PLAK DENTAL
A. Klasifikasi
Dental plak adalah deposit lunak berwarna putih kekuningan yang tersusun dari garam-garam
saliva dan koloni mikroorganisme mulut (pada umumnya Streptococcus mutans). Dental plak
merekat kuat pada permukaan gigi dan lokasi tersering adalah pada daerah-daerah gigi yang
sulit terjangkau saat menggosok gigi seperti pada pit dan fissure dari gigi-gigi premolarmolar atau pada daerah tersembunyi di samping gigi dengan malposisi.
Berdasarkan lokasinya pada permukaan gigi, plak dental diklasifikasikan atas:
1. Plak Supragingival
Plak supragingival adalah plak yang berada pada atau koronal dari tepi gingiva. Plak
supragingival yang berada tepat pada tepi gingiva dinamakan secara khusus sebagai plak
marginal.
2. Plak Subgingival
Plak subgingival adalah plak yang lokasinya apikal dari tepi gingiva, diantara gigi dengan
jaringan yang mendindingi sulkus gingiva. Secara morfologis, plak subgingival
dibedakan pula atas plak subgingival yang berkaitan dengan gigi (tooth associated) dan
plak subgingival yang berkaitan dengan jaringan (tissue associated)
B. Proses Pembentukan Plak
Proses pembentukan plak dibagi atas tiga tahap, yaitu:
1. Pembentukan pelikel dental
Pada tahap awal ini permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh pelikel glikoprotein.
Pelikel berfungsi sebagai penghalang protektif, yang akan bertindak sebagai pelumas
permukaan dan mencegah desikasi jaringan. Di atas pelikel ini akan menempel berbagai
macam bakteri yang membentuk koloni. Komponen dari pelikel ini termasuk di dalamnya
adalah albumin, lisozim, amilase, imunoglobulin A, protein kaya prolin dan mucin.
2. Kolonisasi awal pada permukaan gigi
Bakteri yang pertama-tama mengkoloni permukaan gigi yang dibalut pelikel didominasi
oleh mikroorganisme fakultatif gram-positif, seperti Actinomyces viscous dan
Streptococcus sanguis. Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan
adhesin, yaitu molekul spesifik yang ada di permukaan bakteri. Adhesin akan berinteraksi
dengan reseptor pada pelikel dental. Setelah kolonisasi awal permukaan gigi, plak
meningkat oleh dua mekanisme yang berbeda:
1) Multiplikasi bakteri sudah menempel pada permukaan gigi
2) Lampiran berikutnya dan multiplikasi spesies bakteri baru pada sel-sel bakteri sudah
hadir di plak massa.
3. Kolonisasi sekunder dan pematangan plak
Pengkoloni sekunder adalah mikroorganisme yang tidak turut sebagai pengkoloni awal ke
permukaan gigi yang bersih. Bakteri sekunder yang terdapat pada pelikel gigi termasuk
Kandungan organik
Kalkulus supragingival terdiri dari komponen anorganik (70-90%) dan komponen
organik. Komponen organik kalkulus terdiri dari campuran senyawa protein-polisakarida, sel-sel
epitel yang deskuamasi, leukosit, dan bernagai tipe bakteri. 1,9-9,1% komponen organiknya
berupa karbohidrat , yang terdiri dari galaktosa, glukosa, ramnosa, mannosa, asam glukoronat,
galaktosamin, dan kadang-kadang arabinosa, asam galakturonat, dan glukosamin.
Protein saliva merupakan 5,9%-8,2% dari komponen organik kalkulus dan kebanyakan berupa
asam amino. Lemak terdapat sejumlah 0,2% dari kandungan organik dalam bentuk lemak netral,
asam lemak bebas, kolesterol,kolesterol ester, dan posfolipid.
masalah estetis. Stein terjadi akibat pikmentasi pelikek perkembangan (pelikel yang membalut
gigi pada masa pertumbuhan dan erupsi gigi) atau pelikel akuid (pelikel yang didapat setelah gigi
erupsi ) oleh bakteri kromogenik, makanan dan bahan kimia. Stein bervariasi dalam hal warna,
komposisi, dan kekuatan perlekatannya ke permukaan gigi.
Stein dental secara umum dibagi 2, yaitu :
Extrinsic stains.
Intrinsic stains.
Berdasarkan warna dan timbulnya, stein dental terdiri dari :
1. Stein coklat
Berupa pelikel terpikmentasi yang tipis, bebas bakteri, akuid, dan translusen.
Timbul pada individu yang tidak menyikat giginya dengan baik, atau menggunakan pasta gigi
tanpa aksi pembersih yang adekuat, dan juga karena adanya tannin.
Terdapat pada permukaan bukal molar maksila dan pada permukaan lingual insisivus
mandibula.
2. Stein tembakau
Merupakan deposit permukaan yang melekat erat, berwarna coklat atau hitam, yang disertai
perubahan warna substansi gigi menjadi coklat.
Pewarnaan adalah akibat dari produk pembakaran tar, dan dari penetrasi sari tembakau ke pit
dan fissure, enamel, dan dentin.
Derajat pewarnaan tergantung dari pelikel akuid yang telah ada pada permukaan gigi yang
akan melekatkan produk tembakau ke permukaan gigi.
3. Stein hitam
Berupa garis hitam tipis pada pemukaan vestibular dan oral dari gigi dekat ke tepi gingiva, dan
sebagian daerah diffus pada permukaan proksimal.
Melekat erat ke permukaan gigi, dan cenderung timbul kembali setelah disingkirkan, sering
pada wanita dan bisa timbul pada individu dengan higienen oral yang baik.
Stein hitam yang terjadi pada gigi susu biasanya disertai karies yang rendah pada gigi dengan
stein hitam.
Sering dikaitkan dengan baktei kromogenik. Diduga penyebabnya adalah bakteri batang gram
positif, terutama spesies actinomyces, karena mendominasi mikroflora stein hitam.
4. Stein hijau
Berwarna hijau atau kuning kehijau-hijauan, kadang-kadang cukup tebal, dan sering dijumpai
pada anak-anak, yang mungkin merupakan pigmentasi dari partikel saliva oleh bakteri
kromogenik.
Diduga stein ini adalah sisia stein dari kutikula enamel. Pewarnaan disebabkan oleh bakteri
dan jamur (fungi) fluorosensi, seperti penicillum dan aspergillus.
Biasanya terjadi pada setengah gingival permukaan vestibular gigi anterior maksila, sering
dijumpai pada anak laki-laki (65%) daripada anak-anak perempuan(43%).
5. Stein orange
Kontur Restorasi
Mahkota tiruan dan restorasi dengan kontur berlebih (overcontoured) cenderung mempermudah
penumpukan plak dan kemungkinan juga mencegah mekanisme self-cleansing oleh pipi, bibir,
dan lidah. Kontak proksimal yang inadekuat, tidak dikembalikannya anatomi occlusal marginal
ridge dan developmental groove cenderung menimbulkan impaksi makanan.
Oklusi
Restorasi yang tidak sesuai dengan pola oklusal akan menimbulkan disharmoni yang bisa
mencederai jaringan periodontal pendukung.
Bahan Restorasi
Pada umumnya bahan restorasi tidak mencederai jaringan periodontal, kecuali bahan akrilik selfcuring. Yang terpenting adalah bahan restorasi harus dipoles dengan baik agar tidak mudah
ditumpuki plak.
Desain GTSL
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan mempermudah penumpukan plak, terutama apabila desainnya
menutup gingiva. Gigi tiruan yang terus dipakai sepanjang siang dan malam akan menginduksi
lebih banyak pembentukan plak dibandingkan gigi tiruan yang hanya digunakan pada siang hari
saja. Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan mulut bagi pengguna gigi tiruan sangat penting
untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap gigi yang masih ada serta jaringan
periodonsiumnya.
Prosedur Kedokteran Gigi
Penggunaan klem rubber dam, cincin untuk matriks, dan disc yang tidak baik bisa mencederai
gingiva dengan akibat terjadinya inflamasi. Separasi gigi yang terlalu memaksa dapat
menimbulkan cedera pada jaringan periodontal pendukung.
4. Gigi crowded yang disertai gingivitis hanya terjadi pada orang yang bernapas dari mulut.
(2) Mendorong-dorong lidah
Yaitu menekankan lidahnya kuat-kuat ke gigi, terutama ke gigi anterior,secara tetap. Pada waktu
mengunyah dimana seharusnya bagian dorsal lidah menekan ke palatum dan ujung lidah berada
di belakang gigi-gigi maksila, lidahnya justru ditekankan ke gigi anterior. Kebiasaan ini
menyebabkan :
- Berserak dan miringnya gigi-geligi anterior , disertai gigitan terbuka (open bite) pada daerah
anterior,posterior, dan premolar.
- Berubahnya inklinasi gigi anterior maksila menyebabkan perubahan arah tekanan fungsional,
sehingga tekanan lateral terhadap mahkota gigi meningkat.
- Bergeraknya gigi lebih jauh ke labial dan timbulnya tekanan rotasi dalam arah labiolingual.
- Beradunya tekanan yang mendorong gigi ke labial dengan tekanan bibir kea rah rongga mulut
akan menyebabkan gigi menjadi goyang.
- Perubahan inklinasi gigi yang terjadi menyebabkan terganggu ekskursi makanan sehingga
mempermudah penumpukan debris makanan pada tepi gingival.
- Hilangnya kontak proksimal karena berseraknya gigi dapat menjurus ke terjadinya impaksi
makanan.
(3) Penggunaan tembakau
Kebiasaan ini berupa kebiasaan merokok atau kebiasaan menguntah tembakau. Berperannya
kebiasaan merokok sebagai factor etiologi bisa karena :
- Mempermudah penumpukan kalkulus
- Asap rokok bisa memperlemah kemampuan khemotaksis dan fagositosis netrofil
- Kandungan nikotin rokok dapat memperlemah kemampuan fagositosis, menekan proliferasi
osteoblas, dan kemungkinan juga mengurangi aliran darah ke gingival.
(4) Trauma sikat gigi dan alat pembersih lainnya
Penyikatan yang terlalu agresif, baik dengan gerak horizontal atau rotasi, bisa mencederai
gingival secara langsung. Akibat buruk tersebut akan lebih parah apabila digunakan pula pasta
gigi yang terlalu abrasive yang dapat meyebabkan :
- Perubahan Akut Gingiva, yaitu terkelupasnya epitel gingival, pembentukan vesikel, atau
eritema yang difus.
- Perubahan Kronis Gingival beruoa resesi gingival disertai tersingkapnya akar gigi dan tepu
gingival sedikit menggembung.
Penggunaan tusuk gigi yang berlebihan menyebabkan terbukanya ruang interproksimal yang
akan menjurus ke penumpukan debris dan perubahan inflamatoris.
(5) Kebiasaan Parafungsi atau bruksim
Merupakan kebiasaan mengasah-asahkan gigi pada waktu tidak sedang mengunyah atau
menelan. Bruksim dapa menyebabkan : keausan gigi, fraktur gigi atau hipertrofi otot.
(6) Neurosis
Yang termasuk kebiasaan neurosis adalah : menggigit-gigit bibir, mengigit-gigit pipi dapat
menyebabkan penempatan mandibula yang ektrafungsionil : mengigit-gigit tusuk gigi,kuku, atau
periodonsium, dan tidak ada defisiensi nutrisi yang sendirian saja dapat menimbulkan gingivitis
atau pembentukan saku periodontal. Namun demikian, ada defisiensi nutrisi yang mempengaruhi
kondisi periodonsium, sehingga memperparah efek dari iritan local dan tekanan oklusal yang
berlebihan.
Defisiensi Vitamin C
Disamping dapat menyebabkan scurvy, defisiensi vitamin C sering dikaitkan dengan penyakit
periodontal. Defisiensi vitamin C memperhebat respon gingival terhadap plak dan memperparah
oedema, pembesaran dan pendarahan yang terjadi akibat inflamsi yang disebabkan plak.
Ada beberapa hipotesa mengenai mekanisme berperannya vitamin C pada penyakit periodontal:
1. Level vitamin C yang rendah akan mempengaruhi metabolism kolagen dalam periodonsium,
sehingga mempengaruhi kemampuan regenerasi dan perbaikan jaringan, namun belum ada hasil
penelitian yang mendukung hipotesa ini.
2. Defisiensi vitamin C menghambat pembentukan tulang yang akan menjurus ke kehilangan
tulang.
3. Defisiensi vitamin c meningkatkan permeabilitas epitel krevikular terhadap dekstran tertritiasi;
vitamin C dalam level yang tinggi dibutuhkan untuk memelihara fungsi penghalang dari epitel
terhadap produk bakteri.
4. Peningkatan level vitamin C meningkatkan aksi kemotaksis dan aksi migrasi lekosit, tanpa
mempengaruhi aksi fagositosisnya; tampaknya diperlukan megadosis vitamin c untuk
memperbaiki aktivitas bakterisidal lekosit.
5. Level vitamin C yang optimal diperlukan untuk memelihara integritas mikrovaskulatur
periodonsium, demikian juga respon vascular terhadap iritasi bacterial.
6. Penurunan level vitamin C yang drastic bias mengganggu keseimbangan ekologis bakteri
dalam plak sehingga meningkatkan patogenitasnya.
Defisiensi Protein
1. Terhambatnya aktivitas pembentukan tulang yang normal
2. Semakin parahnya efek destruktif dari iritan local dan trauma oklusal terhadap jaringan
periodonsium. Namun untuk dimulainya gingivitis dan keparahannya adalah tergantung pada
iritan lokal.
PERANAN PENYAKIT KELAINAN ENDOKRIN SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI
SISTEMIK
Manifestasi jaringan periodontal dari penyakit sistemik bervarisi tergantung penyakit spesifik,
respon individual dan faktor lokal yang ada. Faktor sistemik terlibat dalam penyakit periodontal
dengan saling berhubungan dengan faktor lokal. Faktor sistemik saja tidak bisa menyebabkan
respon keradangan pada penyakit periodontal,tetapi harus ada faktor lokal yang mendukung.
Pada pasien kencing manis, bila faktor lokal pada riongga mulutnya buruk, akan bisa
menyebabkan gangguan yang lebih lanjut lagi, oleh karena seorang dengan kencing manis
mempunyai kelainan pada sistemiknya.
Ada beberapa hipotesa mengenai keterlibatan diabetes melitus sebagai faktor etiologi penyakit
gingiva dan periodontal, antara lain:
A. Leukimia
Leukemia adalah neoplasma maligna pada precursor sel darah putih. Berdasarkan evolusinya,
leukemia dibedakan atas bentuk:
(1) akut, yang bersifat fatal;
(2) subakut;
(3) kronis.
Pada leukemia akut sel-sel leukemia menginfiltrasi gingival, dan jarang sekali bisa infiltrasi ke
tulang alveolar. Keadaan ini bisa menyebab terjadinya pembesaran gingival (leukemic gingival
enlargement).
Infiltrasi yang banyak dari sel-sel leukemik yang tidak matang disamping sel-sel inflamasi yang
biasa menyebabkan respon gingival terhadap iritasi adalah berbeda dibandingkan dengan yang
bukan penderita leukemia.
B. Anemia
Anemia adalah defisiensi dalam defisiensi dalam kuantitas maupun kualitas darah yang
dimanifestasikan dengan berkurangnya jumlah eritrosit dan hemoglobin.
Ada empat tipe anemia berdasarkan morfologi selulernya dan kandungan hemoglobinnya, yaitu:
(1) anemia makrositik hiperkromik (pernicious anemia);
(2) anemia mikrositik hipokromik (iron deficiency anemia);
(3) sickle cell anemia; dan
(4) anemia normositik-normokromik (hemolytic anemia/aplastic anemia).
Diantara keempat tipe anemia tersebut, tampaknya anemia aplastik yang turut berperan dalam
etiologi penyakit gingival dan periodontal. Pada tipe anemia ini kerentanan gingival terhadap
inflamasi meningkat karena terjadinya neutropenia.
16. Peranan faktor-faktor sebagai faktor etiologi sistemik :
A. Penyakit yang melemahkan
Penyakit yang melemahkan (debilitating diseases) seperti sifilis, nefritis kronis, dan tuberkulosa
bisa menjadi factor pendorong bagi terjadinya penyakit gingival dan periodontal, dengan jalan
melemahkan pertahanan periodonsium terhadap iritan local, dan menimbulkan kecenderungan
terjadinya gingivitis dan kehilangan tulang alveolar.
B. Gangguan Psikosomatik
Dengan gangguan psikosomatik dimaksudkan efek merusak sebagai akibat pengaruh psikis
terhadap control organic jaringan. Ada dua cara gangguan psikosomatik mempengaruhi
periodonsium dan jaringan di rongga mulut lainnya:
(1) melalui timbulnya kebiasaan buruk yang dapat mencederai periodonsium;
(2) dengan efek langsung system saraf otonom terhadap keseimbangan jaringan yang fisiologis.
Dibawah tekanan mental atau emosional, mulut akan menjadi sasaran pemuasan bagi orang
dewasa. Hal ini menimbulkan kebiasaan buruk seperti: klensing; menggigit pensil, ballpoint, atau
kuku; merokok secara berlebihan; yang kesemuanya berpotensi mencederai periodonsium.
Meningkatnya aktivitas system saraf otonom oleh pengaruh psikis antara lain bisa menyebabkan
REFERENSI
Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2001. Periodonsia Edisi Revisi 2008. Medan.
Genco RJ, Loe H. The role of systemic conditions and disorders in periodontal
diseases. Periodontology 2000 1993,(2):98-116
http://id.88db.com/Kesehatan-Pengobatan/Perawatan-Kesehatan/ad-88755/
http://gigidanmulutsehat.blogspot.com/2009/11/kalkuluskarang-gigitartardan-apalah.html#more
http://theo766hi.wordpress.com/2010/01/30/karang-gigi/
http://savechildfromsmoke.wordpress.com/2009/08/28/perokok-perokok-pasif-dan-kankerrongga-mulut/
http://www.scribd.com/doc/20949995/Cdk-140-Bunga-Rampai-Penyakit-Dalam
http://drgdondy.blogspot.com/2008_07_01_archive.html
Dr. Y. Kim 2000-12-04.foodimp01-Microsoft Word
http://drgdondy.blogspot.com/2008/07/penyakit-periodontal-pada-penderita.html
http://chawdnextholmes.blogspot.com/
plaque.pdf Adobe Reader
cdk_113_gigi.pdf Adobe Reader. Kalkulus Hubungannya dengan Penyakit Periodontal dan
Penanganannya
http://www.toothiq.com/dental-symptoms/dental-symptom-dental-overhang.html
http://www.americandentalcenter.us/cosmetic_dentistry.html
http://dentechblog.blogspot.com/2010/01/lares-laser-cleared-for-subgingival.html
http://www.whocollab.od.mah.se/expl/ohigv60.html