Anda di halaman 1dari 17

INITIAL FACTOR

PLAK DENTAL
A. Klasifikasi
Dental plak adalah deposit lunak berwarna putih kekuningan yang tersusun dari garam-garam
saliva dan koloni mikroorganisme mulut (pada umumnya Streptococcus mutans). Dental plak
merekat kuat pada permukaan gigi dan lokasi tersering adalah pada daerah-daerah gigi yang
sulit terjangkau saat menggosok gigi seperti pada pit dan fissure dari gigi-gigi premolarmolar atau pada daerah tersembunyi di samping gigi dengan malposisi.
Berdasarkan lokasinya pada permukaan gigi, plak dental diklasifikasikan atas:
1. Plak Supragingival
Plak supragingival adalah plak yang berada pada atau koronal dari tepi gingiva. Plak
supragingival yang berada tepat pada tepi gingiva dinamakan secara khusus sebagai plak
marginal.
2. Plak Subgingival
Plak subgingival adalah plak yang lokasinya apikal dari tepi gingiva, diantara gigi dengan
jaringan yang mendindingi sulkus gingiva. Secara morfologis, plak subgingival
dibedakan pula atas plak subgingival yang berkaitan dengan gigi (tooth associated) dan
plak subgingival yang berkaitan dengan jaringan (tissue associated)
B. Proses Pembentukan Plak
Proses pembentukan plak dibagi atas tiga tahap, yaitu:
1. Pembentukan pelikel dental
Pada tahap awal ini permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh pelikel glikoprotein.
Pelikel berfungsi sebagai penghalang protektif, yang akan bertindak sebagai pelumas
permukaan dan mencegah desikasi jaringan. Di atas pelikel ini akan menempel berbagai
macam bakteri yang membentuk koloni. Komponen dari pelikel ini termasuk di dalamnya
adalah albumin, lisozim, amilase, imunoglobulin A, protein kaya prolin dan mucin.
2. Kolonisasi awal pada permukaan gigi
Bakteri yang pertama-tama mengkoloni permukaan gigi yang dibalut pelikel didominasi
oleh mikroorganisme fakultatif gram-positif, seperti Actinomyces viscous dan
Streptococcus sanguis. Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan
adhesin, yaitu molekul spesifik yang ada di permukaan bakteri. Adhesin akan berinteraksi
dengan reseptor pada pelikel dental. Setelah kolonisasi awal permukaan gigi, plak
meningkat oleh dua mekanisme yang berbeda:
1) Multiplikasi bakteri sudah menempel pada permukaan gigi
2) Lampiran berikutnya dan multiplikasi spesies bakteri baru pada sel-sel bakteri sudah
hadir di plak massa.
3. Kolonisasi sekunder dan pematangan plak
Pengkoloni sekunder adalah mikroorganisme yang tidak turut sebagai pengkoloni awal ke
permukaan gigi yang bersih. Bakteri sekunder yang terdapat pada pelikel gigi termasuk

spesies Gram-negatif seperti Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia, dan


spesies Capnocytophaga. Organisme ini biasanya akan ditemukan dalam plak setelah 1
sampai 3 hari akumulasi. Proses perlekatannya adalah berupa interaksi stereokhemikal
yang sangat spesifik dari molekul-molekul protein dan karbohidrat yang berada pada
permukaan sel bakteri.

C. Struktur dan Sifat Fisiologis


Struktur plak supragingival adalah berupa kokus gram positif dan bakteri batang yang pendek
mendominasi permuakaan yang menghadap gigi. Sedangkan bakteri batang dan filamen garmnegatif dan spirokheta mendominasi permukaan luar plak matang. Pada sulkus gingiva atau saku
mengenang cairan sulkular yang mengandung banyak substansi yang bisa dijadikan bahan
makanan oleh bakteri. Plak yang berkaitan dengan gigi ditandai dari kokus dan bakteri batang
gram positif, termasuk diantaranya Streptococcus mitis, S. sanguis,A. viscous, A.naeslundii, dan
Eubakterium sp. Plak yang berkaitan dengan jaringan tersusun lebih longgar dibandingkan yang
berkaitan dengan gigi. Bakteri yang terkandung pada plak ini terutama bakteri batang dan kokus
gram negatif disamping filamen, bakteri batang berflagela, dan spirokheta. Berdasarkan hasil
pengkulturan bakteri yang dominan pada plak yang berkaitan dengan jaringan adalah P.
gingivalis,P. intermedia, Capnocytophaga ochracea.
Peralihan mikroorganisme pada struktur plak dental dari gram positif ke gram negatif sejalan
dengan peralihan fisiologis pada perkembangan plak. Diantara bakteri yang ada pada plak dental
berlangsung banyak interaksi fisiologis. Pejamu juga merupakan sumber nutrisi yang penting.
D. Hubungan Antara Mikroorganisme Plak Dengan Penyakit Periodontal
Dahulu ada anggapan bahwa penyakit periodontal merupakan akibat dari penumpukan plak
yang terus berlangsung disertai penurunan respon pejamu dan peningkatan kerentanan pejamu
sehubungan dengan bertambahnya usia seseorang. Kemudian berkembang dua konsep, masingmasing hipotesa plak non-spesifik dan hipotesa plak spesifik.
1.

Hipotesa Plak Non-spesifik


Dikemukakan tahun 1976 oleh Loesche. Berdasarkan hipotesa ini, penyakit periodontal
adalah berasal dari produk perusak (noxious product) dari seluruh flora plak yang ada.
Termasuk kedalam hipotesa non-spesifik ini adalah konsep bahwa kontrol terhadap
penyakit periodontal adalah tergantung pada pengkontrolan jumlah penumpukan plak
dengan jalan perawatan lokal disertai prosedur kebersihan mulut.
2. Hipotesa Plak Spesifik
Berdasarkan hipotesa plak spesifik, hanya bakteri plak tertentu yang patogen, dan
patogenitasnya tergantung pada keberadaan atau peningkatan mikroorganisme yang
spesifik. Pada setiap tipe penyakit biasanya berperan 6-12 spesies bakteri patogen.

Diterimanya hipotesa plak spesifik berawal dari dikenalinya Actinobacillus


actinomycetemcomitans sebagai patogen pada periodontitis juvenil lokalisata.
E. Komposisi Bakteri Plak
Komposisi utama plak dental adalah mikroorganisme. Diperkirakan bahwa sebanyak 400
spesies bakteri yang berbeda dapat ditemukan dalam plak. Selain sel-sel bakteri, plak
mengandung sejumlah kecil sel epitel, leukosit, dan makrofag. Sel-sel yang terkandung dalam
sebuah matriks ekstraseluler, yang terbentuk dari produk bakteri dan air liur. Matriks
ekstraselular mengandung protein, polisakarida dan lipid.
PREDISPOSISING FACTOR
1. KALKULUS
A. Klasifikasi
Kalkulus merupakan suatu endapan amorf atau kristal lunak yang terbentuk pada gigi
atau protesa dan membentuk lapisan konsentris. Bakteri plak diperkirakan memegang peranan
penting dalam pembentukan kalkulus, yaitu dalam proses mineralisasi, meningkatkan kejenuhan
cairan di sekitarnya sehingga lingkungannya menjadi tidak stabil atau merusak faktor
penghambat mineralisasi.
Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival margin yaitu
kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival.
B. Komposisi
Kalkulus terdiri dari komponen anorganik (70%-90%) dan komponen organik.
Kandungan anorganik
Komponen anorganik kalkulus supragingival terdiri dari 75,9% kalsium posfat; 3,1%
kalsium karbonat dan sejumlah kecil magnesium posfat, dan logam lainnya. Komponen
anorganik yang utama adalah kalsium (39%); posfor (19%); karbondioksida (1,9%); magnesium
(0,8%); dan sejumlah kecil natrium, seng, stronsium, bron, tembaga, mangan, tungsten, emas,
aluminium, silikon, besi, dan fluor. Sedikitnya dua per tiga komponen anorganiknya dalam
bentuk kristal. Empat bentuk kristal yang utama adalah :

Hidroksiapatit (sekitar 58%)


Magnesium whitlockite (sekitar 21%)
Oktakalsium posfat (sekitar 21%)
Brusit (sekitar 9 %)

Kandungan organik
Kalkulus supragingival terdiri dari komponen anorganik (70-90%) dan komponen
organik. Komponen organik kalkulus terdiri dari campuran senyawa protein-polisakarida, sel-sel
epitel yang deskuamasi, leukosit, dan bernagai tipe bakteri. 1,9-9,1% komponen organiknya
berupa karbohidrat , yang terdiri dari galaktosa, glukosa, ramnosa, mannosa, asam glukoronat,
galaktosamin, dan kadang-kadang arabinosa, asam galakturonat, dan glukosamin.
Protein saliva merupakan 5,9%-8,2% dari komponen organik kalkulus dan kebanyakan berupa
asam amino. Lemak terdapat sejumlah 0,2% dari kandungan organik dalam bentuk lemak netral,
asam lemak bebas, kolesterol,kolesterol ester, dan posfolipid.

Komposisi kalkulus subgingival mirip dengan komposisi kalkulus supragingival dengan


sedikit perbedaan. Pada kalkulus subgingival kandungan hidroksiapatitnya sama, magnesium
whitlockite lebih banyak, brusit dan oktakalsium posfat lebih sedikit. Rasio kalsium; posfat
adalah lebih tinggi pada kalkulus subgingival, kandungan natrium meningkat dengan semakin
dalamnya saku periodontal. Protein saliva tidak dijumpai pada kalkulus subgingival.
C. Mekanisme Perlekatan Kalkulus ke Permukaan Gigi
Ada 4 cara perlekatan kalkulus ke permukaan gigi :
1. Perlekatan dengan bantuan pelikel organik
2. Penetrasi bakteri kalkulus ke sementum
3. Perlekatan mekanis ke ketidakrataan pada permukaan gigi
4. Adaptasi rapat antara depresi/lekukan pada permukaan dalam kalkulus ke penonjolan pada
permukaan sementum yang tidak terganggu (masih utuh)
D. Proses Pembentukan Kakulus
Kalkulus melekat ke plak dental yang telah mengalami mineralisasi. Proses kalsifikasi mencakup
pengikatan ion-ion kalsium ke senyawa karbohidrat-protein dari matriks organik, dan
pengendapan kristal-kristal garam kalsium posfat. Kristal terbentuk pertama kali pada matriks
interseluler dan pada permukaan bakteri, dan akhirnya diantara bakteri
Kalsifikasi kalkulus dimulai sepanjang permukaan dalam plak supragingival (dan pada
komponen melekat dari plak supragingival) yang berbatasan dengan gigi membentuk fokusfokus yang terpisah. Fokus-fokus tersebut kemudian membesar dan menyatu membentuk massa
kalkulus yang padat. Kalsifikasi tersebut dapat diikuti dengan perubahan kandungan bakteri dan
kualitas pewarnaan plak. Dengan adanya kalsifikasi, bakteri berfilamen bertambah jumlahnya.
Pada fokus-fokus kalsifikasi terjadi perubahan dari basofilia menjadi eosinofilia; intensitas
pewarnaan menunjukkan pengurangan reaksi periodic acid-schiff positif dan sulfihidril dan grup
amino, dan pewarnaan dengan toluidin blue yang pada mulanya ortokromatik berubah menjadi
metakromatik dan menghilang. Kalkulus dibentuk lapis demi lapis, dimana setiap lapis sering
dipisahkan oleh kutikula yang tipis, yang kemudian tertanam dalam kalkulus dengan
berlangsungnya kalsifikasi.

Gambar-gambar di bawah menunjukkan tahap pembentukan karang gigi (atau kalkulus).


E. Peranan Kakulus Sebagai Faktor Etiologi
Kalkulus secara langsung tidak berpengaruh terhadap terjadinya penyakit periodontal; akan
tetapi karena kalkulus terbentuk dan plak gigi yang termineralisasi karena pengaruh komponen
saliva, maka secara tidak langsung kalkulus juga dianggap sebagai penyebab keradangan gusi
(gingivitis). Regio kalkulus yang telah dibersihkan dan plak gigi dan dipoles permukaannya
ternyata tidak menimbulkan keradangan gusi dibandingkan dengan regio kalkulus yang tidak
dipoles.
Banyak faktor yang merupakan predisposisi terbentuknya plak gigi. Plak gigi dan kalkulus
mempunyai hubungan yang erat dengan keradangan gusi; bila keradangan gusi ini tidak dirawat,
akan berkembang menjadi periodontitis atau keradangan tulang penyangga gigi, akibatnya gigi
menjadi goyang atau tanggal. Tetapi akhir-akhir ini dilaporkan bahwa baik pada penelitian klinis
maupun epidemiologis ternyata tidak semua gingivitis selalu berkembang menjadi periodontitis.
Penyakit periodontal bersifat kronis dan destruktif, umumnya penderita tidak mengetahui adanya
kelainan dan datang sudah dalam keadaan lanjut dan sukar disembuhkan.
Kalkulus dan gingivitis terdapat lebih banyak pada para perokok daripada bukan perokok.
Sedangkan Sheiham melaporkan bahwa para perokok mempunyai skor plak, kalkulus dan derajat
penyakit periodontal yang lebih tinggi dibandingkan dengan bukan perokok.
DEBRIS MAKANAN DAN MATERI ALBA
A. Perbedaan Debris Makanan dan Materi Alba
Debris makanan adalah sisa-sisa makanan yang dicairkan oleh enzim-enzim bakteri , dan
dibersihkan dari rongga mulut setiap lima menit setelah makan, tetapi sebagian tetap tinggal di
permukaan gigi dan mukosa dan lebih mudah dibersihkan daripada plak. Sedangkan materi alba
adalah deposit lunak, bersifat melekat, berwarna kuning atau putih keabu-abuan, dan daya
lekatnya lebih rendah dibandingkan plak dental.
Materi alba merupakan kumpulan mikroorganisme, sel-sel epitel deskuamasi, lekosit, dan
campuran protein saliva dengan lemak, dengan sedikit atau tanpa partikel makanan, serta tidak
mempunyai pola susunan yang teratur. Debris makanan juga mengandung bakteri, namun
berbeda dengan bakteri coatings (plak dan materi alba). Debris makanan seharusnya dibedakan
dsri serat-serat yang terjerat di daerah interproximal pada daerah timbunan makanan.
B. Peranannya sebagai Faktor Etiologi
Plak dental bukanlah derivat debris makanan, dan debris makanan bukan penyebab gingivitis
yang penting.
Penumpukan materi alba cenderung pada sepertiga gingival gigi dan pada gigi yang malposisi.
Efek pengiritasian dari materi alba terhadap gingiva adalah berasal dari bakteri dan produk
bakteri.
STEIN DENTAL
Stein adalah deposit berpikmen pada permukaan gigi. Secara primer keberadaan stein merupakan

masalah estetis. Stein terjadi akibat pikmentasi pelikek perkembangan (pelikel yang membalut
gigi pada masa pertumbuhan dan erupsi gigi) atau pelikel akuid (pelikel yang didapat setelah gigi
erupsi ) oleh bakteri kromogenik, makanan dan bahan kimia. Stein bervariasi dalam hal warna,
komposisi, dan kekuatan perlekatannya ke permukaan gigi.
Stein dental secara umum dibagi 2, yaitu :
Extrinsic stains.
Intrinsic stains.
Berdasarkan warna dan timbulnya, stein dental terdiri dari :
1. Stein coklat
Berupa pelikel terpikmentasi yang tipis, bebas bakteri, akuid, dan translusen.
Timbul pada individu yang tidak menyikat giginya dengan baik, atau menggunakan pasta gigi
tanpa aksi pembersih yang adekuat, dan juga karena adanya tannin.
Terdapat pada permukaan bukal molar maksila dan pada permukaan lingual insisivus
mandibula.
2. Stein tembakau
Merupakan deposit permukaan yang melekat erat, berwarna coklat atau hitam, yang disertai
perubahan warna substansi gigi menjadi coklat.
Pewarnaan adalah akibat dari produk pembakaran tar, dan dari penetrasi sari tembakau ke pit
dan fissure, enamel, dan dentin.
Derajat pewarnaan tergantung dari pelikel akuid yang telah ada pada permukaan gigi yang
akan melekatkan produk tembakau ke permukaan gigi.
3. Stein hitam
Berupa garis hitam tipis pada pemukaan vestibular dan oral dari gigi dekat ke tepi gingiva, dan
sebagian daerah diffus pada permukaan proksimal.
Melekat erat ke permukaan gigi, dan cenderung timbul kembali setelah disingkirkan, sering
pada wanita dan bisa timbul pada individu dengan higienen oral yang baik.
Stein hitam yang terjadi pada gigi susu biasanya disertai karies yang rendah pada gigi dengan
stein hitam.
Sering dikaitkan dengan baktei kromogenik. Diduga penyebabnya adalah bakteri batang gram
positif, terutama spesies actinomyces, karena mendominasi mikroflora stein hitam.
4. Stein hijau
Berwarna hijau atau kuning kehijau-hijauan, kadang-kadang cukup tebal, dan sering dijumpai
pada anak-anak, yang mungkin merupakan pigmentasi dari partikel saliva oleh bakteri
kromogenik.
Diduga stein ini adalah sisia stein dari kutikula enamel. Pewarnaan disebabkan oleh bakteri
dan jamur (fungi) fluorosensi, seperti penicillum dan aspergillus.
Biasanya terjadi pada setengah gingival permukaan vestibular gigi anterior maksila, sering
dijumpai pada anak laki-laki (65%) daripada anak-anak perempuan(43%).
5. Stein orange

Jarang dijumpai dibandingkan stein hijau dan stein coklat.


Bisa terjadi pada permukaan vestibular maupun pada permukaan oral gigi anterior.
Penyebabnya adalah bakteri kromogenik serratia marcescens dan flavobacterium lutescens.
6. Stein logam
Disebabkan oleh logam dan garam-garam logam, yang masuk ke rongga mulut karena debu
yang mengandung logam terhisap oleh buruh industry, atau melalui obat-obatan yang diberikan
secara oral.
Logam tersebut berikatan dengan pelikel di permukaan gigi dan menimbulkan stein
permukaan atau penetrasi ke substansi gigi membentuk pewarnaan yang permanen.
Debu tembaga akan menimbulkan stein hijau dan debu bei menimbulkan stein coklat. Obatobatan yang mengandung besi menimbulkan deposit sulfit besi berwarna hitam. Stein logam lain
yang kadang-kadang dijumpai adalah berkaitan dengan mangan (warna hitam), air raksa(hitam
kehijau-hiauan ), nikel (hijau), dan perak(hitam).
7. Stein klorheksidin
Merupakan stein yang timbul akibat pemakaian obat kumur yang mengandung klorheksidin
untuk jangka waktu yang lama.
Klorheksidin biasa retensi(tinggal dan melekat) di rongga mulut karena afinitasnya terhadap
sulfat dan grup asam, seperti yang dijumpai pada kandungan plak, lesi karies, pelikel, dan
dinding sel bakteri. Retensi klorheksidin di rongga mulut tergantunga pada konsentrasi dan lama
pemakaian.
Stein klorheksidin menyebabkan warna coklat kekuning-kuningan sampai kecoklat-coklatan
pada jaringan di rongga mulut. Pewarnaan terjadi pada daerah serviks dan interproksimal gigi
asli, restorasi, plak, dan pada permukaan lidah. Pewarnaan pada enamel dan dentin tidaklah
permanen karena dapat dibersihkan dengan penyikatan gigi atau profilaksis professional. Stein
yang sama juga dihasilkan oleh obat kumur aleksidin.
FAKTOR IATROGENIK
A. Pengertian
Faktor-faktor iatrogenik adalah kesalahan pada restorasi atau protesa yang bisa berperan dalam
menyebabkan inflamasi gingiva dan perusakan jaringan periodontal.
B. Jenis-Jenisnya
Tepi Restorasi
Tepi tumpatan yang overhanging berperan dalam terjadinya inflamasi gingiva dan perusakan
periodontal karena merupakan lokasi yang ideal bagi penumpukan plak serta dapat mengubah
keseimbangan ekologis sulkus gingiva ke arah yang menguntungkan bagi organisme anaerob
gram-negatif yang menjadi penyebab penyakit periodontal.
Meskipun restorasinya dibuat dengan standard kualitas yang tinggi, apabila tepinya ditempatkan
subgingival akan meningkatkan penumpukan plak dan laju aliran cairan sulkular. Adanya
kekasaran pada daerah subgingiva akibat penempatan tepi restorasi pada daerah subgingiva
merupakan penyebab penumpukan plak dengan akibat respon inflamasi yang ditimbulkannya.

Kontur Restorasi
Mahkota tiruan dan restorasi dengan kontur berlebih (overcontoured) cenderung mempermudah
penumpukan plak dan kemungkinan juga mencegah mekanisme self-cleansing oleh pipi, bibir,
dan lidah. Kontak proksimal yang inadekuat, tidak dikembalikannya anatomi occlusal marginal
ridge dan developmental groove cenderung menimbulkan impaksi makanan.
Oklusi
Restorasi yang tidak sesuai dengan pola oklusal akan menimbulkan disharmoni yang bisa
mencederai jaringan periodontal pendukung.
Bahan Restorasi
Pada umumnya bahan restorasi tidak mencederai jaringan periodontal, kecuali bahan akrilik selfcuring. Yang terpenting adalah bahan restorasi harus dipoles dengan baik agar tidak mudah
ditumpuki plak.
Desain GTSL
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan mempermudah penumpukan plak, terutama apabila desainnya
menutup gingiva. Gigi tiruan yang terus dipakai sepanjang siang dan malam akan menginduksi
lebih banyak pembentukan plak dibandingkan gigi tiruan yang hanya digunakan pada siang hari
saja. Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan mulut bagi pengguna gigi tiruan sangat penting
untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap gigi yang masih ada serta jaringan
periodonsiumnya.
Prosedur Kedokteran Gigi
Penggunaan klem rubber dam, cincin untuk matriks, dan disc yang tidak baik bisa mencederai
gingiva dengan akibat terjadinya inflamasi. Separasi gigi yang terlalu memaksa dapat
menimbulkan cedera pada jaringan periodontal pendukung.

PERANANAN PIRANTI ORTODONTI SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI


Perawatan ortodonti bisa berperan dalam menimbulkan penyakit atau kelainan pada
periodonsuim dengan berabagai cara :
Retensi plak
Piranti ortodonti tidak saja cendrung mempermudah penumpukan plak dental dan debris
makanan dengan akibat timbulknya gingivitis, tetapi bisa pula memodofikasi ekosistem gingiva.
Dilaporkan bahwa setelah pemasanagn cincin ortodonti terjadi peningkatan proporsi Prevotella
melaninogenica, Prevotela intermedia, dan Actinomyces odontolyticus, dan pengurangan flora
anaerob/fakultatif di dalam sulkus gingiva.
Iritasi dari cincin ortodonti
Pemasangan cincin ortodonti yang dipaksakan terlalu jauh ke daerah subgingiva bisa
menyebabkan terpisahnya gingiva dari akibat migrasi epitel penyatu ke arah apikal sehingga

timbul resesi gingiva.


Tekanan dari piranti ortodonti
Tekanan ortodonsi yang normal dapat diadaptasi periodonsuim berupa remodeling. Tekanan yang
berlebihan bisa menimbulkan nekrose jaringan periodontal dan tulang alveolar, yang pada
umumnya bisa mengalami perbaikan apabila tekanannya dikurangi. Namun demikian, apabila
kerusakan melibatkan ligamen periodontal yang berada pada krista tulang alveolar, kerusakannya
adalah irreversible. Tekanan ortodonsi yang terlalu berlebihan dapat pula menyebabkan resopsi
pada apkes akar gigi.
IMPAKSI MAKANAN
Mekanisme Terjadinya Sebagai Faktor Etiologi
Impaksi makanan adalah terdesaknya makanan secara paksa ke jaringan periodonsium.
Hubungan kontak proksimal yang utuh dan ketat mencegah terdesaknya makanan secara paksa
ke daerah interproksimal. Lokasi kontak proksimal yang optimal dalam arah serviko oklusal
adalah pada diameter mesio distal terbesar dari gigi, dekat ke Krista marginal ridge. Tidak
adanya kontak atau kontak proksimal yang tidak baik kondusif bagi terjadinya impaksi
makanan.
Kontur permukaan oklusal yang dibentuk oleh marginal ridge dan developmental groove secara
normal akan mendeflesikan makanan menjauhi ruang interproksimal. Apabila gigi menjadi aus
dan permukaan oklusalnya menjadi datar, maka efek mendesak dari tonjol(cusp) gigi antagonis
ke ruang interproksimal akan bertambah hebat dengan akibat terjadinya impaksi makanan. Efek
tonjol pendorong bisa timbul karena keausan gigi, atau karena perubahan posisi gigi karena tidak
digantinya gigi yang hilang.
Overbite anterior yang berlebihan merupakan salah satu penyebab umum impaksi makanan di
region anterior, dimana makanan akan terdesak ke gingival pada permukaan vestibular gigi
anterior mandibula atau permukaan oral gigi anterior maksila.
Hirschfeld mengemukakan beberapa factor yang menjurus ke terjadinya impaksi makanan yaitu:
1. Keausan oklusl yang tidak sama rata
2. Terbukanya titik kontak sebagai akibat hilangnya dukungan proksimal atau karena estruksi
3. Abnormalitas morfologis congenital
4. Restorasi yang tidak baik konstruksinya
Ada juga impaksi makanan lateral dimana sumber tekanan yang mendesak makanan adalah
tekanan lateral dari pipi, lidah dan bibir. Impaksi lateral lebih mudah terjadi apabila embrasure
gingival menjadi besar karena kerusakan jaringan akibat penyakit periodontal atau
resesi.Dampak impaksi makanan akan menimbulkan penyakit gingival, periodontal, dan
memperhebat keparahan penyakit yang telah ada.
periodontal disease

PERANAN FACTOR-FAKTOR BERIKUT SEBAGAI FACTOR ETIOLOGI


A. Tidak Digantinga Gigi yang Hilang
Pencabutan gigi yang tidak disetai penggantian dengan gigi tiruan dapat menimbulkan
serangkaian perubahan yang menimbulkan dampak bagi periodonsium. Apabila gigi molar
pertama dicabut, perubahan awal yang terjadi adalah drifting ( bergesernya) dan tilting (miring)
gigi molar kedua dan ketiga mandibula, dan ekstrusinya molar pertama maksila.
Tilting gigi posterior juga menyebabkan berkurangnya dimensi vertical dan bertambahnya
overbite anterior. Gigi anterior mandibula meluncur pada gingival sepanjang permukaan oral gigi
anterior maksila dengan akibat posisi mandibula bergeser ke distal. Selain itu, terjadi impaksi
makanan dan pembentukan saku pada gigi anterior. Drifting premolar kedua mandibula ke distal
menyebabkan terjadinya impaksi makanan.
B. Maloklusi dan Malposisi Gigi
Gigi-geligi yang tidak teratur menyebabkan control plak sukar bahkan bias tidak mungkin bias
dilakukan. Resesi gingival bias terjadi pada gigi labioversi. Disharmoni oklusal yang disebabkan
maloklusi dapat mencederai periodonsium. Overbite yang berlebihan sering menyebabkan iritasi
gingival pada rahang antagonis. Openbite bisa menjurus ke perubahan periodontal yang
disebabkan penumpukan plak dan hilangnya fungsi.
KEBIASAAN BURUK YANG BIAS BERPERAN SEBAGAI FACTOR ETIOLOGI
A. Jenis-jenisnya,yaitu :
(1) Bernapas dari mulut
(2) Mendorong-dorongkan lidah
(3) Penggunaan tembakau
(4) Trauma sikat gigi dan alat pembersihnya
(5) Kebiasaan parafungsi atau bruksim
(6) Neurosis
(7) Kebiasaan berkaitan dengan okupasi
B. .Peranannya masing-masing
(1) Bernafas dari mulut
Gingivitis sering dikaitkan dengan kebiasaan bernapas dari mulut . dampaknya terhadap gingival
adalah berupa dehidrasi permukaan. Ada hubungan antara kebiasaan bernapas dari mulut dengan
gingivitis :
1. Bernapas dari mulut tidak mempengaruhi prevalensi dan perluasan gingivitis kecuali pada
pasien yang ada kalkulusnya.
2. Gingivitis pada orang yang bernapas dari mulut lebih parah daripada orang yang bernapas
normal meskipun skor plaknya sama.
3. Terjadi sedikit peningkatan prevalensinya

4. Gigi crowded yang disertai gingivitis hanya terjadi pada orang yang bernapas dari mulut.
(2) Mendorong-dorong lidah
Yaitu menekankan lidahnya kuat-kuat ke gigi, terutama ke gigi anterior,secara tetap. Pada waktu
mengunyah dimana seharusnya bagian dorsal lidah menekan ke palatum dan ujung lidah berada
di belakang gigi-gigi maksila, lidahnya justru ditekankan ke gigi anterior. Kebiasaan ini
menyebabkan :
- Berserak dan miringnya gigi-geligi anterior , disertai gigitan terbuka (open bite) pada daerah
anterior,posterior, dan premolar.
- Berubahnya inklinasi gigi anterior maksila menyebabkan perubahan arah tekanan fungsional,
sehingga tekanan lateral terhadap mahkota gigi meningkat.
- Bergeraknya gigi lebih jauh ke labial dan timbulnya tekanan rotasi dalam arah labiolingual.
- Beradunya tekanan yang mendorong gigi ke labial dengan tekanan bibir kea rah rongga mulut
akan menyebabkan gigi menjadi goyang.
- Perubahan inklinasi gigi yang terjadi menyebabkan terganggu ekskursi makanan sehingga
mempermudah penumpukan debris makanan pada tepi gingival.
- Hilangnya kontak proksimal karena berseraknya gigi dapat menjurus ke terjadinya impaksi
makanan.
(3) Penggunaan tembakau
Kebiasaan ini berupa kebiasaan merokok atau kebiasaan menguntah tembakau. Berperannya
kebiasaan merokok sebagai factor etiologi bisa karena :
- Mempermudah penumpukan kalkulus
- Asap rokok bisa memperlemah kemampuan khemotaksis dan fagositosis netrofil
- Kandungan nikotin rokok dapat memperlemah kemampuan fagositosis, menekan proliferasi
osteoblas, dan kemungkinan juga mengurangi aliran darah ke gingival.
(4) Trauma sikat gigi dan alat pembersih lainnya
Penyikatan yang terlalu agresif, baik dengan gerak horizontal atau rotasi, bisa mencederai
gingival secara langsung. Akibat buruk tersebut akan lebih parah apabila digunakan pula pasta
gigi yang terlalu abrasive yang dapat meyebabkan :
- Perubahan Akut Gingiva, yaitu terkelupasnya epitel gingival, pembentukan vesikel, atau
eritema yang difus.
- Perubahan Kronis Gingival beruoa resesi gingival disertai tersingkapnya akar gigi dan tepu
gingival sedikit menggembung.
Penggunaan tusuk gigi yang berlebihan menyebabkan terbukanya ruang interproksimal yang
akan menjurus ke penumpukan debris dan perubahan inflamatoris.
(5) Kebiasaan Parafungsi atau bruksim
Merupakan kebiasaan mengasah-asahkan gigi pada waktu tidak sedang mengunyah atau
menelan. Bruksim dapa menyebabkan : keausan gigi, fraktur gigi atau hipertrofi otot.
(6) Neurosis
Yang termasuk kebiasaan neurosis adalah : menggigit-gigit bibir, mengigit-gigit pipi dapat
menyebabkan penempatan mandibula yang ektrafungsionil : mengigit-gigit tusuk gigi,kuku, atau

pensil / ballpoint. Kebiasaan mendorong-dorong lidah juga termasuk kelompok neurosis.


(7) Kebiasaan yang berkaitan dengan okupasi
Kebiasaan ini berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari, diantaranya memegang paku dan
mengigitnya, yang dilakukan tukang sepatu, tukang kayu, tukang perabot; memutuskan benang
dengan gigi pada tukang jahit; tekanan dari alat music tiup tertentu (misalnya clarinet) pada
pemain music.
FACTOR-FAKTOR ETIOLOGI SEBAGAI BERIKUT :
A. Bahan kimia
Obat kumur yang terlalu keras efeknya, tablet aspirin yang diletakkan pada kavitas gigi yang
sedang berdenyut, obat-obatan dengan efek membakar, dan kontak tidak sengaja dengan bahan
kimia seperti fenol dan perak nitrat bisa menimbulkan inflamasi akut dengan ulserasi pada
gingiva.
B. Efek radiasi
khususnya dijumpai pada penderita kanker rongga mulut atau disekitar kepala dan leher yang
mendapat perawatan dengan radiasi. Radiasi bisa menyebabkan pembentukan eritema dan
deskuamasi mukosa termasuk gingiva. Apabila radiasinya berlangsung lama bisa menyebabkan
atrofi epitel, jaringan ikat menjadi fibrous dengan pembuluh darah yang berkurang jumlahnya.
Pada tulang alveolar bisa terjadi degenerasi dan berkurangnya osteoklas dan osteoblast. Akibat
perubahan tersebut tulang menjadi tempat masuknya infeksi dengan akibat terjadinya
osteoradionekrosis. Radiasi juga menyebabkan atrofi kelenjar saliva sehingga terjadi xerostomia
dengan akibat perubahan flora oral yang menjurus ke pembentukan karies.
PROSES BERPERANNYA SUPRA KONTAK SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI
Suprakontak adalah istilah umum untuk menyatakan kontak yang dapat menghalangi permukaan
oklusal lainnya mencapai kontak stabil dengan banyak titik kontak. Ada beberapa tipe
suprakontak :
1. Suprakontak retrusif ( retrusive supracontacts), yaitu suprakontak yang mendeplesikan
mandibula pada penutupan ke posisi retrusi ;
2. Suprakontak interkuspal ( intercuspal supracontacts ), yaitu suprakontak yang menghalangi
penutupan mandibula ke posisi intercuspal
Terjadinya suprakontak bisa karena beberapa sebab :
1. Pembuatan restorasi atau gigi tiruan yang tidak memperhatikan oklusi yang baik ;
2. Maloklusi dan malposisi gigi ;
3. Tidak digantinya gigi yang hilang, sehingga menimbulkan serangkaian perubahan, diantaranya
tilting-nya gigi tetangga dan ekstrusi gigi antagonist.
FAKTOR NUTRISI SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI SISTEMIK
Ada dua kesimpulan dari hasil-hasil penelitian mengenai efek nutrisi terhadap jaringan
periodonsium, yaitu ada defisiensi nutrisi tertentu yang menyebabkan perubahan pada jaringan
periodonsium, perubahan mana dikategorikan sebagai manifestasi penyakit nutrisi pada

periodonsium, dan tidak ada defisiensi nutrisi yang sendirian saja dapat menimbulkan gingivitis
atau pembentukan saku periodontal. Namun demikian, ada defisiensi nutrisi yang mempengaruhi
kondisi periodonsium, sehingga memperparah efek dari iritan local dan tekanan oklusal yang
berlebihan.
Defisiensi Vitamin C
Disamping dapat menyebabkan scurvy, defisiensi vitamin C sering dikaitkan dengan penyakit
periodontal. Defisiensi vitamin C memperhebat respon gingival terhadap plak dan memperparah
oedema, pembesaran dan pendarahan yang terjadi akibat inflamsi yang disebabkan plak.
Ada beberapa hipotesa mengenai mekanisme berperannya vitamin C pada penyakit periodontal:
1. Level vitamin C yang rendah akan mempengaruhi metabolism kolagen dalam periodonsium,
sehingga mempengaruhi kemampuan regenerasi dan perbaikan jaringan, namun belum ada hasil
penelitian yang mendukung hipotesa ini.
2. Defisiensi vitamin C menghambat pembentukan tulang yang akan menjurus ke kehilangan
tulang.
3. Defisiensi vitamin c meningkatkan permeabilitas epitel krevikular terhadap dekstran tertritiasi;
vitamin C dalam level yang tinggi dibutuhkan untuk memelihara fungsi penghalang dari epitel
terhadap produk bakteri.
4. Peningkatan level vitamin C meningkatkan aksi kemotaksis dan aksi migrasi lekosit, tanpa
mempengaruhi aksi fagositosisnya; tampaknya diperlukan megadosis vitamin c untuk
memperbaiki aktivitas bakterisidal lekosit.
5. Level vitamin C yang optimal diperlukan untuk memelihara integritas mikrovaskulatur
periodonsium, demikian juga respon vascular terhadap iritasi bacterial.
6. Penurunan level vitamin C yang drastic bias mengganggu keseimbangan ekologis bakteri
dalam plak sehingga meningkatkan patogenitasnya.
Defisiensi Protein
1. Terhambatnya aktivitas pembentukan tulang yang normal
2. Semakin parahnya efek destruktif dari iritan local dan trauma oklusal terhadap jaringan
periodonsium. Namun untuk dimulainya gingivitis dan keparahannya adalah tergantung pada
iritan lokal.
PERANAN PENYAKIT KELAINAN ENDOKRIN SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI
SISTEMIK
Manifestasi jaringan periodontal dari penyakit sistemik bervarisi tergantung penyakit spesifik,
respon individual dan faktor lokal yang ada. Faktor sistemik terlibat dalam penyakit periodontal
dengan saling berhubungan dengan faktor lokal. Faktor sistemik saja tidak bisa menyebabkan
respon keradangan pada penyakit periodontal,tetapi harus ada faktor lokal yang mendukung.
Pada pasien kencing manis, bila faktor lokal pada riongga mulutnya buruk, akan bisa
menyebabkan gangguan yang lebih lanjut lagi, oleh karena seorang dengan kencing manis
mempunyai kelainan pada sistemiknya.
Ada beberapa hipotesa mengenai keterlibatan diabetes melitus sebagai faktor etiologi penyakit
gingiva dan periodontal, antara lain:

1. Terjadinya penebalan membran basal


Pada penderita DM membran basal kapiler gingiva mengalami penebalan sehingga lumen kapiler
menyempit. Menyempitnya lumen kapiler akibat penebalan tersebut menyebabkan terganggunya
difusi oksigen, pembuangan limbah metabolisme, migrasi lekosit polimorfonukleus, dan difusi
faktor- faktor serum termasuk antibodi
2. Perubahan biokimia
Level cAMP, yang efeknya mengurangi inflamasi, pada penderita DM menurun, hal mana
diduga sebagai salah satu sebab lebih parahnya inflamasi gingiva pada penderita DM.
3. Perubahan mikrobiologis
Peningkatan level glukosa dalam cairan sulkular dapat mempengaruhi lingkungan subgingiva,
yang dapat menginduksi perubahan kualitatif pada bakteri yang pada akhirnya mempengaruhi
perubahan periodontal.
4. Perubahan imunologis
Meningkatnya kerentanan penderita diabetes melitus terhadap inflamasi diduga disebabkan oleh
terjadinya defisiensi fungsi lekosit polimorfonukleus (LPN) berupa terganggunya khemotaksis,
kelemahan daya fagositosis, atau terganggunya kemampuannya untuk melekat ke bakteri
5. Perubahan berkaitan dengan kolagen
Peningkatan level glukosa bisa pula menyebabkan berkurangnya produksi kolagen. Di samping
itu, terjadi pula peningkatan aktivitas kolagenase pada gingiva.
Inflamed, papulonodular hyperplasia of the gingiva in a diabetic patient
a. Kehamilan
Kehamilan secara sendirian tidak dapat menyebabkan gingivitis. Gingivitis pada kehamilan
adalah disebabkan oleh plak bakteri, sebagaimana pada orang yang tidak hamil. Kehamilan akan
memperparah respon gingival tehadap plak dan memodifikasi gambaran klinis yang
menyertainya. Tanpa adanya iritan lokal tidak terlihat perubahan secara klinis pada gingival
wanita yang sedang mengalami kehamilan. Ada beberapa mekanisme bagaimana kehamilan
berperan sebagai faktor etiologi penyakit gingival dan periodontal, yaitu:
1. Peningkatan level estradiol dan progesteron yang menyebabkan peningkatan bakteri Prevotella
intermedia.
2. Tertekannya respon limfosit-T maternal selama kehamilan mempengaruhi respon
periodonsium terhadap plak.
3. Peningkatan level estradiol dan progesterone juga menyebabkan dilatasi dan simpang siurnya
mikrovaskulator gingival, stasis sirkulasi, dan peningkatan kerentanan terhadap iritasi mekanis.
Perubahan tersebut memudahkan masuknya cairan ke perivaskular.
b. Kontrasepsi Hormonal
Perubahan yang diakibatkan oleh kehamilan yang dikemukakan di atas bias pula terjadi pada
wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (bentuk pil, implant, atau suntikan) untuk
jangka waktu lebih dari satu setengah tahun.
15. Peranan kelainan/penyakit darah berikut sebagai factor etiologi sistemik :

A. Leukimia
Leukemia adalah neoplasma maligna pada precursor sel darah putih. Berdasarkan evolusinya,
leukemia dibedakan atas bentuk:
(1) akut, yang bersifat fatal;
(2) subakut;
(3) kronis.
Pada leukemia akut sel-sel leukemia menginfiltrasi gingival, dan jarang sekali bisa infiltrasi ke
tulang alveolar. Keadaan ini bisa menyebab terjadinya pembesaran gingival (leukemic gingival
enlargement).
Infiltrasi yang banyak dari sel-sel leukemik yang tidak matang disamping sel-sel inflamasi yang
biasa menyebabkan respon gingival terhadap iritasi adalah berbeda dibandingkan dengan yang
bukan penderita leukemia.
B. Anemia
Anemia adalah defisiensi dalam defisiensi dalam kuantitas maupun kualitas darah yang
dimanifestasikan dengan berkurangnya jumlah eritrosit dan hemoglobin.
Ada empat tipe anemia berdasarkan morfologi selulernya dan kandungan hemoglobinnya, yaitu:
(1) anemia makrositik hiperkromik (pernicious anemia);
(2) anemia mikrositik hipokromik (iron deficiency anemia);
(3) sickle cell anemia; dan
(4) anemia normositik-normokromik (hemolytic anemia/aplastic anemia).
Diantara keempat tipe anemia tersebut, tampaknya anemia aplastik yang turut berperan dalam
etiologi penyakit gingival dan periodontal. Pada tipe anemia ini kerentanan gingival terhadap
inflamasi meningkat karena terjadinya neutropenia.
16. Peranan faktor-faktor sebagai faktor etiologi sistemik :
A. Penyakit yang melemahkan
Penyakit yang melemahkan (debilitating diseases) seperti sifilis, nefritis kronis, dan tuberkulosa
bisa menjadi factor pendorong bagi terjadinya penyakit gingival dan periodontal, dengan jalan
melemahkan pertahanan periodonsium terhadap iritan local, dan menimbulkan kecenderungan
terjadinya gingivitis dan kehilangan tulang alveolar.
B. Gangguan Psikosomatik
Dengan gangguan psikosomatik dimaksudkan efek merusak sebagai akibat pengaruh psikis
terhadap control organic jaringan. Ada dua cara gangguan psikosomatik mempengaruhi
periodonsium dan jaringan di rongga mulut lainnya:
(1) melalui timbulnya kebiasaan buruk yang dapat mencederai periodonsium;
(2) dengan efek langsung system saraf otonom terhadap keseimbangan jaringan yang fisiologis.
Dibawah tekanan mental atau emosional, mulut akan menjadi sasaran pemuasan bagi orang
dewasa. Hal ini menimbulkan kebiasaan buruk seperti: klensing; menggigit pensil, ballpoint, atau
kuku; merokok secara berlebihan; yang kesemuanya berpotensi mencederai periodonsium.
Meningkatnya aktivitas system saraf otonom oleh pengaruh psikis antara lain bisa menyebabkan

perubahan respon pada kapiler gingival.


C. AIDS/ Infeksi HIV
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) ditandai dengan penurunan system imunitas yang
menyolok. Kondisi yang pertama kali dilaporkan tahun 1981 adalah disebabkan oleh virus yang
dinamakan human immunodeficiency virus (HIV). Infeksi HIV menyebabkan gangguan
terutama terhadap sel-TH, disamping terhadap monosit, makrofag, dan beberapa sel lainnya.
Meskipun limfosit B tidak terpengaruh, namun akibat terganggunya fungsi limfosit T akan
menyebabkan deregulasi pada sel-B.
Penurunan system imunitas pada penderita yang terinfeksi HIV menyebabkan peningkatan
kerentanannya terhadap penyakit gingival dan periodontal.

. PERANAN OBAT-OBATAN YANG BERPERAN SEBAGAI FAKTOR ETIOLOGI


SISTEMIK MENGENAI
a. Jenis obat
Beberapa jenis obat dengan efek kerja yang berbeda dapat menginduksi hyperplasia gingival
non-inflamasi dengan gambaran klinis yang tidak dapat dibedakan. Obat-obatan yang dimaksud
adalah :
Fenitoin atau dilantin, suatu antikonvulsan yang digunakan dalam perawatan epilepsi
Siklosporin, suatu imunosupresif yang biasa digunakan untuk mencegah reaksi tubuh dalam
pencangkokan anggota tubuh.
Nifedipin, diltiazem, dan verapamil, yaitu penghambat kalsium (calcium blocker) yang
digunakan dalam perawatan hipertensi.
b. Mekanisme berperannya
Mekanisme penginduksian hyperplasia gingival oleh obat-obatan tersebut diatas atau oleh
metabolitnya belumlah jelas betul, namun terlepas darimana yang paling berperan ada beberapa
hipotesa yang dikemukakan :
Pengaruh obat atau metabolit secara tidak langsung
Obat atau metabolit menstimulasi diproduksinya IL-2 oleh sel-T, atau diproduksinya metabolit
testosterone oleh fibroblast gingiva, yang pada akhirnya akan menstimulasi proliferasi dan atau
sintesa kolagen oleh fibroblast gingiva
Pengaruh obat atau metabolit secara langsung
Obat/metabolit secara langsung menstimulasi proliferasi fibroblast gingival, sintesa protein, dan
produksi kolagen
Penghambatan aktivitas kolagenase
Obat/metabolit dapat menghambat aktivitas kolagenase hingga penghancuran matriks akan
terhambat
Penghambatan degradasi kolagenase
Obat/metabolit menstimulasi terbentuknya kolagenase fibroblastic inaktif, dengan akibat

degradasi kolagen akan terhambat


Faktor estetis
Akhir-akhir ini dihipotesakan adanya faktor genetis yang menentukan kecenderungan bisa terjadi
hyperplasia yang diinduksikan obat-obatan pada seseorang.

REFERENSI
Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2001. Periodonsia Edisi Revisi 2008. Medan.
Genco RJ, Loe H. The role of systemic conditions and disorders in periodontal
diseases. Periodontology 2000 1993,(2):98-116
http://id.88db.com/Kesehatan-Pengobatan/Perawatan-Kesehatan/ad-88755/
http://gigidanmulutsehat.blogspot.com/2009/11/kalkuluskarang-gigitartardan-apalah.html#more
http://theo766hi.wordpress.com/2010/01/30/karang-gigi/
http://savechildfromsmoke.wordpress.com/2009/08/28/perokok-perokok-pasif-dan-kankerrongga-mulut/
http://www.scribd.com/doc/20949995/Cdk-140-Bunga-Rampai-Penyakit-Dalam
http://drgdondy.blogspot.com/2008_07_01_archive.html
Dr. Y. Kim 2000-12-04.foodimp01-Microsoft Word
http://drgdondy.blogspot.com/2008/07/penyakit-periodontal-pada-penderita.html
http://chawdnextholmes.blogspot.com/
plaque.pdf Adobe Reader
cdk_113_gigi.pdf Adobe Reader. Kalkulus Hubungannya dengan Penyakit Periodontal dan
Penanganannya
http://www.toothiq.com/dental-symptoms/dental-symptom-dental-overhang.html
http://www.americandentalcenter.us/cosmetic_dentistry.html
http://dentechblog.blogspot.com/2010/01/lares-laser-cleared-for-subgingival.html
http://www.whocollab.od.mah.se/expl/ohigv60.html

Anda mungkin juga menyukai