OLEH:
I PUTU DWIJA ARNATHA
NIM. 1002105003
yang dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari)
setelah itu (Hadijono,2008). Proses persalinan tidak seluruhnya berlangsung secara
normal, beberapa diantaranya memerlukan tindakan pembedahan seperti operasi
sectio sesarea, yaitu pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005).
Dengan demikian, perawatan pada ibu nifas dengan post operasi sectio caesarea
adalah perawatan pada ibu pada masa setelah melahirkan janin dengan cara
insisi/pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim sampai organorgan reproduksi ibu kembali pulih yang berakhir kira-kira 6 minggu.
2. Epidemiologi
Tidak ada yang tahu persis kapan sebenarnya tindakan pembedahan mulai.
Namun, di tahun 2000 dilaporkan di dunia ini wanita melahirkan dengan seksio
sesaria meningkat empat kali dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya, dilihat dari
angka kejadian seksio sesaria dilaporkan di Amerika serikat persalinan seksio sesaria
sebanyak 35% dari seluruh persalinan, Australia 35%, Skotlandia 43%, dan Prancis
28%. Di Indonesia, berdasarkan survai demografi dan kesehatan tahun 1997 dan
tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan bedah sesaria secara nasional hanya
berjumlah kurang
menemukan bahwa persentase persalinan bedah sesar pada rumah sakit rumah sakit
di kota besar seperti Jakarta dan Bali berada jauh di atas angka tersebut. Secara
umum jumlah persalinan caesaria di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25%
dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu
sekitar 30-80% dari total persalinan.
3. Patofisiologi
Adanya
beberapa
kelainan/hambatan
pada
proses
persalinan
yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam
proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf
- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
POHON MASALAH
Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan
Misalnya : plasenta previa sentralis / lateralis, panggul Defisit
sempit, disproporsi cephalo pelvic, ruptur uteri
Perawatan
mengancam, partus lama / tidak maju, preeklamsia,
Diri
Luka
postInfeksi
op. SC
Risiko
Merangsang
pembuluh
darah, dan
Sectio Caesarea (SC)
pengeluaran
histamin
saraf
- saraf
di
sekitar
Insisi
dinding
dandaerah
prostaglandin
insisi
Nyeri
Akut
abdomen
Kurang Informasi
Ansietas
Intoleransi
Tindakan anastesi
Imobilisasi
Aktivitas
Kurang pengetahuan
tentang perawatan bayi
Risiko Gangguan
Proses Parenting
perdarahan
4. Fase-fase Nifas
Fase-fase nifas terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Immediate post partum
Fisiologi nifas adalah hal-hal yang bersifat karakteristik dalam masa nifas.
a) Uterus
Pada akhir kala tiga persalinan, fundus uteri berada setinggi umbilicus dan
berat uterus 1.000 gram. Uterus kemudian mengalami involusi dengan cepat
selama 7-10 hari pertama dan selanjutnya proses involusi ini berlangsung lebih
berangsur-angsur.
b) Lokhea
Adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan desidua
yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas.
Lokhea terbagi dalam :
a. Lokhea rubra (hari 1-4) jumlah sedang, warna merah dan terutama
darah
b. Lokhea seresa (hari 4-8) jumlah berkurang, warna merah muda
c. Lokhea alba (hari 8-14) jumlah sedikit, warna putih dan bahkan hampir
tidak berwarna.
c) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus, setelah persalinan, ostium
eksterna dapat dimasuki oleh 2-3 jari tangan, setelah 6 minggu post natal
serviks menutup. Karena robekan kecil-kecil yang terjadi selama dilatasi,
serviks tidak pernah kembali seperti keadaan sebelum hamil (nulipara) yang
berupa lubang kecil seperti mata jarum, serviks hanya dapat kembali sembuh.
Dengan demikian OS serviks wanita muda yang sudah pernah melahirkan
merupakan salah satu tanda yang menunjukkan riwayat kelahiran bayi lewat
vagina.
d) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkan bayi, setelah beberapa hari keduanya menjadi
kendor. Setelah 3 minggu akan kembali dan rugae dalam vagina secara
berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia lebih menonjol.
e) Perineum
Setelah melahirkan perineum menjadi kendor, pada hari kelima perineum akan
mendapatkan kembali sebagian besar tonus sekalipun lebih kendor daripada
keadaan sebelum melahirkan.
f) Payudara
Payudara mencapai maturnitas yang penuh selama masa nifas kecuali jika
laktasi disupresi. Payudara lebih besar, kencang dan mula-mula lebih nyeri
tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya
laktasi.
g) Traktus urinarius
BAK sering sulit pada 24 jam pertama, kemungkinan terdapat spasme sfingter
edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala
janin dan tulang pubis selama persalinan.
h) Sistem gastrointestinal
Memerlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Rasa sakit di
premium dapat menghalangi keinginan ke belakang.
i) Sistem kardiovaskuler
Jumlah sel darah dan Hb kembali normal pada hari kelima.
j) Sistem integumen
Striae yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin akan tetap
bertahan lama setelah kelahiran tetapi akan menghilang menjadi bayangan
yang lebih terang. Bila pasien terdapat linea nigra atau topeng kehamilan
(kloasma) biasanya akan menghilang.
Fisiologi proses penyembuhan luka :
Pada fase I penyembuhan luka leukosit mencerna bakteri dan jaringan rusak.
Fibrin bertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah
tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Lapisan tipis dari sel
epitel bermigrasi lewat luka dan menutupi luka, pasien akan terlihat merasa
sakit pada fase I selama 3 hari setelah bedah besar.
Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Ini menekan pembuluh darah baru dan
arus darah menurun. Luka terlihat seperti merah jambu yang luas. Fase ini
berlangsung minggu kedua sampai minggu keenam. Pasien harus menjaga
agar tidak menggunakan otot yang terkena.
Pada fase IV, fase terakhir berlangsung beberapa bulan setelah bedah. Pasien
akan mengeluh gatal di seputar luka. Walaupun kolagen terus menimbun pada
waktu ini luka menciut dan menjadi tegang. Karena penciutan luka terjadi
ceruk yang berwarna/berlapis putih. Bila jaringan itu aseluler, avaskuler,
jaringan kolagen tidak akan menjadi coklat karena sinar matahari dan tidak
akan keluar keringat dan tumbuh rambut.
Adaptasi Psikologis ibu post partum dibagi menjadi beberapa fase, yaitu :
a) Fase taking in (dependent)
Terjadi pada jam pertama persalinan dan berlangsung sampai hari ke-2
persalinan. Pada setiap tahap ini ibu mengalami ketergantungan pada orang
lain termasuk dalam merawat bayinya. Lebih berfokus pada dirinya sendiri,
pasif dan memerlukan isstirahat serta makan yang adekuat.
b) Fase taking hold (dependent-independent)
Terjadi pada hari ke-3 setelah persalinan, ibu mulai berfokus pada bayi dan
perawatan dirinya. Pada fase ini merupakan tahap yang tepat untuk melakukan
penyuluhan.
c) Fase letting go (independent)
Tahap ini dimulai pada hari terakhir minggu pertama persalinan. Pada fase ini
ibu dan keluarga memulai penyesuaian terhadap kehadiran anggota keluarga
yang baru serta peran yang baru.
4. Indikasi
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar sectio caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio adalah
a. Malpersentasi janin
1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang
terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya
hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul
sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan
pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis section caesarea, antara lain :
1) Nyeri akibat luka pembedahan
2) Luka insisi pada bagian abdomen
3) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4) Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak
5) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
6) Emosi klien labil dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi
baru.
7) Terpasang kateter urinarius pada system eliminasi BAK
8) Dengan auskultasi bising usus tidak terdengar atau mungkin samar
9) Immobilisasi karena adanya pengaruh anestesi
10) Bunyi paru jelas dan vesikuler dengan RR 20x/menit
11) Karena kelahiran secara SC mungkin tidak direncanakan maka bisanya kurang
pahami prosedur
7. Komplikasi Post SC
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina
ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
8. Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
Pemeriksaan elektrolit
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya Dextrose 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 jam tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
1. Pengkajian
Identitas klien dan penanggung
Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan
Agama
Pendidikan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d agen cedera biologi : pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
ditandai dengan klien melaporkan nyeri pada luka pembedahan, klien tampak
meringis, klien tampak sering memeganng area yang sakit.
b. Risiko infeksi b/d trauma jaringan / luka kering bekas operasi
c. Risiko kekurangan volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan, perdarahan.
d. Ansietas b/d kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan
dan perawatan post operasi ditandai dengan klien tampak gelisah, klien
melaporkan pola tidur terganggu, klien melaporkan cemas akan bayinya.
e. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan ditandai dengan klien tampak lemah dan lelah, klien tidak mampu
untuk beraktivitas mandiri.
f. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan secara menyeluruh akibat tindakan anestesi
ditandai dengan klien melaporkan adanya rasa kelelahan, klien mengalami
dispnea, nadi dan tekanan darah abnormal.
g. Risiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara
merawat bayi.
Keperawatan
Hasil
Nyeri
akut Setelah
diberikan
berhubungan
dengan
asuhan
keperawatan
berkurang / terkontrol
mediator
(histamin,
prostaglandin)
nyeri):
akibat
jaringan
trauma dalam
(section caesarea)
Klien
tidak
tidak
ataupun
menangis
-
relaksasi, guided
lingkungan yang
kebisingan,
2. Menurunkan reaksi
terhadap stimulasi
dari
luar
sensivitas
cahaya
atau
pada
dan
meningkatkan
istirahat/relaksasi.
pencahayaan,
hilangkan faktor
ekspresi
pencetus atau
terhadap nyeri
distraksi,
menunjukkan
wajah
1. Mengalihkan nyeri
suhu ruangan.
tidak 3. Kurangi atau
Klien
Rasional
managemen nyeri
tingkat
Klien
merintih
prinsip
nyaman, misalnya
adanya nyeri
-
Pain Control
1. Ajarkan prinsip-
imagery.
2. Berikan
melaporkan
pembedahan
Intervensi
yang
3. Untuk mengurangi
perasaan
nyeri
Klien
tidak
ketegangan otot
RR dalam batas
normal
(16-20
x/mnt)
-
dalam
normal
kortikosteroid
atau steroid baik
maupun
sehingga
dapat
mengurangi
rasa nyeri
5.
Memfokuskan
meningkatkan
batas
nyeri klien.
kontrol
control
onset
nyeri
Klien
dapat
penyebab nyeri
Klien
dapat
mengontrol
dengan
menggunakan
teknik manajemen
nyeri
non
farmakologis
Klien
menggunakan
analgesik
nyeri
memperberat
faktor-faktor
darah
mengenali
nyerinya
kimiawi
kembali perhatian,
mendeskripsikan
mediator
(kontrol nyeri):
- Klien
dapat
dapat
pengikatan
analgetik,
topical
Analgetik
mengurangi
(120/80
mmHg)
b.
Pain
local.
Nadi dalam batas
Pain Level
normal
(60- 5. Kaji skala nyeri
100x/mnt)
Tekanan
4.
pemberian
mengalami
-
meningkatkan
sesuai
rekomendasi.
Klien melaporkan
dan
meningkatkan
6. Kaji tanda tanda
harga
6.
diri
dan
kemampuan koping
Nyeri
sebagai
pengalaman
tekanan darah.
klien.
nyeri
dengan
oleh
7.
Peningkatan
membandingkan
nadi,
dengan
tekanan
pengalaman lain.
mengindikasikan
nyeri.
RR,
nilai
dan
darah
Risiko
nyeri terkontrol.
infeksi Setelah
diberikan a. Wound care:
berhubungan
asuhan
keperawatan
dengan
jaringan
bekas
operasi mengalami
(SC)
infeksi
Control
Tidak
minimal 1 x
2.
meliputi (ada
tidaknya cairan,
5 = None)
ukuran, warna,
terjadi
bau).
5 = None)
menandakan
ada
infeksi
misalnya,
luka
terdapat
pus,
berbau,
ukuran
meluas,
warna
luka
tanda-tanda
tersebut
(Skala 5 = None)
membersihkan
menyatakan adanya
luka.
infeksi.
no deviation from
normal range)
Tekanan
darah
dalam
batas
normal
3.
(36,5o
37oC) (skala 5 =
luka
mencegah
secara teratur
transmisi
setiap melakukan
kuman
rawat luka.
ke area luka.
(120/80
no deviation from
normal range)
gejala infeksi.
luka
menjadi kemerahan
Tidak
normal
karakteristik
sekitar
Perubahan
tidaknya
hipertermia (Skala
-
bersih
invasi bakteri.
dressingnya
kemerahan (Skala
Tidak
luka
menurunkan risiko
dan diganti
karakteristik luka
ada
lingkungan
yang
1. Luka dibersihkan
sehari.
: 2. Monitor
Infection process
1.
(60-100
x/mnt) (skala 5 =
b. Infection control:
4.
Mengevaluasi
kondisi luka untuk
mengetahui tandatanda
sehingga
infeksi
dapat
no deviation from
normal range)
-
RR dalam batas
normal
(12-20
x/mnt) (skala 5 =
no deviation from
normal range)
-
memberikan
intervensi
6. Pertahankan
tepat.
kebersihan
lingkungan sekitar
5.
sehingga
normal range)
-
Klien
menyebutkan
mencuci tangan
dengan baik dan
6.
penyebab
7.
antibiotik sesuai
(temperatur).
Klien
mampu 11. Monitor hitung
granulosit, WBC,
memonitor
tes sensitivitas.
lingkungan
penyebab
mikroorganisme
dari pengunjung ke
8.
klien.
Menghindari
transmisi
dari
kuman
tangan
ke
infeksi
di
tangan.
Antibiotik
yang
demonstrated)
tepat
dapat
Klien
mengurangi
=
9.
Consistenly
mampu
memonitor tingkah
laku
penyebab
infeksi (Skala 5 =
Consistenly
demonstrated)
-
penyebab infeksi.
mengurangi
menempel
(Skala
bakteri
transmisi
demonstrated)
perawat.
Lingkungan bersih
invasi
indikasi.
infeksi ( Skala 5 = 10. Cek tanda-tanda
Consistenly
kepada
mengurangi risiko
9. Kolaborasi
pemberian
factor-faktor
resiko
segera
benar.
mampu
dapat
melaporkan dengan
dapat
tanda-tanda infeksi
deviation
Klien
mengidentifikasi
klien.
7. Batasi
pengunjung.
k/ul) (skala 5 = no
yang
Tidak
terjadi
replikasi bakteri.
10. Peningkatan suhu
tubuh
klien
menandakan
terjadinya infeksi
11. Dapat
sebagai
indikator
ada
paparan
saat
tidaknya
infeksi
tindakan
dan
keperawatan
sensitivitas
(Skala
menentukan
pada
obat tertentu.
Consistenly
Risiko
demonstrated)
Setelah
diberikan 1.
Pertahankan
kekurangan
asuhan
catatan
keperawatan
1. Mengidentifikasi
intake
akurat
volume
berlebihan,
cairan
seimbang 2.
perdarahan
hidrasi
Fluid balance
- Tekanan
darah
Monitor
status
kelembaban
terganggu)
adekuat, tekanan
jika diperlukan
terganggu)
jam
3.
24
(5=tidak
sesuai
dengan
retensi
cairan
terganggu)
(BUN
(5=tidak
urin,
terganggu)
total protein )
kulit 4.
albumin,
Monitor
(5=tidak
terganggu)
3. Deteksi
terhadap
syok
akibat
kekurangan
cairan
4. Mengidentifikasi
keadaan
umum
kemajuan
atau penyimpangan
hasil
diharapkan.
5. Mengganti
mukosa
yang
cairan
(5=tidak
pembuluh darah.
6. Mengidentifikasi
terganggu)
(5=tidak
cairan
dari
- Kelembaban
- Serum
kekurangan
penyimpangan
vital
membran
Hct , osmolalitas
- Turgor
nadi
darah ortostatik ),
(5=tidak
intake-output
secara
membran
mukosa,
- Keseimbangan
pasien
dari
(5=tidak
- Nadi
keseimbangan cairan
elektrolit
5.
Kolaborasi
keseimbangan cairan
terganggu)
- Hematokrit
(5=tidak
6.
pemberian cairan
pasien
IV
Monitor
intake
terganggu)
setiap 8 jam
diberikan Anxiety Reduction
Ansietas
Setelah
berhubungan
asuhan
dengan
selama x 6 jam
psikologis
kurangnya
diharapkan
ansietas
terhadap kejadian
berkurang
dan ketersediaan
keperawatan
1. Kaji
respon
sistem
pembedahan,
Anciety Control
pendukung
penyembuhan,
- Klien
perawatan
post operasi
1.
Keberadaan sistem
pendukung
klien
(misalnya
pasangan)
dapat
memberikan
prosedur
dan
secara
mampu
mengidentifikasi
dukungan
secara
psikologis
dan
membantu
klien
dalam
dan
mengungkapkan
mengungkapkan
gejala cemas
2.
- Mengidentifikasi,
2. Tetap
bersama
mengungkapkan
klien,
bersikap
dan
tenang
menunjukkan
tehnik
untuk
mengontol cemas
perawat
menunjukkan
rasa empati
batas normal
ekspresi
dukungan
dan
perhatian
pada
klien
sehingga
klien
merasa
nyaman
tubuh,
ansietas
3.
aktivitas
menunjukkan
dan
mengurangi
wajah,
dapat
memberikan
dan
masalahnya
Keberadaan
3. Observasi respon
berkurangnya
nonverbal
kecemasan
klien
yang
dirasakannya
Ansietas seringkali
tidak
dilaporkan
secara
verbal
(misalnya:
namun
tampak
gelisah)
berkaitan dengan
klien
ansietas
nonverbal
yang
secara
dirasakan
4.
4.
Dukung
Mendukung
mekanisme koping
dan
dasar,
arahkan kembali
meningkatkan rasa
mekanisme
koping
sehingga
menurunkan
5.
ansietas
Kurangnya
informasi
5.
Berikan
misinterpretasi
informasi
benar
yang
klien
mengenai
terhadap
informasi
prosedur
yang
dimiliki
pembedahan,
sebelumnya
penyembuhan,
dan
dan
dapat
mempengaruhi
perawatan
post operasi
6.
ansietas
yang
dirasakan
Klien
dapat
mengalami
6.
Diskusikan
penyimpangan
pengalaman
memori
harapan
kelahiran
dari
melahirkan.
anak
Masa
proses
persalinan SC akan
meningkatkan
7.
ansietas.
Identifikasi
keefektifan
7.
Evaluasi
perubahan
intervensi
telah diberikan
yang
b/d asuhan
kelemahan
akibat
diberikan -
ansietas
yang
dialami
klien
secara verbal
Mobilisasi :
dalam melakukan
tindakan diharapkan
tidak
aktivitas untuk
dan terjadi
defisit
perawatan diri
anestesi
pembedahan
2. Monitor
Mobilisasi
ketidakmampuan
Pergerakan otot ( 5
klien saat
= not compromised
melakukan
)
Bergerak lebih
perawatan diri
mempermudah
diberikan
2. Untuk mengetahui
sejauh mana
aktivitas perawatan
diri yang bisa dan
tidak bisa dilakukan
memudahkan
compromised )
Perubahan
memberi intervensi
selanjutnya
3. Mengetahui
penampilan ( 5 =
not compromised )
aktivitas
klien sehingga
mudah ( 5 = not
-
dalam melakukan
- Mobilisasi:
1. Kesiapan klien
3. Memantau
aktivitas
perawatan diri
klien
4. Bantu klien dalam
perawatan diri
mandi dan
berpakaian
perkembangan
perawatan diri klien
4. Membantu
membersihkan tubuh
klien walau klien
dalam keadaan
lumpuh
5. Membantu
memandirikan kien
5. Berikan
kesempatan klien
berpartisipasi
dalam perawatan
diri
6. Berikan feedback
sejauh kemampuan
yang dimiliki
6. Membantu
meningkatkan
keinginan klien utuk
positif terhadap
perubahan klien
dalam perawatan
7. Menjelaskan pada
anggota keluarga
prosedur yang
akan dilakukan
aktivitas
b/d asuhan
meyakinkan klien
dalam prosedur
tindakan
rasional dari
Setelah
kebersihan diri
7. Pihak keluarga dapat
membantu
diri
Intoleransi
tetap menjaga
keperawatan yang
dilakukan
1. Untuk
mengetahui
keperawatan
kemampuan klien
seberapa
besar
untuk beraktivitas
keterbatasan
klien
menyeluruh
akibat
anestesi
diharapkan intoleransi
pengaruh
aktivitas terhadap
Klien
tampak
mampu
kondisi
beraktivitas sendiri
umum
memenuhi
lemah
kebutuhan
dilakukan klien
3. Membantu
klien
memenuhi aktivitas
yang
tidak
bisa
dilakukan sendiri
4. Aktivitas
yang
sehari-
hari
sesuai
dengan
kemampuan
tubuh
aktivitas
dalam beraktivitas.
2. Mengetahui batasan
lebih
mudah
dilakukan
sesuai
dengan
dapat
oleh
klien.
5. Mengetahui
kemampuan/
kebutuhan
kondisi klien
5. Evaluasi
dapat
dan
tidak
perkembangan
kemampuan klien
sendiri.
melakukan
aktivitas
dilakukan 1. Beri kesempatan 1. Meningkatkan
ibu
b/d
melakukan
pengetahuan
tentang
diharapkan
cara terjadi
merawat bayi.
tidak
untuk
kemandirian
dalam
perawatan
bayi
ibu
perawatan
bayi.
Gangguan
secara mandiri.
2. Keterlibatan
2. Libatkan
suami
proses
parenting,
bapak/suami dalam
dalam perawatan
dengan kriteria hasil:
perawatan bayi akan
bayi.
- Ibu dapat merawat
membantu
bayi secara mandiri
meningkatkan
(memandikan,
keterikatan batih ibu
menyusui).
dengan bayi.
3. Memberikan KIE
- Keluarga
ikut
3. Perawatan payudara
kebersihan
diri,
berperan
aktif
secara teratur akan
cara
menyusui
dalam perawatan
mempertahankan
yang benar dan
ibu dan bayi
produksi ASI secara
perawatan
- Ibu
mampu
kontinyu sehingga
payudara,
melakukan
dan
kebutuhan bayi akan
perubahansadar
akan
ASI tercukupi.
perubahan
yang
pentingnya
terjadi pada masa
perwatan
dan
nifas, pemberian
kebersihan diri
4. Meningkatkan
informasi tentang
produksi ASI.
senam nifas.
4. Motivasi ibu untuk
meningkatkan
intake cairan dan
diet TKTP.
5. Lakukan
gabung
rawat
sesegera
pada
5. Meningkatkan
hubungan ibu dan
bayi sedini mungkin.
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
5. Evaluasi
No
1
Diagnosa
Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah
Evaluasi
diberikan
asuhan
nyeri
klien
kriteria hasil :
a. Pain level (level nyeri):
-
Klien
tidak
melaporkan
adanya nyeri
-
Klien
tidak
menunjukkan
Klien
tidak
tampak
berkeringat dingin
-
Klien
tidak
mengalami
ketegangan otot
-
100x/mnt)
Tekanan darah dalam batas
nyeri
Klien dapat mendeskripsikan
dengan
menggunakan
teknik
manajemen
nyeri
non
farmakologis
Klien menggunakan analgesik
sesuai rekomendasi.
Klien
melaporkan
terkontrol.
Risiko infeksi berhubungan dengan Setelah
diberikan
nyeri
asuhan
Tidak
terjadi
hipertermia
(Skala 5 = None)
-
Tidak
ada
pembengkakan
(Skala 5 = None)
-
(120/80
mmHg)
Skala
Consistenly demonstrated)
-
Klien
mampu
memonitor
Consistenly
demonstrated)
-
Klien
mampu
memonitor
Consistenly
demonstrated)
-
Consistenly
demonstrated)
Risiko kekurangan volume cairan b/d Setelah
diberikan
pengeluaran
perdarahan
yang
asuhan
volume
cairan
darah
(5=tidak
terganggu)
- Nadi (5=tidak terganggu)
- Keseimbangan
intake-output
kulit
(5=tidak
terganggu)
- Kelembaban
membran
- Serum
elektrolit
(5=tidak
terganggu)
- Hematokrit
4
Ansietas
kurangnya
berhubungan
informasi
prosedur
(5=tidak
terganggu)
dengan Setelah
diberikan
asuhan
pembedahan, diharapkan
ansietas
klien
Anciety Control
- Klien
mampu
mengidentifikasi
dan
dan
tehnik
untuk
mengontol cemas
- Vital sign dalam batas normal
- Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa
aktivitas
tubuh
dan
tingkat
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
5
fisik
akibat
diberikan
asuhan
compromised )
Bergerak lebih mudah ( 5 =
not compromised )
Perubahan penampilan ( 5 =
not compromised )
diberikan
asuhan
Klien
tampak
mampu
beraktivitas sendiri
7
diharapkan
Gangguan
tidak
proses
terjadi
parenting,
(memandikan,
menyusui).
- Keluarga ikut berperan aktif
dalam perawatan ibu dan bayi
- Ibu mampu melakukan dan
sadar
akan
pentingnya
DAFTAR PUSTAKA