Bab 2
Tinjauan Pustaka
2.1. Lambung
2.1.1. Anatomi
Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf J, dengan
volume 1200-1500ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior, lambung berbatasan
dengan bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan
duodenum. Lambung terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium
kiri. Kecembungan lambung yang meluas ke gastroesofageal junction disebut
kurvatura mayor. Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor,
dengan ukuran dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat di
dalam rongga peritoneum dan ditutupi oleh omentum.5
Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah (gambar 2.1.) yaitu: (1). Kardia,
daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat gastroesofageal junction; (2).
Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari kardia dan
meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal junction; (3). Korpus, merupakan
2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah fundus sampai ke bagian paling bawah
yang melengkung ke kanan membentuk huruf J; (4). Antrum pilori, adalah bagian
1/3 bagian distal dari lambung. Keberadaannya secara horizontal meluas dari korpus
hingga ke sphincter pilori; dan (5). Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang
paling distal dari lambung. Bagian ini secara kelesulurhan dikelilingi oleh lapisan otot
yang tebal dan berfungsi untuk mengontrol lewatnya makanan ke duodenum.
Permukaan fundus dan korpus banyak dijumpai lipatan rugae lambung. Pembuluh
darah yang mensuplai lambung merupakan percabangan dari arteri celiac, hepatik dan
splenik. Aliran pembuluh vena lambung dapat secara langsung masuk ke sistem portal
atau secara tidak langsung melalui vena splenik dan vena mesenterika superior. Nervus
vagus mensuplai persyarafan parasimpatik ke lambung dan pleksus celiac merupakan
inervasi simpatik. Banyak ditemukan pleksus saluran limfatik dan kelenjar getah
bening lainnya. Drainase pembuluh limfe di lambung terbagi atas empat daerah yaitu:
(1). Kardia dan sebagian kurvatura minor ke kelenjar getah bening gastrik kiri; (2).
Pilorik dan kurvatura minor distal ke kelenjar getah bening gastrik dan hepatik kanan;
(3). Bagian proksimal kurvatura mayor ke kelenjar limfe pankreatikosplenik di hilum
splenik; serta (4). Bagian distal kurvatura mayor ke kelenjar getah bening
gastroepiploik di omentum mayor dan kelenjar getah bening pilorik di kaput
pankreas.3,5,10
2.1.2. Histologi
Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, sub-mukosa,
muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel epitel
kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit. Lapisan
mukosa terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis mukosa.
Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian dalam
dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan
membentuk kelompokan kecil (fascicle) otot polos yang tipis menuju ke bagian
dalam lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa,
jaringannya longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus
arteri, vena, pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna
terdiri dari tiga lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam
(inner sirkuler) dan oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler
sphincter pilorik pada gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach (myenteric)
berlokasi pada daerah di antara lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis
eksterna. Semua kelenjar lambung mempunyai dua komponen yaitu bagian foveola
(kripta, pit) dan bagian sekresi (kelenjar). Mukosa lambung secara histologi terbagi
atas 3 jenis yaitu kardiak, fundus dan pilorik (antral), dengan daerah peralihan di
antaranya. Perbedaan berbagai jenis mukosa lambung tergantung pada perbandingan
relatif antara bagian foveolar dengan bagian sekresi, serta komposisinya secara
mikroskopik (Gambar 2.2). Kelenjar kardiak dan pilorik mempunyai kemiripan yaitu
perbandingan antara foveola terhadap kelenjar yang mensekresi mukus adalah satu
berbanding satu. Yang membedakan keduanya adalah jarak antar kelenjar di daerah
kardiak berjauhan, kadang dijumpai lumen kelenjar yang berdilatasi kistik.
Sedangkan kelenjar pada daerah pilorik mempunyai pelapis epitel dengan sitoplasma
sel yang bubly, bervakuola, bergranul dan glassy. Sub-nukleus vakuolisasi sel
mukus kadang-kadang dapat ditemukan, keadaan ini kadang-kadang salah
diinterpretasi sebagai metaplasia. Sedangkan sitoplasma sel pada daerah pilorik yang
glassy dan berkelompok dapat salah diinterpretasi sebagai adenokarsinoma signet
ring cell. Sel bersilia yang kadang-kadang dijumpai pada daerah pilorik, dan lebih
sering dijumpai pada orang Jepang, keadaan ini kadang kala dianggap sebagai suatu
metaplasia. Kelenjar fundik (oxyntic, acidopeptic) ditandai dengan bagian foveolar
hanya dari ketebalan mukosa, kelenjarnya cendrung lebih lurus dan terdiri dari
sebaran sel chief, sel parietal (penghasil asam), sel endokrin dan sel mukosa leher.3,4,5
Gambar 2.2. Diagram dari empat daerah anatomi dan tiga daerah histologik lambung.
Ketebalan gastrik pit (merah) dan bagian kelenjar berbeda pada berbagai daerah di
lambung. Warna pada kelenjar sesuai dengan warna pada daerah anatomik lambung.
Histologi kelenjar dibedakan atas warna merah muda, hijau, dan biru. Gastrik pit yang
seragam berwarna merah pada seluruh bagian lambung.4,10
Secara imunohistokimia dan in situ hybridization menunjukkan sel chief dan sel
mukosa leher menghasilkan pepsinogen I (namun pada daerah pilorik menghasilkan
pepsinogen II). Musin yang dihasilkan oleh mukosa lambung hampir semuanya
adalah jenis netral dan positif dengan pewarnaan PAS, namun negatif pada
pewarnaan Alcian blue dan Mayers mucicarmine. Sedangkan sel mukosa leher yang
normal dapat menghasilkan sialomusin dan sulfomusin dalam jumlah yang sedikit.
Pada pemeriksaan imunohistokimia sel epitel foveolar menampilkan MUC1 dan
2.2. Gastritis
10
11
Gambar 2.3. Mekanisme jejas dan pertahanan pada lambung. Ilustrasi diagram
perkembangan dari jejas ringan hingga terbentuk tukak disertai gastritis akut dan
kronik. Tukak terdiri dari lapisan nekrosis (N), inflamasi (I), dan jaringan
granulasi (G), namun jaringan parut/skar (S), membutuhkan waktu dan hanya
terdapat pada lesi yang kronis.3
Insidensi dan riwayat alami gastritis kronik telah diketahui dan tersistematis
dengan jelas menggunakan biopsi jaringan secara endoskopi. Keluhan pada gastritis
kronis tidak begitu hebat, namun keluhannya dapat menetap dalam waktu yang lama.
Keluhan yang timbul berupa mual dan rasa tidak enak pada perut bagian atas, kadang
disertai muntah dan hematemesis. Penyebab gastritis kronik yang paling sering
adalah infeksi Helicobacter pylori.3,24,26 Ada dua gambaran utama penyakit ini yaitu
sebukan sel-sel radang pada lamina dan atrofi epitel kelenjar. Sel-sel plasma dan
limfosit (kadang-kadang dengan pembentukan folikel) merupakan sel yang prominen
dijumpai di antara sel-sel radang tersebut, namun juga dapat dijumpai sel eosinofil
serta neutrofil. Gastritis kronik dapat diklasifikasikan menjadi gastritis kronik
superfisial dan gastritis kronik atrofi. Pada gastritis kronik superfisial, sebukan selsel radang terbatas pada daerah foveolar dan tidak dijumpai atrofi kelenjar. Kelainan
12
epitel bisa juga dijumpai, berupa penurunan jumlah musin sitoplasma, pembesaran
inti dan nukleoli, kadang-kadang terjadi peningkatan jumlah mitosis. Sedangkan pada
gastritis kronik atrofi, proses peradangannya lebih hebat dan bersamaan dengan atrofi
pada kelenjar. Gastritis fokal ditandai dengan sel-sel radang limfosit dan histiosit
(kadang bercampur dengan sel neutrofil) yang berkelompok dan mengelilingi
sebagian kelenjar, ini diduga merupakan petanda penyakit IBD (inflammatory bowel
disease), namun pada sebagian studi lainnya masih belum terdapat konfirmasi tentang
hal ini.1,3,4,5,7
Gastritis kronik dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu: (1). Tipe-A (tipe imun); dan (2).
Tipe-B (tipe non-imun). Kedua jenis gastritis ini mempunyai kemiripan dalam
gambaran histologi, namun patogenesisnya berbeda. Gastritis tipe-A (tipe imun) ini,
lebih jarang dijumpai. Pada umumnya terdapat di daerah fundus dan meluas difus
hingga ke daerah antrum, ditandai dengan hiperplasia neuroendokrin, berhubungan
dengan antibodi terhadap sel parietal, hipokhlorhidria atau akhlorhidria dan kadar
serum gastrin yang tinggi. Sub-unit dan dari pompa proton lambung
teridentifikasi sebagai target molekular utama penyakit autoimun ini, yang
menimbulkan anemia pernisiosa. Varian dari kelainan ini berupa pan-gastritis atrofi
autoimun, yang dapat mengenai antral dan fundus, namun tidak terdapat hiperplasia
neuroendokrin. Sedangkan gastritis tipe-B (jenis non-imun), lebih sering dijumpai,
proses penyakitnya dimulai dari daerah antrum, dan berkembang kearah proksimal
hingga ke perbatasan fundik-pilorik secara bertahap. Pada beberapa kepustakaan,
gastritis tipe-B (non-imun) dikalsifikasikan menjadi: (1). Gastritis hipersekresi, yang
terbatas pada daerah antrum, yang dihubungkan dengan keadaan hiperkhlorhidria dan
tukak peptik duodenum; dan (2). Gastritis lingkungan (environmental), yang
melibatkan daerah antrum dan fundus yang awalnya berupa lesi bercak-bercak,
kemudian tersebar difus.7,8,14
Patogenesis gastritis kronik tipe-B adalah kompleks dan beragam. Faktor risiko
terjadinya gastritis tipe ini adalah berhubungan dengan alkohol, tembakau, refluks
13
duodenum (refluks gastritis), alergi makanan, dan berbagai jenis obat (terutama obatobatt anti- inflamasi). Selain berbagai risiko yang multifaktorial ini berperanan dalam
gastritis kronis tipe-B (dan penyakit lambung lainnya, seperti tukak peptik,
karsinoma dan limfoma), yang harus menjadi perhatian juga adalah infeksi H.
pylori.1,3,11
Helicobacter pylori
14
Genom H. pylori (1,65 juta pasangan basa) mengkode sekitar 1500 protein. Di
antara semua genom tersebut, ada dua proyek sekuensi gen H. pylori yang telah
ditemukan berupa satu keluarga besar dari 32 protein yang berhubungan dengan
protein membran bagian luar (Hop proteins) yaitu adhesi H. pylori dan berbagai gen
yang dapat men-switched on dan men-switched off dengan mutagenesis yang
diperantarai oleh kesalahan pasangan slippedstrand. Protein yang dikode oleh
beragam fase termasuk enzim yang memodifikasi struktur molekul permukaan
antigen, mengontrol masuknya DNA asing ke dalam bakteri dan peningkatan
pergerakan bakteri. Perubahan genom H. pylori berlangsung terus menerus selama
kolonisasi kronik dari individu host dengan mengirim potongan kecil DNA asing dari
strains H. pylori yang lain selama infeksi menetap maupun sementara.6,8,16
15
H. pylori dapat melekat erat pada sel epitel dengan komponen permukaan
bakteri yang multipel. Adhesi yang paling khas adalah BabA, yaitu suatu protein 78kD membran luar yang terikat pada antigen kelompok darah Lewis B fucosylated.
Beberapa anggota keluarga protein Hop lainnya juga memperantarai perlekatan pada
sel epitel. Dari berbagai penelitian terhadap binatang percobaan membuktikan bahwa
adhesi terutama BabA yang berhubungan dengan penyakit H. pylori dapat
meningkatkan beratnya keadaan penyakit, walaupun pada sebagian penelitian masih
diperdebatkan.1,2,16,21
16
pada daerah yang ditandai dengan tanda panah. Susunan gen pada strain 26695,
merupakan suatu susunan genom yang dipublikasi pertama kali (gambar 2.5).7
Pada sebagian strain, pulau tersebut dipisah menjadi dua bagian. Diduga
banyak gen Cag yang terlibat dalam perpindahan sekresi protein CagA ke dalam
sitoplasma sel epitel lambung. Ada lima jenis gen (ditandai dengan warna orange)
yang mirip komponen sistem sekresi tipe-IV dari patogen tumbuhan Agrobacterium
tumefaciens (Vir proteins). Protein yang dikode oleh pulau tersebut terlibat di dalam
dua proses utama, merangsang sel epitel untuk menghasilkan IL-8 dan perpindahan
CagA dari bakteri ke dalam sel host. Seluruh gen (dalam panah besar), berperanan
penting dalam menginduksi IL-8; sedangkan pada panah yang terputus-putus
mengindikasikan gen yang tidak terlibat dalam proses ini. Garis panah yang berwarna
biru mengindikasikan gen yang dibutuhkan untuk translokasi CagA; garis orange
mengindikasikan gen yang tidak penting untuk bertranslokasi.1,3,6,7,8,21
17
18
Biasanya respons Th1 ini, bersamaan dengan apoptosis yang diperantarai Fas
dari klon sel-T H.pylori spesifik, cendrung menyebabkan H pylori menetap. Sebagai
tambahan terhadap kerusakan yang dihubungkan dengan translokasi protein yang
19
20
Gastritis Helicobacter pylori yang kronis dapat meluas hingga ke korpus dan
fundus lambung, mukosa mengalami atrofi. Kelompokan limfoid kadang disertai
germinal center (gambar 2.7.C), membentuk jaringan limfoid mukosa (MALT/
Mucosa-associated lymphoid tissue), yang dapat berubah menjadi limfoma.1,2,3,4,9
21
Gambar 2.8. H. pylori yang melekat pada epitel lambung, berupa batang kecil
kehitaman (panah), terdapat pada permukaan epitel dan di dalam lumen kelenjar.
Pada bagian mukosa dijumpai sebukan sel-sel radang.3,5,7
Secara histologi, bentuk kokoid yang solid, bulat, basofilik, berukuran 0,41,2m. Bentuk ini menyerupai bakteri non-patogen, spora jamur dan cryptosporidia.
Namun densitas Helicobacter pylori ini rendah, sehingga untuk mendeteksinya dapat
dibantu dengan pewarnaan spesial termasuk Giemsa, Warthin-Starry atau Steiner
silver (gambar 2.8.), Alcian yellow-toluidine blue, Wright-Giemsa, Brown-Hopps,
acridine orange, Diff-Quik stains, pewarnaan Genta dan imunohistokimia. Tidak ada
kelebihan antara satu jenis pewarnaan dengan yang lainnya, namun diagnosa yang
pasti dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia.4,19,20 Teknik pemeriksaan
PCR (Polymerase chain reaction) juga dapat dilakukan. Pada salah satu penelitian
22
2.2.4. Metaplasia
Perubahan metaplasia mukosa lambung dapat terjadi pada gastritis kronis. Ada
dua jenis metaplasia yaitu metaplasia pilorik pada mukosa fundus dan metaplasia
intestinal. Keadaan ini dapat terjadi secara bersamaan. Pada metaplasia intestinal,
kelenjar mukosa kelenjar lambung jenis fundik digantikan oleh mukosa kelenjar
penghasil mukus. Proses ini berlangsung secara bertahap yang berlanjut sepanjang
perbatasan fundus ke pilorik dan bergerak kea rah proksimal menuju daerah kardia.
Metaplasia intestinal dihubungkan terhadap pergantian mukosa lambung yang
progresif oleh epitel usus baik usus halus maupun usus besar, yang mengandung sel
goblet, sel absorptif (brush border), sel Paneth, dan beragam sel endokrin. Sel yang
bersilia juga mungkin dapat dijumpai. Metaplasia intestinal dapat diklasifikasikan
menjadi jenis komplet (tipe-1) dan tidak komplet (tipe-2). Pada metaplasia yang
komplet, perubahan mukosa lambung menjadi bentuk yang identik terhadap epitel
usus halus, pada kasus yang lebih lanjut bias dijumpai villi dan kripta. Pada
metaplasia yang tidak komplet, tidak dijumpai sel absorptive, namun sel kolumnar
dengan gambaran sel foveolar lambung masih tersisa. Secara histokimia, terdapat
musin yang prominen pada metaplasia intestinal komplet yaitu berupa sialomusin,
dan sedikit sulfomusin atau musin yang netral; sedangkan pada jenis yang tidak
komplet lebih banyak dijumpai musin netral (jenis II-A) atau sulfomusin (jenis II-B).
Pada pemeriksaan imunohistokimia, metaplasia intestinal tipe-1 ditandai dengan jenis
musin usus MUC2, sedangkan MUC1, MUC5AC dan MUC6 sedikit atau tidak ada.
Metaplasia tipe-II, menampilkan MUC2 dan musin normal pada lambung secara
bersamaan. Metaplasia intestinal juga menunjukkan imunoreaktif yang tinggi untuk
mensekresi immunoglobulin dan antigen terhadap sel-T (ThomsenFriedenreich),
yang mengindikasikan musin glikosilasi aberant. Kelenjar dengan metaplasia
intestinal juga imunoreaktif terhadap antigen hepatosit (Hep-Par-1) dan terhadap
23
guanylyl cyclase C (suatu reseptor selektif yang ditampilkan oleh sel epitel).
Hubungan metaplasia intestinal pada lambung dan H. pylori menarik. Biasanya H.
pylori tidak dijumpai pada fokus metaplasia intestinal tipe-1, namun sering dijumpai
pada fokus tipe-2. Metaplasia intestinal tipe-2B mempunyai hubungan yang kuat
terhadap karsinoma lambung tipe intestinal dibandingkan tipe lainnya, namun hal ini
masih diperdebatkan sampai saat ini.2,4,21,22,25,26
Gastritis kronik atrofi, merupakan suatu proses peradangan kronik hebat yang
bersamaan dengan atrofi pada kelenjar. Manifestasi atrofi kelenjar ditandai dengan
jarak antara satu kelenjar dengan kelenjar lainnya berjauhan, dan terdapat
peningkatan jumlah jaringan ikat retikulin pada lamin propria. Berdasarkan
perbandingan antara ketebalan bagian kelenjar terhadap seluruh ketebalan mukosa
lambung, gastritis kronik atrofi ini dapat dikategorikan menjadi gastritis atrofi
ringan, sedang dan berat. Gastritis kronik atrofi harus dibedakan terhadap atrofik
gastrik. Atrofi gastrik, merupakan stadium akhir gastritis kronik atrofi. Secara
endoskopi dan makroskopis, gastritis kronik atrofi maupun atrofi gastrik
menunjukkan otot mukosa yang tipis, pembuluh darah sub-mukosa menonjol. Jika
lapisan mukosa menipis tanpa disertai sebukan sel-sel radang, ini menandai suatu
atrofi gastrik. Peningkatan derajat atrofi pada umumnya berhubungan terhadap
dilatasi kistik kelenjar dan metaplasia. Terdapat hubungan yang erat antara tingkat
atrofi gastrik seperti yang diduga pada biopsi endoskopik dan pemeriksaan sekresi
asam. Namun tidak ada hubungan antara penemuan histopatologi terhadap gejala,
gambaran radiologi dan gastroskopi. Gastritis kronik atrofi pada umumnya dapat
dijumpai pada karsinoma lambung, dan pada umumnya keadaan yang berat sesuai
dengan tingkat perluasan tumor.1,3,4,21,24
24
2.2.6. Displasia
Displasia lambung dapat dibagi atas tiga jenis: (1). Intestinal (adenomatous,
tipe-1), (2). Gastrik (foveolar, tipe-2); dan (3). Sub-tipe kombinasi (hybrid), yang
mempunyai perbedaan gambaran tampilan musin dan petanda lainnya. Banyak
system yang menunjukkan tingkatan displasia sub-tipe ini, sistem yang paling sering
digunakan adalah yang membaginya dalam dua kategori yaitu low grade dan high
grade. Displasia high grade dapat disinonimkan dengan karsinoma in-situ (CIS) dan
25
harus dibedakan dari karsinoma intra-mukosa, dimana proses ini telah dijumpai
kerusakan pada basal membran. Konsep yang telah direkomendasikan bersamaan
oleh beberapa kelompok ahli patologi bahwa biopsi lambung dapat dikelompokan
dalam pelaporan menjadi kategori: (1). Negatif untuk displasia; (2). Indefinitr untuk
displasia; (3). Displasia low grade; (4). Displasia high grade atau karsinoma in-situ;
(5). Karsinoma intra mukosa; dan (6). Karsinoma invasif. 4,7,23
Tukak peptik dapat terjadi pada semua tempat di saluran cerna yang terpapar
cairan asam lambung, namun yang paling sering adalah pada daerah antrum lambung
dan bagian pertama dari duodenum. Tukak duodenum paling sering dijumpai pada
pasien sirosis hati, penyakit paru obstruksi kronik, gagal ginjal kronik dan
hiperparatiroid. Pada gagal ginjal kronik dan hiperparatiroid, stress psikologi eksogen
mungkin meningkatkan produksi asam lambung. Tukak peptik juga dapat terjadi
pada esofagus yang menimbulkan GERD (gastro esophageal reflux disease) atau
sekresi asam yang dihasilkan oleh mukosa lambung yang ektopik. Mukosa lambung
yang terdapat pada divertikulun Meckel dapat menyebabkan tukak peptik pada
mukosa di sekitarnya.3,4,7,17,25
Tukak lambung bisa terjadi secara akut maupun kronik. Pada tukak lambung
akut, kerusakan mukosa lambung bersifat fokal dan merupakan komplikasi dari
pengobatan NSAIDs. Penyebab lainnya bias berupa stress psikologi berat.
Berdasarkan lokasi dan hubungan klinisnya, tukak lambung mempunyai penamaan
spesifik, seperti: (a). Tukak stress (stress ulcers), paling sering terjadi pada pasien
yang shok, sepsis, atau trauma berat; (b). Tukak Curling, tukak pada bagian
proksimal duodenum yang dihubungkan dengan luka bakar berat/trauma; (c). Tukak
Cushing, yaitu tukak yang terdapat pada lambung, duodenum maupun esofagus yang
timbul pada pasien dengan penyakit intra-kranial, tukak ini sering menimbulkan
perforasi.3 Patogenesis tukak akut sangat kompleks dan belum diketahui dengan
26
jelas. Tukak yang dirangsang oleh penggunaan NSAID dihubungkan dengan inhibisi
cyclooxygenase. Pencegahan sintesis prostaglandin, yang meningkatkan sekresi
bikarbonat, inhibisi sekresi asam, merangsang sintesa musin, dan meningkatkan
perfusi pembuluh darah. Lesi dihubungkan dengan jejas intra-kranial diduga karena
rangsangan langsung terhadap inti vagal, yang menyebabkan sekresi yang berlebihan
dari asam lambung. Asidosis sistemik, sering ditemukan pada keadaan ini, mungkin
juga dapat menimbulkan jejas mukosa karena penurunan pH intra selular sel mukosa.
Hipoksia dan penurunan aliran darah disebabkan oleh vasokonstriksi splanchnic yang
dirangsang stress juga merupakan patogenesis tukak akut.3,7,17,21,25
Morfologi. Tukak peptik empat kali lebih sering dijumpai pada duodenum
proksimal dibandingkan lambung. Tukak duodenum biasanya terdapat beberapa cm
dari katup pilorik pada bagian dinding anterior duodenum. Tukak peptik terutama
berlokasi sepanjang kurvatura minor di dekat perbatasan korpus dan fundus. Lesi
tukak lambung lebih dalam daripada erosi, melewati lapisan mukosa. Tukak peptik
biasanya lebih dari 80% berbentuk soliter. Tukak peptik yang klasik bentuknya bulat,
pinggir tukaknya tegas Pada tukak akut, bentuk tukaknya bulat dan diameternya lebih
dari 1cm. Dasar tukak sering berwarna coklat hingga kehitaman karena asam
lambung yang bercampur dengan darah, disertai peradangan transmural dan serositis
lokal. Berbeda dengan tukak peptik yang timbul karena jejas kronik, pada tukak
stress akut dapat ditemukan pada berbagai tempat di lambung. Lipatan rugae
lambung masih dalam normal, bagian pinggir dan dasar tukak datar. Tukak bisa
soliter atau multipel pada lambung dan duodenum. Secara mikroskopis, tukak stress
27
akut berbatas tegas, dengan mukosa di sekitarnya normal. Tergantung pada lamanya
tukak, mungkin dijumpai perdarahan dan reaksi peradangan pada mukosa dan submukosa. Berbeda dengan tukak peptik kronik, pada tukak stress akut tidak dijumpai
jaringan parut/skar maupun penebalan dinding pembuluh darah. Tukak dapat sembuh
sempurna dengan terjadinya re-epitelisasi setelah faktor penjejas hilang. Lamanya
massa penyembuhan bervariasi, bisa beberapa hari sampai beberapa minggu.3,4,5,7,17
Tukak peptik yang berdegenerasi menjadi ganas sangat jarang, dan hasil
pelaporan kemungkinan perubahan yang berasal dari tukak peptik jinak adalah sejak
awalnya tukak tersebut merupakan suatu tukak yang ganas.1,2,3,4,17
Merupakan jenis keganasan yang paling sering ditemukan pada lambung (>
90% dari semua kanker di lambung). Gejala awal hampir sama dengan gastritis
kronik, berupa dispepsia, sulit menelan (dysphagia) dan mual. Tumor ini sering
ditemukan pada stadium lanjut, dengan keluhan menurunnya berat badan, anoreksia,
gangguan kebiasaan habit, anemia dan perdarahan yang memicu pemeriksaan
diagnosa selanjutnya.7 Insidennya menurun pada beberapa Negara seperti Amerika
Serikat dan Inggris, namun masih tetap tinggi pada Negara lainnya seperti Jepang,
Chili dan Itali. Peningkatan insidensi ini terbukti bahwa faktor genetik berperanan
penting karena 10% dari penyakit ini terdapat pada kelompok keluarga. Sebagian
besar pasien berumur di atas 50 tahun, namun juga pernah tercatat kasus-kasus pada
individu berusia muda dan anak-anak. Pada kasus yang dijumpai pada usia sangat
muda dan sangat tua, menunjukkan beberapa perbedaan klinikopatologi terhadap
kelompok umur insidensi yang umumnya terjadi.1,2,3,8,12,15
28
Karsinoma lambung biasanya berasal dari sel basal (sel generatif atau sel
punca) foveolar yang terdapat pada bagian leher kelenjar antral dan fundal, dengan
latar belakang gastritis kronik atrofi, metaplasia intestinal dan displasia, karsinoma
in-situ, dan karsinoma superfisial. Sebagian bisa berasal dari jaringan pankreatik
heterotropik atau pelapis epitel kista sub-mukosa pada dinding lambung, namun ini
sangat jarang. Riwayat hipokhlorhidria sebelumnya dapat dijumpai pada 85-90%
karsinoma lambung. Peningkatan pH di dalam lambung dapat merangsang
pertumbuhan bakteri yang menekan nitrat dalam makanan menjadi nitrit, selanjutnya
29
30
Lesi pre-kanker pada lambung berupa atrofi mukosa dan metaplasia intestinal
serta displasia (atau adenoma kalau berupa lesi polipoid). Sebagian besar displasia
epitel lambung (adenoma) mempunyai fenotipe intestinal yang mirip adenoma
kolon. Selain itu variant histologi lainnya yaitu displasia hiperplastik (tipe II) juga
mempunyai fenotipe intestinal. Displasia pada tubulus leher (atau globoid) diduga
merupakan prekursor kanker lambung jenis difus.1,3,4
Demikian juga dengan displasia, sebagian besar KDL terdiagnosa pada umur
di atas 50 tahun, yang lebih muda dibandingkan adenokarsinoma lanjut,
mencerminkan bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk perkembangan KDL
menjadi kanker lanjut lambung (KLL). KDL berukuran 2-5cm, sering berlokasi pada
kurvatura minor di daerah sekitar angulus, dan 3-13% pasien menunjukkan lesi
primer yang berlokasi multipel dan mempunyai prognosa yang buruk. Berdasarkan
gambaran endoskopinya, KDL dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu: pertumbuhan yang
menonjol (tipe 1); pertumbuhan superfisial (tipe 2); dan pertumbuhan yang
membentuk tukak atau excavation (tipe 3). Tipe dapat dibagi lagi menjadi 2A
(meninggi); 2B (datar); dan 2C (melekuk ke dalam atau depressed). Gambaran
pertumbuhan tipe 2 yang paling banyak (80%) terutama tipe 2C. Gambaran
31
32
hematemesis dan gejala penyumbatan. Pada pasien usia muda, dapat terjadi
penyebaran intra-abdomen. Pada pasien wanita sel kanker difus dapat disertai
metastasis ke ovarium yang dikenal dengan Krukenbergs tumors.3,4,5
33