Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi perekonomian yang terpuruk telah memaksa pemerintah dan
dunia usaha untuk lebih kretif dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif agar
mampu membuka peluang investasi baru atau mempertahankan/ memajukan
usaha yang telah ada.
Melaui berbagai regulasi, pemerintah telah menciptakan perangkat hukum
bagi berkembangnya investasi melalui dunia usaha. Di sisi lain, pengusaha juga
berupaya untuk menangkap setiap puluang bisnis yang ada, baik melalui
pemanfaatan berbagai kemudahan usaha yang diberikan pemerintah maupun
melalui upaya-upaya internal, misalnya melakukan efesiensi untuk menghemat
biaya operasional.
Perkembangan ekonomi global dan kemajuan yang

begitu cepat

memembawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di
semua lini. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut dunia usaha untuk
menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan
fleksibel dalam peningkatan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu diperlukan
suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang
kendali menejemen, memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih
efektif, efisien dan produktif.

Dapat dimengerti kalau kemudian muncul kecenderungan sistem kerja


secara outsourced, yaitu menggunakan tenaga kerja dari luar perusahaan. Oleh
karenanya status pekerja/buruh yang didatangkan dari luar perusahaan ini adalah
pekerja atau buruh kontrak yang bekerja berdasarkan jangka waktu tertentu.
Sektor formal terdapat sekitar 60% pekerja yang dipekerrjakan berdasarkan
perjanjian kerja. Hal ini tidak memberikan jaminan untuk terus bekerja sehingga
tidak akan memperoleh kompensasi berupa uang pesangon dan uang penghargaan
masa kerja pada saat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK)1
Keuntungan perusahaan yang mempekerjakan pekerja outsourcing anatara
lain dapat membagi bahan/resiko kemudian tercapainya efesiensi karena
tercapainya sumber daya perusahaan tersebut diarahkan pada pekerjaan-pekerjaan
yang merupakan bisnis inti perusahaan. Penyerahan pekerja pekerja tertentu
kepada pihak lain sesungguhnya tidak dilakukan dalam rangka menekan biaya
produksi . Namun dalam praktiknya seringkali terjadi penyimpangan seperti
terjadinya diskriminasi upah antara pekerja tetap dengan pekerja kontrak.2
Praktik sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan
pekerja.3 Hal tersebut juga berpengaruh pada kesejahteraan dan hak-hak buruh

1 Nazaruddin Siregar, Pokok Perrnasalahan Dalam Hubungan industrial, www. nakertrans.go.id,.10


Oktober 2005 jam 10.00 wib

2 Libertus Jehani, Hak-hak Karyawan Kontrak, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hlm. 3.
3 Muzni Tambusai. Pelaksanaan outsourcing Ditinjau Dari Aspek Hukum Ketenegakerian Tidak
mengaburkan Hubungan Industrial, www.nakertrans.go.id, 10 Oktober 2005.

terutama keamanan kerja yang menjadi faktor pemicu timbulnya persoalan hukum
dalam penerapan outsourcing, anatara lain perbedaan kepentingan para pihak.4
Melihat hubungan kerja segitiga, yaitu antara perusahaan perekrut tenaga
kerja dengan perusahaan tempat bekerja tenaga kerja, maka telah terjadi
pergeseran definisi hubungan kerja. Hubungan kerja yang semula diartikan
sebagai hubungan antara perusahaan/majikan, yaitu orang atau perusahaan yang
mempekerjakan orang lain untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan
memberikan upah dan pekerja, yaitu sebagai orang yang memberikan tenaganya
untuk mengerjakan pekerjaan tertentu dengan menerima upah.
Dalam hubungan kerja biasa, pekerja mempunyai hubungan dengan
pengusaha yang mempekerjakannya. Dalam hubungan langsung tersebut,
pengusaha akan membayarkan segala hak pekerja secara langsung, demikian juga
sebaliknya, pekerja memberikan tenaganya secara langsung kepada perusahaan
yang merekrutnya. Hal ini tidak berlaku pada hubungan kerja outsourcing, karena
pembayaran dilakukan antara perusahaan pemakai tenaga kerja kepada
perusahaan penyalur tenagakerja kemudian kepada tenagakerja.
Akan tetapi dari sisi tenagakerja, kondisi demikian sering menimbulkan
persoalan, khususnya masalah ketidak pastian hubungan kerja. Perusahaan
outsourcing, biasanya membuat perjanjian dengan pekerja apabila ada perusahaan
yang membutuhkan tenaga kerja. Perjanjian tersebut biasanya hanya berlaku
selama pekerjaan masih tersedia, dan apabila perjanjian atas pekerjaan tersebut
4 Sehat Damanik, Outsourcing dan Perjanjian Kerja, DSS Publiser, 2007,Hlm. 95.

telah berakhir, maka hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing
juga berakhir. Dalam kondisi demikian

biasanya perusahaan outsourcing

melakukan prinsip no work no pay, yaitu pekerja tidak akan digaji selama tidak
bekerja, sekalipun hubungan kerja di antara pekerja dengan perusahaan telah
berlangsung bertahun-tahun.
Ketentuan mengenai perjanjian kerja diatur dalam Undang-Undang No 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Selanjutnya disebut Undang-undang
ketenagakerjaan). Menurut Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan pengertian
perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja,serta hak dan kewajiban para
pihak. Selanjutnya pada pasal 1 angka 15 UU ketenagakerjaan disebutkan bahwa
hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan upah dan perintah.
Pada asasnya , semua aturan yang dituangkan dalam perjanjian kerja harus
dibuat berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Namun dalam praktiknya isi
perjanjian kerja tersebut selalu dibuat/ditetapkan oleh pengusaha secara sepihak,
sehingga isinya juga cenderung memberatkan pekerja. Melihat adanya keterkaitan
yang sangat erat antara bisnis outsourcing dengan perjanjian kerja tersebut
menjadi latar belakang permasalahan yang timbul sehubungan dengan pekerja
yang di pekerjakan berdasarkan outsourcing yang hanya diberikan kompensasi
minimal baik itu dalam hal gaji maupun tunjangan lainnya dan tidak adanya job
security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir, intinya adalah karena

perjanjian outsourcing dapat menimbulkan kesalahan pekerja/buruh, hal ini


menjadi permasalahan hukum dalam penyusunan tesis yang akan peneliti buat.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik dan
bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan memilih judul tesis:
PERLINDUNGAN

HUKUM

TERHADAP

JAMINAN

HAK

PEKERJA

MELALUI PERJANJINAN KERJA DALAM PRAKTIK OUTSOURCING


ANTARA PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan
permasalahan yang timbul adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perjanjian antara pekerja dengan
perusahaan penyedia jasa tenaga kerja melindungi pekerja dalam praktik
outsourching.
2. Bagaimankah Jaminan atas hak-hak pekerja pada perusahaan outsourcing
yang diberikan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja dalam praktik
outsourcing.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai Tujuan Sebagai Berikut :
1. Untuk menganalisan dan menetapkan mengenai perlindungan hukum
terhadap perjanjian antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga
kerja dalam rangka melindungi pekerja pada praktik outsourcing.

2. Untuk menganalisis dan menentukan mengenai jaminan atas hak-hak


pekerja pada perusahaan outsourcing yang diberikan oleh perusahaan
penyedia jasa tenaga kerja dalam praktik outsourcing
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan dan manfaat sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Dapat digunakan/dimanfaatkan

sebagai

bahan

referensi

dalam

pengembangan bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum


ketenagakerjaan pada khususnya dengan cara mengaplikasikan dalam
kehidupan nyata sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai kontribusi
akademis yaitu peningkatan dan pengembangan ilmu hukum ketenaga
kerjaan khususnya mengenai aturan yang mengatur tentang perlindungan
terhadap pekerja Outsourcing. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi dasar atau acuan bagi penelitian selanjutnya terhadap masalahmasalah yang sejenis.
2. Kegunaan Praktis
a. Diharapkan dapat memberikan bahan masukan kepada pihak terkait dalam
menetapkan peraturan serta kebijaksanaan lebih lanjut, mengenai
pelaksanaan perjanjian Outsourcing di beberapa perusahaan pengguna
tenaga kerja Outsourcing terdapat perbedaan dalam menetapkan nilai
kontrak, agar terdapat keseragaman dalam penetapan nilai kontrak
menimbulkan kesenjangan sehingga dapat memberikan sumbangan
pemikiran bidang ketenagakerjaan serta dalam rangka pemasyarakatan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

a. Diharapkan dapat memberikan masukan kepada perusahaan


Outsourcing dalam penyelenggaraan perlindungan hukum di
bidang

ketenagakerjaan

dalam

hal

ini

dilaksanakan

oleh

DISNAKERTRANS.
b. Diharapkan dapat menjadibahan masukan dan informasi bagi yang
berkepentingan, dalam usahanya untuk meningkatkan jaminan
ketenaga kerjaan bagi tenaga kerja dan keluarganya.
E. Kerangka Pemikiran
Pembangunan Nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan
yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa
dan negara dalam rangka mewujudkan tujuan nasional negara Indonesia seperti
yang

tertuang

dalam pembukaan

Undang-undang Dasar 1945. Tujuan

pembanguan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur


yang merata secara materil dan spiritual berdasarkan pancasila dan Undangundang Dasar 1945 (Selanjutnya disebut UUD 1945) Guna mencapai tujuan
tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan, keserasian,
keselarasan dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk dibidang
ketenagakerjaan.
Langkah konkrit dari tanggung jawab negara dalam memajukan
kesejahteraan umum terlihat pada program pembangunan nasional yang selalu
mendapat perhatian dan senantiasa dicantumkan di dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yang telah ditetapkan melalui Peratura
Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional Tahun 2010-2014 antara lain ditetapkan kebijakan pembangunan


nasional dibidang ketenagakerjaan diarahkan pada 2 hal;5
1. Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern yang seluas luasnya.
Keadaan angkatan kerja yang sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke
bawah serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah sampai 20
tahun mendatang. Dengan demikian, lapangan kerja diciptakan seyogianya
mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang tersedia. Dengan
kualifikasi angkatan kerja yang tersedia, maka lapangan kerja formal yang
diciptakan didorong ke arah industri padat kerja, industri menengah dan kecil,
serta industri yang berorientasi ekspor
2. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja dapat berpindah dari
pekerjaan dengan produktivitas rendah kepekerjaan dengan lebih tinggi.
Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal secara bertahap dapat
berpindah ke lapangan kerja formal. Upaya upaya pelatihan tenaga kerja terus
ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindaha tersebut dapat terjadi.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah terhadap pembangunan ketenaga
kerjaan di atas terkait dengan keberadaan dunia ketenagakerjaan sebagai bagian
dari peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam pembangunan nasional
secara umum. Sebagaimana diketahui bahwa faktor tenaga kerja merupakan
sarana yang sangat dominan didalam kehidupan suatu bangsa termasuk bangsa
Indonesia, sehingga peraturannya memerlukan landasan yang kuat.
5 Lampaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;Bagian IV Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, Bab
23

Landasan konstitusi yang mengatur tentang ketenagakerjaan disebutkan


pada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Pembukaan UUD 1945, suasana
batiniah serta cita-cita hukum dari UUD 1945, yang tidak lain bersumber dan
dijiwai oleh fialsafah Pancasila, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
Juga pasal 28 huruf D ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi :
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Kedua pasal ini dijadikan acuan. Isi pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 huruf D
ayat (2) 1945 ini dapat diartikan bahwa Negara Indonesia sangat meperhatikan
usaha-usaha perlindungan dan kesejahteraan bagi para pekerjanya.
Konstitusi tidak hanya menjamin setiap hak warga Negara untuk mendapat
pekerjaan, melainkan pula menjamin penghidupan yang layak atas kemanusiaan,
karenanya pemerintah tetap harus selalu mengusahakan perbaikan kesejahteraan
buruh.6
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah
negara hukum. Melalui konsep negara hukum yang diakui secara yuridis
konstitusional dimaksud sebagai pertanda bahwa segala sikap tidak bernegara,
terutama yang dilakkukan oleh pemerintah negara dalam menjalankan
kekuasaannya harus berdasarkan atas hukum sebab, Istilah negara hukum
(rechtsstaat rule of lawa) mengandung arti negara yang berdasar atas hukum,
6 Muhamad Djumhana, Hukum Ekonomi Sosial Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 264.

10

dimana tindakan pemerintah maupun rakyat tidak boleh dilakukan secara semenamenan melainkan berdasarkan atas hukum menurut Rukmana Amanwinata:7
negara hukum di Eropa Barat di kenal dengan istilkah rechisstaat.
Pemukanya antara lain Imanuel kant,Frederik Julus Stahl dan paul
scholten. Sedangkan di negara-negara anglo saxo, khususnya di Inggris,
dipergunakan istilah rule of law dengan pemukanya antara lain Albert
Venn Dicey.

Pada konsepsi EROPA Kontinental suau negara hukum (rechtsstaat)


mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:8
1. Pemerintah

dalam

melaksanakan

tugas

dan

kewajibannya

harus

berdasarkan atas hukum atau peraturan perundang-undangan.


2. Adanya jaminan dan hak-hak asasi manusia ( Warga Negara)
3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara
4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan .
Unsur-unsur rule of law dalam konsep negara hukum yang dianut di negaranegara anglo saxon adalah sebagai berikut:9

7 Rukmana Amanwinata, Kemerdekaan Mengeluarkan Pikiran Dengan Tulisan Dalam Pasal 28 UUD 1945
(Suatu Ponelitian Tentang Implementasi Kemerdekaan Mongeluarkan Pikiran-Pikiran Dengan Tulisan
Dalam Media Massa Cetak Pada Masa Orde Baru, Tesis. Fakuttas Pascasajana Universitas Padjadjaran
Bandung. 1988. him 60

8 Sri Soemantri M. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung 1992, hlm. 29 30.

9 Padmo Wahnjono, Indonesia bordasar atas hukum. Ghalia indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 9.

11

1. Supremasi dari hukum dalam arti bahwa hukum mempunyai kekuasaan


tertingggi dalam negara ;
2. Persamaan di depan hukum dalam arti bahwa bagi semua warga negara
3. Jaminan terhadap hak asasi manusia.
Jaminan HAM menurut konsep rechsstaat dengan persamaan di hadapan
hukum menurut konsep rule of law sangat terkait secara signifikan dengan
pengakuan dan jaminan hak-hak asasi manusia (human rights) dalam suatu
negara. Sri Soemantri Martosoewignjo10 berpendapat bahwa pengakuan dan
jaminan HAM seseorang merupakan salah satu unsur negara hukum.
Rudolf Von Jhering, salah seorang pengikut teori yang menganggap hak
sebagai kepentingan yang terlindungi, membuat rumusan : das sunjective recht
its rechtlich geschutztes interesse. Dalam bahasa Indonesia ; Hak itu suatu hal
yang penting bagi yang bersangkutan, yang dilindungi oleh hukum yakni hak itu
suatu kepentingan terlindung.11
Hak asasi manusia dalam konsep barat adalah hak kaum bangsawan untuk
melindungi dari kesewenang-wenangan para raja. Dengan konsep tersebut lahirlah
Magna Charta dan Bill of Right yang selanjutnya memicu tercetusnya Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat yang di Eropa Kontinental terwujud dengan
adanya Revolusi Perancis dan Revolusi Rusia. Akhirnya, dari ketiga revolusi
tersebut lahir pernyataan deklarasi Universal tentang Hak asasi manusia oleh PBB
pada tahun 1948 ( Universal Declaration of Human Right) yang dipengaruhi oleh
10 Sri Soemantri M, Op. Cit, hlm. 49.
11 E Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1983, hlm. 152.

12

konsep empat kebebasan (the four freedoms) yang ditawarkan oleh Presiden
Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt, konsep tersebut terdiri dari:12
1. Kebebasan berbicara dan melahirkan fikiran (freedom of speach and
Taoughts)
2. Kebebasan untuk beragama ( freedom of religion)
3. Kebebasan dari ketakutan ( freedom of fear)
4. Kebebasan dari kebutuhan (freedom of want)
Namun Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa
tidak hanya mencakup konsep dari ketiga revolusi dan doktrin Roosevelt tersebut.
Deklarasi ini mencakup kewarganegaraan, hak politik, hak ekonomi, hak sosial
dan hak kebudayaan. Hak-hak itu adalah pemberian Allah SWT sebagai
konsekuensi dari manusia adalah ciptaan-Nya. Hak-hak itu adalah sifatnya kodrati
natural dalam arti:13
Kondratlah yang menciptakan dan mnegilhami akal budi dan pendapat
manusia setiap oang dilahirkan dengan hak-hak tersebut, hak-hak itu
dimiliki nmanusia dalam keadaan alamiah (State of natural) dan kemudian
di bawahnya dalam hidup bermasyarakat, sebelum adanbya pemerintahan,
individu itu otonom dan berdaulat: oleh karena itu tetap berdaulat di
bawah setiap pemerintah karena kedaulatan tidak dapat dipindahkan
(inalienable) dan adanya pemerintah hanya atas persetujuan yang
diperintah.
12 Eggi Sudjana dan Ali Sofyan Husain, HAM Dalam Bingkai Pembangunan dan Demokratisasi, CIDES.
Jakarta, 1997. hlm. 3.

13 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987 hlm. 42.

13

Peraturan tentang hak asasi manusia, diatur secara

khusus melalui

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia. Pasal 71


Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menyebutkan:
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegankkan dan memajukan Hak Asasi Manusia.
Hal ini memberikan pemahaman ada keharusan Pemerintah untuk
mrnghotmati,melindungi ,menegakkan dan memajukan Hak Asasi Manusia.
Menghormati berarti tidak melanggar Hak Asasi Manusia. Melindungi berarti
Pemerintah harus menjaga agar Hak Asasi Manusia tidak dilanggar oleh
oranglain. Menegakkan berarti melakukan penghukuman atas orang-orang yang
melakukan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, dengan mengadili para pelakunya
dan penjatuhan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku.14
Salah

satu wujud dari

tindakan

pemerintah

dalam melindungi,

menegankkan dan memajukan hak asasi manusia adalah hak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, hal
ini mencerminkan hubunngan dibidang ketenagakerjaan yanng berdasarkan pada
Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, yang kemudian diperjelas lagi di atur oleh
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Jadi, jelas
bahwa antara hak asasi manusia dengan perlindungan buruh/tenaga kerja
mempunyai keterkaitan yang erat dan dapat dikatakan bahwa perlindungan hak
asasi manusia (human rights) tercakup penegakan hukum ketenagakerjaan.
14 Darwan Prinst, Sesialisasi dan Desiminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, Citra Aditya Bahkti.
Bandung, 2001. Hlm. 15.

14

Perihal hukum ketenagakerjaan Imam Soepomo15 mengemukakan


beberapa pendapat ahli mengenai pengertian Hukum Ketenagakerjaan antara lain
Molennar yang mneyebutkan bahwa:
Hukum ketenagakerjaan (arbeidsrecht) adalah bagian dari hukum yang
berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan
buruh dan antra buruh dengan pengusaha.
Imam Soepomo sendiri juga memberikan pengertian bahwa:
Hukum perburuhan(ketenagakerjaan) adalah peraturan, baik tertulis
maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja
pada orang lain dengan menerima upah.
Selanjutnya dapat diuraikan bahwa tujuan pokok hukum perburuhan
adalah pelaksanaan keadilan sosial dalam perburuhan dan pelaksanaan itu
diaplikasikan dengan jalan melindungi buruh terhadap kekuasaan yang tidak
terbatas dipihak majikan.16
Memperhatikan kondisi ketenagakerjaan yang demikian, diperlukan
adanya suatu perangkat untuk perlindungan dan kepastian hukum bagi tenagatenaga kerja. Baik bagi mereka yang akan dan sedang mencari pekerjaan atau
yang sedang melaksanakan hubungan kerja.

Salah satu perlindungan dari

kepastian hukum terutama bagi tenaga kerja tersebut adalah melalui pelaksanaan
dan penerapan perjanjian kerja. Karena, dengan adanya perjanjian kerja, diletakan
15 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuban, Djambatan, Jakarta. 1999, hlm.1 3.
16 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.
9.

15

segala hak dan kewajiban secara timbal balik antara pengusaha dan pekerja.
Dengan demikian kedua belah pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah
terkait pada apa yang mereka sepakati dalam perjanjian kerja maupun peraturan
perundang undangan yang berlaku.
Hal yang paling menonjol terhadap kebijakan pemerintah dalam bidang
ketenagakerjaan adalah dengan dikeluarkannya UU Ketenagakerjaan. Di dalam
undang-undang tersebut begitu jelas disebutkan pada Pasal 4 tentang tujuan
pembangunan ketenagakerjaan, yaitu:
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan
manusiawi.
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja
yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
3. Memberikan perlindunagn kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejakteraan dan
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Salah satu wujud konkret upaya untuk mencapai tujuan tersebut,
pemerintah telah menentukan sutau perangkat yang berfungsi sebagai sarana
perlindungan dan kepastian

hukum bagi tenaga kerja dan perusahaan yaitu

melalui penerapan perjanjian kerja. Adanya perjanjian kerja, diharapkan para


pengusaha atau majikan tidak lagi bisa memperlakukan para pekerja dengan
sewenang-wenang. Dalam perjanjian kerja diletakkan segala hak dan kewajiban
secara timbal balik antara pengusaha dan pekerja. Dengan demikian kedua belah
pihak dalam melaksanakan hubungan kerja telah terkait pada perjanjian kerja
maupun peraturan perundangan yang berlaku.

16

Perjanjian kerja seperti ditentukan dalam Pasal 1 angka 14 Undangundang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pada dasarnya
menyangkut objek perjanjian yaitu berupa syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban
antara pekerja dengan pengusaha selaku pemberi kerja. Dengan adanya perjanjian
kerja maka akan menimbulkan hubungan kerja.
Hubungan kerja merupakan salah satu bentuk hubungan hukum, akan
tetapi di dalam hubungan kerja terdapat karakteristik tersendiri yang membedakan
dengan hubungan-hubungan hukum yang lain. Di dalam hubungan kerja harus ada
4 (empat) unsur yang harus dipenuhi yaitu, adanya unsur pekerjaan tertentu, di
bawah perintah, waktu dan upah.
Ketentuan tersebut di atas, menunjukkan bahwa kedudukan yang satu,
yaitu pekerja, adalah tidak sama dan seimbang yaitu di bawah. Jika dibandingkan
dengan kedudukan dari pihak majikan dengan demikian dalam melaksanakan
hubungan hukum atau kerja, maka kedudukan hukum antara keduableh pihak
jelas tidak dalam kedudukan sama dan seimbang.17
Di dalam konsepsi UU Ketenagakerjaan mengandung maksud bahwa
antara subjek yang melakukan perjanjian kerja, adalah kedudukan yang sama dan
sederajat, maksud yang dikandung dalam ketentuan pasal 1 angka 14 UU
Ketenagakerjaan tersebut akan meningkatkan harkat dan martabat manusia
pekerja yang sama dengan kedudukan pemberi kerja yaitu pengusaha. Namun jika
dikembalikan dengan adanya karakteristik yang ada dalam hubungan kerja
17 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 31.

17

tersebut, apakah kehendak dari UUK tersebut sesuai dengan fakta dan keadilan
bagi hubungan antara pekerja dan pengusaha, hal demikian masih memerlukan
kajian lebih lanjut.
Pada dasarnya hubungan kerja, yaitu

hubungan antara pekerja/buruh

(untuk selanjutnya disebut pekerja) dan majikan (untuk selanjutnya disebut


pengusaha), terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja/buruh dengan
pengusaha.18 Hubungan kerja yang timbul dari perjanjian kerja tersebut dapat
berlaku untuk perjanjian waktu tertentu maupun perjanjian waktu yang tidak
tertentu.
Hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan, yang terjadi
setelah diadakan perjanjian kerja oleh buruh dengan majikan, dimana buruh
menyatakan kesanggupan untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan
majina menyatakan kesanggupan untuk mempekerjakan buruh dengan membayar
upah.19 Hubungankerja pada intinya meliputi hal-hal mengenai :20
1. Pembuatan Perjanjian Kerja (yaitu merupakan titik tolak adanya suatu
hubungan kerja).
2. Kewajiban buruh (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan hak
dari pengusaha atas pekerjaan tersebut)

18 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 8.
19 Iman Soepomo ,Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1985, hlm. 53.
20 Sendjum H. Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 64.

18

3. Kewajiban majikan/pengusaha (yaitu membayar upah kepeda pekerja,


sekalligus merupakan hak dari si pekerja atas upah)
4. Berakhirnya hubungan kerja.
5. Cara penyelesaian perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjanjian ini mengenal kerja,
yakni dengan adanya adanya perjanjian kerja timbul kewajiban suatu pihak untuk
bekerja. Jadi berlainan dengan perjanjian perburuhan yang tidak menimbulkan
hak dan kewajiban utnuk melakukan pekerjaan tetapi memuat syarat-syarat
tentang perburuhan.
Untuk perjanjian kerja ini Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah
persetujuan perburuhan.21, sedangkan untuk perjanjian perburuhan digunakan
istilah persetujuan perburuhan bersama. R Subekti juga menggunkan istilah
persetujuan perburuhan untuk perjanjian kerja, sedangkan perjanjian perburuhan
tersebut dengan persetujuan perburuhan kolektif.22 Bekerja pada pihak lain
menunjukkan bahwa pada umumnya hubungan tersebut sifatnya bekerja di bawah
pimpinan pihak lain.23

Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula

ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja tersebut, yaitu hak dan
kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan.
Hukum ketenagakerjaan yang mengatur hubungan pekerja dengan
pengusaha dapat bersifat perdata(privat) dan dapat bersifat publik. Dikatakan
21 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Jakarta, 1973, hlm. 10.
22 R Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya bakti, Jakarta, 1995, hlm. 8.
23 Iman soepomo, Op. Cit., hlm. 53

19

bersifat perdata oleh karena mengatur kepentingan orang perorangan, dalam hal
ini antara pekerja dan pengusaha mengadakan suatu perjanjian yang disebut
dengan perjanjian kerja. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
dimaksud dengan perjanjian kerja sesui dengan yang terdapat dalam pasal 1601 a
yaitu:
Perjanjian kerja adalah sutau perjanjian di mana pihak yang satu sebagai
buru/pekerja mengikatkan dirinya untuk bekerja pada pihak lainnya sebagai
majikan dengan mendapatkan upah selama waktu tertentu.

Dalam hal diadakannya perjanjian kerja yang dilaksanakan secara tetulis,


maka perjanjian kerja itu harus berisi syarat-syarat antara lain sebagai berikut:24
1.
2.
3.
4.
5.

Harus disebutkan macam-macam pekerjaan yang dijanjikan.


Waktu berlakunya perjanjian kerja
Upah buruh berupa uang yang diteruma tiap bulan
Saat istirahat bagi buruh
Bagian upah lainnya yang berisi perjanjian menjadi hak buruh.

Disamping bersifat perdata bersifat publik, alasannya adalah:


1. Dalam hal-hal tertentu negara atau pemerintah turut campur tangan dalam
masalah-masalah ketenagakerjaan, misalnya dalam masalah pemutusan
hubungan-hubungan kerja.
2. Adanya sanksi-sanksi atau aturan-aturan hukuman di dalam setiap
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

24 Wiwoho Soedjono, Hukum Perjanjian Kerja, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 12.

20

Perjanjian kerja harus dibuat atau mencerminakan keadilan dan


menguntungkan kedua belah pihak.25 Oleh karena itu perjanjian itu telah disahkan
dan ternyata salah satu pihak melakukan tuntutan karena merasa dirugikan,maka
tuntutannya adalah kuat. Hal ini sesuai menurut Pasal 1338 AYAT (1)
KUHPerdata, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang terlibat atau membuatnya, ayat (2) Suatu perjanjian
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, ayat (3)
Sutau perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik.
Menurut jenisnya perjanjian kerja dapat dibedakan atas:
1. Perjanjian kerja waktu tertentu, adalah perjanjian kerja jangka waktu
berlakunya ditentukan dalam perjanjian kerja tersebut.
2. Perjanjian kerja waktu tidak tentu, berlakunya tidak disebutkan dalam
perjanjian kerja, tidak menyebutkan untuk berapa lama tenaga kerja harus
melakukan pekerjaan tersebut.
Pada umumnnya perjanjian kerja waktu tertentu diadakan untuk suatu
pekerjaan yang tidak bersifat kontinyu atau dengan lain perkataan yang sudah
diperkirakan pada suatu saat akan selesi dan tidak akan dilanjutkan, walaupun ada
kemungkinan perjanjian, karena waktu yang diperkirakan ternyata tidak cukup.
Dalam perjanjian kerja waktu tertentu, apabila terjadi pemutusan
hubungan kerja (PHK) sebelum waktu yang ditentukan berakhir maka pihak yang
25 G. Kartasapoetra, RG. Kartasapoetra, AG. Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan
Puncasila, Bina Aksara, Jakarta. 1986, hlm. 65.

21

memutuskan (biasanya pengusaha) harus mengganti/membayar kerugian sebesar


selama ia harus menyelesaikan pekerjaannya. Dalam perjanjian kerja waktu
tertentu untuk waktu tertentu ini tidak boleh ada masa percobaan. Sebaiknya pada
perjanjian kerja waktu tidak tertentu biasanya ada masa percobaan (selama tiga
bulan), yang diberitahukan secara tertulis dan kalau tidak diberitahukan maka
dianggap tidak ada masa percobaan.
Sesuai

dengan

UU

Keternagakerjaan

disebutkan

bahwa

tujuan

perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar


pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh
dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia
usaha.
Konsep outsourcing terdapat dalam Pasal 1601 b KUHPerdata yang
mengatur

perjanjian pemborong pekerjaan yaitu perjanjian pihak pertama

pemborong mengajukan diri untuk menyelenggaran sutau pekerjaan bagi pihal


lain, yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu. Sementara dalam
Undang-Undang ketenagakerjaan no 13 Tahun 2003. Praktik Outsourcing dikenal
dalam 2 bentuk yaitu, pemborongan pekerjaan dan penyediaan para pekerja/buruh
sebagaimana diatur dalam pasal 64 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi sebagai
berikut:

22

Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksaaan pekerjaan kepada


perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaajasa pekerja/buruh uang dibuat secara tertulis.
Faktor yang memicu timbulnya permasalahan hukum dalam penerapan
outsourcing

antara

lain

adanya

perbedaan

kepentingan

para

pihak.

Penandatanganan perjajian kerjasama, yakni perusahaan pemberi pekerjaan,


perusahaan penerima pekerjaan dan pekerja dari perusahaan tersebut.
Pekerja kontrak dan rendahnya perlindungan pekerja merupakan persoalan
ketenagakerjaan yang sering terjadi dalam praktik outsourcing. Pekerja kontrak
adalah pekerja yang hubungan kerjanya dengan pengusaha dibatasi dalam jangka
waktu tertentu misalnya setahun, atau dua tahun sesuai dengan waktu yang
diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan.
Mengingat perjanjian kerjasama pemborongan pekerjaan/perjanjian kerja
sama penyedia jasa pekerja antara pemberi pekerjaan dengan penerima pekerjaan
umumnya dibatasi oleh waktu yang singkat, bisa dalam hubungan satu tahun
bahkan bulanan, maka sangat berpengaruh terhadap kesinambungan pekerjaan
buruh menjadi terancam. Persoalan yang muncul adalah, setelah pekerjaan yang
dipekerjakan selesai, maka otomatis para pekerja akan berhenti bekerja.
Kendala lain dalam kegiatan oursourcing perjanjian kerjasama bukan
ditandatangani oleh pekerja dengan pemberi pekerjaan, melainkan antara
perusahaan tempat pekerja bekerja selaku penerima pekerjaan dengan perusahaan

23

pemberi pekerjaan, maka negosiasi terhadap upah/jasa pekerja tidak bisa diketahui
oleh pekerja/buruh.
Akibat pelaksanaan outsourcing yang tidak sesuai dengan aturan yang ada
maka hubungan antara pekerja kontrak (outsourcing) dengan pengusaha menjadi
tidak harmonis, akibatnya diperlukan suatu perlindungan hukum terhadap jaminan
hak pekerjadalam perjanjian outsourcing antara pekerja dengan perusahaan
penyedia jasa pekerja.

F. Metode Penelitian
Metode penilitian yang digunakan dalam penyusunan Tesis ini adalah :
1. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan mengutamakan meneliti
data sekunder serta implementasinya dalam praktik khususnya berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap jaminan hak pekerja dalam perjanjian outsourcing
antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi dalam penelitian ini adala deskriptif analitis, yaitu dengan
menggunakan penelitian deskriptif analitis yang mengembangkan peraturan
perundangan yang berlaku dan dihubungkan dengan praktik pelaksanaannya yang
menyangkut permasalahan yang diteliti mengenai, perlindungan hukum terhadap
jaminan hak pekerja dalam perjanjian outsourcing antara pekerja dengan

24

perusahaan penyedia jasa pekerja menganalisis sejauh mana perlindungan hukum


dapat memberikan jaminan terhadap hak-hak pekerja pada perusahaan penyedia
jasa pekerja outsourcing dikaitkan dengan Undang-Undang No 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan.
3. Tahap Penelitian
a. Penelitian kepustakaan
Dilakukan dengan mengadakan penelitian data sumber yang berupa :
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berlaku dan
mengikat berupa:
a) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat.
b) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
c) Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003

Tentang

Ketenagakerjaan.
d) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaina
Perselisihan Hubungan Industrial.
e) Undang-Undang Nomor 25 Tahn 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Peraturan Presiden RI
Nomor 7 tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2004-2009.
2) Bahan hukum sekunder yang memberi penjelasan mengenai bahan
hukum primer, yaitu:
Buku-buku litelatur, artikel-artikel ilmiah teks-teks yang berkaitan
denga penelitian ini. Hasil penelitian, berupa jurnal penelitian yang
ada hubungannya dengan penelitian ini. Tesis seminar-seminar
huku.
3) Bahan hukum tertier yang memberi petunjuk tentanag penjelasan
bahan hukum sekunder, misalnya:

25

Kamus antara lain kamus bahasa indonesia, atikel pada majalah atau
koran, seperti koran Kompas, Pikiran Rakyat dan lain-lain yang
mengulas tentang outsourcing dan berkaitan dengan penelitian ini.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan (field research) guna mendapat data primer sebagai
data yang akan dianalisi, etrutama yang berkaitan dengan perjanjian
kerjasama. Penelitian lapangan (field research) dilakukan dalam bentuk
wawancara.
4. Teknik Penelitian
Untuk data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan sedangkan data
primer dilakukan melalui wawancara dengan tujuan memperoleh lebih lanjut
dari apa yang peneliti dapatkan dari bahan-bahan pustaka.

Anda mungkin juga menyukai