Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Pada dasarnya katarak dapat terjadi karena proses
kongenital atau karena proses degeneratif. Proses degeneratif pada lensa disebut
juga sebagai katarak senelis yang dibagi menjadi emapt stadium, yaitu insipien,
imatur, matur dan hipermatur.1
Katarak merupakan penyebab utama gangguan pengelihatan di seluruh
dunia. Sekitar 40% dari 42 juta orang buta didunia berhubungan dengan katarak
dengan rincian 13 juta orang di negara berkembang. Katarak di wilayah tersebut
bertanggung jawab atas terjadinya 80% kebutaan total di India, 72% di Nepal,
72% di Pakistan dan 26% di Cina. Di Pakistan dan di India, insiden katarak lebih
tinggi dan onset usia katarak yaitu 20 tahun lebih cepat daripada onset usia
katarak di Eropa.2
Sebagian katarak disebabkan karena proses penuaan pada lensa.
Transparansi lensa dipertahankan oleh banyak faktor yang bertanggungjawab atas
homogenitas optikalnya termasuk struktur mikroskopik dan konstituen kimia.
Melalui proses penuaan, terjadi akumulasi perlahan pigmen kuning kecokelatan di
dalam lensa dengan penurunan transmisi sinar. Perubahan struktural juga terjadi
pada serat-serat lensa yang menyebabkan rusaknya arsitektur reguler dan susunan
serat lensa. Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan pembentukan katarak
bervariasi berdasarkan perbedaan sosioekonomik dan geografis.3
Katarak senilis yang terjadi pada usia si atas 50 tahun terutama pada
stadium hipermatur dapat menyebabkan komplikasi glaukoma fakolitik. Pada
stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair
sehingga nukleus tenggelam di dalam korteks lensa. Degenerasi kapsul lensa juga
dapat terjadi sehingga bahan lensa ataupun korteks lensa yang cair keruh juga dan
masuk ke dalam bilik mata depan. Dan jika bahan lensa ini menutup jalan keluar

aquous humor maka akan dapat menyebabkan tekanan intraokular meningkat


yang dapat berakibat menjadi glaukoma.3

BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI
Nama

: Tn. UJ

Usia

: 68 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Punjung Jaya

Pekerjaan

: Pedagang

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Mata tidak bias melihat lagi sejak 1 bulan yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sekitar 8 bulan yang lalu, penderita mengeluh penglihatan kedua mata
buram secara perlahan. Mata merah tidak ada, pandangan silau ada,
pandangan berkabut ada. Penderita melihat lebih terang pada malam atau
pagi hari dan lebih nyaman melihat pada jarak dekat dari pada jauh. Penderita
mengeluh penglihatannya menjadi kurang tajam, nyeri bola mata tidak ada,
pandangan seperti melihat pelangi tidak ada, pandangan seperti melihat
terowongan tidak ada, nyeri kepala tidak ada, mual dan muntah tidak ada.
Penderita berobat ke puskesmas namun keluhan tidak berkurang.

Satu bulan yang lalu, penderita mengeluh tidak bisa melihat sehingga
aktivitas sehari-hari nya sangat terbatas dan tergantung pada orang lain.
Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat hipertensi ada, tidak minum obat teratur


Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat pemakaian kacamata disangkal

Riwayat Kebiasaan
-

Riwayat merokok ada sejak 10 tahun lalu

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
- Sensorium
: Kompos mentis
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Nadi
: 72 x/menit
- RR
: 20 x/menit
- Tekanan Darah : 170/100 mmHg
- Suhu
: tidak diperiksa
Status oftalmologikus
Pemeriksaan

Okuli Dekstra

Okuli Sinistra

Visus

1/60, psb

6/9, psb

Tekanan Intraokuler

18,5 mmHg

18,5 mmHg

Kedudukan Bola Mata

Ortoforia

Gerakan Bola Mata

Palpebra

Tenang

Tenang

Konjungtiva

Tenang

Tenang

Kornea

Jernih

Jernih

Bilik Mata Depan

Sedang

Sedang

Iris

Gambaran baik

Gambaran baik

Pupil

Bulat, sentral, d = 3 mm, RC

Bulat, sentral, d = 3 mm, RC

Lensa

(+)
Keruh, shadow test (-)

(+)
Keruh, shadow test (-)

Segmen Posterior

Okuli Dekstra

Okuli Sinistra

Papil

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Makula

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Retina

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

E. DIAGNOSIS KERJA
Katarak senilis matur okuli dekstra sinistra.

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Katarak
2. Kelainan refraksi
3. Glaukoma kronis
4. Retinopati
G. TATALAKSANA

Informed consent pasien dan keluarga :

1. Menjelaskan mengenai penyakit pasien


2. Menjelaskan faktor risiko katarak senilis yang terdapat pada pasien
3. Menjelaskan rencana penatalaksanaan yang akan dilakukan
Konsul bagian Penyakit Dalam

Pro ECCE + IOL ODS

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB III
6

TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Lensa Mata
3.1.1

Embriologi Lensa
Perkembangan mata mulai tampak pada mudigah 22 hari sebagai

sepasang lekukan dangkal pada sisi kanan dan kiri otak depan. Dengan
menutupnya tabung syaraf, lekukan-lekukan ini membentuk kantong
keluar pada otak depan, yaitu gelembung mata. Gelembung ini selanjutnya
menempel pada ektoderm permukaan dan menginduksi perubahan
ektoderm yang diperlukan untuk pembentukan lensa.
Sel-sel ektoderm permukaan yang semula menempel pada
gelembung mata mulai memanjang dan membentuk plaktoda lensa.
Plaktoda ini selanjutnya melakukan invaginasi dan berkembang menjadi
gelembung lensa. Segera setelah pembentukan gelembung lensa, sel- sel
dinding posterior mulai memanjang ke arah depan dan membentuk
serabut-serabut panjang yang berangsur-angsur mengisi lumen gelembung
lensa tersebut. Menjelang akhir minggu ke-7, serabut-serabut lensa primer
ini mencapai dinding depan gelembung lensa. Akan tetapi, pertumbuhan
lensa tidak berakhir pada tingkat ini saja, karena serabut-serabut lensa
yang baru (sekunder) terus ditambahkan kepada inti sentral tersebut. 5
3.1.2

Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa adalah struktur bikonveks yang transparan, yang dibungkus

oleh kapsula transparan. Lensa terletak dibelakang iris dan di depan


korpus vitreuum, serta dikelilingi oleh processus siliaris. Lensa terdiri atas
(1) capsula elastis, yang membungkus struktur; (2) epithelium kuboideum,
yang terbatas pada permukaan anterior lensa; dan (3) fibrae lentis, yang

dibentuk oleh epithelium cuboideum pada equator lentis. Fibrae lentis


menyusun bagian terbesar lensa. 6
Capsula lentis yang elastik terdapat dalam keadaan tegang,
menyebabkan lensa berada tetap dalam bentuk bulat dan bukan dalam
bentuk discus. Region equator lensa dilekatkan pada processus ciliaris oleh
ligamentum

suspensorium.

Tarikan

dari

serabut-serabut

ligament

suspensorium yang tersusun radial cenderung memipihkan lensa yang


elastik ini, sehingga mata dapat difokuskan pada objek-objek yang jauh. 6
Untuk mengakomodasikan mata pada objek yang dekat, m. ciliaris
berkontraksi dan menarik korpus siliaris kedepan dan dalam, sehingga
serabut-serabut radial ligamentum suspensorium menjadi relaksasi.
Keadaan ini memungkinkan lensa yang elastis menjadi lebih bulat. 6
Kerjasama antara korpus ciliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. 7 Dengan
bertambahnya usia, lensa menjadi lebih padat dan kurang elastis, dan
sebagai akibatnya kemampuan berakomodasi berkurang (presbiopia).
Kelemahan ini dapat diatasi dengan memakai lensa tambahan berupa
kacamata untuk membantu mata melihat benda-benda yang dekat. 6

3.2.

Katarak
3.2.1. Definisi
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan
Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut
bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan air) lensa, denaturasi protein atau
kedua-duanya. 1
3.2.2. Klasifikasi
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam :
1. Katarak kongenital

Katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir


dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. 1 Banyak katarak kongenital
yang tidak diketahui penyebabnya walupun mungkin terdapat
faktor genetik

dan dianggap sering ditemukan pada bayi yang

lahir dari ibu-ibu yang menderita rubella, DM, toksoplasmosis,


hipoparatiroidisme, galaktosemia. Selain itu, katarak kongenital
juga bisa menyertai kelainan kongenital lainnya pada mata seperti
mikroftalmus, arinidia, koloboma, keratokonus, ektopia lentis,
megalokornea, heterokromia iris 8 dan sering ditemukan pada bayi
prematur dan gangguan system syaraf seperti retardasi mental.

Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan


pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubella, pada
trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan, termasuk
riwayat kejang, tetani, ikterus atau hepatosplenomegali. 1
2. Katarak juvenile
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3
bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan kelanjutan dari
katarak kongenital. 1
3. Katarak senilis
Semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia diatas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti. 1 sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai
akibat pajanan kumulatif terhadap pengaruh lingkungan dan
pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi, UV, dan peningkatan
kadar

gula

darah.10

Penelitian-penelitian

cross

sectional

mengidentifikasikana adanya katarak pada sekitar 10% orang


Amerika Serikat dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50%
untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai
sekitar 70% untuk mereka yang berusia lebih dari 75 tahun.
Sebagian besar kasus bersifat bilateral. Walaupun kecepatan
perkembangannya pada masing-masing mata jarang sama. 7
Berdasarkan penyebabnya, katarak dapat diklasifikasikan dalam:
9

1. Katarak traumatik
Katarak traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai
akibat cedera pada mata yang dapat merupakan trauma perforasi
ataupun tumpul yang terlihat sesudah beberapa hari ataupun
beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut,
atau pun gejala sisa dari trauma mata. 9
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap
tahunnya. Kurang lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang
membutuhkan perawatan komperhensif merupakan keadaan sekunder
akibat trauma mata. Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk buta
monokular pada orang kelompok usia di bawah 45 tahun. Setiap
tahunnya diperkirakan 50.000 orang tidak dapat membaca koran
sebagai akibat trauma mata. Dilihat dari jenis kelamin perbandingan
tejadian katarak traumatik laki-laki dan perempuan adalah 4 : 1.
National Eye Trauma System Study melaporkan rata-rata usia
penderita katarak traumatik adalah 28 tahun dari 648 kasus yang
berhubungan dengan trauma mata. 9

2. Katarak komplikata
Katarak yang terbentuk sebagai efek langsung penyakit
intraokuler pada fisologi lensa (mis, uveitis rekuren yang parah).
Katarak biasanya berawal di daerah subkapsular posterior dan
akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit
intraokuler yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak
dalah uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa,
dan pelepasan retina. Katarak ini biasanya unilateral dan prognosis
visualnya tidak sebaik katarak senilis biasa. 7
3. Katarak akibat diabetes melitus
Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam tiga
bentuk :
3.1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis, dan hiperglikemi
nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat
kapsul lensa berkerut
3.2. Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol

10

3.3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran


secara histologis dan biokimia sama dengan katarak pasien
nondiabetik 1
4. Katarak toksik
Katarak akibat penggunaan obat yang mempunyai potensi
kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiazin, kemoterapi,
diuretic, obat penenang, obat rematik, dan lain-lain. Katarak toksik
jarang terjadi namun pada tahun 1930-an banyak terjadi akibat
penelanan dinitrofenol, suatu obat yang dipakai untuk menekan
nafsu makan. Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu yang
lama, baik secara sistemik maupun dalam bentuk tetes, dapat
menyebabakan kekeruhan lensa. Diduga bahwa ekotiofat iodide,
suatu miotika kuat yang digunakan dalam terapi glaukoma dapat
menyebabkan katarak. 7
3.2.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi katarak masih tidak jelas dan dihubungkan dengan banyak
faktor. Penyebab katarak yang utama adalah proses alamiah dengan
bertambah lanjutnya usia, menimbulkan perubahan-perubahan pada mata.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya katarak adalah penyakit
diabetes mellitus, pemakaian steroid yang lama, kelainan bawaan
metabolisme, pajanan kronis terhadap sinar ultraviolet (sinar matahari).
Factor risiko lain adalah riwayat katarak pada keluarga, myopia, alcohol,
gizi,

merokok,

derajat

sosial

ekonomi,

sattus

pendidikan

dan

multivitamin.4
3.2.4. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien sering mengeluh :
1.1. penurunan tajam penglihatan tanpa rasa nyeri
1.2. rasa silau 10
2. Pemeriksaan Fisik
2.1. tajam penglihatan dengan menggunakan snellen chart

11

2.2. slit lamp : memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan


identifikasi lokasi opasitas dengan tepat (nuclear, korteks, atau
subkapsular)
3. Pemeriksaan Penunjang
Jarang diperlukan kecuali bila terdapat dengan penyakit sistemik
yang harus diekslusi atau katarak telah terjadi sejak usia muda. 10

3.2.5. Penatalaksanaan
Pembedahan dan Lensa Intraokuler
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat
progresivitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap
dengan pembedahan.

10

Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan

sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan seharihari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan
uveitis. 1
1. Tehnik operasi pada pasien katarak dapat dibagi menjadi tiga jenis
yaitu :
1.1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
Pembedahan ini dilakukan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn yang telah rapuh
atau berdegenerasi dan mudah putus. ICCE dikontraindikasikan pada
pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen
hialoidea kapsular dan penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan
ini adalah astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan. 1
1.2.

Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan

pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa


anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui
robekan tersebut. 1
Pada beberapa tahun silam, operasi ekstrakapsular telah
menggantikan prosedur intrakapsular sebagai jenis bedah yang paling
sering. Alasan utamanya adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh,
ahli bedah dapat memasuki lensa intraokuler ke dalam kamera
12

posterior. Selain itu, insiden komplikasi pasca-operatif, seperti ablasio


retina dan edema macula sistoid lebih kecil kalau kapsul posteriornya
utuh. 7
1.3. Phacoemulsification (dengan irigasi atau aspirasi atau keduanya)
Tehnik kapsular yang menggunakan getaran-getaran ultrasonik
untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi limbus yang
kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan luka pascaoperasi. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. 7
2. Lensa Intraokuler
Lebih dari 90% dari semua operasi katarak di Amerika Serikat atau
lebih dari satu juta per tahun diikuti dengan implantasi lensa inttraokuler.
Kemajuan ini selain akibat membaiknya tehnik bedah dan implan lensa
yang semakin baik, juga akibat kerugian yang ditimbulkan oleh kacamata
afakia, antara lain pembesaran bayangan, aberasi sferik, lapangan pandang
terbatas, dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila
mata lainnya fakik. 7
Sekitar 90% implan

berada di kamera posterior dan 10% di

kamera anterior. Lensa kamera posterior umumnya digunakan pada


prosedur ekstrakapsular dan kombinasi ini lebih disukai daripada lensa
kamera anterior karena insidensi komplikasi yang menggangu pandangan
lebih kecil, seperti hyphema, glaukoma sekunder, edema macula, blok
pupil. Insiden kerusakan endotel kornea dan keratopati bulosa pseudofakik
pada pasien dengan lensa kamera posterior juga lebih kecil. 7
Kontaraindikasi untuk implan lensa intraokuler antara lain uveitis
berulang, retinopati diabetik proliferatif, rubeosis iridis, dan glaukoma
neovaskuler. Selain itu, usia juga di anggap meruapakan kontraindikasi
relatif tetapi semakin muda saja pasien yang menerima lensa intraokuler
setiap tahunnya.7

3.2.6. Komplikasi Pembedahan Katarak


1. Hilangnya vitreous
13

Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka


gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang merupakan risiko
terjadinya glaukoma atau traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan
pengangkatan dengan satu instrumen yang mengaspirasi dan mengeksisi
gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokuler sesegera mungkin tidak
bisa dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps Iris
Iris dapat mengalami protusi melalui insisi bedah pada periode
pasca-operasi dini. Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi
insisi dan pupil mengalami distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan
segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis
Komplikasi infeksif ekstraksi katarak yang serius namun jarang
terjadi (kurang dari 0,3%). Pasien datang dengan :
i. mata merah yang terasa nyeri
ii. penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa hari
setelah pembedahan
iii. pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
Pasien membutuhkan penilaian mata segera, pengambilan sampel akuous
dan vitreous untuk analisis mikrobiologi dan terapi antibiotic intravitreal,
topikal dan sistemik.
4. Astigmat pasca-operasi
Mungkin diperlukan

pengangkatan

jahitan

kornea

untuk

mengurangi astigmat kornea. Ini dilakukan sebelum pengukuran kacamata


baru namun setelah luka insisi sembuh dan tetes mata steroid dihentikan.
5. Edema macular sistoid
Macula menjadi edema setelah pembedahan terutama bila disertai
hilangnya vitreus. Dapat sembuh seiring waktu namun dapat menyebabkan
penurunan tajam penglihatan yang berat.
6. Ablasio retina

14

Tehniktehnik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan


dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini
bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
7. Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang
pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu
bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur dan
mungkin didapatkan rasa silau. Penelitian yang ditujukan untuk
mengurangi komplikasi ini menunjukkan bahwa bahan yang digunakan
untuk membuat lensa, bentuk tepi lensa , dan tumpang tindih lensa
intraocular dengan sebagian kecil cincin kapsul anterior penting dalam
mencegah opasifikasi kapsul posterior.
8. Jika jahitan nilon tidak diangkat setelah pembedahan maka jahitan
dapat lepas dalam beberapa bulan atau tahun setelah pembedahan dan
mengakibatkan iritasi atau infeksi. Gejala hilang dengan pengangkatan
jahitan. 10

3.2.7. Pencegahan
Sebagai upaya untuk memperlambat peningkatan prevalensi
katarak khususnya pada usia produktif, perlu tindakan pencegahan yang
sesuai dengan faktor risiko katarak yang ada di Indonesia. 4

BAB IV
15

ANALISIS KASUS

Adanya penglihatan kedua mata yang buram secara perlahan tanpa mata
merah yang dirasakan sejak 8 bulan yang lalu. Pandangan silau ada, pandangan
berkabut ada. Penderita melihat lebih terang pada malam atau pagi hari dan lebih
nyaman melihat pada jarak dekat dari pada jauh. Sejak 1 bulan yang lalu,
penderita mengeluh tidak bisa melihat sama pada kedua matanya sehingga semua
aktivitas sehari-hari nya menjadi sangat terbatas.
Dari keluhan penderita maka ada beberapa kemungkinan diagnosis yaitu
katarak, kelainan refraksi, glaukoma kronis, retinopati. Namun penderita
menyangkal adanya nyeri bola mata, pandangan seperti melihat pelangi,
pandangan seperti melihat terowongan, nyeri kepala, mual dan muntah serta
riwayat pemakaian kacamata sebelumnya sehingga glaukoma kronis dan kelainan
refraksi dapat disingkirkan. Sedangkan retinopati belum bisa disingkirkan karena
segmen posterior okuli desktra sinistra belum bisa dinilai. Penurunan visus secara
perlahan pada usia lanjut, dimana pandangan seperti berkabut dan silau pada siang
hari merupakan gejala katarak senilis yang diakibat kan kekeruhan pada lensa.
Dari hasil pemeriksaan oftalmologi ditemukan penurunan visus pada
kedua mata (OD=1/60 psb; OS=6/9 psb) dan tidak mengalami perbaikan saat
dilakukan pinhole sehingga kelainan refraksi dapat disingkirkan. Ditemukan
kekeruhan lensa dengan shadow test (-) pada okuli dekstra sinistra menandakan
bahwa katarak senilis pada penderita sudah mencapai stadium matur. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pasien
tersebut mengalami katarak senilis stadium matur okuli dekstra sinistra.
Untuk tatalaksana pada pasien ini, disarankan untuk dilakukan
pembedahan (Extra Capsular Cataract Extraction) ECCE+ IOL pada okuli dextra.
Terapi bedah dilakukan karena tajam penglihatan sudah mengganggu pekerjaan
sehari-hari atau bila katarak senilis sudah matur seperti pada pasien ini.
Prognosis ad vitam bonam, karena katarak tidak mengancam jiwa.
Prognosis ad fungtionam adalah dubia ad bonam karena setelah tindakan
16

pembedahan dapat mengobati katarak dengan angka keberhasilan mencapai 95 %.


Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menghilangkan, mengurangi
atau memperlambat perkembangan katarak senilis.

DAFTAR PUSTAKA
17

1.

Ilyas, Sidarta. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI,

2.

Jakarta, Indonesia, hal. 200-211.


Widya,
Jessie.
2010.

3.

(http://www.scribd.com/doc/36492804/katarak)
Tana, Lusianawaty, dkk. 2007. Peranan Pekerjaan terhadap Kejadian

Katarak.

Diakses

dari

Katarak pada Masyarakat Indonesia. Dalam : Siti Rachma (executive


editor). Buletin Penelitian Kesehatan (halaman 77-83). Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI,
4.

Jakarta, Indonesia.
Tana, Lusianawaty, dkk. 2007.Katarak pada Petani dan Keluarganya
di

Kecamatan

Teluk

Jambe

Barat.

Media

Penelitian

dan

Pengembangan Kesehatan (halaman 43-50). Departemen Kesehatan


5.

RI, Jakarta, Indonesia.


Sadler, T.W. 2000. Langmans Medical Embryology (edisi ke tujuh).
Terjemahan oleh : Joko Suyono, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

6.

Jakarta, Indonesia, hal. 358 dan 361.


Snell, Richard S. 2006. Clinical anatomy for Medical Student (edisi
ke dua). Terjemahan oleh : Liliana Suguharto, Penerbit Buku

7.

Kedokteran EGC, Jakarta , Indonesia, hal. 782.


Vaughan DG, Ashbury T, Riordan Eva P. 2000. General
Opthalmology (edisi 14). Terjemahan oleh : Jan Tambajong dan

8.

Brahm U, Widya Medika, Jakarta, Indonesia, hal. 175-183.


Wijaya, Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Teguh Abadi, Jakarta,

9.

Indonesia, hal. 192-193.


Ezeddin, Harri Prawira. 2010. Katarak Traumatik. Diakses dari
(http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2010/03/doctors-

10.

files_katarak-traumatik.pdf)
James, Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. 2006. Lecture Notes on
Opthalmology (edisi kesembilan). Terjemahan oleh : Asri Dwi
Rachmawati, Penerbit Erlangga, Jakarta, Indonesia, hal. 76.

18

19

Anda mungkin juga menyukai