BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah
penyakit yang disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam
jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini
paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini
belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun
penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar
leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring
rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini
biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker
ini.
Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan)
merupakan kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan
kulit. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini,
karena gejalanya hanya seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak
dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian
selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India.
Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker
nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
Pelayanan keperawatan sangat bermanfaat bagi setiap individu untuk
memenuhi kebutuhan bio,psiko,sosial, dan spiritual. Namun, hal tersebut
belum terwujud sepenuhnya karena masih tingginya jumlah penderita
penyakit pada saluran pernapasan, salah satunya penderita karsinoma
nasofaring.
Sesuai dengan undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992,
dijelaskan bahwa keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang mempunyai otonomi dan kewenangan dalam melaksanakan
proses keperawatan sebagai metode pemecahan masalah di bidang
1.2
kesehatan.
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca
nasofaring
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Memahami definisi Ca nasofaring.
2. Mengetahui etiologi dari Ca nasofaring.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Ca nasofaring
4. Mengetahui patofisiologi Ca nasofaring.
5. Mengtahui WOC Ca Nasofaring
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Ca nasofaring.
7. Mengetahui penatalaksaan Ca nasofaring
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca
nasofaring.
1.4
Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada
klien
dengan
gangguan
ca
Nasofaring
sehingga
menunjang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
mungkin
multifaktorial,
proses
c.
d.
banyak.
Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen
tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi
pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir
ini menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya Ca
Nasofaring :
a. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi
kanker nasofaring , kandungan 3,4- benzpiren dalam tiap
gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari
keluarga di area insiden rendah.
b.
c.
dalam
2.
3.
hidung posterior.
Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor
di resesus faringeus dan di dinding lateral nasofaring
menginfiltrasi , menekan tuba eustaki, menyebabkan tekana
negatif di dalam kavum timpani , hingga terjadi otitis media
transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan dilatasi
tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya
kemmpuan pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya
4.
5.
6.
7.
2.1.4
Patofisiologi Ca Nasofaring
Infeksi virus Epstein Barr dapat menginfeksi sel epitel dan
berhubungan dengan transformasi ganas yangdapat menyebabkan
karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai
karsinoma
nasofaring.
Karsinoma
nasofaring
magnum os oksipital ).
T3: Kanker di celah parafaring di posterior garis SO atau
mengenai basis kranial, fosa pterigopalatinum atau terdapat
rudapaksa tunggal syaraf kranial kelompok anterior atau
posterior.
4.
5.
6.
7.
8.
>7 cm
9. M0: Tak ada metastasis jauh.
10. M1: Ada metastasis jauh.
Penggolongan stadium klinis, antara lain :
1. Stadium I: T1N0M0
2. Stadium II: T2N0 1M0, T0 2N1M0
3. Stadium III: T3N0 - 2M0, T0 3N2M0
4. Stadium IVa: T4N0 3M0, T0 4N3M0
5. Stadium IVb:T apapun, N Apapun, M1
yang
dilakukan.Tumor
tidak
yang
sensitif,
tumbuh
pemeriksaan ini
eksofitik
dapat
dan sudah
untuk
menilai
secara
langsung lapisan
atau jaringan
kepala
dan
leher
untuk
pun
akan
ditemukan.
Memastikan luas
10
Kemoterapi
meliputi
kemoterapi
neodjuvan,
kemoterapi
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1
11
berat
14
badan,
kakeksia,
perubahan
kelembaban/turgor kulit.
f. Neurosensori
Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
g. Nyeri/kenyamanan
Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga
(otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan
akibat penyinaran
h. Pernapasan
Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang
merokok), pemajanan
i. Keamanan
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari
lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
12
j.
Seksualitas
Masalah seksual misalnya dampak hubungan, perubahan pada
tingkat kepuasan.
k. Interaksi sosial
Ketidakadekuatan atau kelemahan sistem pendukung
(Doenges, 2000)
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berhubungan dengan
gangguan status organ sekunder metastase tumor
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
visualisasi,
bimbingan
imajinasi)
musik,
sentuhan terapeutik.
4) Evaluasi penghilangan nyeri atau control
b. Kolaborasi
Berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon
atau campuran narkotik
Rasional:
a. Informasi
memberikan
13
perhatian.
c.
Rasional:
a. Mengetahui
perubahan
dari
hal-hal
yang
merupakan
kebiasaan pasien .
b. Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan
proses penyembuhan.
c. Mengetahui faktor penyebab gangguan persepsi sensori yang
lain dialami dan dirasakan pasien
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil:
a. Berat badan dan tinggi badan ideal.
b. Pasien mematuhi dietnya.
14
pasien
untuk
mematuhi
diet
yang
telah
diprogramkan.
c. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
d. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional:
a. Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi
pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet
yang adekuat.
b. Kepatuhan
terhadap
diet
dapat
mencegah
komplikasi
terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
c. Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet).
d. Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet
yang ditetapkan.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan.
Tujuan: Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar
tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
b. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit Ca.
Nasofaring
b. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang
mudah dimengerti.
15
dapat
memberikan
penjelasan
dengan
16
Rasional:
a. Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien
sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan
tepat.
b. Dapat meringankan beban pikiran pasien.
c. Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga
pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
d. Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan
pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban
pikiran pasien.
e. Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan
kecemasan yang dirasakan pasien.
f. Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga
yang menunggu.
g. Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat membantu
mengurangi rasa cemas
3.1.4 Implementasi Keperawatan
Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan
yang
sudah
17
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Ca nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari
epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Yang
disebabkan oleh Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam
tubuh dan tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam
jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu
mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus
mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat
mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring.
18
4.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut :
1. Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tehknik komunikasi terapeutik dan
melakukan pengkajian agar kualitas pengumpulan data dapat lebih baik
sehingga dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan baik.
2. Pada Klien dan Keluarga
Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan
pengobatan dan diit yang telah diinstruksikan leh perawat dan dokter.