mempengaruhi temperature transisi dari sebuah material
adalah :
1.
2.
3.
4.
maka
akan
temperature
bertambah
Setelah melakukan percobaan, sifat mekanik yang dapat kita amati dari uji impak
adalah ketangguhan (toughness) dari material tersebut. Nilai ketangguhan yang
didapat berasal dari energy yang terserap oleh material tersebut sampai patah.
Nilai dari strain rate juga dapat memengaruhi patahan. Keuletan (ductility) adalah
sifat mekanik lain yang dapat kita amati. Keuletan dari material tersebut dapat
dilihat dari bentuk patahan yang bias kita amati pada permukaan patahan. Patahan
yang dapat terlihat dibagi menjadi 3 bentuk patahan, yaitu fibrous, granular, dan
mixed.
Dari sifat mekanik yang dapat diperoleh, yang bersifat kuantitatif adalah
toughness, dan yang bersifat kualitatif adalah keuletan.
BAB III
DATA PERCOBAAN
Panjang
Lebar
Tinggi
Notch
Energi (J)
Temperatur
1
2
3
4
5
(cm)
63.63
61.6
62.1
63.9
63.55
(cm)
9.8
9.45
9.8
9.55
9.55
(cm)
9.8
9.5
9.8
9.6
9.5
(cm)
8.067
7.75
8
7.95
8
54
25
58
21
20
( )
26.1
40
80
-40
-20
Energi (J)
Temperatur
Panjang
Lebar
Tinggi
Notch
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
63.63
9.8
9.8
8.067
31
26.1
61.6
9.45
9.5
7.75
64
40
62.1
9.8
9.8
72
80
63.9
9.55
9.6
7.95
-40
63.55
9.55
9.5
10
-80
energi impak (J )
luas penampang notch(mm2)
( )
HI=
54 J
(8.067 x 9.8)(mm2 )
HI=0.683055
Leba
r
(cm)
Tingg
i (cm)
Notc
h
(cm)
Energ
Temperatur
i (J)
e()
9.8
9.8
8.067
54
26.1
9.45
9.5
7.75
25
40
9.8
9.8
58
80
9.55
9.6
7.95
21
-40
9.55
9.5
20
-20
Luas
notch
2
(mm )
HI
(J/mm2)
79.05
0.6830
66
73.23
55
0.3413
75
55
0.7397
78.4
75.92
96
0.2765
25
98
0.2617
76.4
Leba
r
(cm)
Tingg
i (cm)
Notc
h
(cm)
Energ
Temperatur
i (J)
e()
9.8
9.8
8.067
31
26.1
9.45
9.5
7.75
64
40
9.8
9.8
72
80
9.55
9.6
7.95
-20
9.55
9.5
10
-40
Luas
notch
HI
(mm2)
(J/mm2)
79.05
0.3921
66
73.23
24
0.8738
75
69
0.9183
78.4
75.92
67
0.0526
25
85
0.1308
76.4
Harga Impaknium
Baja
Temperatur
Patahan Material
Baja No.1
Baja No.2
Baja No.3
Baja No.4
Baja No.5
Alumunium
No.1
Alumunium
No.2
Alumunium
No.4
Alumunium
No.5
BAB IV
ANALISIS DATA
Dari table Harga Impak vs temperature dapat dilihat kurva temperature
transisi baja lebih curam daripada alumunium. Pada kurva harga impak tersebut
terdapat anomaly pada kurva harga impak alumunium. Pada suhu 40 harga
impak alumunium bernilai sangat kecil ( lebih kecil dari 26.1 ) . Nilai energy
impak ini kemungkinan besar disebabkan oleh pembacaan skala yang tidak tepat.
Pada alat uji impak, skala energy charpy bertimpa dengan skala lain yang nilainya
hampir 2 kali lipat dari skala Charpy. Jika menggunakan asumsi tersebut, maka
kurva harga impak yg mungkin terjadi ialah sebagai berikut:
harga impak
Alumunium
0.5
Baja
0
-100
100
temperatur
Selain kesalahan pembacaan skala, hal yang berbeda antara kurva dan teori
ialah baik di kedua material, harga impak di temperature -40 lebih besar
daripada harga impak di temperature -20 . Hal ini dapat dijelaskan karena
perbedaan energy impak yang kecil (selisih energy < 10 J sehingga galat dapat
terjadi.
Dari kurva yang telah didapat (bukan kurva asumsi) , terlihat bahwa pada
suhu tinggi energy impak yang dapat ditahan baja lebih besar daripada
alumunium. Tetapi pada temperature rendah, alumunium lebih banyak menahan
energy daripada baja. Fenomena ini disebabkan karena baja mempunyai
ketangguhan yang besar (lebih besar daripada alumunium), maka pada suhu tinggi
baja dapat menahan energy impak lebih besar daripada alumunium. Tetapi karena
alumunium bersifat lebih ulet dari baja, maka pada suhu rendah alumunium dapat
menahan energy lebih besar.
Temperature transisi kedua material didapat dari kurva asumsi. Hal ini
disebabkan di kurva yng sebenarnya, alumunium menunjukkan ketidakwajaran
yang tidak bisa terjadi, yaitu adanya perbedaan harga impak yang tidak konsisten
terhadap temperature. Temperatur transisi baja lebih kecil daripada alumunium.
Artinya material baja dapat berubah sifat dari patah ulet ke patah getas walaupun
penurunan temperature yang sedikit ( antara temperature 20 - 40 ).
Fenomena ini konsisten dengan teori bahwa temperature transisi baja lebih kecil
daripada alumunium. Secara teori, alumunium tidak mempunyai temperature
transisi, tetapi dari kurva didapat alumunium mempunyai temperature transisi
antara -20 - 20 . karena rentang temperature yang besar, kesalahan ini dapat
diakibatkan karena dari rentang suhu tersebut tidak ada data lain yang dimiliki
sehingga pada grafik menunjukkan seolah-olah terdapat temperature transisi pada
material alumunium.
Dari grafik diatas terlihat bahwa alumunium sebagai logam yang memiliki
struktur kristal FCC memiliki termperatur transisi yang lebih besar dan sebaliknya
pada baja sebagai logam BCC mempunyai temperature transisi yang lebih kecil.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Material baja mempunyai temperature transisi yang kecil dibandingkan
dengan alumunium. Temperature transisi baja berada pada rentang antara
temperatur 20 - 40 sedangkan pada alumunium temperature transisi
berada antara -20 - 20 .
2. Material dengan struktur kristal FCC (alumunium) mempunyai
temperature transisi yang lebih besar daripada material yang mempunyai
struktur kristal BCC (baja).
Saran
Setiap material mempunyai sifat yang berbeda-beda pada temperature
tertentu atau pada pembebanan yang berbeda. Pengujian impak menunjukkan sifat
material ini dapat diketahui dengan berbagai variasi percobaan. Dalam memilih
material terlebih yang bekerja pada suhu yang rendah, sifat material dan jenih
patahan hendaknya sangat diperhatikan karena berdampak sangat besar pada
performa material ketika digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Standard Testing and Materials. 2005. Volume 03 Section E23
Standard Test Methods for Notched Bar Impact Testing of Metallic
Materials. USA
2. Callister, William D. 2011. Materials Science and Engineering : an
Introduction. 8th edition. USA : John Wiley & Sons, Inc.
3. Dieter, G.E. 1988. Mechanical Metallurgy, SI Metric Edition. McGraw
Hill
LAMPIRAN
Tugas
Pengaruh Komposisi terhadap Temperatur Transisi
Salah satu factor yang mempengaruhi nilai temperature transisi ialah komposisi
material. Penambahan atau pengurangan kadar karbon dan mangan menghasilkan
perubahan temperature transisi yang signifikan. Sebagai contoh pada energy 20 J
untuk metoda Charpy temperature transisi bertambah 14 C setiap penambahan
0.1% karbon. Tetapi setiap penambahan 0.1% mangan, temperature transisi
berkurang sekitar 5C .
Bertambahnya kadar karbon juga berdampak pada energy maksimum yang dapat
diterima material dan bentuk kurva temperature transisi.
Selain karbon dan mangan, unsur lain yang berpengaruh pada temperature transisi
ialah fosfor, nikel, silicon dan molybdenum.