Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Spondilitis TB atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama

Pott's disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan


suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis
yang mengenai tulang belakang yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung
kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini.
Spondilitis TB telah ditemukan pada mumi dari Spanyol dan Peru pada tahun
1779.1 Infeksi Mycobakcterium tuberculosis pada tulang belakang terbanyak
disebarkan melalui infeksi dari diskus. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan
oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara
kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut
tidak dihubungkan dengan basil TB hingga ditemukannya basil tersebut oleh
Koch tahun 1882, sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas(
Mekanisme infeksi terutama oleh penyebaran melalui hematogen. 1 Secara
epidemiologi tuberkulosis merupakan penyakit infeksi pembunuh nomor satu di
dunia, 95% kasus berada di negara berkembang. Organisasi kesehatan dunia
(WHO) pada tahun 2000 memperkirakan 2 juta penduduk terserang dan 3 juta
penduduk di seluruh dunia meninggal oleh karena yuberkulosa. 2,3 Insiden
spondilitis TB masih sulit ditetapkan, sekitar 10% dari kasus TB ekstrapulmonar
merupakan spondilitis TB dan 1,8% dari total kasus TB. 2 Komplikasi spondilitis
TB dapat mengakibatkan morbiditas yang cukup tinggi yang dapat timbul secara
cepat ataupun lambat. Paralisis dapat timbul secara cepat disebabkan oleh abses,
sedangkan secara lambat oleh karena perkembangan dari kiposis, kolap vertebra
dengan retropulsi dari tulang dan debris
Di waktu yang lampau, spondilitis TB merupakan istilah yang
dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3-5
tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia
ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering
terkena dibandingkan anak-anak.

Penatalaksanaan spondiltis TB dapat secara konservatif atau tindakan


operatif, dalam hal mana program rehabilitasi medik diperlukan untuk
mempertahankan dan memperbaiki fungsi seoptimal mungkin, juga mencegah
terjadinya komplikasi. Terapi konservatif yang diberikan pada pasien TB tulang
belakang sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus-kasus
tertentu diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus
dilakukan dengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan
operatif.
1.2

Tujuan

Untuk mengetahui definisi dari Spondilitis TB.

Untuk mengetahui etiologi dari Spondilitis TB.

Untuk mengetahui patofisiologi dari Spondilitis TB.

Untuk mengetahui klasifikasi dari Spondilitis TB.

Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Spondilitis TB.

Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Spondilitis TB.

Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Spondilitis TB.

1.3

Manfaat

1.3.1

Manfaat Teoritis
Mahasiswa dapat lebih memahami dan mengerti definisi Spondilitis TB,

dan lebih mengetahui patofisiologi dari penyakit Spondilitis TB ini.


1.3.2

Manfaat Praktisi
Dapat menjadi sumber informasi tentang Spondilitis TB, dan dapat

menjadi bahan referensi serta tolok ukur dalam pengklasifikasian Spondilitis TB.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pengertian
Pott's disease atau lebih dikenal dengan spondilitis tuberkulosis

merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia, ditemukan pada mumi kuno
di Mesir dan Peru. Percival Pott menunjukkan gambaran klasik tuberkulosis
spinal pada tahun 1779. Spondilitis TB merupakan bentuk paling berbahaya dari
tuberkulosis muskuloskeletal karena dapat menyebabkan destruksi tulang,
deformitas dan paraplegia. Kondisi umumnya melibatkan vertebra thorakal dan
lumbosakral. Vertebra thorakal bawah merupakan daerah paling banyak terlibat
(40-50%), dengan vertebra lumbal merupakan tempat kedua terbanyak (35-45%).
Sekitar 10% kasus melibatkan vertebra servikal.
2.2

Epidemiologi
Insidensi spondilitis TB bervariasi di seluruh dunia dan biasanya

berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang


tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis TB merupakan
sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan
sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk
masih menjadi merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah
berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam
kurun waktu 30 tahun terakhir(2,4,5,6,7). Perlu dicermati bahwa di Amerika dan
Inggris insidensi penyakit ini mengalami peningkatan pada populasi imigran,
tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan tahap lanjut infeksi HIV (Medical
esearch Council TB and Chest Diseases Unit 1980)(2,5). Selain itu dari penelitian
juga diketahui bahwa peminum alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang
adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit ini(8).
Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama
mengenai dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika
sebagian besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun).
Pola ini mengalami perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi

infeksi TB pada bayi dan anak-anak di Hong Kong.


Pada kasus-kasus pasien dengan TB, keterlibatan tulang dan sendi terjadi
pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena,
akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing)
dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena
dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang
belakang merupakan tempat yang paling sering terkena TB tulang (kurang lebih
50% kasus)(Gorse et al. 1983), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan
tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena.
Area torako-lumbal terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal
bagian atas merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini
pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai
maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral.
Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis
TB. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab paling
sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. Insidensi paraplegia, terjadi lebih
tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anakanak.
Hal ini berhubungan dengan insidensi usia terjadinya infeksi TB pada tulang
belakang, kecuali pada dekade pertama dimana sangat jarang ditemukan keadaan
ini.
2.3

Etiologi
Tuberkulosis

tulang

belakang

merupakan

infeksi

sekunder

dari

tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium


tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh
mikobakterium TB atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa
tahun.

2.4

Struktur anatomi tulang belakang


Tulang punggung terdiri dari 33 ruas yaitu : 7 ruas tulang leher (servikal),

12 ruas tulang dada (torakal), 5 ruas tulang pinggul (lumbal), 5 ruas tulang duduk
(sakral) dan 4 tulang ekor (kogsigeal). Secara anatomis setiap ruas tulang
belakang akan terdiri dari dua bagian:
1

Bagian depan
Bagian ini struktur utamanya adalah badan tulang belakang (corpus
vertebrae). Bagian ini fungsi utamanya adalah untuk menyangga berat
badan. Di antara dua korpus vertebra yang berdekatan dihubungkan oleh
struktur yang disebut diskus intervertebralis yang bentuknya seperti cakram,
konsistensinya kenyal dan berfungsi sebagai peredam kejut (shock
absorber).

Bagian belakang
Bagian belakang dari ruas tulang belakang ini fungsinya untuk :
1

Memungkinkan terjadinya pergerakan tulang belakang itu sendiri. Hal


ini dimungkinkan oleh karena di bagian ini terdapat dua persendian.

Fungsi perlindungan, oleh karena bagian ini bentuknya seperti cincin


dari tulang yang amat kuat dimana di dalam lubang di tengahnya
terletak sumsum tulang belakang (medulla spinalis/spinal cord).

Fungsi stabilisasi. Karena fungsi tulang belakang untuk manusia


adalah sangat penting, maka fungsi stabilisasi ini juga penting sekali.
Fungsi ini didapat oleh kuatnya persendian di bagian belakang yang
diperkuat oleh adanya ligamen dan otot-otot yang sangat kuat. Kedua
struktur terakhir ini menghubungkan tulang belakang baik dari ruas ke
ruas yang berdekatan maupun sepanjang tulang belakang mulai dari
servikal sampai kogsigeal.

Gambar 1. Penampang ventral kolumna vertebralis

Vaskularisasi kolumna vertebralis


Arteria spinalis yang mengantar darah kepada vertebra, adalah cabang dari :
4

Arteria vertebralis dan arteria servikalis ascendens di leher

Arteria interkostalis posterior di daerah thorakal

Arteria subkostalis dan arteria lumbalis di abdomen

Arteria iliolumbalis dan arteria sakralis lateralis

Arteria spinalis memasuki foramen intervertebralis dan bercabang menjadi


cabang akhir dan cabang radikular. Beberapa dari cabang-cabang ini
beranastomosis dengan arteri-arteri medulla spinalis..
Vena spinalis membentuk pleksus vena yang meluas sepanjang kolumna
vertebralis, baik di sebelah dalam (pleksus venosi vertebralis profundus) dan
juga di sebelah luar (pleksus venosi vertebralis superficialis) kanalis
vertebralis. Vena basivertebralis terletak dalam korpus vertebra.
2.5

Patogenesis
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi

sekunder. Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman


dan ketahanan tubuh penderita. Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis
dibagi menjadi lima stadium, yaitu :
1

Stadium I (Implantasi)
Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari daya tahan
tubuh. Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau torakolumbal soliter
atau beberapa level.

Stadium II (Destruksi awal)


Terjadi 3 - 6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus intervertebralis.

Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps)


Terjadi setelah 8-12 minggu dari stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi
maka akan terjadi destruksi yang hebat dan kolaps dengan pembentukan
bahan-bahan pengejuan dan pus (cold abscess).

Stadium IV (Gangguan Neurologis)


Terjadinya komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan motoris, sensoris
dan otonom.

Stadium V (Deformitas dan Akibat)


Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kiposis atau gibus tetap ada,
bahkan setelah terapi.

Gambar 2

Spondilitis tuberkulosis. A) Gibus thorakolumbar dengan


hipertonus erektor trunkus. Penderita menyandarkan diri pada
ekstremitas atas; B) 1. rarefaksi bagian anterior vertebra mulai
nampak penyempitan diskus intervertebralis, 2. rarefaksi meluas,
penyempitan jelas, 3. kompresi vertebra bagian ventral, terjadinya
gibus, kompresi medulla spinalis

Daerah yang biasanya terkena bagian anterior korpus vertebra. Destruksi


tulang yang progresif mengakibatkan kolaps vertebra dan kifosis. Kanal spinalis
menyempit karena adanya abses atau jaringan granulasi. Ini mengakibatkan
kompresi spinal cord dan defisit neurologis akibat degeneratif penyakit tersebut.
Kekuatan pertahanan pasien untuk menahan infeksi bakteri TB tergantung
dari:
1

Usia dan jenis kelamin


Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan
hingga masa pubertas. Bayi dan anak muda dari kedua jenis kelamin
mempunyai kekebalan yang lemah. Hingga usia 2 tahun infeksi biasanya
dapat terjadi dalam bentuk yang berat seperti tuberkulosis milier dan
meningitis TB, yang berasal dari penyebaran secara hematogen. Setelah usia
1 tahun dan sebelum pubertas, anak yang terinfeksi dapat terkena penyakit
TB milier atau meningitis, ataupun juga bentuk dari kronis lain dari infeksi
TB seperti infeksi ke nodus limfatikus, tulang atau sendi.

Sebelum pubertas, lesi primer di paru merupakan lesi yang berada di


area lokal, walaupun kavitas seperti pada orang dewasa dapat juga dilihat
pada anak-anak malnutrisi di Afrika dan Asia, terutama perempuan usia 1014 tahun.
Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam
mencegah penyebaran secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam
mencegah penyebaran penyakit di paru-paru.
Angka kejadian pada pria terus meningkat pada seluruh tingkat usia
tetapi pada wanita cenderung menurun dengan cepat setelah usia anakanak, insidensi ini kemudian meningkat kembali pada wanita setelah
melahirkan anak. Puncak usia terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50
tahun untuk wanita, sementara pria bisa mencapai usia 60 tahun.
2

Nutrisi
Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan
menurunkan resistensi terhadap penyakit.

Faktor toksik
Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya
tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau
immunosupresan lain.

Penyakit
Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia
meningkatkan resiko terkena penyakit TB.

Lingkungan yang buruk (kemiskinan)


Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan
pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga
adanya malnutrisi, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh.

Ras
Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau
Amerika asli, mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap penyakit
ini.

2.8

Patologi
TB pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau

penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke
tulang dari fokus TB yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada
penampakannya, fokus infeksi primer TB dapat bersifat tenang. Sumber infeksi
yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.
Pada anak-anak biasanya infeksi TB tulang belakang berasal dari fokus
primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus
ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
pleksus Batson's yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan
banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih
70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan,
sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:
1

Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan
nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.

Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat
terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di
temukan di regio torakal.

Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas

dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped


karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola
ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan
melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau
karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4

Bentuk atipikal :
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah TB spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di
canalisspinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,
lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di
sendi intervertebral posterior. Insidensi TB yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
Infeksi TB pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra. Area

infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam


korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior, melibatkan
dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum
longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus intervertebralis.
Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra
yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang
jauh melalui abses paravertebral.
Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang
baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular
sehingga menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus
intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi TB.
Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke
dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya
corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus,
sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga
akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang
menjadi nekrosis.
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut

akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat


badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral
dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk
kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung dari derajat
kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul
deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah
meluas.
2.9
1

Diagnosis
Riwayat penyakit dan gambaran klinis :
1

Secara umum onset penyakit biasanya beberapa bulan - tahun berupa


kelemahan umum, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
keringat malam hari, suhu tubuh meningkat sedikit pada sore dan
malam hari.

Nyeri pada punggung merupakan gejala awal dan sering ditemukan


bila yang terkena tulang vertebra

Gibus bila yang terkena daerah vertebra torakal

Cold abscess.

Abnormalitas neurologis terjadi pada 50% kasus dan meliputi


kompresi spinal cord berupa gangguan motoris, sensoris maupun
autonom sesuai dengan beratnya destruksi tulang belakang, kifosis
dan abses yang terbentuk.

Tuberkulosis vertebra servikal jarang ditemukan tetapi mempunyai


kondisi lebih serius karena adanya komplikasi neurologis berat.
Kondisi ini khususnya diikuti dengan nyeri dan kaku. Pasien dengan
penyakit vertebra servikal bawah ditemukan dengan disfagia atau
stridor. Gejala juga meliputi tortikolis, serak dan defisit neurologis.

Pemeriksaan penunjang
2.1 Tuberkulin skin test : positif
2.2 Laju endap darah : meningkat
2.3 Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+)
2.4 X-ray :

2.4.1

Destruksi korpus vertebra bagian anterior

2.4.2

Peningkatan wedging anterior

2.4.3

Kolaps korpus vertebra

2.5 CT scan :
2.5.1

Menggambarkan tulang lebih detail dengan lesi lytic irregular,


kolaps disk dan kerusakan tulang

2.5.2

Resolusi kontras rendah menggambarkan jaringan lunak lebih


baik, khususnya daerah paraspinal mendeteksi lesi awal dan
efektif untuk menggambarkan bentuk dan kalsifikasi dari abses
jaringan lunak

2.6 MRI
2.6.1

Standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan paling


efektif dalam menunjukkan perluasan penyakit ke dalam
jaringan lunak dan penyebaran debris tuberkulosis di bawah
ligamen longitudinalis anterior dan posterior

2.6.2
2.10
1

Paling efektif untuk menunjukkan kompresi neural

Penanganan
Terapi konservatif:
1

Medikamentosa :
1

Rifampisin 10-20 mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari

Etambutol 15 mg/kgBB, maksimum 1200 mg/hari

Piridoksin 25 mg/kgBB

INH 5-10 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari

Etambutol diberikan dalam 3 bulan, sedangkan yang lain diberikan


dalam 1 tahun.
Semua obat diberikan sekali dalam sehari.
2

Imobilisasi ini dapat berupa tirah baring dan korset / bidai ,yaitu :
untuk daerah servikal dengan menggunakan jacket minerva ,pada
daerah vertebra torakal,torakolumbal dan lumbal bagian atas dengan
menggunakan

body

cast

jacket

,sedangkan

pada

lumbal

bawah,lumbosakral dan sakral dengan menggunakan body jacket atau

korset dari gips yang disertai fiksasi pada salah satu sisi panggul.
3

Pencegahan komplikasi imobilisasi lama


3

Turning tiap 2 jam untuk menghindari ulkus dekubitus

Latihan luas gerak sendi untuk mencegah kontraktur

Latihan pernapasan untuk memperkuat otot-otot pernapasan


dan mencegah terjadinya orthostatik pneumonia

4
2.

Latihan penguatan otot

Bladder training dan bowel training bila ada gangguan

Mobilisasi bertahap sesuai dengan perkembangan penyakit

Program aktivitas hidup sehari-hari sesuai perkembangan penyakit


Operasi

2.1.

Indikasi operasi:
2.1.2.

Adanya abses paravertebra

2.1.3.

Deformitas yang progresif

2.1.4.

Gejala penekanan pada sumsum tulang belakang

2.1.5.

Gangguan fungsi paru yang progresif

2.1.6.

Kegagalan terapi konservatif dalam 3 bulan

2.1.7.

Terjadi paraplegia dan spastisitas hebat yang tidak dapat


dikontrol

2.2.

Kontra-indikasi operasi :
Kegagalan pernapasan dengan kelainan jantung yang membahayakan
operasi

2.3.

Secara garis besar tindakan operatif dibagi menjadi :


2.3.1.

Debridement
Dilakukan evaluasi pus, bahan kaseous dan sekuestra tanpa
melakukan tindakan apapun pada tulangnya.

2.3.2.

Operasi radikal
Eksisi dilakukan dari atas sampai ke bawah meliputi seluruh
tulang belakang yang rusak, hingga mencapai daerah yang
sehat dan posterior mencapai duramater. Dilanjutkan dengan
grafting yang diambil dari kosta atau tibia. Pada umumnya
meliputi anterior radical focal debridement dan stabilisasi

dengan instrumentasi.
2.11

Penatalaksanaan paska pembedahan


Prinsip utama dari penanganan fisioterapi pada kasus ini adalah

memperkuat otot melalui reedukasi dan mereduksi spastisitas atau rigiditas.


Latihan yang direkomendasikan untuk rehabilitasi penyakit spondilitis TB
meliputi stretching, balance training, gait training danlatihan untuk kelompok
otot menggunakan teknik proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF)
1

Isometric exercise
Penyakit spondylitis TB biasanya menyebabkan gejala neurologis yang
dapat diperburuk dengan latihan tanpa pengawasan. Oleh karena itu penting
untuk meningkatkan latihan dengan hati-hati.Fisioterapi biasanya memulai
dengan

latihan

isometrik. Tujuan

dari

latihan

ini

adalah

untuk

mengembangkan kekuatan otot melalui kontraksi tanpa gerakan. Dengan


cara ini, kekuatan otot secara bertahap terbentuk dengan meminimalkan
resiko kerusakan lebih lanjut. Setelah memperoleh cukup kekuatan dan
ketangkasan denganlatihan non-gerakan, maka dilanjutkan untuk tahap
berikutnya. kekuatan dan ketangkasan dengan latihan non-gerakan, maka
dilanjutkan untuk tahap berikutnya.
2

Stretching exercise
Teknik ini harus diaplikasikan dengan sangat hati-hati pada pasien
spondylitis TB. Sebagai aturan umum, hanya latihan gentle stretching yang
diperbolehkan. Bahkan sebelum menerapkan tahap latihan ini pasien harus
dibantu dengan latihan passive movementterebih dahulu. Juga penting untuk
menjaga stabilitas tulang belakang ketika melakukan gentle stretching
exercise tersebut.

PNF techniques
Teknik ini pada awalnya dikembangkan untuk rehabilitasi pasien postparalysis. Keuntungan yang diperoleh dari PNF adalah menstimulasi otot
melalui aktifitas kelompok otot, penguluran, dan pemberian tahanan dengan
cara melibatkan serangkaian gerakan berulang.

2.12

WOC (Web Of Cause)


Kuman tuberkulosa

Infeksi pada bagian pusat atau depan atau pada


daerah epifisial korpus vertebralis

Hiperem

Osteoporosis atau perlunakan

Eksudat

Kerusakan pada korteks epifisis diskus


intervertebralis dan vertebra

Menyebar di
permukaan
longitudinal anterior

Infeksi
Eksudat

MK:
Resiko infeksi luka
operasi
MK:
Resiko gangguan
integritas kulit

MK:
Gangguan rasa
nyaman/nyeri

Operasi

Imobilisasi

MK:
Kurang pengetahuan
tentang perawatan diri
MK:
Gangguan
mobilitas fisik
MK:
Gangguan body
image/citra diri

Menembus
ligamentum dan
berekperasi ke
ligament yang lemah

Abses lumbal

Debridement

Kerusakan muskuloskeletal

Kerusakan pada struktur tubuh:


Muskulus psoas dan muncul dibawah
ligamentum inguinal
Krista iliaka
Vaskuler femoralis pada trigunus skarpe
atau regior glutea

BAB 3
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
3.1

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Spondilitis


Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan

asuhan keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek


keperawatan yang terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
3.2

Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.

Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat
memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap
pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan
data, perumusan diagnosa keperawatan.
3.2.1

Pengumpulan data.
Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada

klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan
dengan cara: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1.

Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.

2.

Riwayat penyakit sekarang.


Keluhan utama pada klien Spodilitis TB terdapat nyeri pada punggung
bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal
dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri
dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada
saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien
bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer
(Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.

3.

Riwayat penyakit dahulu

Tentang terjadinya penyakit Spondilitis TB biasany pada klien di dahului


dengan

adanya

riwayat

pernah

menderita

penyakit

tuberkulosis

paru,HIV,leprosis,dan bagaimana riwayat pengobatan TB


4.

Riwayat kesehatan keluarga.


Pada klien dengan penyakit Spondilitis TB salah satu penyebab timbulnya
adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita
penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita
penyakit menular tersebut.

5.

Riwayat psikososial
Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan
kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit,
pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut
dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan
mempengaruhi sosialisai penderita.

6.

Pola - pola fungsi kesehatan


6.1 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang
dikarenakan

tidak

penyakitnya.Sehingga

semua

klien

mengerti

menimbulkan

salah

benar

perjalanan

persepsi

dalam

pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat


tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang
mempengaruhi keadaan kesehatan klien.
6.2 Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi
lemah dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh
semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada
status nutrisinya dan juga kaji bagaimana riwayat nutrisi pasien
sebelum sakit.
6.3 Pola eliminasi.
Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula
bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta

proses penyakitnya sehingga kalau mau BAB dan BAK harus


ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut
klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses eliminasi.
6.4 Pola aktivitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung
serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien
membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam
melaksanakan aktivitas fisik tersebut.
6.5 Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi

akan

menyebabkan

masalah

dalam

pemenuhan

kebutuhan tidur dan istirahat.


6.6 Pola hubungan dan peran.
Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran
atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu
peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak
terganggunya hubungan interpersonal.
6.7 Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis TB seringkali merasa malu terhadap bentuk
tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
6.8 Pola sensori dan kognitif.
Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila
terjadi komplikasi paraplegi.
6.9 Pola reproduksi seksual.
Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan
terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam
hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya
melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat
dilaksanakan.
6.10

Pola penaggulangan stres.

Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti


penyakitnya, akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang

menimbulkan

rasa

stres,

klien

akan

bertanya-tanya

tentang

penyakitnya untuk mengurangi stres.


6.11

Pola tata nilai dan kepercayaan.

Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan
ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai
dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan
pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.
7.

Pemeriksaan fisik
7.1 Inspeksi.
Pada klien dengan Spondilitis TB kelihatan lemah, pucat, dan pada
tulang belakang terlihat bentuk kiposis.
7.2 Palpasi.
Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang
terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.
7.3 Perkusi.
Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.
7.4 Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.

Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.


8.1 Radiologi
8.1.1

Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior,


sangat jarang menyerang area posterior.

8.1.2

Terdapat penyempitan diskus.

8.1.3

Gambaran abses para vertebral (fusi form).

8.2 Laboratorium
Laju endap darah meningkat
8.3 Tes tuberkulin.
Reaksi tuberkulin biasanya positif
3.2.2

Analisa.
Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data

subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data
verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi,

pengukuran dan hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil


analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien.
3.2.3

Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien

yang nyata ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang
pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk
melakukannya. Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis TB
adalah:
1

Gangguan mobilitas fisik

Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.

Perubahan konsep diri : Body image.

Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.

Resiko kerusakan integritas kulit.

Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

3.2.4

Perencanaan Keperawatan.
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan

yang akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa


keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.
Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :
1

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal


dan nyeri.
1

Tujuan
Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.

Kriteria hasil
1.1.1.

Klien dapat ikut serta dalam program latihan

1.1.2.

Mencari bantuan sesuai kebutuhan

1.1.3.

Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat


optimal.

Rencana tindakan
1.1.4. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan.
Rasional

Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan


aktivitas
1.1.5. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai
toleransi.
Rasional
Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
1.1.6.

Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :


1

Mattress
2

Bed Board (tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur


busa yang keras yang tidak menimbulkan lekukan saat
klien tidur).

Rasional
Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata
1.1.7. Mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan
pernapasan:
1

Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri


(bersandar pada tembok) maupun posisi menelungkup
dengan cara mengangkat ekstremitas atas dan kepala
serta ekstremitas bawah secara bersamaan.

Menelungkup sebanyak 3-4 kali sehari selama 15-30


menit.

Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan


kapasitas pernapasan.

Rasional
Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otototot paraspinal
1.1.8.

Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam.


Rasional
Untuk mendeteksi perubahan pada klien

1.1.9.

Pantau kulit dan membran mukosa terhadap adanya iritasi,


kemerahan atau lecet-lecet.
Rasional

Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi


1.1.10. Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada
kontra indikasi.
Rasional
Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak
1.1.11. Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi
terhadap efek samping : bisa tak nyaman pada lambung atau
diare.
Rasional
Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi
peradangan dan dapat menimbulkan efek samping.
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya
peradangan sendi.
2.1

2.2

Tujuan
2.1.1

Rasa nyaman terpenuhi

2.1.2

Nyeri berkurang / hilang

Kriteria hasil
2.2.1

Klien melaporkan penurunan nyeri

2.2.2

Menunjukkan perilaku yang lebih relaks

2.2.3

Memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari


dengan peningkatan keberhasilan.

2.3

Rencana tindakan
2.3.1

Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap


kemajuan nyeri ke daerah yang baru.
Rasional
Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di
gambarkan oleh klien sendiri

2.3.2

Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya


terhadap nyeri.
Rasional
Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan
bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien

2.3.3

Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan


demikian.
Rasional
Korset untuk mempertahankan posisi punggung

2.3.4

Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering


untuk meningkatkan rasa nyaman.
Rasional
Dengan ganti - ganti posisi agar otot - otot tidak terus spasme
dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang

2.3.5

Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan


nyeri.
Rasional
Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat
menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien
sehingga nyeri berkurang

3. Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.


3.1.

Tujuan
Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan
koping yang adaptif.

3.2.

Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan/perhatian dan menggunakan
keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.

3.3.

Rencana tindakan
3.3.1.

Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan


perasaan.

Perawat

harus

mendengarkan

dengan

penuh

perhatian.
Rasional
Meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling
percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu
penerimaan diri
3.3.2.

Bersama-sama klien mencari alternatif koping yang positif


Rasional

Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa


percaya diri klien
3.3.3.

Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien


keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan
permainan guna mengatasi perubahan body image.
Rasional
Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang
dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri.

4. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang


penatalaksanaan perawatan di rumah
4.1.

Tujuan
Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.

4.2.

Kriteria hasil
4.2.1.

Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace


atau korset

4.2.2.

Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan

4.2.3.

Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit,


rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.

4.3.

Rencana tindakan
4.3.1.

Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis


dan efek sampingnya.

4.3.2.

Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.

4.3.3.

Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.

4.3.4.

Tekankan

pentingnya

lingkungan

yang

aman

untuk

mencegah fraktur.
4.3.5.

Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan


nyeri dan mobilitas.

4.3.6.
3.2.5

Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.

Pelaksanaan
Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi

keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.


Komponen tahap Implementasi:

Tindakan keperawatan mandiri

Tindakan keperawatan kolaboratif

Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan


keperawatan.

3.2.6

Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan hasil - hasil yang di amati dengan kriteria

hasil yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.


1

Pencapaian kriteria hasil

Keefektipan tahap - tahap proses keperawatan

Revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan


Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis TB adalah:

Adanya peningkatan kegiatan sehari-hari (ADL) tanpa menimbulkan


gangguan rasa nyaman .

Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.

Nyeri dapat teratasi

Tidak terjadi komplikasi.

Memahami cara perawatan dirumah

BAB 4
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi

granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa


yang

mengenai

tulang

vertebra

(Abdurrahman,

et

al

1994;

144

Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif


oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder
dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama
tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini
dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut
juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih
bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa,
EGC, Jakarta
Johnson & Mass (2008). Nursing Outcomes Classifications. 2nd edition. New
York: Mosby-Year Book inc
McCloskey & Bulechek (2008). Nursing Interventions Classifications. 4th edition.
New York: Mosby-Year Book inc
NANDA. (2009-2011). Nursing Diagnosis: Definitions and classification.
Philadelphia, USA
http://kasaganu.blogspot.com/2014/05/askep-spondilitis-ankilosis.html,
tanggal 24 September 2014

diambil

R Sjamsuhidajat & Wim de Jong. (1997) Buku-Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN MUSKULOSKELETAL
GANGGUAN INFKESI TULANG
SPONDILITIS TB

OLEH
1
2
3
4
5.
6.
7.
8
9

KELOMPOK 2
Moriana B.R. Sembiring 131211123005
Dewi Agustina Ayu
131211123015
Carolina Amelia M. Veto 131211123023
Siti Hidayati Al Indasah 131211123041
Asri Fatonah
131211123057
Hamdan Hariawan
131211123064
Lulut Setyowati
131311123075
Rina Wahyuningsih
131311123017
Cecilia Indri K.
131311123025
.

P R O G R A M STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014

Anda mungkin juga menyukai