Oleh :
Kelompok 4
Golongan I
Ni Nengah Sri Wahyuni
(0908505018)
(0908505019)
(0908505020)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2011
yang
telah
terpisah,
besar
serapannya
dapat
diukur
dengan
sedikit larut dalam eter dan kloroform; serta tidak larut dalam
atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit. Kelarutannya larut dalam
70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%)P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40
bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali
hidroksida (Depkes RI, 1979). Paracetamol memenuhi uji Identifikasi secara
Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan 1 mg per ml dalam methanol P dan
fase gerak diklorometana P- methanol (4:1) (Depkes RI, 1995).
B. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber
pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatrografi planar , selain kromatograi
kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase
diamnnya diisikan atau dikemas didalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase
diammnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, Pelat aluminium, atau pelat plastik (Gandjar dan
Rohman, 2007)
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu metode pemisahan campuran
analit dengan mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga.
Dalam KLT, fase gerak ini berupa cairan. Pemisahan akan terjadi jika salah satu
komponen dari campuran diadsorpsi lebih kuat dari komponen yang lainnya. Karena
adsorpsi merupakan fenomena permukaan, maka derajat pemisahan dipengaruhi oleh
luas permukaan yang ada atau secara tidak langsung dipengaruhi oleh ukuran partikel
fase diam (adsorben) Walaupun demikian koefisien distribusi/partisi senyawa antara
kedua fase dalam sistem merupakan faktor kunci setiap bentuk kromatogram
(Widjaja dkk., 2008).
penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual
terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15l. Penotolan sampel yang
tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke puncak ganda. Pelebaran
bercak dapat mengganggu proses scanning dengan spektrodensitometri karena
memungkinkan terjadinya himpitan puncak (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).
Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling
sedikit 0,5 l. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 l
maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar
totolan. Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan
sampel tersebut ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi
dengan uap fase gerak. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana
dilapisi dengan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung kertas saring,
maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Selama proses elusi, bejana
kromatografi harus ditutup rapat, misalkan dengan lembar aluminium dan
sebagainya. Kemudian tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotoli
sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak
dalam bejana harus di bawah lempeng yang telah berisi totolan sampel. Setelah plat
KLT dicelupkan ke dalam bejana, kemudian dilakukan pengembangan . Ada
beberapa teknik untuk melakukan pengembangan dalam KLT yaitu pengembangan
menaik (ascending), pengembangan menurun (descending), melingkar, dan
mendatar. Meskipun demikian, cara pengembangan menaik merupakan cara yang
paling populer dibandingkan dengan cara yang lain (Gandjar dan Rohman, 2007).
Setelah proses pengembangan mencapai batas akhir lintasan, plat KLT lalu
dikeringkan pada temperatur yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan.
Tujuan dari aktivasi tersebut adalah untuk menguapkan metanol dan amonia yang
digunakan sebagai larutan pengelusi agar tidak mengganggu analisis saat discanning dengan spektrofotodensitometri (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).
1. Fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif
2. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak
antara 0,2 sampai 0,8 untuk memaksimalkan pemisahan
3. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar
seperti dietil eter kedalam pelarut non polar seperti metil benzen akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan
4. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut
sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia
masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam
(Gandjar
dan
Rohman,
2007).
Paracetamol merupakan senyawa yang bersifat basa sehingga sebelum
penotolan diperlukan aktivasi fase diam silika dengan cara plat KLT disemprot
dengan larutan KOH dalam methanol. Perlakuan ini bertujuan untuk memperoleh
kromatogram senyawa dalam bentuk basa bebasnya daripada dalam bentuk
garamnya. Garam-garam amina akan bergerak sangat lambat dalam fase gerak
pelarut organik karena senyawa-senyawa basa cenderung berinteraksi secara kuat
dengan gugus silanol yang ada di fase diam sehingga jika ada KOH dalam fase diam
akan menekan interaksi ini. Fase gerak yang digunakan untuk jenis ini biasanya
mengandung komponen yang bersifat basa (Gandjar dan Rohman, 2007). Aktivasi
plat KLT bertujuan untuk menghilangkan pengotor dan air yang masih terdapat
dalam plat KLT (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992).
Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama,
bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan
teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan
kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang
lain, misalkan dengan metode spektrofotometri. Pada cara pertama tidak terjadi
kesalahan yang disebabkan oleh pemindahan bercak atau kesalahan ekstraksi,
sementara pada cara kedua sangat mungkin terjadi kesalahan pengambilan atau
karena ekstraksi (Gandjar dan Rohman, 2007).
C. Spektrodensitometri
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT
biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in
situ). Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi. Kebanyakan
densitometer mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk memilih panjang
gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda
foton, dan recorder. (Gandjar dan Rohman, 2007).
Semua densitometer pemayar mempunyai rancang bangun tertentu, yang
meliputi sumber cahaya, perangkat pemilih panjang gelombang, sistem pengumpul
dan pemusat cahaya, serta detektor. Selain itu diperlukan mekanisme gerak lempeng
di bawah cahaya terpusat untuk memayar lempeng. Dalam hal ini pemilihan
panjang gelombang adalah monokromator (MK) dan perangkat indera adalah tabung
photomultiplier (PM) (Munson, 1991).
Pada cara pantulan, yang diukur adalah sinar yang dipantulkan, yang dapat
menggunakan sinar tampak maupun ultraviolet. Sementara itu, cara transmisi
dilakukan dengan menyinari bercak dari satu sisi dan mengukur sinar yang
diteruskan pada sisi lain. Gangguan utama pada sistem serapan adalah fluktuasi latar
belakang (background) yang dapat dikurangi dengan beberapa cara, misalnya dengan
menggunakan alat berkas ganda, sistem transmisi dan pantulan secara bersamaan,
atau dengan sistem 2 panjang gelombang. Kurva baku dibuat untuk setiap lempeng
dan kadar senyawa dihitung seperti pada metode instrumental yang lain. Presisi
penetapan termasuk penotolan cuplikan, pengembangan kromatogram, dan
pengukuran adalah 2-5% .Sistem fluoresensi biasanya lebih disenangi jika senyawa
itu dapat dibuat berfluoresensi. Batas deteksi sistem ini lebih rendah dan kelinieran
respon dan selektifitasnya lebih tinggi. Gangguan fluktuasi latar belakang juga lebih
rendah. Bercak yang diukur dengan sistem fluoresensi, serapan ultraviolet, atau sinar
tampak dapat ditetapkan lebih teliti daripada bercak yang disemprot dengan pereaksi
warna. Faktor keseragaman pada penyemprotan merupakan hal yang sangat
menentukan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Dasar teori terapan densitometri dalam analisis kuantitatif lempeng lapisan
tipis adalah persamaan Kubelka dan Munk. Bentuk persamaan Kubelka-Munk dapat
dinyatakan :
( I R) 2
C
2R
S
Keterangan :
R = cahaya terpantul pada permukaan lempeng
= koefisien serapan terokan
C = kadar terokan dan
S = koefisien hambur lempeng
Persamaan ini meramalkan ketidaklurusan yang sering teramati pada
pengukuran pantul. Tetapi persamaan ini dapat diluruskan dengan pendekatan seperti
menggambarkan (luas puncak)2 versus kadar atau log luas puncak versus log kadar
(Munson, 1991).
D. Penetapan Kadar
Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel
dan bakunya. Untuk penentuan kadar, yang ditetapkan adalah absorpsi maksimum
kurva absorpsi. Jika absorpsi ini untuk penentuan kadar adalah sangat rendah atau
senyawa mula-mula mengabsorpsi di bawah 220 nm, maka seringkali senyawa
diubah dulu menjadi suatu zat warna melalui reaksi kimia, dan absorpsi ditentukan
dalam daerah sinar tampak (kolorimetri) (Roth dan Blaschke, 1988).
Berikut ini adalah contoh penyelesaiannya :
1. Menggunakan Hukum Lambert Beer
A=c d
Keterangan :
A adalah daya serap, adalah daya serap molar (dalam mole cm-1) ;
c adalah kadar (dalam mole liter-1) dan d adalah panjang jalur (dalam cm).
Persamaan di atas berlaku menyeluruh sebagai dasar pokok analisis
kuantitatif
dengan
spektroskopi
serapan.
Suatu
cara
sederhana
untuk
mengkuantitasi suatu bahan penyerap ialah dengan mengukur daya serapnya pada
panjang gelombang tertentu dan menyubstitusikan A, dan d ke persamaan di
atas untuk mendapatkan c (Munson, 1991).
2. Menggunakan Kurva Kalibrasi.
Bila tidak diketahui dan terokan murni analit tersedia, kurva kalibrasi dapat
dibuat (daya serap terhadap kadar). Lereng kurva tersebut adalah d dan bila d
diketahui maka dapat dihitung. Terokan tunggal yang diketahui kadarnya dapat
digunakan untuk menentukan , tetapi hal ini kurang handal daripada penggunaan
lereng kurva kalibrasi. Selain itu kadar terokan yang tak diketahui dapat dibaca
langsung dari kurva kalibrasi dengan mencari daya serap yang tak diketahui pada
kurva dan menarik garis tegak lurus ke bawah pada sumbu kadar. Metode ini
sangat bermanfaat terutama jika nyata terlihat adanya penyimpangan terhadap
hukum Beer (ketaklurusan) (Munson, 1991).
Pipet kapiler
Chamber
Alat pemanas
Oven
Penotol nanomat
Lampu UV
Bahan:
Larutan sampel
Larutan baku pembanding (paracetamol 100, 200, 400, 800, 1600 ng)
2.
3.
Plat
5.
6.
Larutan sampel, larutan baku dan larutan blanko ditotolkan pada plat
dengan penotol linomat dengan jarak tiap 1 cm tiap penotolan.
7.
8.
9.
= 864,2
= 1110,5
= 1573,0
= 3098,0
= 4912,5
2. Larutan sampel
AUC larutan sampel ( AUCs )
= 4464,2
Ditanya:
a. Kurva kalibrasi larutan baku = ?
b. Persamaan regresi linier antara konsentrasi dan AUC =?
c. Konsentrasi sampel ( Cs ) =?
Jawab:
a. Kurva kalibrasi larutan baku
= 1399,375 ng
VI. Pembahasan
Percobaan kali ini bertujuan untuk memahami metode penetapan kadar zat
aktif
pada
sediaan
paracetamol
secara
kuantitatif
dengan
KLT-
konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A=
bc. Pada percobaan ini, hal yang dilakukan adalah pemisahan dengan KLT dan
pembacaan hasil pemisahan dengan proses scanning dengan CAMAG TLCSCANNER.
Dalam percobaan ini, fase diam yang digunakan adalah silica gel GF 254 nm
berukuran
merupakan senyawa semipolar karena memiliki gugus OH yang bersifat polar dan
gugus CH3 yang bersifat non polar. Oleh sebab itu metanol digunakan sebagai fase
gerak untuk pemisahan senyawa yang menggunakan silika gel yang bersifat polar
sebagai fase diam.Selain itu pula, analit yang digunakan dalam percobaan ini adalah
paracetamol dimana paracetamol larut dalam 70 bagian air ( sukar larut) sehingga
paracetamol bersifat non polar.(Depkes RI, 1995). Penggunaan pelarut metanol yang
bersifat semi polar diharapkan agar proses pengelusian tidak berlangsung cepat
ataupun tidak berlangsung lambat. Proses pengelusian yang terlalu cepat ataupun
lambat juga tidak baik untuk hasil pemisahan nantinya.
Sebelum digunakan, plat KLT dicuci terlebih dahulu dengan cara dielusi
dengan metanol untuk menghilangkan pengotornya. Pada ujung plat KLT diletakkan
kertas tissue yang berfungsi untuk menyerap fase gerak apabila telah terelusi
melewati plat sehingga pengotor yang telah larut pada metanol langsung dapat
diserap dan tidak terjadi elusi balik. Setelah elusi selesai, dilakukan aktivasi plat
KLT dengan cara dikeringkan pada oven dengan suhu 120 0C selama 30 menit.
Aktivasi ini bertujuan untuk menghilangkan sisa air yang terdapat fase diam dan juga
untuk memindahkan pengotor agar berada pada ujung plat KLT sehingga tidak
mengganggu proses pemisahan (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Digunakan suhu
1200C dikarenakan air memiliki titik didih 1000C, sehingga dengan cepat air dapat
menguap.
Setelah
aktivasi
selesai
kemudian
dilakukan
penjenuhan
chamber.
Penjenuhan chamber berfungsi untuk meratakan tekanan uap eluen dalam chamber
sehingga jumlah lempeng teoritis meningkat dan pengelusian dapat seragam
kecepatannya dan
di dalam chamber tetap jenuh pelarut (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Selama
proses penjenuhan, chamber harus
kemudian didiamkan
selama 30 menit dan dijaga agar tidak mengalami pergeseran untuk mencegah
terjadinya ketidakjenuhan pelarut. Kondisi jenuh dalam chamber dengan uap pelarut
mencegah penguapan pelarut (Clark, 2007). Waktu penjenuhan chamber harus
diperhatikan agar chamber tidak lewat jenuh yang dapat memperlambat proses elusi
dan menghasilkan pemisahan yang kurang baik. Setelah itu dilakukan penotolan
sampel pada plat KLT dengan penotol linomat dengan jarak tiap 1 cm tiap penotolan.
Sampel yang ditotolkan harus memiliki ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin
karena jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Selain
itu, penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke
puncak ganda. Pelebaran bercak dapat mengganggu proses scanning dengan
spektrodensitometri
karena
memungkinkan
terjadinya
himpitan
puncak
(Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Selain itu, apabila konsentrasi senyawa pada plat
sangat tinggi adalah maka ketika discanning dengan TLAC-CAMAG SCANNER
sinar yang mengenai sampel akan diabsorbsi oleh lapisan pertama larutan dan hanya
sedikit radiasi yang diserap oleh bagian lain sampel pada jarak yang lebih jauh
sehingga fluoresensi sampel yang berkonsentrasi tinggi ini tidak seragam dan tidak
proporsional dengan konsentrasi senyawa ( Gandjar dan Rohman, 2007). Setelah
dilakukan penotolan sampel, plat yang telah ditotolkan lalu dielusikan pada chamber
yang telah dijenuhkan. Volume fase gerak dibuat sedikit mungkin namun dapat
mengelusi lempeng sampai pada batas jarak pengembangan. Hal ini bertujuan agar
tidak terjadi kontaminasi dari kontaminan selama proses elusi/pengembangan
(Gandjar dan Rohman, 2009).
Setelah proses pengelusian plat selesai, plat dikeringkan pada oven dengan
suhu 800C selama 10 menit. Pengeringan ini bertujuan untuk menguapkan sisa
pelarut yang masih terdapat pada plat KLT sehingga tidak mengganggu proses
scanning dengan spektrofotodensitometer. Suhu yang digunakan disesuaikan dengan
suhu pelarutnya yaitu metanol.elanjutnya dilakukan scanning pada permukaan
lempeng dengan spektrofotodensitometer. Spektrofotodensitometer merupakan suatu
instrumen yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan
lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang
mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dan pencatat (recorder).
14
15
gelombang maksimum paracetamol adalah 248 nm, yang terlihat pada spektrum.
Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan kondisi larutan paracetamol
yang digunakan pada praktikum dan saat penetapan panjang gelombang maksimum
pada literatur. Selain itu penyimpanan larutan paracetamol juga berpengaruh pada
hasil yang diperoleh praktikan. Setelah diperoleh kurva baku paracetamol kemudian
dilakukan pengukuran absorbansi sampel paracetamol.
Berikut ini merupakan spektrum absorbansi dari sampel paracetamol:
16
kurva
absorbansi dicari persamaan garisnya dengan menggunakan regresi linier. Dari hasil
perhitungan didapatkan persamaan regresi sebagai berikut:
y = 2,762x + 599,125
Dimana, y adalah
adalah
konsentrasi paracetamol.
VII.Kesimpulan
Kadar sampel
paracetamol
yang
17
ditentukan
dengan
metode
KLT-
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Clarkes Analysis of Drug and Poison. London: Pharmaceutical Press
Clark, Jim. 2007. Kromatografi Lapis Tipis. (cited 18 Maret 2011)
http://greenhati.blogspot.com/2009/01/kromatografi-lapis-tipis.html
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar
Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Universitas
Bidang Ilmu Hayati.
18
19
LAMPIRAN 1
DIAGRAM ALIR PROSEDUR KERJA
Disiapkan larutan baku dan sampel (sediaan paracetamol).
Plat dipotong dengan panjang 8 cm x 10 cm.
Plat dicuci dengan metanol sebanyak 10 ml dan kertas saring untuk
menyerap kotaoran dari plat.
Plat diaktivasi selam 30 menit dengan suhu 1200 C.
Chamber dijenuhkan dengan fase gerak.
Larutan sampel, larutan baku dan larutan blanko ditotolkan pada plat
dengan penotol linomat dengan jarak tiap 1 cm tiap penotolan.
Plat yang sudah ditotolkan dielusikan dalam chamber dengan jarak
pengembangan 8 cm.
Plat diangkat dan dikeringkan pada oven dengan suhu 80 oC selama 15
menit.
Plat discanning dengan CAMAG TLC-SCANNER pada = 248 nm.
20
LAMPIRAN 2
Tugas :
1. Buat spektrum (puncak absorbsi) masing komponen sampel dan baku.
2. Tentukan serapan (luas area di bawah puncak) tiap spektrum.
3. Hitung kadar sampel parasetamol.
Jawab :
1. a. Spektrum (puncak absorpsi) larutan baku:
21
= 864,2
= 1110,5
= 1573,0
= 3098,0
= 4912,5
b. Larutan sampel
AUC larutan sampel ( AUCs )
= 4464,2
= 2,762x + 599,125
= 2,762x + 599,125
= 2,762x + 599,125
= 2,762x
= 3865,075
x
= 1399,375 ng
Jadi, kadar sampel parasetamol adalah : 1399,375 ng.
22