Disusun Oleh :
Kelompok 4
Tri Budi Hastuti
G1F013008
G1F013026
G1F013058
G1F013076
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Obat-obat tertentu ternyata mempunyai sifat terapeutis yang tidak biasa
atau menigkat bila diformulasikan dalam keadaan koloid. Perak klorida kolodial,
perak iodida, perak protein merupakan pembunuh kuman yang efektif dan tidak
menyebabkan iritasi, ini merupakan karakteristik dari garam-garam perak dalam
bentuk ion. Sebruk belerang kasar sukar diabsorpsi bila diberikan per oral, namun
dosis yang sama dari sulfur tersebut dalam bentuk koloid bisa diabsorbsi
sempurna hingga menyebakan reaksi toksis dan bahkan kematian (Martin Alfred
dkk, 1993). Oleh sebab itulah penggunaan sistem terdispersi atau koloid ini
penting bagi obat-obat yang tidak bisa efektif bila tidak dibuat sedian
menggunakan sistem terdispersi ini.
Sistem terdisperti terdiri dari pertikel kecil yang dikenal dengan fase
terdipers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium dispersi (Martin
Alfred dkk, 1993). Dan salah satu sistem terdispersi ini adalah suspensi. Suspensi
merupakan sedian cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus
yang terdispersi ke dalam fase cair (syamsuni, 2006).
Menurut Syamsuni dalam Buku nya Ilmu Resep, Suspensi dibagi kedalam
beberapa jenis :
1. Suspensi Oral
Adalah sedian cair yang mengadung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai
yang ditunjukan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi Topikal
Adalah sedian cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yan terdispersi dalam pembawa cair yang ditunjukan untuk penggunaan
pada kulit.
3. Suspensi tetes telinga
Adalah sedian cair mangandung partikel-partikel halus uang ditunjukan
untuk ditetesi pada telinga bagian luar.
4. Suspensi oftalamik
Adalah sedian cair steril yang menfaung partikel-partikel sangat halus
yang terdipersi dalam cairn pembawa untuk pemakaian pada mata.
5. Suspensi untuk injeksi
Adalah sedian cair steril berupa suspensi sebuk dalam medium cair yang
sesuai dan tidak boleh menymbat jarum suntikua (syiringe ability) serta
tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam laritan spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi
Adalah sedian padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk
membentuk larutan yang memenuhi semua persuyaratan untuk suspensi
steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Dispersi koloid dicirikan salah satunya dengan ukuran partikel yang terlalu
kecil untuk dilihat denan mikroskop biasa, sedang partikel emulsi atau suspensi
farmasi sera sebuk halus berada oada jangkauan mikroskop optik. Sedangkan
untuk suspensi sendiri ukuran partikel nya berada antar angka 0,5 10
mikrometer (Martin Alfred dkk, 1993).
Sedangkan pada sisi lain, Keefektifan dalam penggunakan obat merupakan
salah faktor penting dalam mencapai efek terapeutik hingga memberikan efek
yang optimal. Efektifitas obat salah satunya dapat dilihat dari kestabilan obat
tersebut. Padahal salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan
hingga penggunaan dalam sedian suspensi adalah cara memperlambat
penimbunan partikel secara menjaga homogentas partikel. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Sehingga
memang dalam sedian suspensi ini perlu diberikan perlakuak khusus hingga
nantinya dihasilkan obat sedian suspensi yang stabil, hingga efek terapetik nya
optimal.
Oleh karena itulah pada makalah ini, penulis akan membahas terkait
faktor-faktor yang akan mempengaruhi kestabilan dalam sedian suspensi ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus
yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus
dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan haris
segera terdispersi kembali. Suspensi umumnya mengandung zat tambahan untuk
menjamin stabilitasnya, sebagai stabilisator dapat dipergunakan bahan-bahan
disebut sebagai emulgator (joenoes, 1990).
Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung
partikel obat yang terbagi sevara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan
secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat
minimum. Beberapa suspensi resmi diperdagangkan tersedi dalam bentuk siap
pakai, telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan
bahan tambahan farmasetik lainnya (Ansel, 1989).
2. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Suspensi
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas
suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi adalah :
a. Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara
ukuran
partikel
merupakan
perbandingan
terbalik
dengan
luas
d2 ( 0) g
pencernaan,
Tidak terbentuk kristal/hablur,
Derajat viskositas cairan.
(Joenoes, 1990)
Sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan farmasi dan sifat-sifat lain yang
lebih spesifik untuk suspensi farmasi adalah :
Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mebgendap secara lambat
dan harus rata bila dikocok.
(Ansel, 1989)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pola kecepatan aliran dari suatu
cairan tersebut. Makin kental kecepatan alirannya makin turun kecepatan aliran
dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya partikel yang
terdapat didalamnya dengan menambah viskositas cairan. Gerakan turun dari
partikel yang dikandungnya akan diperlambat (Ansel, 1989).
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
partikel untuk menjaga stabilitas suspensi ada beberapa cara yang dapat
dilakukan, diantaranya yaitu memperkecil ukuran partikel, menambah kekentalan
atau viskositas larutan serta mengurangi konsentrasi partikelnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel,H.C., 1989. Pengatar Bentuk sediaan Farmasi Edisi 4. Jakarta: Universitas
Indonesia Press
Martin Alfred, dkk. 1993. Farmasi Fisik. Jakarta : Universitas Indonesia Press
Nanizar, Z dan Joenoes. 1990. Resep yang Rasional. Surabaya: Universitas
Airlangga Press
Syamsuni, 2007. Ilmu Resep. Jakarta : EGC