Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
hektar
yang
mencakup
Kecamatan
Minahasa
dan
Bolaang
demikian,
muncul
pertanyaan,
yaitu
bagaimana
dampak
kerusakan
bertujuan
mengidentifikan
(1).
Kerusakan
Laut
(Submarine
Tailing
Disposal
Operasion)
dari
kegiatan
terbuka,
penambangannya
diawali
dimana
dalam
dengan
kegiatan
menunjang
land
aktivitas
clearing
daerah
penunjang
dimaksud
adalah
jaringan
jalan
menunju
lokasi
limbah,
termasuk
Submarine
Tailing
Disposal
(STD),
Kerusakan
Lingkungan
Akibat
Land
Clearing
Areal
Penambangan
Kegiatan land clearing (penggusuran) pada areal rencana penambangan
dan areal pembangunan fasilitas penunjang penambangan emas NMR
menyebabkan lahan menjadi terbuka. Kerusahan lingkungan yang terjadi
akibat penggusuran tersebut dapat dikemukakan seperti berikut ini :
Bila terjadi hujan, maka lahan yang terbuka akan mengalami erosi, yaitu
kulit tanah dan tanah bagian atas akan tercuci dan terbawa air hujan dari
lahan atas yang berbukit-bukit menunju lahan bawah yang datar di
daerah pesisir pantai. Sedimen yang tererosi ini akan menutupi
kumunitas-kumunitas atau ekosistem di lahan bawah, seperti vegetasi
daratan, ekosistem mangrove di Teluk Buyat, serta pemukiman dan atau
rumah-rumah penduduk.
Erosi tanah saat hujan tersebut terbawah ke sungai/kali sekitar dan
mengalir ke muara, dimana akhirnya masuk ke perairan Teluk Buyat,
3
dampak
turunan
berikutnya
adalah
mempengaruhi
mata
kegiatan penambangan.
Terjadi peningkatan debu
di
udara
pada
musim
panas
yang
Perubahan
kondisi
sosial
masyarakat
akibat
kegiatan
penambangan
Berdasarkan data yang tersedia, ternyata kegiatan penambangan emas
NMR yang mulai produksi pada bulan Maret 1996 telah sejumlah masalah
social kemasyarakat dari penduduk sekitar areal penambangan, diantaranya
:
pengambilan
keputusan
terhadap
aktivitas
pertambangan,
yang
menurunkan
kualitas
lingkungan
pemukiman
pendduduk sekitar.
3.2. Pencemaran Perairan Teluk Buyat Akibat Operasi STD
3.2.1. Buangan Tailling Bawa Laut (STD) Newmont Minahasa Raya
Pada tahun 1996, masyarakat Teluk Buyat pertama kali menderita
konsekuensi Submarine Tailings Disposal (STD) atau Tailings Pembuangan
Bawah Laut di Minahasa Raya. NMR membuang 2,000 ton ltailing tambang
emasnya setiap hari ke dalam Buyat Bay. Dalam jangka waktu lima tahun,
penambangan emas Newmont telah membuang 2.8 juta ton limbah melalui
tailings ke dalam Teluk Buyat (JATAM, 2001).
Secara visual tailings dari tambang emas NMR teridentifikasikan berwarna
merah muda hingga ke warna coklat karatan (Gambar 2), dan secara
kimiawi dicirikan oleh kelimpahan relatif dari trace element yang berbeda
dalam tailings, terutama perbandingan sangat tinggi dari As dan Sb
terhadap logam lebih ringan seperti Cr, Cu, Co, dan Ni, yang ditemukan
dalam konsentrasi yang kira-kira sama dalam fluvial yang dihasilkan,
referensi, dan sedimen sebelum penambangan (Edinger et al., 2007).
Tailings juga ditemukan di dalam sedimen terumbu karang tepi pada
kedalaman 20 m (Edinger et al., 2007), dan karang dibungkus lapisan dalam
bentuk butiran halus warba merah menyerupai tailings yang teramati di
kedalaman air 10 m.
Gambar 2. Foto tailing yang terambil dengan grap sampler, june 2002 di
Teluk Buyat
NMR memakai sianida untuk melarutkan bijih emas dari batuan yang
dihancurkan. NMR kemudian konon katanya menghilangkan sianida, arsenik
dan mercury melalui proses penawaran serta mengungsikan tailings di
bawah tekanan ruang hampa untuk meminimumkan gelembung oksigen.
Tailings dibuang melalui suatu pipa yang mengalir dari lubang galian Mesel
ke pantai dan kemudian dari pantai berjarak 8,000 meter ke dalamk Teluk
Buyat pada kedalaman air 82 meter di bawah permukaan laut (JATAM,
2001). Kedalaman ini hanya dua meter di bawah level minimum yang bisa
diterima untuk STD membebaskan/memecat.
Rakyat setempat dibiarkan berada dalam ketidaktahuan menyangkut selukbeluk
Gambar 3. Pipa buangan 2000 ton tailing NMR per hari ke Teluk Buyat
(Sumber : Glynn, 2002)
Seorang pakar toksikologi, yaitu Professor Rizal Max Rompas dari Universitas
Sam Ratulangi (UNSRAT), yang melakukan suatu penelitian tahun 1999
menyimpulkan: Aktivitas-aktivitas pertambangan PT. Newmont Minahasa
Raya perlu ditinjau. Terdapat sejumlah bahan beracun yang terdeteksi telah
berada dalam konsentrasi yang tinggi di Teluk Buyat. Sejumlah bahan
beracun dalam air laut telah melewati ambang batas yang kemungkinan
dapat ditolerir oleh Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Polusi Air. Selanjutnya, penelitian telah menemukan beberapa
indikasi pencemaran plankton dan ikan pelagis yang hidup di Teluk Buyat
tersebut (JATAM, 2000).
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa kandungan bahan beracun yang
tinggi di Teluk Buyat, yaitu dengan bioakumulatif dan karsinogenik alami.
(Rompas, 1999). Melalui laporan ini ditemukan bahwa terdapat beberapa
kandungan logam yang meliputi mercury, timah, arsenik, tembaga, dan
kadmium dalam Teluk Buyat.
dan rancang ulang sistem buangan tailing, tetapi rekomendasinya itu tidak
pernah diimplementasikan.
Hasil penelitian Pusat Studi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan UNSRAT
menemukan air dari daerah mulut pipa mengandung konsentrasi mercury
sebesar 34 ppb.
konsentrasi mercury yang ditetapkan sebesar 2 ppb dalam PP. No. 20 Tahun
1990 (JATAM, 2001).
Dalam ringkasan Edinger (2012) yang melakukan studi kasus tambang
emas Newmont Minahasa Raya telah menyoroti adanya bahaya dari STD
tambang emas ini berikut ini :
1. Orang desa lokal mengamati ikan mati tidak lama sesudah STD mulai
operasi, dan mereka juga mencatat sedimen berwarna merah dari
tailings menutupi karang pada terumbu karang yang terletak sekitar
lokasi pembuangan tailings.
2. Tailings dari tambang ini tersebar dari kedalaman STD 82 m sampai
sekitar terumbu karang, dan luas semburannya sampai 3.5 km dari
ujung pipa.
3. Fase arsenik tidak stabil pada tailings sekitar 32% dari total arsenik
dalam tailings tambang, dan <10% dari total arsenik dalam fluvial dari
sedimen laut.
4. Mercury dalam tailings bawah laut mengandung metil dalam proporsi
kira-kira sama dengan mercury yang digunakan sebagai pelebur pada
tambang emas rakyat
Sehubungan
penambangan
dengan
ke
pembuangan
laut,
tailings
distribusinya
dan
dari
suatu
kegiatan
factor-faktor
yang
Saluran pipa taoling secara umum diletakan sampai dekat bawah laut
yang curam, dengan harapan ketika tailing dikeluarkan dari mulut
saluran pipa bawah laut tersebut dapat melakukan perjalanan turun ke
dasar laut lebih dalam dan mengendap (settle). Kepadatan tailings,
upwelling (pengangkatan masa air) lokal, arus, dan kondisi perairan
lainnya akan mempengaruhi kemungkinan tailing untuk terdistribusi
8
berbahaya
menimbulkan
yang
berbagai
terdistribusi
kejadian
dalam
kolom
perubahan
perairan
kualitas
itu
akan
peraira
dan
di
Teluk
Buyat.
Berbasis
pernyataan
tersebut,
NMR-EIA
Salah satu dampak penting dari tailings NMR pada ekosistem dan biota laut
Teluk Buyat adalah ekosistem terumbu karang. Suatu fakta nyata tentang
10
Gambar 5. Foto-foto karang di Teluk Buyat. (A). Karang dekat dengan muata tailings
pada kedalaman air 3 m. (B) Karang dekat ke muara tailings pada
kedalaman air 5 m. (C) Karang sekitar 2 km ke arah laut dari muara
tailings, tanpa evidens kontaminasi (Sumber : Edinger, 2012).
Pada dasarnya skeleton Karang dapat merekam sejarah polusi logam dari
tailing pertambangan dan sumber lain (David, 2003; Reichelt-Brushett dan
McOrist, 2003). Skeleton karang hidup genus Porites yang berada dekat ke
muara tailings mengandung konsentrasi chromium, tembaga, kobalt, timah,
arsenik, antimonium, dan thallium lebih tinggi dibanding karang dari
terumbu referensi (Edinger, 2012).
Ironisnya, secara statistik terdapat perbedaan sebagian besar trace element
yang signifikan antar terumbu, tetapi tidak untuk arsenik. Trace element
yang berasal dari buangan tailings, terutama arsenik dan antimony,
terkandung dalam skeleton karang sebagai partikel mikroskopik sedimen,
bukan sebagai logam terlarut secara langsung yang menyatuh ke dalam
skeleton karang (Edinger et al., 2008). Arsenik adalah satu dari beberapa
11
trace element beracun yang berasal dari tambang dimana ukuran atomnya
tidak kompatibel dengan pola-pola geometris dari melekuk-molekul kristal
aragonit yang membangun/membentuk skeleton karang (Howard dan
Brown, 1984). Walaupun banyak karang yang mati di terumbu karang dekat
ke muara tailings, dan banyak karang mati atau sekarat ditutupi sedimen
berwarna tailings, tidak mempunyai bukti kimia yang langsung dari
toksisitas tailings pada karang. Setidaknya, skeleton karang terlihat
menjadi perekam pasif dari pencemaran sedimen. Nelayan melaporkan ikan
karang karang dengan tumor tertangkap pada terumbu karang dekat muara
tailings dan terumbu karang lain sekitarnya menjadi sasaran sebaran
tailings.
3.2.3.Kematian Ikan dan Kehilangan Mata Pencaharian
Hasil pengamatan yang dilakukan selama fase operasial penambangan
emas NMR menunjukan berkali-kali terjadi kematian ikan yang signifikan di
dalam Teluk Buyat Bay dari tahun 1996 hingga tahun 1997. Fakta ini
menunjukan bahwa bahan-bahan beracun yang tersimpan dalam buangan
tailing di bawah laut menyebar dalam badan air, kemudian meracuni dan
mematikan ikan-ikan di Teluk Buyat.
Menyangkut kejadian kematian ikan ini, masyarakat telah membawa ikan
mati ke perusahaan, tetapi pihak perusahaan menuduh masyarakat yang
meracuni ikan itu. Masyarakat juga membawa ikan mati ke laboratorium
UNSRAT guna mencari penyebab kematiannya. Ternyata, Dekan yang
membawahi Laboratorium menolak mendiagnosa ikan, dan mengatakan
mungkin ikan itu dibeli dari pasar dan telah memiliki kandungan sianida.
Dekan mengatakan dia dan koleganya bisa mendiagnosa ikan hanya jika
mereka sendiri pergi ke tempat dimana ikan mati ditemukan. Tetapi ketika
masyarakat mengundang Dekan untuk datang ke tempat mereka, Dekan
menolak. Terlepas dari kronologis pelaporan masyarakat tentang kematian
ikan tersebut, ternyata akibat kematian ikan ini berdampak pada lingkungan
Teluk Buayat, yaitu :
1. Ikan yang mati terdampat ke pantai dan mengotori lingkungan pantai.
2. Masyarakat mengalami polusi udara yaitu selalu mencium bau busuk
dari air laut dan lingkungan pantai dimana terdapat bangkai dari ikanikan yang mati tersebut.
Polusi laut benar-benar telah berdampak bagi nelayan sekitarTeluk Buyat.
Dalam hal ini, dasar laut sebagi area laut produktif bagi ikan telah tertutup
12
tailings. Akibat dasar laut yang tertutup tailing dari NMR ini, maka muncul
dua dampak penting, yaitu :
1. Jumlah spesies dan populasi ikan di Teluk Buyat telah mengalami
penurunan.
2. Nelayan tidak bisa menangkap ikan sekitar teluk dan laut terbuka karena
tidak memiliki perahu besar bermesin. Nelayan harus melaut 3-4 mil
untuk
menangkap
ikan,
sedangkan
sebelum
ada
NMR
mereka
(Juli
1996),
ditemukan
beberapa
kenyataan
menyangkut
dari
mulut
pipa.
Tim
penyelam
WALHI
berencana
di
berbagai
tempat,
serta terjadi
Tampaknya
anggota
masyarakat
telah
menderita
hampir
50
nelayan
menderita
penyakit
kulit.
Banyak
warga
15
(11). timbulnya
Gambar 7. Anak-anak yang hidup sepanjang garis pantai Teluk Buyat Bay
tidak lagi berenang dan bermain laut (Sumber : Glynn, 2002).
Pada tanggal 2 Juli, 1998, sebanyak 300 orang masyarakat Teluk Buyat
menduduki kantor NMR selama tujuh jam. Mereka menuntut semua tenaga
17
denda terhadap
membayar
pajak
terhadap
buruh tambang
materi
lain
kecil
yang
dihilangkan
dari
areal
berkali-kali sebagai
respons terhadap kematian ikan dan pipa tailing yang pecah atau rusak.
Pos polisi telah
Humas NMR. Pada tahun 1997, NMR membangun satu pos polisi besar
secara langsung di depan jalan menuju ke lokasi pertambangan. Kepolisian
provinsi bertindak sebagai satu kekuatan keamanan unofficial untuk NMR.
NMR telah memberikan uang kepada sekelompok orang, menyebabkan
persilisihan di antara orang di dalam masyarakat.
3.2.7.Update Penutupan penambangan Newmont Minahasa Raya
Rencana penutupan NMR pada tahun 2003, meninggalkan enam lubang
tambang terbuka pada total area lebih dari 26 hektar. NMR telah membuat
rencana reklamasi terbatas untuk area tertentu, mencakup hanya satu
lubang terbuka dan tidak untuk lima lubang terbuka lainnya. Artinya
rencana
NMR
hanya
terhadap
perolehan
kembali
15.4%
dari
area
18
DAFTAR PUSTAKA
Edinger, E.N. 2008. Environmental impacts of nickel mining: Four case
studies, three continents, and two centuries. Pp. 103124 in Mining
Town Crisis : Globalization, Labour, and Resistance in Sudbury. D.
Leadbeater, ed.,
Edinger, E. 2012. Gold mining and submarine tailings disposal: Review and
case
study.
Oceanography
Vol.25(2):184199,
http://dx.doi.org/10.5670/oceanog.2012.54.
Glynn, T., 2002. Coastal communities under attack by Newmont The Peoples
of Sulawesi and Sumbawa are being victimized by Newmonts
Submarine Tailings Disposal operations. STD Toolkit: Indonesia Case
Studies, A Joint Publication of Project Underground and Mining Watch
Canada. 8 pp.
Howard, L.S., and B.E. Brown. 1984. Heavy metals and reef corals.
Oceanography and Marine Biology Annual Review 22:195210.
JATAM, 2000. Buyat Suffers. The Ugly Face of The Submarine Tailing Disposal
Policy of Newmont in Indonesia.
JATAM, 2001. Petaka pembuangan Tailing ke Laut, P 42.
Lasut, M.T, Y. Yasuda, E.N. Edinger and J.M. Pangemanan, 2009. Distribution
and Accumulation of Mercury Derived from Gold Mining in Marine
Environment and Its Impact on Residents of Buyat Bay, North Sulawesi,
Indonesia. Water Air Soil Pollut. Springer Science + Business Media B.V,
Published Online : 04 April 2009. DOI 10.1007/s11270-009-0155-0 : 12
pp.
Keraf, S., 2001. No more permits for submarine tailings placements says
Sonny Keraf. Petromindo.
Kurmurur, V.A. and M.T. Lasut, 2001. Submarine Tailings Disposal of
Newmont Minahasa Raya at Buyat Bay, North Sulawesi, Indonesia: The
Impacts on Seabed Contour and Fishing Grounds. Presented at
International Submarine Tailings Conference, April 2001.
Reichelt-Brushett, A. 2012. Risk assessment and ecotoxicology: Limitations
and recommendations for ocean disposal of mine waste in the Coral
Triangle.
Oceanography Vol.25(4):4051,
http://dx.doi.org/10.5670/oceanog.
Rompas, R.M. 1999. Dampak Penempatan Tailing di Dasar Laut Terhadap
Ekosistem Pantai, Materi Seminar Penempatan Tailing di Dasar Laut.
Manado.
19
20