Anda di halaman 1dari 70

MASTER PLAN

PENGEMBANGAN
KAWASAN
MINAPOLITAN
DI KABUPATEN KAUR
PROVINSI BENGKULU

BINTUHAN
MARET 2009

KATA PENGANTAR
Program pengembangan kawasan Minapolitan
merupakan salah satu alternatif pembangunan yang
berorientasi
kewilayahan
guna
mengatasi
kesenjangan antar sektor ekonomi maupun antar
wilayah. Program ini akan mendukung revitalisasi
pertanian dan perikanan. Program pengembangan
kawasan
Minapolitan
merupakan
program
pembangunan
berbasiskan
pengembangan
kawasan. Pembangunan kawasan Minapolitan
secara simultan dan harmonis dilaksanakan tahap
demi tahap, dan salah satunya adalah penyusunan
master plan pengembangan kawasan Minapolitan.
Penyusunan Master Plan Minapolitan Kabupaten
Kaur tahun 2009 merupakan langkah awal yang
ditempuh pemerintah Kabupaten Kaur dalam
program pembangunan kawasan Minapolitan.
Kawasan pengembangan Minapolitan Kabupaten
Kaur adalah Nasal, didukung oleh Kelam Tengah
dan Muara Sahung sebagai kawasan hinterland.
Buku master plan ini memuat potret kawasan
Minapolitan
Kabupaten
Kaur,
skenario
pengembangan kawasan, strategi pengembangan
kawasan, dan rencana aksi pembangunan kawasan.
Dokumen master plan ini akan dijadikan acuan untuk
mengimplementasikan
pembangunan
kawasan
Minapolitan tersebut.

Bintuhan, Maret 2009


Kepala BAPPEDA,

Dr. Ir. Bandi Hermawan, M.Sc.

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

ii
iii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Maksud dan Tujuan
1.3. Luaran Kegiatan
1.4 Metode Pelaksanaan
1.5 Tahapan Penyusunan Master Plan
Minapolitan
1.6 Sistematika Laporan

1
4
5
5

BAB 2. KONSEPSI MINAPOLITAN

11

2.1 Pengertian Minapolitan


2.2 Kawasan Minapolitan
2.3 Tujuan dan Sasaran Minapolitan
2.4 Tipologi Minapolitan

11
14
15
17

BAB 3. PROFIL KAWASAN MINAPOLITAN


KAUR

18

3.1 Potensi Kawasan


3.2 Kajian Potensi Kawasan
3.3 Kedudukan Kawasan
3.4 Komoditi Unggulan
3.5 Tipologi Kawasan

18
20
23
25
26

SKENARIO PENGEMBANGAN
KAWASAN MINAPOLITAN KAUR

28

BAB 4.

4.1
4.2
4.3
BAB 5.

Rencana Alokasi Ruang


Pengembangan Sistem dan
Usaha Agribisnis
Kelembagaan Minapolitan Pasca
Fasilitasi Pemerintah

STRATEGI PENGEMBANGAN
KAWASAN MINAPOLITAN

7
9

29
36
44
48

iii

5.1
5.2
5.3
5.4
5.5

Kawasan Penghasil Bahan Baku


Kawasan Sentra Produksi
Olahan
Kawasan Kota Kecil/Minapolis
Kawasan Kota Sedang/Outlet
Pola hubungan antar kawasan
Minapolitan

48
52
54
55
56

BAB 6. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN


KAWASAN MINAPOLITAN KAUR

57

6.1 Kegiatan Fisik


6.2 Kegiatan Non-fisik
6.3. Matriks Rencana Aksi

58
59
61

BAB 7. PENUTUP

65

iv

BAB

1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pengembangan
pedesaan
melalui
aktivitas
pendekatan berbasiskan pertanian (agro-based
development) perlu terus ditingkatkan, karena dapat
memperkokoh pertumbuhan ekonomi bangsa
Indonesia.
Kawasan
pedesaan
harus
dikembangkan
sebagai
suatu
kesatuan
pengembangan wilayah berdasarkan keterkaitan
ekonomi antar desa-kota (urban-rural linkages)
yang mempunyai hubungan timbal balik saling
menguntungkan.
Kawasan
pedesaan
yang
mempunyai produk unggulan ditumbuhkembangkan
menjadi
kawasan
agribisnis
dalam
suatu
kesisteman dan menyeluruh. Kemudian image desa
sebagai pemasok produk primer pertanian (belum
diolah) harus didorong menjadi desa yang mampu
menghasilkan bahan olahan atau industri hasil
pertanian, sehingga desa dapat menjadi kawasan
pertumbuhan ekonomi baru.
Pembangunan pertanian, termasuk perikanan, di
Indonesia selama ini baru terfokus pada
pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam dalam
bentuk
pembangunan
budidaya
pertanian.
Berdasarkan sistem pembangunan tersebut, maka
masyarakat yang terlibat dalam budidaya pertanian

hanya memproduksi produk segar yang memiliki


nilai ekonomi sangat rendah. Nilai ekonomi yang
lebih tinggi dari produksi pertanian justru dinikmati
pelaku bisnis di luar budidaya pertanian, yakni
pelaku pengolahan hasil dan pelaku pemasaran.
Siatem pembangunan pertanian yang demikian
jelas
tidak
akan
mampu
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pertanian.
Paradigma baru pembangunan pertanian di
Indonesia adalah pada ruang lingkup kegiatan
budidaya (on-farm), pengolahan hasil, pemasaran,
dan jasa-jasa pendukung lainnya (off-farm). Oleh
karena itu, paradigma pembangunan pertanian
harus berorientasi pada pembangunan sistem dan
usaha agribisnis. Sistem dan usaha agribisnis
ditingkatkan menjadi strategi menterpadukan
(mensinergikan) pengembangan strategi agribisnis
dengan pendekatan wilayah. Dengan sistim ini
diharapkan kemajuan yang tidak hanya bersifat
sektoral tetapi juga inter sektoral dan antar wilayah,
sehingga tercipta keseimbangan pembangunan
antara wilayah khususnya pedesaan yang
merupakan basis pertanian dengan wilayah
perkotaan.
Basis pembangunan di masa mendatang adalah
pembangunan pedesaan. Pembangunan pedesaan
pada daerah-daerah pemasok produksi pertanian
melalui pengembangan Daerah Pusat Pertumbuhan
(DPP) perlu dimantapkan, agar memiliki ketahanan
yang lebih kuat. Untuk mempercepat pembangunan
pedesaan, maka diperlukan komitmen dan
tanggung jawab moral pembangunan dari segenap
aparatur pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Komitmen
tersebut
akan
mengakibatkan
pembangunan pedesaan menjadi efektif, efisien,
terintegrasi, dan sinkron dengan pembangunan

sektor lainnya dan berwawasan lingkungan. Salah


satu program keterpaduan tersebut adalah
pengembangan kawasan Minapolitan.
Minapolitan dapat diartikan sebagai upaya
pengembangan kawasan perikanan yang tumbuh
dan berkembang akibat berjalannya sistem dan
usaha agribisnis. Minapolitan merupakan salah satu
alternatif
pembangunan
pedesaan
dalam
mendukung Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan. Pengembangan kawasan Minapolitan
merupakan program terpadu pembangunan wilayah
berbasis perikanan dengan pendekatan wilayah.
Pelaksananan
pengembangan
kawasan
Minapolitan tersebut, melibatkan peran serta
masyarakat di pedesaan dan pemerintah berperan
sebagai fasilitator.
Pembangunan kawasan Minapolitan merupakan
kegiatan simultan dan harmonis yang dilaksanakan
tahap demi tahap. Tahap awal dimulai dengan
sosialisasi program di tingkat Pusat, Provinsi,
Kabupaten, dan kawasan pengembangan. Tahap
kedua, pemilihan dan penetapan lokasi oleh
pemerintah kabupaten dan provinsi. Tahap ketiga,
penyusunan master plan Minapolitan oleh
pemerintah
kabupaten.
Tahap
keempat,
pelaksanaan pembangunan kawasan Minapolitan
oleh departemen dan instansi terkait. Tahap kelima,
monitoring dan evaluasi oleh tim Pokja Minapolitan
Pusat, Provinsi dan Kabupaten. Tahap akhir adalah
pengembangan pasca 3 (tiga) tahun fasilitasi
pemerintah
menuju
Minapolitan
mandiri,
pengelolaan kawasan oleh masyarakat tani yang
difasilitasi oleh pemerintah kabupaten.
Kabupaten Kaur merupakan salah satu kabupaten
pengembangan kawasan Minaploitan berbasis

perikanan budidaya di Provinsi Bengkulu. Lokasi


pengembangan Minapolitan adalah kawasan Nasal
(sebagai kawasan minapolis), dengan kawasan
Kelam Tengah dan Muara Sahung sebagai
hinterland. Komoditas unggulan adalah nila, ikan
mas dan lele. Tahapan program pengembangan
Minapolitan kabupaten Kaur telah memasuki tahap
ketiga,
yakni
penyusunan
master
plan
pengembangan kawasan Minapolitan Kaur.

Balai Benih Ikan di Desa Suku Tiga, Nasal

1.2. Maksud dan Tujuan


Kegiatan penyusunan master plan pengembangan
kawasan Minapolitan Nasal, Kelam Tengah dan
Muara Sahung mempunyai tujuan antara lain
adalah:
1. Memberikan gambaran suatu perencanaan
program dan kegiatan secara terpadu pada
kawasan Minapolitan Nasal, Kelam Tengah dan
Muara Sahung.

2. Memberikan acuan kegiatan secara periodik,


baik berupa jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang
3. Menggambarkan sinergisme program antar
sektor dan sub-sektor terkait dalam upaya
mencapai sasaran pengembangan kawasan
Minapolitan Nasal, Kelam Tengah dan Muara
Sahung.

1.3. Luaran Kegiatan


Berdasarkan ketiga tujuan tersebut, maka luaran
yang akan dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Tersusunnya profil kawasan Minapolitan Kaur.
2. Tersedianya skenario pengembangan kawasan
Minapolitan Kaur.
3. Tersedianya strategi pengembangan kawasan
Minapolitan Kaur.
4. Tersedianya peta rencana
kawasan Minapolitan Kaur.

pengembangan

5. Tersusunnya rencana aksi berupa program dan


kegiatan yang sinergis antar sektor pada
kawasan Minapolitan Kaur.

1.4. Metode Pelaksanaan


Kawasan Minapolitan Kabupaten Kaur ditentukan
berdasarkan telaah terhadap dokumen-dokumen
Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Pemerintah
Kabupaten Kaur. Kawasan yang dipilih adalah

yang telah memiliki basis pengembangan yang


kuat, seperti sejarah budidaya komoditas yang akan
diunggulkan, aspek sumberdaya manusia yang
sudah berorientasi agribisnis, basis industri
pengolahan hasil pertanian, dan infrastruktur dasar
(jalan, jaringan listrik, telekomunikasi dan air
bersih).
Komoditi unggulan pada kawasan Minapolitan
Kabupaten
Kaur
ditentukan
berdasarkan
rekomendasi dari Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan,
yang
disesuaikan
dengan
arah
kebijakan
pengembagan komoditi pada kawasan terpilih.
Berdasarkan hasil sosialisasi dengan pihak-pihak
terkait di Kabupaten Kaur yang difasilitasi oleh
BAPPEDA Kabupaten Kaur, pada hari Sabtu
tanggal 9 Desember 2006, diperoleh kesepakatan
bahwa komoditi unggulan Kabupaten Kaur adalah
sektor perikanan. Komoditas perikanan tangkap
telah dijadikan unggulan pada program Agropolitan
di kawasan Maje dan Kaur Selatan (sejak tahun
2007), sehingga komoditas unggulan untuk
program Minapolitan adalah perikanan budidaya.
Survei identifikasi potensi kawasan Minapolitan
terpilih dilakukan melalui telaah data sekunder dan
pengumpulan data primer. Data sekunder berasal
dari dokumen-dokumen perencanaan kawasan
pengembangan, antara lain seperti: Profil Kawasan
Agropolitan Provinsi Bengkulu Tahun 2006, Kaur
Dalam Angka 2006, Dokumen RTRW Kabupaten
Kaur, Profil Kabupaten Kaur dan Program Tahunan
instansi terkait. Data primer dikumpulkan melalui
kegiatan survei lapangan (untuk data fisik) dan
melalui wawancara (untuk data sosial dan
ekonomi).

Data primer dan sekunder dianalisis secara


deskriftif untuk mengetahui potensi di kawasan
Minapolitan terpilih. Hasil analisis data selanjutnya
diinterpretasikan untuk menentukan skenario dan
strategi pengembangan kawasan Minapolitan.
Skenario
merupakan alternatif
model-model
pengembangan,
sedangkan
strategi
adalah
langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk
mengimplementasikan skenario yang telah dibuat.
Strategi pengembangan kawasan Minapolitan
selanjutnya
disajikan
dalam
bentuk
peta
pengembangan kawasan Minapolitan. Penyusunan
peta pengembangan tersebut didasarkan atas petapeta dasar kawasan terpilih. Interpretasi peta-peta
dasar menghasilkan peta tipologi kawasan yang
didasarkan atas tingkat kesesuaian lahan di
kawasan Minapolitan.
Berdasarkan profil kawasan, skenario, dan strategi
pengembangan kawasan, maka ditampilkan matrik
rencana aksi pengembangan kawasan. Matrik
tersebut berisi kebijakan, program dan kegiatan
pengembangan pada kawasan Minapolitan terpilih.

1.5. Tahapan Penyusunan Master


Plan Minapolitan
Tahapan
penyusunan
kawasan
Minapolitan
Kabupaten Kaur dimulai dengan menampilkan
potret kawasan, penentuan tipologi kawasan, kajian
pengembangan kawasan, skenario dan strategi
pengembangan
kawasan,
dan
kebijakan
pengembangan kawasan. Tahapan penyusunan
master plan kawasan Minapolitan Kabupaten Kaur
disajikan pada Gambar 1.

Kawasan Minapolitan

Potret Kawasan
Kajian Potensi Kawasan
Kajian Setting Kawasan
Terhadap Kawasan Lain

Kajian Tipologi Kawasan


Minapolitan

Skenario Pengembangan
Kawasan Minapolitan
Strategi Pengembangan
Kawasan Minapolitan

Kajian Pengembangan
Kawasan Minapolitan

Rencana Aksi :
Kebijakan, Program dan
Kegiatan Pengembangan
Kawasan Minapolitan

Sosialisasi Master Plan


Minapolitan

Gambar 1. Tahapan Penyusunan Master Plan Minapolitan


Kabupaten Kaur

1.6. Sistematika Pelaporan


Sistematika
Minapolitan
berikut:

Laporan Master Plan kawasan


Kabupaten Kaur adalah sebagai

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Luaran Kegiatan
1.4 Metode Pelaksanaan
1.5 Tahapan Penyusunan Master Plan Minapolitan
1.6 Sistematika Laporan
BAB II. KONSEPSI MINAPOLITAN
2.1 Pengertian Minapolitan
2.2 Kawasan Minapolitan
2.3 Tujuan dan Sasaran Minapolitan
2.4 Tipologi Minapolitan.
BAB III. PROFIL

KAWASAN

MINAPOLITAN

KAUR
3.1 Potensi Kawasan
3.2 Kajian Potensi Kawasan
3.3 Kedudukan Kawasan
3.4 Komoditi Unggulan
3.5 Tipologi Kawasan
BAB IV. SKENARIO
PENGEMBANGAN
KAWASAN MINAPOLITAN KAUR
4.1 Rencana Alokasi Ruang
4.2 Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis

4.3

Kelembagaan Minapolitan Pasca Fasilitas


Pemerintah

BAB V. STRATEGI
PENGEMBANGAN
KAWASAN MINAPOLITAN KAUR
5.1 Kawasan Penghasil Bahan Baku
5.2 Kawasan Sentra Produksi Olahan
5.3 Kawasan Kota Kecil/Agropolis
5.4 Kawasan Kota Sedang/Outlet
5.5 Pola Hubungan Antar Kawasan Minapolitan
BAB VI. RENCANA AKSI PENGEMBANGAN
KAWASAN MINAPOLITAN
6.1 Kegiatan Fisik
6.2 Kegiatan Non-fisik
6.3 Matriks Rencana Aksi
BAB VII. PENUTUP

10

BAB

2
KONSEPSI MINAPOLITAN
2.1. Pengertian Minapolitan
Program Minapolitan merupakan pengembangan
dan optimalisasi dari hasil-hasil pembangunan pada
kawasan andalan, kawasan sentra produksi,
kawasan pengembangan ekonomi terpadu serta
mengoptimalkan program-program yang sudah ada
sebelumnya. Program yang sudah ada sebelumnya
adalah program bimbingan masyarakat (Bimas),
kawasan industri masyarakat perkebunan (Kimbun),
Kunak, PPK, PIR, kemitraan petani dan pengusaha
agribisnis, kemitraan peternak/nelayan dengan
pengusaha
industri
makanan/eksportir,
pengembangan prasarana dan sarana penunjang
pertumbuhan ekonomi, sera program-program antar
departemen lainnya. Program dan kegiatan yang
sudah pernah ada dapat dijadikan cikal bakal
pengembangan kawasan Minapolitan.
Minapolitan terdiri dari dua kata, yakni mina dan
politan (polis). Mina berarti perikanan dan politan
berarti kota, sehingga Minapolitan dapat diartikan
sebagai kota berbasis perikanan atau kota di
daerah perikanan atau perikanan di daerah kota.
Dalam penyusunan masterplan di Kabupaten Kaur
ini, yang dimaksud dengan Minapolitan adalah kota
berbasis perikanan yang tumbuh dan berkembang

11

karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis


perikanan serta mampu melayani, mendorong,
menarik,
menghela
kegiatan
pembangunan
perikanan (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Kota
berbasis perikanan dapat berupa Kota Menengah
atau Kota Kecil atau Kota Kecamatan atau Kota
Pedesaan
yang
berfungsi
sebagai
pusat
pertumbuhan
ekonomi
yang
mendorong
pertumbuhan pembangunan desa-desa atau
wilayah
sekitarnya
(hinterland)
melalui
pengembangan ekonomi.
Minapolitan tidak
terbatas hanya sebagai pusat pelayanan sektor
perikann, tetapi juga meliputi pembangunan sektorsektor pendukung secara luas seperti usaha
pertanian (on-farm dan off-farm), industri kecil,
pariwisata, jasa pelayanan, dan lain-lain.
Minapolitan dapat diartikan sebagai model
pendekatan pengembangan kawasan berbasis
perikanan,
berorientasi
pada
pembangunan
agribisnis yang berkelanjutan. Program Minapolitan
dilaksanakan dengan mengintegrasikan secara
simultan dan harmonis seluruh aspek-aspek yang
berkaitan
dengan
pengembangan
kawasan
Minapolitan. Pelaksanaan program Minapolitan
bersifat
multisektoral
dari
masing-masing
departemen dan instansi terkait. Simultan berarti
seluruh aspek yang terkait dengan pengembangan
kawasan
Minapolitan
harus
dikembangkan
sekaligus. Harmonis berarti seluruh aspek yang
terkait
dengan
pengembangan
kawasan
Minapolitan harus berjalan secara berimbang dan
tidak ada satu aspekpun yang tertinggal. Aspekaspek yang terkait dengan pengembangan
kawasan Minapolitan adalah pengembangan
sumberdaya manusia, permodalan, infrastruktur,
dan usaha tani (agribisnis).

12

Sistem agribisnis adalah pembangunan pertanian


yang dilakukan secara terpadu, tidak saja dalam
usaha budidaya (on-farm) tetapi juga meliputi
pembangunan agribisnis hulu (penyediaan sarana
pertanian), agribisnis hilir (prosessing dan
pemasaran hasil) dan jasa-jasa pendukungnya. Inti
dari sistem agribisnis adalah usaha agribisnis yang
dilakukan oleh masyarakat terutama petani/nelayan
dan pengusaha (swasta, BUMD dan BUMN), baik
pelaku penyedia agroinput, pengolahan hasil,
pemasaran maupun penyedia jasa. Berdasarkan
pengertian tersebut di atas maka sistem agribisnis
merupakan suatu usaha komersial di bidang
pertanian/perikanan.
Sebagai
suatu
usaha
komersial maka sistem agribisnis haruslah bersifat
dinamis, berimbang, berkelanjutan dan berorientasi
pada
permintaan
pasar
(demand-driven
agribusiness). Sebagai suatu usaha pertanian,
maka sistem agribisnis juga harus memperhatikan
kondisi bio-fisik, sosial ekonomi masyarakat dan
kondisi lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar
usaha yang dibangun bisa lebih efisien dan
memperoleh laba yang lebih tinggi.
Sistem agribisnis menggambarkan sinergi yang
kuat antara usaha budidaya pertanian/perikanan
dengan agroindustri, perdagangan dan jasa
penunjang. Dengan kata lain, sistem agribisnis
merupakan kesatuan kinerja agribisnis yang terdiri
dari subsistem agribisnis hulu (kegiatan ekonomi
input produksi, informasi dan teknologi); subsistem
usaha tani, yaitu kegiatan produksi pertanian primer
tanaman dan hewan; subsistem agribisnis
pengolahan dan pemasaran; serta subsistem
penunjang, yakni dukungan sarana-prasarana dan
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan
agribisnis.

13

2.2. Kawasan Minapolitan


Kawasan Minapolitan terdiri dari kota berbasis
perikanan dan desa-desa sentra produksi perikanan
yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak
ditentukan oleh batasan administrasi, melainkan
lebih ditentukan oleh skala ekonomi kawasan yang
ada. Kawasan Minapolitan merupakan bagian dari
kawasan yang berada dalam pemasok hasil
perikanan (sentra produksi perikanan) yang dapat
memberikan kontribusi besar terhadap mata
pencaharian dan kesejahteraan masyarakat.
Kawasan Minapolitan tersebut akan memiliki sarana
dan prasarana seperti layaknya di perkotaan.
Sarana dan prasarana tersebut dibedakan menjadi
dua bagian. Pertama adalah sarana dan prasarana
ekonomi antara lain berupa pasar dan lembaga
keuangan. Ke dua adalah sarana dan prasarana
pendukung kegiatan ekonomi seperti perkantoran,
lembaga penyuluhan perikanan dan ahli teknologi,
lembaga petani, lembaga pendidikan, lembaga
kesehatan, prasarana transportasi (seperti jalan
dan terminal), prasarana telekomunikasi, listrik dan
air bersih.
Suatu kawasan yang sudah berkembang menjadi
kawasan Minapolitan memiliki ciri-ciri antara lain
adalah sebagian besar masyarakat di kawasan
tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan
perikanan (agribisnis perikanan) dan sebagian
besar kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh
kegiatan perikanan atau agribisnis, termasuk
didalamnya industri pengolahan produk perikanan,
perdagangan hasil-hasil perikanan, perdagangan
agribisnis hulu, agrowisata dan jasa pelayanan
yang terkait dengan perikanan.

14

Ciri kawasan Minapolitan berikutnya adalah


terjadinya hubungan antara kota dan daerahdaerah hinterland sekitar kawasan Minapolitan
bersifat interdependensi (timbal balik) yang
harmonis dan saling membutuhkan. Kawasan
perikanan mengembangkan usaha budidaya (onfarm) dan produk olahan skala rumah tangga (offfarm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk
berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis.
Fasilitas tersebut berupa penyediaan sarana
perikanan, modal, teknologi, informasi, pengolahan
hasil, dan pemasaran hasil produk perikanan.
Ciri akhir kawasan Minapolitan adalah ditandai
dengan kehidupan masyarakat di kawasan mirip
dengan suasana kota, karena keadaan sarana di
kawasan Minapolitan tersebut tidak jauh berbeda
dengan suasana kota.

2.3. Tujuan dan Sasaran Minapolitan


Tujuan pengembangan kawasan Minapolitan
adalah untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat melalui percepatan
pengembangan wilayah berbasis perikanan.
Peningkatan keterkaitan desa dan kota akan
mendorong
berkembangnya
sistem
usaha
agribisnis berbasis perikanan yang berdaya saing
dan berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan
terdesentralisasi. Dengan berkembangnya sistem
dan usaha agribisinis, maka kawasan Minapolitan
akan membangun kegiatan budidaya (on-farm) dan
luar budidaya (off-farm), yaitu usaha agribisnis hulu,
agribisnis hilir, dan jasa penunjang agribisnis. Hasil
pembangunan kawasan Minapolitan tersebut
diharapkan dapat:

15

mengurangi kesenjangan
antar wilayah,

kesejahteraan

mengurangi kesenjangan antara desa-kota,

mengurangi kesenjangan pendapatan antar


masyarakat,

mengurangi kemiskinan,

mencegah terjadinya urbanisasi tenaga


produktif dari kawasan perdesaan, dan

meningkatkan pendapatan asli daerah.

Untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan


Minapolitan
tersebut,
maka
program
pengembangan kawasan Minapolitan dibagi ke
dalam program jangka panjang, jangka menengah,
dan jangka pendek. Tujuan jangka panjang
Minapolitan adalah meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat melalui percepatan
pengembangan
wilayah
dan
peningkatan
keterkaitan
desa-kota
dengan
mendorong
berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang
berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan
dan terdesentralisasi. Tujuan jangka menengah
Minapolitan adalah: (i) menumbuh-kembangkan
kelembagaan usaha ekonomi petani yang efektif,
efisien
dan
berdaya
saing,
(ii)
menumbuhkembangkan sarana dan prasarana
umum dan sosial yang mendukung kelancaran
usaha ekonomi masyarakat, dan (iii) menciptakan
usaha
ekonomi
yang
mampu
mndorong
pertumbuhan
dan
perkembangan
usaha
masyarakat di kawasan Minapolitan. Tujuan jangka
pendek Minapolitan adalah: (i) mengurangi
kesenjangan ekonomi dan sosial antar wilayah
serta kesenjangan antar desa-kota, (ii) mengurangi
kemisikinan dan mencegah terjadinya urbanisasi

16

tenaga
produktif,
serta
(iii)
pendapatan asli daerah (PAD).

meningkatkan

Sasaran pengembangan kawasan Minapolitan


adalah untuk mengembangkan kawasan perkanan
potensial menjadi kawasan Minapolitan. Sasaran
tersebut
akan
dicapai
melalui
kegiatan
pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis,
penguatan kelembagaan petani, pengembangan
kelembagaan sistem agribisnis, pengembangan
kelembagaan penyuluhan, pengembangan iklim
usaha yang kondusif, meningkatkan sarana dan
prasarana produksi, dan meningkatkan sarana dan
prasarana kesejahteraan sosial.

2.4. Tipologi Minapolitan


Pengembangan
kawasan
Minapolitan
pada
prinsipnya tetap berbasiskan dunia pertanian dalam
arti luas terutama perikanan. Berdasarkan basis
dunia pertanian tersebut, maka terdapat beberapa
tipologi kawasan Minapolitan, yakni berbasiskan :
1. Tanaman pangan yang terintegerasi dengan
ikan seperti padi sawah (mina-padi)
2. Perikanan tangkap (laut dan danau)
3. Perikanan budidaya (ikan air tawar)
4. Hutan
konservasi
(pemanfaatan
konservasi sebagai hutan wisata), dan

hutan

5. Agrowisata (pemanfaatan aspek panorama


keindahan alam berbasiskan perikanan).

17

BAB

3
PROFIL KAWASAN
MINAPOLITAN KAUR
3.1. Potensi Kawasan
Potensi perairan paling potensial yang dapat
digunakan
untuk
pengembangan
kawasan
Minapolitan di Kecamatan Nasal, didukung oleh
Kecamatan Kelam Tengah dan Muara Sahung,
adalah keberadaan beberapa sungai besar yang
membentang dari Bukit Barisan sampai ke laut.
Sungai-sungai tersebut adalah Air Nasal, Air
Sawang dan Air Kulik di Kecamatan Nasal, Air
padang Guci di Kecamatan Kelam Tengah, serta
Air Luas dan Air Sahung di Kecamatan Muara
Sahung. Dengan bentangan sungai yang demikian,
budidaya ikan dapat dilakukan secara leluasa
karena semua perairan sungai berada di wilayah
kawasan Minapolitan.
Selain sungai, lahan sawah irigasi dapat pula
dijadikan tempat untuk budidaya ikan. Potensi
lahan irigasi yang sudah fungsional seluas 4.304 ha
yang terdiri dari irigasi teknis 28 ha, semi teknis 402
ha, sederhana 2.996 ha, irigasi desa 878 ha.
Adapun luas lahan yang potensial untuk budidaya
perikanan adalah 1.090 ha dan jumlah yang sudah
fungsional sebesar 1.225 ha.

18

Produksi budidaya perikanan di Kabupaten Kaur


pada tahun 2007 adalah sebesar 630,8 ton.
Apabila dibandingkan dengan produksi tahun 2006
maka produksi pada tahun 2007 mengalami
penurunan yang disebabkan oleh bencana alam
banjir bandang yang terjadi di sepanjang aliran
sungai Padang Guci. Beberapa kolam terendam
dan hanyut terbawa arus air.
Perkembangan produksi budidaya perikanan di
Kabubaten Kaur sebagai berikut.
Produksi hasil budidaya perikanan di Kabupaten
Kaur dari tahun 2003 s/d 2007 (ton)
Tahun
No.
Jenis
2003 2004 2005 2006 2007
1.

Ikan Nila

92,5 130,0 203,2 653,6 441,6

2.

Ikan Mas

45,2

62,0 148,0 323,0 189,2

JUMLAH 137,7 192,0 351,2 976,6 630,8

19

3.2. Kajian Potensi Kawasan


Sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan dalam
kawasan Minapolitan, maka Kawasan Nasal, Kelam
Tengah dan Muara Sahung memiliki keunggulan
dibandingkan kawasan kecamatan-kecamatan lain.
Keunggulan tersebut adalah sebagai berikut:

Memiliki jumlah petani, nelayan dan pedagang


yang relatif banyak, sehingga dapat menunjang
kegiatan agribisnis di dalam
kawasan
Minapolitan.

Memiliki prasarana yang memadai seperti


koperasi, kelompok tani dan prasarana
pendidikan hingga ke jenjang SLTA (Kecuali
Muara Sahung).
Prasarana seperti ini
dibutuhkan untuk mendukung permodalan dan
mempersiapkan
sumberdaya
manusia
berkualitas untuk pengembangan kawasan
Minapolitan di Kabupaten Kaur.

Terletak di jalan lintas barat Bengkulu


Lampung (kawasan Nasal) dan lintas Bengkulu
Sumatera Selatan (kawasan Muara Sahung)
sehingga memudahkan dalam mobilitas barang
dan jasa.

Program pengembangan Minapolitan merupakan


program pembangunan yang berbasis kawasan,
bukan berbasis sektoral. Hal ini dilakukan agar
diperoleh suatu model pembangunan kawasan
yang berbasis agribisnis secara berkelanjutan.
Tujuan akhir
program
Minapolitan
adalah
terbentuknya kawasan Minapolitan mandiri yang

20

dikelola oleh masyarakat tani-nelayan. Oleh sebab


itu, perlu disusun program dan kegiatan yang
berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat
dan pelaku agribisnis.
Kecamatan Nasal terdiri dari 12 Desa dengan luas
50.672 km dan jumlah penduduk 15.765 jiwa
yang sebagaian besar bermata pencaharian petani
dan nelayan. Di Kecamatan Nasal saat ini telah
berkembang budidaya ikan nila baik dibudidayakan
dengan kolam maupun dibudidayakan di sawah
(sistem mina-padi).
Luas Potensi budidaya perikanan air tawar di
Kecamatan Nasal adalah sebagai berikut.
Potensi Budidaya Perikanan di Kecamatan Nasal
No.

JENIS KEGIATAN

1.
2.
3.
4.
5.

Kolam
Sawah
Perairan Umum
Budidaya air payau
Budidaya Laut
JUMLAH

LUAS KETERANGAN
(Ha)
80
Fungsional 30
402 ha
190
30
10
710

Dari 12 desa yang ada di wilayah Kecamatan


Nasal, ada tiga desa yang berpotensi untuk
pengembangan kawasan Minapolitan, yakni Desa
Suku Tiga, Desa Tanjung Betuah dan Desa
Gedung Menung. Ketiga desa tersebut memiliki
potensi perikanan budidaya yang beragam seperti
kolam, sawah irigasi dan perairan umum.
Gambaran potensi Minapolitan budidaya perikanan
di wilayah Kecamatan Nasal disajikan pada tabel
berikut.

21

Potensi Kawasan Minapolitan Budidaya Perikanan


di Kecamatan Nasal
No

Nama Desa

Kolam
(ha)

1.
2.
3.

Suku Tiga
T. Betuah
G. Menung
JUMLAH

30
20
10
60

Sawah
(ha)
253
85
64
402

Perairan
Umum
(ha)
40
15
7
62

Produksi ikan budidaya dari ketiga desa di


Kecamatan Nasal berjumlah 54 ton per tahun,
terdiri dari 22 ton dari kolam dan 32 ton dari sawah
(mina-padi). Satu potensi perairan yang sama
sekali belum dikembangkan adalah pemanfaatan
perairan umum untuk budidaya ikan.
Produksi Budidaya Perikanan di Kawasan
Minapolitan Nasal

No

Nama Desa

1.
2.
3.

Suku Tiga
T. Betuah
G. Menung
JUMLAH

Kolam
(ton)

Sawah
(ton)

10
7
5
22

20
10
2
32

Perairan
Umum
(ton)
-

Potensi budidaya perikanan di Kecamatan Nasal


tentu akan berkembang pesat apabila didukung
oleh wilayah hinterland Kelam Tengah dan Muara
Sahung.
Wilayah Kecamatan Kelam Tengah
memiliki sumber air irigasi dari Air Kelam yang
banyak digunakan untuk mengairi kolam ikan.
Masyarakat di Kecamatan Kelam Tengah telah

22

terbiasa dengan budidaya ikan air tawar di kolamkolam.


Kecamatan Muara Sahung memiliki sistem
budidaya ikan yang unik dan tradisional, yakni
sistem tebat. Tebat adalah sejenis bendungan
sederhana untuk menaikkan air sungai sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai perairan umum untuk
perikanan. Setiap tahun tebat tersebut dijebol
untuk mengeringkan air sehingga masyarakat dapat
menangkap ikan secara beramai-ramai. Namun
ikan yang ditangkap tersebut adalah ikan air tawar
yang berkembang biak secara alami tanpa ada
upaya budidaya.

3.3. Kedudukan Kawasan


Wilayah Minapolitan secara harfiah tidak dibatasi
oleh batas administrasi seperti desa, kecamatan
atau kabupaten karena laju pertumbuhan komoditas
sepenuhnya ditentukan oleh batasan-batasan alam
yang ada.
Oleh sebab itu, batasan wilayah
Minapolitan ditentukan oleh tingkat kesesuaian
lahan untuk pengembangan komoditi perikanan
tertentu.
Namun di sisi lain nama wilayah
administrasi seperti desa dan kecamatan tetap
diperlukan untuk memudahkan pelaksanaan
manajemen Minapolitan, sehingga nama wilayah
administrasi tetap digunakan dalam manajemen
Minapolitan.
Berdasarkan keputusan Bupati Kaur Nomor 127
Tahun 2008, maka wilayah administrasi Minapolitan
Kabupaten Kaur adalah Kecamatan Nasal.
Kecamatan Kelam Tengah dan kecamatan Muara
Sahung.

23

Batas administrasi kawasan Minapolitan Nasal


adalah:

Sebelah utara dengan Kecamatan Maje (Air


Nasal)

Sebelah selatan dengan Provinsi Lampung

Sebelah barat dengan Samudera Indonesia

Sebelah Timur dengan Provinsi Sumatera


Selatan

Muara
Sahung
Kelam
Tengah

Nasal

Gambar 2. Kedudukan kawasan Minapolitan di Kabupaten


Kaur

24

Batas administrasi kawasan


Tengah adalah:

hinterland

Kelam

Sebelah utara dengan Kecamatan Kaur


Utara

Sebelah
selatan
Tanjung Kemuning

Sebelah barat dengan Kecamatan Padang


Guci Ilir

Sebelah
Timur
Semidang Gumay

dengan

dengan

Batas administrasi kawasan


Sahung adalah:

Kecamatan

Kecamatan

hinterland

Muara

Sebelah utara dengan Provinsi Sumatera


Selatan (Kabupaten OKU Selatan)

Sebelah selatan dengan Kecamatan Luas

Sebelah barat dengan Kecamatan Kinal

Sebelah Timur dengan Provinsi Sumatera


Selatan (Kabupaten OKU Selatan)

3.4. Komoditi Unggulan


Mengacu kepada program unggulan nasional, serta
memperhatikan potensi lokal yang dimiliki, maka
komoditi unggulan untuk pengembangan kawasan
Minapolitan di Kabupaten Kaur adalah NILA, IKAN
MAS, dan LELE.
Nila, ikan mas dan lele
merupakan komoditi unggulan nasional yang sesuai

25

untuk dikembangkan
Kabupaten Kaur.

di

wilayah

Minapolitan

Untuk pengembangan Minapolitan di wilayah


Kecamatan Nasal, ditetapkannya Desa Suku Tiga,
Desa Tanjung Betuah dan Desa Gunung Menung
menjadi Kawasan Minapolitan dikarenakan di
wilayah tersebut sudah terdapat irigasi teknis yang
mengalir sepanjang tahun yang bersumber dari
bendungan Sungai Nasal. Bahkan di Desa Suku
Tiga telah dibangun Balai Benih Ikan (BBI) yang
menjadi sumber benih unggul bagi para
pembudidaya ikan di Kabupaten Kaur.

3.5. Tipologi Kawasan


Ciri kawasan Minapolitan adalah bersinerginya
komponen-komponen kawasan dalam suatu sistem.
Oleh sebab itu, sistem tersebut terdiri dari beberapa
subsistem seperti subsistem sumberdaya perikanan
dan komoditi unggulan, subsistem sarana dan
prasarana agribisnis, dan subsistem kelestarian
lingkungan.
Ketiga subsistem tersebut perlu
ditampilkan terlebih dahulu meskipun pada
pembahasan selanjutnya akan terfokus pada
subsistem yang menjadi unggulan kawasan
Minapolitan.
Dari lima tipologi kawasan yang telah diuraikan
pada Sub-bab 2.4, maka ada tiga tipologi yang
terdapat di dalam kawasan Minapolitan Nasal,
Kelam Tengah dan Muara Sahung. Ketiga tipologi
tersebut adalah:

26

1. Tipologi tanaman pangan seperti padi


sawah yang terintegerasi dengan ikan
(mina-padi). Tipologi ini banyak dijumpai di
wilayah Kecamatan Nasal karena memiliki
sistem irigasi teknis.
2. Perikanan budidaya (ikan air tawar), baik di
kolam maupun di perairan umum. Tipologi
perikanan budidaya kolam banyak dijumpai
di Kecamatan Kelam Tengah, sedangkan
tipologi budidaya perikanan di perairan
umum dapat dikembangkan di Kecamatan
Muara Sahung (danau dan tebat) dan Nasal
(sungai).
3. Agrowisata (pemanfaatan aspek panorama
keindahan alam berbasiskan perikanan
budidaya). Tipologi ini dapat dijumpai di
ketiga kawasan Minapolitan yang akan
dikembangkan.

27

BAB

4
SKENARIO PENGEMBANGAN
KAWASAN MINAPOLITAN
Skenario pengembangan kawasan Minapolitan di
Kabupaten Kaur harus menjawab permasalahan
yang berhubungan dengan budidaya ikan.
Permasalahan
yang
ditemukan
dalam
pengembangan perikanan budidaya antara lain:
1. Lemahnya struktur permodalan
2. Rendahnya SDM dan Tehnologi
3. Rendahnya kepercayaan perbankan dalam
mendukun permodalan usaha perikanan
4. Belum adanya infestor menamankan
modalnya untuk usaha dibidang perikanan
5. Terbatasnya
perikanan

sarana

dan

prasarana

6. Kurangnya ketersediaan benih ikan baik


secara kualitas maupun kuantitas.
Untuk mengatasi permasalahan di atas maka perlu
disusun skenario pengembangan Minapolitan yang
terdiri dari rencana alokasi ruang, rencana
pengembangan sistem dan usaha agribisnis, dan

28

rencana kelembagaan Minapolitan pasca fasilitasi


pemerintah.

4.1. Rencana Alokasi Ruang


Kawasan Minapolitan di Kabupaten Kaur terletak
pada tiga wilayah administrasi, yakni Kecamatan
Nasal
sebagai
kawasan
minapolis,
serta
Kecamatan Kelam Tengah dan Kecamatan Muara
Sahung sebagai kawasan hinterland. Kecamatan
Nasal memiliki potensi perikanan budidaya yang
sangat besar dengan dukungan infrastruktur yang
memadai seperti Balai Benih Ikan (BBI) yang
terletak di Desa Suku Tiga. Letak wilayah ini
berbatasan langsung dengan Kabupaten Lampung
Barat Provinsi Lampung, dan hanya berjarak sekitar
30 km dari Kota Bintuhan sebagai ibukota
Kabupaten Kaur.
Desa-desa yang ada di
Kecamatan Nasal terletak di sepanjang jalan
negara lintas barat Sumatera (Bengkulu Bandar
Lampung), sehingga dapat dijadikan outlet bagi
produk-produk Minapolitan. Kota Merpas sebagai
ibukota Kecamatan Nasal merupakan satu dari tiga
kota utama di Kabupaten Kaur yang memiliki
potensi agribisnis dan pariwisata.
Kecamatan Kelam Tengah memiliki potensi lahan
sawah dan kolam yang cukup tinggi untuk
pengembangan kawasan Minapolitan. Wilayah ini
terletak di jalan provinsi yang menghubungkan
enam kecamatan (hasil pemekaran Kecamatan
Padang Guci), sehingga sangat strategis sebagai
kawasan pertumbuhan bagi keenam kecamatan
tersebut. Wilayah ini memiliki infrastruktur yang
paling baik diantara tiga kawasan Minapolitan yang
akan dikembangkan di Kabupaten Kaur.

29

Muara
Sahung

Kelam
Tengah

Nasal

Bintuhan

Gambar 3. Peta rencana alokasi ruang dan arah


pergerakan produk Minapolitan Kabupaten
Kaur.
Benih ikan,
Produk
segar/olahan
Kecamatan Muara Sahung memiliki fungsi yang
sangat strategis bagi kemajuan Kabupaten Kaur
dan Provinsi Bengkulu karena terletak di
perbatasan antara Provinsi Bengkulu dan Provinsi
Sumatera Selatan. Kawasan ini hanya berjarak 100
km dari Kota Muara Dua, ibukota Kabupaten OKU
Selatan Provinsi Sumatera Selatan, yang
merupakan gerbang menuju pusat perekonomian
Pulau Sumatera di sepanjang jalan lintas tengah

30

Sumatera.
Jalan provinsi yang melintasi
Kecamatan Muara Sahung merupakan jalan
penghubung (feeder road) kawasan barat Sumatera
yang relatif tertinggal dengan kawasan timur
Sumatera yang telah maju. Kawasan hinterland
Muara
Sahung
dapat
berfungsi
sebagai
penghubung antara daerah tertinggal dan daerah
maju di wilayah Sumatera Bagian Selatan.
Berdasarkan fenomena di atas maka rencana
alokasi ruang untuk aktivitas agribisnis khususnya
perikanan budidaya di kawasan Minapolitan Nasal,
Kelam Tengah dan Muara Sahung dapat dibuat
sebagai berikut:

Kawasan Nasal yang memiliki Balai Beni Ikan


diarahkan sebagai kawasan produksi benih, dan
sekaligus sebagai kawasan produksi ikan segar
berbasis sawah, kolam dan perairan umum.

Kawasan permukiman Nasal yang terletak di


sebelah barat jalan lintas Sumatera, Bengkulu
Lampung,
diarahkan
sebagai
kawasan
perdagangan dan penawaran jasa, baik di
sektor sekunder (pasca panen dan pengolahan
hasil) maupun sektor tersier (pemasaran).

Kawasan hinterland Kelam Tengah dan Muara


Sahung diarahkan sebagai kawasan produksi
ikan segar, yang mendapat suplai benih dari
Nasal, dan sekaligus sebagai kawasan sektor
sekunder (pasca panen dan pengolahan hasil
ikan).

Kota Bintuhan sebagai ibukota kabupaten akan


diarahkan sebagai kawasan kota outlet yang
mendukung perdagangan dan penawaran jasa.

31

Muara
Sahung
Kelam
Tengah

Nasal

Outlet
BBI
Industri Pengolahan
Jalan dan Rel Kereta
ke M. Enim, Sumsel
Gambar 4. Peta rencana pengembangan sarana dan
prasarana di kawasan Minapolitan dan kawasan
hinterland

32

Kec. Nasal

Balai Benih Induk

Sentra Produksi

Tj. Betuah
Suku Tiga

Gd. Menung
Pasar

Merpas
Sentra Pengolahan

Gambar 5. Sebaran
fasilitas
di
Minapolitan wilayah Nasal

kawasan

33

Ke Bungin Tambun
Sentra
Produksi Ikan

Sentra
Pengolahan
Hasil

Tj. Ganti II
Tj. Ganti I
Rigangan III
RIGANGAN I

Unit
Perbenihan
Rakyat

Ke Tj. Kemuning
Gambar 6. Sebaran
fasilitas
di
kawasan
Minapolitan wilayah Kelam Tengah

34

103020 BT

103030 BT

PROV. SUMSEL
4020
LS

Ke Ujan Mas,
Sumsel

KEC. KINAL

A. Luas
Ke Bungin
Tambun
Pasar

4030
LS

PROV. SUMSEL
Ulak Bandung

Sentra Pengolahan

ULAK LEBAR
Muara Sahung
Bukitr Makmur

Sentra Produksi Ikan & UPR

Sumber Makmur
Tri Tunggal Bakti
Cinta Makmur
Ke Tanjung Iman
KEC. LUAS

Gambar 7. Sebaran
fasilitas
di
kawasan
Minapolitan wilayah Muara Sahung

35

4.2. Pengembangan Sistem dan


Usaha Agribisnis
Pengembangan sistem dan usaha agribisnis
bertumpu pada kualitas kualitas sumberdaya
manusia (SDM), kelembagaan petani, permodalan,
dan pemasaran.
Pengembangan kualitas SDM petani dan nelayan di
kawasan Minapolitan Kabupaten Kaur sepenuhnya
menjadi tanggung jawab Kantor Pemberdayaan
Penyuluh Pertanian dan Ketahanan Pangan
(KP3KP) Kabupaten Kaur. Tahapan pertama yang
harus dilakukan oleh KP3KP adalah menyiapkan
tenaga penyuluh profesional, dalam arti memiliki
keahlian
dan
keterampilan
khusus
dalam
pengembangan perikanan budidaya.
Tenagatenaga penyuluh tersebut dapat diperoleh melalui
peningkatan
kualifikasi
Penyuluh
Pertanian
Lapangan (PPL) yang ada dalam wilayah kerja
KP3KP.
Selanjutnya, bersama-sama dengan kelompokkelompok tani dan Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan), KP3KP membentuk dan mengelola
sarana pembelajaran bagi petani di lapangan yang
disebut Inkubator Teknologi (untuk masalah
teknologi budidaya, pengolahan hasil dan
pemasaran) dan Klinik Konsultasi Agribisnis (untuk
masalah
manajemen
dan
pemasaran).
Keberadaan Inkubator Teknologi dan Klinik
Konsultasi Agribisnis dapat juga dimanfaatkan
sebagai unit pembelajaran bagi petani dan nelayan
sejenis di luar kawasan Minapolitan Kabupaten
Kaur.

36

KP3KP

PENYULUH PROFESIONAL

KELOMPOK
TANI

INKUBATOR
TEKNOLOGI

KELOMPOK
NELAYAN

KLINIK KONSULTASI
AGRIBISNIS

MANAJEMEN
LEMBAGA

TEKNOLOGI
BUDIDAYA

PEMASARAN

Gambar 8. Skema
Pengembangan
Manusia

TEKNOLOGI
PENGOLAHAN

Sumberdaya

37

Petani dan nelayan di kawasan Minapolitan


Kabupaten Kaur yang tergabung dalam kelompokkelompok tani dan nelayan diarahkan untuk
membentuk suatu wadah bersama, misalnya
Jaringan Petani Nelayan Minapolitan (JPNMinapolitan). Wadah ini berfungsi menghimpun
semua kelompok tani di kawasan Minapolitan dan
melakukan pembinaan terhadap para anggota
kelompok tani.
Pengembangan kelembagaan petani dan nelayan
dimulai dengan penataan petani dan kelompok tani.
Potensi kelompok tani di kawasan Minapolitan
Kabupaten Kaur cukup besar.
Selanjutnya
Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA)
tersebut membentuk jaringan sehingga dapat
menguasai teknologi budidaya, penanganan pasca
panen dan pemasaran (Gambar 9).
Model pengembangan sumber permodalan dalam
kawasan Minapolitan dapat dibedakan atas dua,
yakni model konsolidasi lahan dan model
konsolidasi usaha independen. Model konsolidasi
lahan menghendaki para petani dengan luasan
lahan (kolam, sawah, perairan umum) kecil
bergabung sehingga menjadi suatu hamparan yang
luas sehingga secara agroteknis efisien untuk
budidaya ikan. Penggabungan lahan para petani ini
kita sebut sebagai konsolidasi lahan yang bisa
dilakukan oleh asosiasi petani dan nelayan,
pabrikan, perusahaan atau lainnya. Dengan model
yang
demikian
semua
pihak
(bank,
perusahaan/pabrikan dan petani) akan memperoleh
kemudahan dalam proses administrasi. Bank
sebagai pemberi kredit tidak lagi berhubungan
dengan petani-petani dengan luasan lahan kecil
tetapi langsung dengan konsolidator, demikian pula
dengan pabrik/perusahaan.

38

PETANI &
NELAYAN

KELOMPOK
TANI NELAYAN

PETANI &
NELAYAN

PETANI &
NELAYAN

KELOMPOK
TANI -

KELOMPOK
TANI -

JPN-MINAPOLITAN
(JARINGAN PETANI-NELAYAN
MINAPOLITAN)

K
P3
K
P

P3R
(PERSATUAN PENELITIAN
PERIKANAN RAKYAT

UNIT
BUDIDAYA

TEKNOLOGI
BUDIDAYA

K
P3
K
P

UNIT
PEMASARAN

UNIT
PENGOLAHAN

PEMASARAN

TEKNOLOGI
PENGOLAHAN

Gambar 9. Skema pengembangan kelembagaan petani nelayan di kawasan Minapolitan Kabupaten


Kaur

39

Setelah konsolidator memberikan sewa lahan ke


petani untuk menggunakan lahan tersebut bagi
budidaya ikan maka petani akan memberikan lahan
kepada konsolidator. Untuk menjaga keefektifan
sistem ini, siapapun yang menjadi konsolidator
harus mampu menyediakan modal/sewa (dana
diperoleh dari kredit bank atau pihak lain). Skema
pengembangan
sumber
permodalan
seperti
disajikan pada Gambar 10 berikut.

PERUSAHAAN
BANK

ASOSIASI
PETANI

BELI

BAHAN
BAKU

PERUSAHAAN

KREDIT

KONSOLIDATOR

PABRIKAN
SEWA

NELAYAN

Gambar 10.

LAHAN

NELAYAN

PETANI

Pengembangan
sumber-sumber
permodalan berbasis konsolidasi lahan

40

Model
pengembangan
usaha
independen
menghendaki kondisi perusahaan bersama dengan
pabrikan otonom yang hanya menyetorkan biaya
pengelolaan. Pada Model ini, pabrikan sebagai
badan yang independen bergabung dengan
Pemda/Investor dan Petani membuat sebuah
perusahaan.
Pabrikan
memberikan
biaya
pengolahan sebagai saham, Pemda menjadikan
pajak, retribusi dan lain-lain (termasuk fresh money)
sebagai saham dalam perusahaan tersebut,
Investor akan menyetor modal segar (fresh money)
sebagai
saham
dan
petani
memberikan
lahan/bahan baku sebagai saham dalam perusahan
tersebut. Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset
dapat menyumbangkan hasil-hasil penelitian dan
pengembangan (IPTEK) sebagai saham dalam
perusahaan. Kemudian perusahaan melakukan
aktifitas
on-farm,
angkutan
dan
aktivitas
pemasaran.
Model pengembangan usaha independen di atas
dapat disebut sebagai pengembangan Badan
Usaha Milik Bersama (BUMB), dengan skenario
sebagaimana disajikan pada Gambar 11.
Pemasaran merupakan ujung tombak dari kegiatan
produksi, karena penilaian terakhir akan diberikan
oleh pembeli atau konsumen. Tujuan pemasaran
adalah memuaskan konsumen dan bukan
memuaskan produsen. Skenario pengembangan
pemasaran disajikan pada Gambar 12.

41

PERUSAHAAN
(PABRIKAN)

PEMDA/
INVESTOR

PETANI

Lahan
(bahan baku)

Biaya
pengolahan

Pajak/Modal

PERUSAHAAN/
INDUSTRI MAKANAN

ON-FARM
Gambar 11.

ANGKUTAN

PERGURUAN
TINGGI
IPTEK

PEMASARAN

Pengembangan
sumber-sumber
permodalan berbasis konsolidasi usaha
independen seperti Badan Usaha Milik
Bersama (BUMB)

42

PASAR
LOKAL

PETANI/
NELAYAN

PENGUMPUL

PASAR
LUAR

K
O
N
S
U
M
E
N

PEDAGANG
DAERAH

K
O
N
S
U
M
E
N

PENGOLAH
P
E
N
G
E
M
B
A
N
G
A
N

PUJASERI/
TOSERBI

KOPERASI

OUTLET
PRODUK

SUPER
MARKET

PABRIKAN

Gambar 12.

Pengembangan
Sistem
Kawasan Minapolitan

Pemasaran

43

4.3. Kelembagaan Minapolitan Pasca


Fasilitasi Pemerintah
Program pengembangan kawasan Minapolitan
sesuai dengan tujuan akhirnya adalah menjadi
kawasan mandiri dan pengelolaannya dilakukan
oleh masyarakat tani yang difasilitasi pemerintah.
Fasilitasi pemerintah hanya 3 (tiga) tahun,
selanjutnya untuk jangka menengah dan panjang
diserahkan kepada pemerintah kabupaten.
Peranan pemerintah Kabupaten Kaur pasca
fasilitasi pemerintah adalah membentuk suatu
badan pengelola kawasan Minapolitan Nasal,
Kelam Tengah dan Muara Sahung. Badan
pengelola tersebut mempunyai fungsi untuk
mengimplementasikan program dan kegiatan
jangka menengah dan panjang pada kawasan
tersebut. Oleh karena itu, sebaiknya badan tersebut
dapat bertanggung jawab langsung kepada Bupati
Kabupaten Kaur dan diketahui oleh lembaga DPRD
Kabupaten Kaur. Hal tersebut perlu dilakukan
berkenaan
dengan
pendanaan
untuk
pengembangan kawasan Minapolitan ke depan
melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten Kaur.
Badan pengelola kawasan Minapolitan Kabupaten
Kaur tersebut diatas merupakan model pengelolaan
yang spesifik dan keberadaannya secara resmi
berdasarkan Surat Keputusan Bupati atau kalau
memungkinkan disahkan melalui peraturan daerah
(Perda) Kabupaten Kaur. Ada dua pilihan yang
dapat dilakukan, pertama adalah model badan yang
dikelola oleh swasta, dan ke dua adalah model

44

yang dikelola oleh BUMD. Apabila badan pengelola


tersebut dapat diwujudkan, maka pembangunan
kawasan Minapolitan secara sinergis, simultan, dan
harmoni akan dapat dicapai. Contoh kelembagaan
agropolitan yang dapat dibentuk setelah kegiatan
fasilitasi pemerintah berakhir dapat dilihat pada
Gambar 13.

45

BUPATI

TIM PENGENDALI:
KETUA DPRD
KEPALA BADAN/DINAS/KANTOR

TIM AHLI
UNSUR PERGURUAN TINGGI
INSTANSI PENELITIAN
EKS-POKJA AGROPOLITAN

MANAJER
PROFESIONAL

MANAGER
PRODUKSI

MANAGER
PEMASARAN

MANAGER
KEUANGAN DAN JASA

Gambar 13a. Kelembagaan Minapolitan pasca fasilitasi pemerintah: model swasta

46

BUPATI

TIM PENGENDALI:
KETUA DPRD
KEPALA BADAN/DINAS/KANTOR

TIM AHLI
UNSUR PERGURUAN TINGGI;
INSTANSI PENELITIAN; EKS-POKJA MINAPOLITAN

DIREKTUR
BUMD

BIDANG
PRODUKSI

BIDANG
PEMASARAN

BIDANG
KEUANGAN DAN JASA

Gambar 10b. Kelembagaan Minapolitan pasca fasilitasi pemerintah: model BUMD

47

BAB

5
STRATEGI PENGEMBANGAN
KAWASAN
Skenario pengembangan kawasan Minapolitan di
Kabupaten Kaur harus diikuti dengan penyusunan
strategi yang tepat agar kawasan yang akan
dibangun dapat berkesinambungan.
Strategi
pengembangan kawasan Minapolitan diarahkan
pada
empat
komponen,
yakni
strategi
pengembangan kawasan penghasil bahan baku,
kawasan sentra produksi olahan, kawasan
pemasaran (kota kecil/agropolis), dan kawasan
prasarana-sarana pendukung (kota sedang/outlet).

5.1 Kawasan Penghasil Bahan Baku


Kawasan penghasil bahan baku untuk wilayah
Nasal adalah Balai Benih Induk (BBI) dan unit
perbenihan rakyat (UPR) ikan, kolam dan perairan
umum yang terdapat di Desa Suku Tiga, Tanjung
Betuah dan Gedung Menung.
Untuk wilayah
hinterland Kelam Tengah, kawasan penghasil
bahan baku adalah UPR, kolam dan sawah di Desa
Tanjung Ganti I, Tanjung Ganti II dan Rigangan III.
Sementara kawasan penghasil bahan baku di
wilayah hinterland Muara Sahung adalah UPR,
kolam, sawah dan perairan umum di Desa Ulak
Bandung, Ulak Lebar dan Muara Sahung.

48

Air Sawang (atas), Air Kulik Besar (tengah) dan Air Kulik Kecil
(bawah) sebagai lokasi kerambah di Nasal

49

Atas: kolam eksisting; Tengah dan bawah: Balai Benih Utama


(BBU) padi dan air irigasi untuk budidaya mina-padi di Nasal

50

5.1.1. Kebutuhan Fasilitas di Kawasan Penghasil Bahan


Baku
Sebaran sentra produksi di kawasan Minapolitan
Kabupaten Kaur adalah seperti pada tabel berikut.
Sentra-sentra produksi bahan baku di kawasan
Minapolitan
Kategori

Lokasi

Desa Terlibat

Perbenihan

BBI

Suku Tiga, Nasal

Perbenihan
rakyat

UPR

Suku Tiga (Nasal),


Tj. Ganti II (Kelam
Tengah), Ulak
Bandung (M.
Sahung)

Budidaya
Kolam

Kawasan
permukiman
dan rumah
makan

Suku Tiga, Tanjung


Betuah, Gedung
Menung, Kulik dan
Ulak Pandan

Budidaya
Mina-padi

Lahan sawah
irigasi seluas
200 ha

Semua desa
minapolis di 3
kecmatan

Budidaya
Keramba

Air Sawang

Tanjung Baru (Nasal)

Air Kulik Besar


dan Air Kulik
Kecil

Ulak Pandan (Nasal)

Muara Air Kulik

Gedung Menung dan


Kulik (Nasal)

Tebat Lingkar

Ulak Bandung
(Muara Sahung)

51

Strategi pengembangan untuk kawasan penghasil


bahan
baku
merupakan
aktivitas
untuk
menghasilkan produk primer pada kawasan
Minapolitan. Fasilitas yang diperlukan untuk
aktivitas tersebut adalah berupa pengadaan sarana
produksi (saprodi) perikanan, gudang, jalan
produksi, kios nelayan, dan kios agribisnis. Industri
pendukung utama keberhasilan kawasan penghasil
bahan baku adalah industri perbenihan/pembibitan,
industri penghasil saprodi, industri agrootomotif
(peralatan
dan
mesin
pertanian),
serta
irigasi/pengairan.
5.1.2. Sebaran Fasilitas di Kawasan Penghasil Bahan
Baku
Rencana penempatan fasilitas yang diperlukan di
kawasan Minapolitan Nasal, Kelam Tengah dan
Muara Sahung adalah seperti pada Gambargambar 5,6 dan 7.

5.2 Kawasan Sentra Produksi


Olahan
Strategi pengembangan kawasan sentra produksi
olahan adalah membangun industri pengolahan
komoditas perikanan budidaya dari produk primer
menjadi komoditas olahan, baik produk antara
(intermediate product) maupun produk akhir
(finished product).
Sesuai dengan skenario
pengembangan komoditi, maka untuk ikan nila, ikan
mas dan lele diarahkan untuk menghasilkan produk
akhir dan produk antara. Berdasarkan skenario
tersebut, maka strategi pengembangan diarahkan
pada aktivitas industri makanan. Fasilitas yang
diperlukan pada kawasan sentra produksi olahan
adalah gudang, peralatan prosesing pasca panen,

52

mesin pengolahan, unit jaminan mutu, pengepakan,


dan sarana tranportasi.
Pengolahan ikan bertujuan untuk menyediakan
produk-produk ikan secara terus menerus. Bentukbentuk pengolahan ikan antara lain pembekuan
ikan yang dilakukan menggunakan blast freezer
untuk menghasilkan produk ikan beku. Industri
pengolahan
ikan
dapat
diarahkan
untuk
menghasilkan fillet, nugget, bakso, tepung ikan,
abon ikan, dan kerupuk ikan. Limbah ikan seperti
kepala ikan kecil, sisik dan duri yang belum
termanfaatkan dapat diolah menjadi tepung ikan.

5.3 Kawasan Kota Kecil/Minapolis


Strategi
pengembangan
kawasan
kota
kecil/minapolis
mempunyai
tujuan
untuk
memperlancar aktivitas pemasaran. Sub-sistem
pemasaran
merupakan
upaya-upaya
untuk
memperlancar pemasaran komoditas ikan nila, ikan
mas dan sidat, baik berupa produk primer, produk
antara
maupun
produk
akhir.
Dalam
pengembangan sistem agribisnis, maka komponenkomponen pemasaran, yaitu Marketing Mix (bauran
pemasaran) serta Segmentation, Targeting dan
Positioning (STP), meliputi:

Penetapan harga
kegiatan distribusi,
promosi,
informasi pasar,
intelijen pasar,
kebijakan, dan
struktur pasar.

53

Kawasan Kota kecil/minapolis untuk kawasan


Minapolitan Nasal adalah Desa Suku Tiga, Tanjung
Betuah dan Gedung Menung. Sementara untuk
kawasan hinterland Kelam Tengah, kota minapolis
terdapat di Desa Tanjung Ganti I, Tanjung Ganti II
dan Rigangan III, sedangkan di kawasan hinterland
Muara Sahung meliputi Desa Ulak Bandung, Ulak
Lebar dan Muara Sahung. Desa-desa tersebut
berperan sebagai distributor pemasaran yang dipilih
sebagai minapolis karena terletak pada jalan lintas
antar Provinsi Bengkulu Lampung (Nasal), jalan
lintas antar Provinsi Bengkulu Sumatera Selatan
(Muara Sahung), dan jalan lintas antar kecamatan
(Kelam Tengah). Dengan demikian, kota-kota ini
dapat menjalankan fungsinya sebagai sentra
distributor pemasaran produk-produk Minapolitan,
baik ke arah Bengkulu, ke arah Sumatera Selatan
maupun ke arah Lampung.

5.4 Kawasan Kota Sedang/Outlet


Kawasan kota sedang/outlet merupakan suatu
kawasan dengan kegiatan untuk menyediakan jasajasa pendukung bagi semua kegiatan Minapolitan,
mulai dari agribisnis hulu, agribisnis budidaya,
agribisnis hilir, sampai dengan pemasaran dan jasa
seperti koperasi, bank, permodalan dan lain-lain.
Dalam pengembangan kawasan Minapolitan, kota
sedang/outlet berperan sebagai:

tempat perkreditan dan asuransi,


perbankan,
penelitian dan pengembangan,

54

pendidikan dan pelatihan, dan


sistem infromasi dan dukungan kebijakan
pemerintah (makro ekonomi, tata ruang, dan
mikro ekonomi).

Kawasan kota sedang/outlet untuk


Minapolitan Kabupaten Kaur adalah:

kawasan

Untuk tingkat Kabupaten Kaur maka kota


sedang/outlet Minapolitan adalah Kota
Bintuhan

Untuk tingkat kawasan Nasal, kota


sedang/outlet terdapat di Desa Merpas

Untuk kawasan hinterland Kelam Tengah,


kota sedang/outlet terdapat di Desa Tanjung
Kemuning

Untuk kawasan hinterland Muara Sahung,


kota sedang/outlet terdapat di Kelurahan
Tanjung Iman.

5.5 Pola Hubungan antar Kawasan


Minapolitan
Pola hubungan antar kawasan sebagaimana
diuraikan pada poin 5.1 sampai 5.4 akan
menentukan keberhasilan strategi pengembangan
kawasan
Minapolitan di Kabupaten Kaur.
Hubungan antara kawasan Minapolitan (kawasan
Nasal) dan kawasan hinterlandnya (Kelam Tengah

55

dan Muara Sahung) telah diuraikan pada sub-bab


4.2.
Pada sub-bab ini secara spesifik akan diuraikan
pola hubungan antara kawasan produksi bahan
baku dengan kawasan-kawasan hilirnya di dalam
setiap kawasan. Pola hubungan antar kawasan
Minapolitan Nsal disajikan pada Gambar 14 berikut.

56

Air Nasal
Air Kulik Besar
Air Sawang

Air Kulik Kecil

Tj. Baru
Kawasan
Outlet
Suku Tiga

Kawasan
Minapolis
Ikan segar dan
olahan

Bintuhan
Hasil Keramba

Tj. Betuah

Gd. Menung

Kulik
Kawasan
Outlet

Ulak Pandan
Hasil Keramba
Muara Air Kulik

Merpas

Gambar 14. Pola hubungan antar kawasan Minapolitan di Kecamatan Nasal

57

BAB

6
RENCANA AKSI
PENGEMBANGAN KAWASAN
MINAPOLITAN
Rencana aksi pengembangan kawasan Minapolitan
di Kabupaten Kaur disusun untuk jangka waktu
empat tahun, yakni tahun 2009 sampai 2012.
Kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam rencana
aksi ini diharapkan didanai dari berbagai sumber,
seperti APBD Kabupaten, APBD Provinsi dan
APBN yang berasal dari berbagai kementerian dan
lembaga.
Setelah periode empat tahun selesai, kawasan
Minapolitan diharapkan sudah mandiri sehingga
mampu membiayai semua kebutuhannya secara
swadaya. Modal yang diberikan secara stimulan
kepada kelompok-kelompok tani diharapkan sudah
mulai bergulir, sementara infrastruktur pendukung
sudah mencukupi. Pembinaan dalam kawasan
Minapolitan selanjutnya dapat dibiayai melalui
kegiatan-kegiatan pada satuan kerja perangkat
daerah (SKPD) terkait melalui APBD Kabupaten
Kaur.
Program pengembangan kawasan
Minapolitan perlu didukung oleh kelembagaan
pasca fasilitasi pemerintah yang melibatkan semua
pengambil kebijakan di daerah.

58

6.1. Kegiatan Fisik


Kegiatan
fisik
yang
dibutuhkan
dalam
pengembangan kawasan Minapolitan adalah:

6.1.1. Sarana dan Prasarana Ekonomi


Sarana dan prasarana ekonomi yang perlu
dibangun di kawasan Minapolitan adalah sebagai
berikut:
1. Pasar benih; dibutuhkan karena pada saat ini
benih perikanan darat masih didatangkan dari
luar daerah seperti Kabupaten Bengkulu Utara
dan Provinsi Lampung.
2. Pasar produksi ikan; diperlukan sebagai tempat
transaksi jual beli ikan.
3. Pusat Jajan Serba Ikan (Pujaseri); diperlukan
untuk tempat penjualan makanan berbahan
baku ikan yang dipadu dengan pariwisata.
4. Kios sarana produksi; diperlukan untuk
menyediakan kebutuhan produksi ikan seperti
pakan dan obat-obatan.
5. Kawasan industri pengolahan; diperlukan untuk
menyediakan sentra usaha pengolahan ikan.
6. Unit Perbenihan Rakyat (UPR); dibutuhkan
untuk menyediakan benih ikan berkualitas
kepada masyarakat.
7. Pembangunan
Tebat;
dibutuhkan
untuk
menyediakan tempat budidaya di perairan
umum seluas 10 ha yang dapat dikeringkan.

59

Sistem budidaya tebat dapat pula dimanfaatkan


sebagai kawasan wisata dan air buangan dapat
digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga
mikrohidro (PLTMH).
8. Alat pengolahan ikan; dibutuhkan untuk
menyediakan produk ikan jadi atau setengah
jadi agar nilai tambah ekonomi meningkat.
9. Kantor koperasi/UKM;
sarana
manajemen
masyarakat.

dibutuhkan sebagai
usaha
kelompok

6.1.2. Sarana dan Prasarana Penunjang


1. Jalan produksi ke Tebat Lingkar sepanjang 4
km, dari Desa SP-8 menuju Desa Ulak
Bandung,
Kecamatan
Muara
Sahung;
dibutuhkan untuk mengangkut hasil ikan dari
Tebat Lingkar dan sekaligus sebagai jalan
wisata danau di kawasan Tebat Lingkar.
2. Jaringan listrik; dibutuhkan untuk menyediakan
listrik bagi industri pengolahan ikan.
3. Jaringan air bersih; dibutuhkan karena kawasan
keterbatasan sumber air bersih yang dapat
diakses masyarakat.
4. SMK Perikanan; dibutuhkan karena kapasitas
tampung anak usia SLTA masih sangat rendah,
sementara target nasional adalah menyediakan
lulusan SLTA yang siap kerja.
5. Laboratorium
BBI;
dibutuhkan
untuk
meningkatkan kualitas benih ikan yang akan
dimanfaatkan untuk produksi di sentra-sentra
produksi ikan.

60

6.2. Kegiatan Non-Fisik


1. Penelitian, pelatihan dan demplot; dibutuhkan
untuk meningkatkan kualitas SDM pembudi
daya ikan.
2. Detailed engineering design (DED) dan estimate
engineering (EE); dibutuhkan sebagai prasyarat
pembangunan fisik di kawasan Minapolitan.
3. Studi banding ke daerah yang telah
menerapkan Minapolitan; diperlukan untuk
menambah
wawasan
dan
pengetahuan
masyarakat Kabupaten Kaur tentang agribisnis
perikanan darat.
4. Sosialisasi dan desiminasi kegiatan Minapolitan;
dibutuhkan untuk menyebarluaskan informasi
tentang pengembangan kawasan Minapolitan
kepada masyarakat luas.
5. Pembentukan kelembagaan; diperlukan untuk
menyediakan fasilitas yang dapat membina
usaha yang berhubungan budidaya perikanan
darat di Kawasan Minapolitan.

6.3. Matriks Rencana Aksi


Rencana aksi merupakan tahapan implementasi
dari program dan kegiatan yang tertuang di dalam
dokumen Master Plan.
Berikut adalah matriks kegiatan prioritas dalam
rangka rencana aksi pengembangan kawasan
Minapolitan di Kabupaten Kaur selama periode
2009-2012.

61

Rencana aksi pengembangan kawasan Minapolitan tahun 2009-2012


No.
A

Kegiatan

Satuan

Harga
satuan Volume
(Rp. Ribu)

Biaya
(Rp. Ribu)

Manfaat

Lokasi

2009
Biaya

Vol

Vol

Jadwal Pelaksanaan
2010
2011
Biaya
Vol
Biaya

Vol

2012
Biaya

Penanggung
Jawab

KEGIATAN FISIK

A.1. Sarana dan Prasarana Ekonomi


1 Pembangunan Pasar
m2
Benih
2 Pembangunan Pasar
m2
Produksi Ikan

1,500
1,500

800 tempat pemasaran benih ikan 1,200,000 Bintuhan


yang diproduksi melalui UPR
350 tempat pemasaran ikan hasil 525,000 Bintuhan
budidaya
yang
diproduksi
masyarakat
350 tempat pemasaran ikan hasil 525,000 Bintuhan
pengolahan yang diproduksi
(Sambat)
masyarakat

400

600,000

350

400

600,000

0 Pemkab

525,000

350

525,000

0 Pemkab;
KNPDT;
Bangda
350 525,000 Pemkab

10,000

20,000

200

300,000

3 Pembangunan outlet
Pusat Jajan Serba Ikan
(Pujaseri)

m2

1,500

4 Pembangunan kios/outlet
penjualan prouk
perikanan

m2

5,000

10 tempat pemasaran ikan hasil


pengolahan yang diproduksi
masyarakat

5 Pembangunan Toko/kios
Sarana Produksi

m2

1,500

200 menyediakan kebutuhan alat


dan bahan kegiatan produksi

300,000 Bintuhan

400 menyediakan tempat


bagi pengolah ikan

600,000 Merpas

750,000 Kel. Tengah


dan
M.
Sahung
500,000 Ulak
Bandung

300,000

300,000

6 Pembangunan kawasan
industri pengolahan ikan

m2

1,500

7 Penyediaan sarana Unit


Pembenihan Rakyat

unit

150,000

5 penyediaan
benih
kawasan hinterland

pada

10 memberikan contoh
budidaya ikan terpadu

usaha

8 Pembangunan sistem
budidaya Tebat Lingkar
9 Penyediaan alat
pengolah abon
10 Penyediaan alat
pengolah ikan asin/
pengeringan hygenis
11 Penyediaan alat
pengasapan ikan
12 Penyediaan alat
pengolah kerupuk ikan
13 Penyediaan alat
packaging
14 Penyediaan kantor
koperasi dan LKM

Ha

50,000

unit

15,000

paket

10,000

paket

10,000

paket

7,500

paket

5,000

m2

1,500

usaha

50,000 Sepanjang
jalan negara
di Kab Kaur

20,000 Pemkab

0 Pemkab
400 600,000 Depperind;
KNPDT; PU
1 150,000 DKP

10

500,000

5 meningkatkan produksi abon


ikan
5 meningkatkan produksi ikan
asin

75,000 Merpas

30,000

45,000

0 Pemkab

50,000 Merpas

20,000

30,000

0 Pemkab

5 meningkatkan produksi ikan


asap
5 meningkatkan
produksi
kerupuk ikan
5 membantu
pengepakan
produk hasil olahan
150 tempat penjualan kebutuhan
pokok
masyarakat
dan
pinjaman modal usaha

50,000 Merpas

20,000

30,000

0 Pemkab

37,500 Merpas

15,000

22,500

0 Pemkab

25,000 Merpas

10,000

15,000

225,000 Bintuhan

0 PNPM;
Pemkab

0 Pemkab
150 225,000 Dep. Kop.
UKM

62

A.2. Sarana dan Prasarana Pendukung


1 Pembangunan jalan ke
Tebat Lingkar

500

4,000 memperlancar
produksi

2 Pengembangan
pariwisata terpadu pada
sistem budidaya di Tebat
3 Lingkar
Penyediaan jaringan

ha

20,000

10 Meningkatkan
masyarkat

unit

15,000

paket
paket

6 Pembangunan
jalan
menuju klinik konsultasi
agribisnis
7 Pembangunan
Balai
penelitian
dan
pengembangan teknologi
perikanan

0 4,000 2,000,000

10

200,000

30,000 Suku Tiga,


Merpas,

30,000

30,000

30,000 Suku Tiga

60,000

10,000

3 memperlancar komunikasi

30,000 Suku Tiga,


Merpas,
Bintuhan
75,000 Suku Tiga,
Nasal (BBI)

750

m2

1,500

8 Pembangunan
Pengujian
mutu
kesehatan ikan

Balai paket
dan

9 Pembangunan
Perikanan

SMK

m2

1,500

kendaraan

unit

75,000

kendaraan

unit

15,000

10 Pengadaan
roda 4
11 Pengadaan
roda 2
12 Peningkatan
irigasi

150,000

100 tempat
dilakukannya
penyuluhan bagi masyarakat
dan konsultasi usaha
350 tempat dilakukannya penelitian
komoditi
perikanan
dan
pengembangan
teknologi
budidaya
dan pengolahan
perikanan
1 meningkatkan mutu produk
hasil perikanan dan mengatasi
serangan penyakit ikan
400 meningkatkan kualitas SDM
yang akan mengelola usaha
perikanan
2 memperlancar pengangkutan
dan pemasaran produk
4 meningkatkan kinerja tenaga
penyuluh
1,000 meningkatkan
ketersediaan
sumber air pada budidaya ikan

jaringan

500

13 Pemasangan
saluran
khusus (paralon) dari
bendungan ke kolam BBI

500

1,500 meningkatkan
ketersediaan
sumber air pada budidaya ikan

5,000

4 memberikan petunjuk kawasan


minapolitan
5 meningkatkan
kemampuan
dalam memproduksi benih
bermutu
3 meningkatkan
kemampuan
dalam menguji mutu dan
mendeteksi serangan penyakit

14 Pembuatan baliho

unit

15 Pengadaan
peralatan paket
laboratorium BBI
16 Pengadaan alat pembuat
pakan ikan/pelet mini

unit

200,000

2 memperlancar
aktivitas
produksi
dan
administrasi
perkantoran
1 meningkatkan produksi benih

listrik
4 Penyediaan jaringan air
bersih
5 Penyediaan jaringan
telepon

transportasi 2,000,000 Ulak


Bandung
pendapatan

50,000

15

100

600,000 Merpas

150,000 Suku Tiga

60,000 Suku Tiga

250,000

45 Merpas

0 Pemkab

350 525,000 DKP; Dep.


PU; UPT
Pusat;
Pemprov

150,000

0 DKP

400 600,000 DKP; Dep.


Dikas

150,000

0 Pemkab

0 Pemkab

0 Pemkab

1,500

750,000

0 Pemprov

20,000

0 Pemkab

0 DKP

45

0 Dep.
KOMINFO

60,000

1,000

0 Pemkab

20,000 Suku Tiga

75,000

150,000 Suku Tiga,


Nasal (BBI)

250,000 Suku Tiga

0 PLN

30,000

500

0 Dep. PU
Pemkab

525,000 Merpas

500,000 Tanjung
Betuah,
Gedung
Menung
750,000 Suku Tiga,
Nasal (BBI)

0 DKP (TP)

63

B.

KEGIATAN NON FISIK

B1. Kegiatan Pendukung


1 Penelitian
dan paket
pengembangan
bibit
unggul
2 Pelatihan dan demplot paket
mina padi
3 Pelatihan
budidaya
keramba

75,000

1 untuk
mencari
dan
mengembangkan bibit unggul

75,000 suku Tiga

20,000

3 percontohan pada masyarakat


teknik budidaya ikan dg
minapadi
5 percontohan pada masyarakat
teknik budidaya ikan dg
keramba

60,000 3 kecamatan

250,000 A. Tetap, A.
Kulik,
A.
Sawang,
Tebat
Lingkar
50,000 Bintuhan

dan demplot paket


ikan dalam

50,000

4 Penyusunan
roadmap paket
industri
berbasis
perikanan budidaya
5 Pengkajian potensi dan paket
peluang pengembangan
komoditi unggulan

50,000

6 Penyusunan DED dan


EE
pengembangan
kawasan minapolitan
7 Studi
banding
ke
kawasan
minapolitan
yang telah maju
8 Pembinaan koperasi dan
Lembaga
keuangan
mikro (LKM)
9 Promosi
dan
pengembangan
pasar
lokal dan regional
10 Studi
kelayakan
pengembangan
pasar
benih
11 Sosialisasi
dan
desiminasi
program
minapolitan
pada
masyarakat
12 Pelatihan
pemuatan
pakan

50,000

paket

50,000

paket

100,000

paket

50,000

paket

25,000

paket

50,000

paket

50,000

paket

50,000

1 untuk mengetahui arah dan


strategi
pengembangan
industri perikanan budidaya
1 untuk mengetahui potensi yang
belum digali dan langkahlangkah pengembangannya
10 mengetahui jenis-jenis usaha
apa saja yang memiliki potensi
untuk dikembangkan
1 sebagai pembanding yang
dapat
diterapkan
bagi
kemajuan minapolitan Kaur
1 meningkatkan
kinerja
karyawan koperasi dan LKM
2 memperkenalkan
jenis-jenis
produk yang dihasilkan dan
memperluas jaringan pasar
1 mengetahui kelayakan lokasi
dan
sumberdaya
dalam
pengembangan pasar benih
3 menjelaskan
program
minapolitan pada masyarakat
dan
menggali
aspirasi
masyarakat
1 Meningkatkan
keterampilan
masyarakat

75,000

20,000

20,000

20,000

Pemkab

50,000

100,000

50,000

50,000

Pemkab

50,000

Pemkab

50,000

Pemkab

200,000

100,000

100,000

50,000

50,000 Bintuhan

25,000

50,000 Bintuhan

50,000

50,000

50,000

50,000

50,000 Kab. Kaur

500,000 3 kecamatan

100,000 Boyolali dan


Jambi
50,000 Bintuhan

150,000 3 kecamatan

50,000 3 kecamatan

100,000

DKP

2 100,000 Pemkab

0 Pemkab

0 Depkop UKM

25,000

0 Pemkab

Pemkab

50,000

Pemkab
(Pokja)

Pemkab

64

BAB

7
PENUTUP
Penyusunan Master Plan kawasan Minapolitan
merupakan tahapan ketiga dalam program
Minapolitan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten Kaur. Pada tahapan selanjutnya, yakni
pembangunan
kawasan
Minapolitan,
pelaksanaannya harus sudah menggunakan
dokumen
master
plan
sebagai
dokumen
perencanaan. Oleh sebab itu, ke depan master plan
ini harus dijadikan acuan dalam tahapan
pengembangan kawasan Minapolitan. Penyusunan
program
implementasi
atau
rencana
detil
pengembangan selanjutnya harus secara sinergis
dan harmonis dilakukan oleh departemen dan
instansi terkait.
Kawasan Minapolitan Kabupaten Kaur merupakan
kawasan Minapolitan di tingkat Kabupaten Kaur.
Pada kawasan Minapolitan tersebut tipologi
pengembangan yang utama adalah berbasiskan
pertanian tanaman pangan dalam bentuk integerasi
padi dan ikan, tipologi perikanan budidaya,
disamping didukung oleh tipologi agrowisata.
Kawasan tersebut diharapkan segera berkembang
menjadi kawasan Minapolitan mandiri yang dikelola
oleh masyarakat tani-nelayan dan difasilitasi oleh
pemerintah Kabupaten Kaur.

65

Dokumen Master Plan Minapolitan masih memuat


rencana-rencana umum dalam pembangunan
kawasan Minapolitan. Oleh sebab itu, dokumen ini
perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan Dokumen
Rencana Detil pembangunan kawasan Minapolitan.
Dokumen-dokumen Rencana Detil antara lain
meliputi rencana pengembangan investasi jangka
menengah (RPIJM), detail engineering design
(DED) dan estimate engineering (EE).
Semoga Master Plan ini dapat dijadikan acuan
untuk kesempurnaan pembangunan kawasan
Minapolitan di Kabupaten Kaur.

66

Anda mungkin juga menyukai