LAPORAN TUTORIAL
MODUL II
MALNUTRISI ENERGI PROTEIN
Luthfi Afiat
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014
MODUL II
SKENARIO 1
Seorang anak laki-laki, umur 5 tahun 3 bulan, dibawah ibunya ke puskesmas dengan
keluhan keluar cacing dari mulut sebanyak 2 ekor. Riwayat pemberian makan, anak
makan makanan keluarga, 3x sehari hanya 3 sendok makan, selera makan anak
berkurang sejak 3 sebulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : BB 10,5 kg,
TB 110 cm. konjungtiva tampak pucat dan tampak gambaran seperti busa pada mata
kanan. Tampak iga gambang dan wasting hebat. Laboratorim Hb 6 mg/dl.
KATA SULIT
1. Iga gambang = Tampak gambaran iga yang menonjol
2. Wasting hebat = Hilangnya jaringan lemak subkutan, contohnya pada gizi buruk
KATA KUNCI
1. Laki-laki, umr 5 tahun 3 bulan
2. Keluhan utama keluar cacing dari mulut sebanyak 2 ekor
3. Riwayat makan : anak makan makanan keluarga, 2x sehari, hanya 3 sendok makan,
selera makan berkurang sejak sebilan terakhir
4. Pemeriksaan fisik , berat badan : 10,5 kg, Tinggi badan : 110 cm,
5. Inspeksi tampak pucat dan tampak gambaran seperti busa pada mata kanan. Iga
gambang dan wasting hebat
6. Pemeriksaan lab : Hb 6 mg/dl
PERTANYAAN
1. Apakah pengertian Malnutrisi Energi protein (MEP) dan klasifikasi ?mayor
2. Apakah faktor-faktor penyebab dari Malnutrisi Energi protein (MEP)? Lutfi
2
ANALISIS KASUS
Kasus
Keluar cacing dari mulut
Makan 3x sehari hanya 3 sdm
Konjungtiva pucat
Busa pada mata kanan
Iga gambang & wasting hebat
Hb 6 g/dl
Interpretasi
Kecacingan (+)
Intake inadekuat
Anemia
Defisiensi vitamin A
Tanda penyakit malnutrisi
Anemia
JAWABAN
4
1) PENGERTIAN
Kekurangan energi protein merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau
disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka
kecukupan gizi. 1
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tat buku pedoman Tata Laksana
KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis
ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan
sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya nak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi
buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan
marasmus-kwashiorkor. 1
KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut penyebab 2
a. Malnutrisi Primer
Gejala klinis malnutrisi primer bervariasi tergantung derajat dan
lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan gejala
kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering ditemui pada
balita, terutama usia 9 bulan hingga 5 tahun, meskipun dapat ditemui juga
pada anak lebih besar.
Pertumbuhan terganggu ini dapat dilihat dari kenaikkan berat badan
terhenti atau menurun, ukuran lengan atas berkurang, pertumbuhan tulang
(maturasi) terlambat, rasio berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda
klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktivitas berkurang, tak jarang
diikuti gangguan kulit dan rambut. Kasus marasmik atau malnutrisi berat
5
karena kurang karbohidrat disertai tangan dan kaki bengkak, perut buncit,
rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada umumnya anak tampak sangat
lemah, harus sering digendong, rewel dan banyak menangis. Pada stadium
lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan
karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut),
tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati. Anak
sering rewel, cengeng dan banyak menangis. Pada stadium lanjut yang lebih
berat anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.
Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di
otak,
sehingga
mengganggu
pembentukan
DNA di
susunan
saraf,
Pertumbuhan sel-sel otak baru dan mielinasi sel otak juga terganggu, pada
gilirannya ini berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan
anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri
primer yang berat. Kematian mendadak dapat terjadi karena gangguan otot
jantung.
b. Malnutrisi Sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikan berat
badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada
anak. Tetapi karena gangguan fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan
gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna,
gangguan metabolisme, gangguan kromosom atau kelainan bawaan jantung,
ginjal dan lain-lain.
Data penderita gagal tumbuh di Indonesia belum ada, tetapi di negara
maju rata-rata terjadi 1-5%. Artinya bila di Indonesia terdapat 30 juta anak,
maka diduga 300.000 500.000 anak menderita kurang gizi bukan karena
masalah ekonomi. Bila di Jakarta terdapat 1 juta anak maka sekitar 10.000
50.000 anak mengalami kurang gizi bukan karena masalah ekonomi. Kasus
tersebut bila tidak ditangani dengan baik akan jatuh juga dalam kategori gizi
buruk.
Gambaran yang sering terjadi pada gangguan ini adalah adanya
kesulitan makan atau gangguan penyerapan makanan yang berlangsung lama.
Gejala klinis gangguan saluran cerna yang harus dicermati adalah gangguan
Buang Air Besar (sulit atau sering BAB), BAB berwarna hitam atau hijau tua,
sering nyeri perut, sering muntah, mulut berbau, lidah sering putih atau kotor.
Gejala lain yang menyertai adalah gigi berwarna kuning, hitam dan rusak
disertai kulit kering dan sangat sensitif. Berbeda pada malnutrisi primer, pada
malnutrisi sekunder anak tampak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat
aktif bergerak. Gejala berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru
tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau
kulit muka tampak segar.2
Klasifikasi KEP menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
Tahun 1999 dapat diklasifikasikan menjadi 5 kategori, yaitu Overweight,
normal, KEP I(ringan), KEP II (sedang) dan KEP III (berat). Baku rujukan
yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan indeks berat badan menurut
umur.3
Status
Gizi lebih
Normal
KEP I
KEP II
KEP III
Gizi Baik
Gizi Sedang
Gizi Kurang
Gizi Buruk
Klasifikasi
Edema
Malnutrisi sedang
Tanpa edema
Malnutrisi Berat
Dengan edema
BB/TB
-3SD s/d -2 SD
< -3 SD
TB/U
-3SD s/d -2 SD
< -3 SD
tubuhnya lemah sehingga bibit penyakit akan mudah masuk ke dalam tubuh.
Beberapa penyakit infeksi yang erat kaitannya dengan kekurangan gizi pada
anak adalah diare, ISPA, dan demam. Kekurangan gizi erat kaitannya dengan
kurangnya asupan makan tambahan dan akan semakin buruk dengan adanya
serangan penyakit. Selain itu juga disertai oleh turunnya nafsu makan
sehingga konsumsi makanan anak menurun, padahal kebutuhan anak akan zat
gizi sewakt u sakit meningkat.
b. Konsumsi energi protein
Jika terjadi kekurangan konsumsi energi protein dalam waktu yang cukup
lama maka akan berakibat pada terjadinya MEP. Seorang anak dikatakan
kekurangan apabila konsumsi energi dan protein 80% AKG.
Kecukpan energi dan protein ang dianjurkan
Umur
c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
d.
0-6 bulan
7-12 bulan
1-3 tahun
4-6 tahun
Smber: Depkes, 2005
Kondisi sosial ekonomi
Tingkat pendidikan orang tua
Pengetahuan ibu
Pekerjaan ayah
Jumlah anggota keluarga
Jumlah balita dalam keluarga
Pendapatan keluarga
Pola asuh
Energi (Kkal )
550
650
1000
1550
Protein (gr)
10
16
25
39
Jenis kelamin
Laki-laki banyak membutukan energi dan protein dari pada perempuan karena
laki-laki diciptakan untuk lebi aktif dan lebi kuat dari perempuan. Kejadian
MEP lebi besar pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
10
b. ANOREKSIA (5)
Kehilangan nafsu makan biasanya dialami oleh orang yang sedang
sakit. Tapi, kehilangan nafsu makan tidak selalu disebabkan oleh penyakit.
11
Bisa juga efek samping dari obat dan gangguan makan karena menurunkan
berat badan. Nafsu makan sebenarnya adalah suatu sistem pengaturan
kompleks yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan gizi tubuh.
Kehilangan nafsu makan atau anoreksia kadang-kadang digunakan
untuk istilah gangguan makan. Anoreksia adalah penurunan keinginan dan
rangsangan untuk makan. Hal ini bisa disebabkan oleh penyakit, gangguan,
atau kondisi yang mungkin memerlukan perhatian medis untuk mencegah
gangguan sistem tubuh.
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing
dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru.
Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadangkadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu
makan berkurang (anoreksia), diare atau konstipasi. 20 ekor cacing Ascaris
lumbricoides dewasa dalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang
sebanyak 2,8 gr dan 0,7 gr protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat di
perkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga dapat menimbulkan keadaan kurang gizi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi malabsorbsi
sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacingcacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).
Gangguan ini dapat menyebabkan anemia berat yang mengakibatkan orang
menjadi sangat lemah karena kehilangan darah.
Infeksi kecacingan selain berperan sebagai penyebab kekurangan gizi
yang kemudian berakibat terhadap penurunan daya tubuh terhadap infeksi, juga
berperan sebagai faktor yang lebih memperburuk daya tahan tubuh terhadap
berbagai macam infeksi.
Yang tidak dapat dipisahkan dari masalah hilangnya nafsu makan
12
Healthblurbs,
beberapa masalah
13
Anemia defisiensi besi terjadi sebagai akibat dari gangguan balans zat
besi yang negatif, jumlah zat besi (Fe) yang diabsorbsi tidak mencukupi
kebutuhan tubuh. Pertama -tama balans Fe yang negatif ini oleh tubuh
diusahakan untuk diatasinya dengan cara menggunakan cadangan besi dalam
jaringan-jaringan depot. Pada saat cadangan besi tersebut habis, baru anemia
defisiensi besi menjadi manifestasi.
Perjalanan keadaan kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia
sampai dengan timbulnya gejala-gejala yang klasik, melalui beberapa tahap:
Tahap I : Terdapat kekurangan zat besi ditempat-tempat cadangan besi (depot
iron), tanpa disertai dengan anemia (anemia latent) ataupun perubahan
konsentrasi besi dalam serum (SI). Pada pemeriksaan didapati kadar feritin
berkurang.
Tahap II : Selanjutnya kemampuan ikat besi total (TIBC) akan meningkat yang
diikuti dengan penurunan besi dalam serum (SI) dan jenuh (saturasi) transferin.
Pada tahap ini mungkin anemia sudah timbul, tetapi masih ringan sekali dan
bersifat normokrom normositik. Dalam tahap ini terjadi eritropoesis yang
kekurangan zat besi (iron deficient erythropoesis).
Tahap III : Jika balans besi tetap negatif maka akan timbul anemia yang
tambah nyata dengan gambaran darah tepi yang bersifat hipokrom mikrositik.
Tahap IV : Hemoglobin rendah sekali. Sumsum tulang tidak mengandung lagi
cadangan besi, kadar besi plasma (SI) berkurang. Jenuh transferin turun dan
eritrosit jelas bentuknya hipokrom mikrositik. Pada stadium ini kekurangan
besi telah mencapai jaringan-jaringan. Gejala klinisnya sudah nyata sekali.
14
15
sehingga
mudah
terkena
infeksi.
Kekurangan
vitamin
16
bercak putih seperti busa sabun atau keju yang disebut bercak Bitot (X1B)
terutama di daerah celah mata sisi luar. Pada keadaan berat akan tampak
kekeringan pada seluruh permukaan konjungtiva atau bagian putih mata, serta
konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut-kerut. Bila tidak
segera diberi vitamin A, dapat terjadi kebutaan dalam waktu yang sangat cepat.
Tetapi dengan pemberian kapsul vitamin A yang benar dan dengan pengobatan
yang benar bercak bitot akan membaik dalam 2-3 hari dan kelainan pada mata
akan menghilang dalam 2 minggu.
e. TAMPAK IGA GAMBANG DAN WASTING HEBAT (6)
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan;
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, namun kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,
sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa
jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri
jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari
tubuh. Keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan,
terutama pada wajah. Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya
lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang
(wasting hebat). Tulang rusuk tampak lebih jelas (iga gambang). Dinding perut
hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60%
17
berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan
panas hilang.
Ketika nutrisi yang dikonsumsi tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan
tubuh,
maka
akan
terjadi
kelaparan,
tubuh
jenis
malnutrisi
yang
sangat
berbahaya
yaitu
Severe
acute
18
dalam
pengelolaan
kegiatan
gizi
di
Puskesmas,
baik
19
b) Lumbung pangan
c) Padat karya untuk pangan
d) Beras untuk keluarga miskin
f. Advokasi dan pendampingan
Ada 2 tujuan dari kegiatan advokasi dan pendampingan. Pertama,
meningkatkan komitmen para penentu kebijakan, termasuk legislatif, tokoh
masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan media massa agar peduli dan
bertindak nyata di lingkungannya untuk memperbaiki status gizi anak. Kedua,
meningkatkan kemampuan teknis petugas dalam pengelolaan program Gizi.
Pokok kegiatan advokasi dan pendampingan adalah sebagai berikut;
1) Diskusi dan rapat kerja dengan DPR, DPD, dan DPRD secara berkala
2) Melakukan pendampingan di kabupaten.
g. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
Revitalisasi SKPG bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat dan
pemerintah daerah melakukan pemantauan yang terus menerus terhadap
situasi pangan dan keadaan gizi masyarakat setempat, untuk dapat melakukan
tindakan dengan cepat dan tepat untuk mencegah timbulnya bahaya kelaparan
dan kurang gizi, khususnya gizi buruk pada tingkat desa, kecamatan dan
kabupaten.
Memfungsikan sistem isyarat dini dan intervensi, serta pencegahan KLB
dengan:
a) Memfungsikan
sistem
pelaporan,
diseminasi
informasi
dan
pemanfaatannya
b) Penyediaan data gizi secara reguler (pemantauan status gizi, untuk semua
kelompok umur, pemantauan konsumsi gizi, analisis data Susenas).
21
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Mata cekung
Lama & frekuensi muntah-diare, penampilan muntahan / feses
Kapan kencing terakhir?
Kematian pada saudara kandung
Berat lahir?
Perkembangan psikomotor
Kontak dgn. penderita KP atau Campak
ImunisasI
PEMERIKSAAN FISIK
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
BB, TB atau PB
Tanda gangguan sirkulasi
: tangan/kaki dingin, nadi lemah, kesadaran menurun
Suhu
: hipotermia atau demam
Frekuensi dan tipe pernafasan : tanda pneumonia atau gagal jantung
Sangat pucat
: anemia berat
Mata
: lesi tanda defisiensi vit.A cekung dehidrasi
Rasa haus, mukosa mulut kering,
THT
: tanda infeksi
Abdomen
: kembung, bising usus ?
Pembesaran atau nyeri pd hati : ikterus
Kulit
: tanda infeksi, purpura, lemak SC
Edema, atrofi otot
Penampilan feses
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Gula darah : < 54 mg/dl = hipoglikemia
2) prep.apus darah : parasit malaria
3) Hb atau Ht : < 4 g/dl atau < 12% = anemia berat
4) Urin rutin/kultur: bakteri + atau > 10 lekosit/LPB = infeksi
5) Feses : darah + = disentri
6) Giardia + / parasit lain = infeksi
a. Antropometri
1) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
22
badan
yang
bersifat
labil,
menyebabkan
indeks
ini
lebih
6. DIFERENTIAL DIAGNOSIS
b. ASKARIASIS (10)
DEFINISI
Penyakit ini disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris lumbricoides atau cacing
gelang. Ascaris lumbricoides adalah cacing bulat yang besar dan hidup dalam
usus halus manusia. Cacing ini terutama tumbuh dan berkembang pada
penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang
buruk. di Indonesia prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak. Cacing
betina dewasa mengeluarkan telur yang kemudian akan menjadi matang dan
infektif, dengan tumbuhnya larva pada telurnya di dalam waktu 2-3 minggu.
23
GAMBARAN UMUM
Infeksi pada manusia terjadi kalau larva cacing ini mengkontaminasi
makanan dan minuman. Di dalam usus halus larva cacing akan keluar
menembus dinding usus halus dan kemudian menuju pembuluh darah dan
limfe menuju paru. Setelah itu larva cacing ini akan bermigrasi ke bronkus,
faring dan kemudian turun ke esophagus dan usus halus. Lama perjalanan ini
sampai menjadi bentuk cacing dewasa 60-75 hari.
Panjang cacing dewasa 20-40 cm dan hidup di dalam usus halus
menusia untuk bertahun-tahun lamanya. Sejak telur matang tertelan sampai
cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.
GEJALA KLINIK
1) Perdarahan, penggumpalan leukosit dan eksudat, yang akan menghasilkan
konsolidasi paru dengan gejala panas, batuk darah, sesak nafas dan
pneumonitis askaris. Pada foto toraks tampak infiltrate yang mirip
pneumonia viral yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Pemeriksaan
darah akan didapatkan eosinofilia. Ini diakibatkan larva yang bermigrasi
merusak kapiler dan dinding alveolus paru.
2) Kadang-kadang gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan
berkurang, diare atau konstipasi. Bila infestasi berat bisa menyebabkan
obstruksi usus (ileus)
3) Gangguan nutris terutama pada anak-anak
4) Cacing dapat mengadakan sumbatan pada saluran empedu, saluran
pancreas, divertikel dan usus buntu.
5) Gejala alergik seperti urtikaria, gatal-gatal dan eosinofilia.
6) Cacing dapat keluar melalui mulut dengan perantaraan batuk, muntah,
atau langsung keluar melalui hidung.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
24
Urtikaria
Asma
Loffler syndrome
Pancreatitis
Apendisitis
Diverticulitis dll.
PENGOBATAN
Untuk anak > 2 tahun, alternatifnya antara lain adalah menggunakan
obat dengan bahan aktif mebendazole (dosis 100 mg, bisa berupa tablet
kunyah, yang mungkin perlu diulang pemberiannya setelah selang 2 minggu),
atau albendazole (dosis 400 mg, diulang pemberiannya setelah selang 2
minggu).
1) Piperazin
a) BB 0-15 kg: 1g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut
b) BB 15-25 kg: 2g sekali sehari selam 2 hari berturut-turut
c) BB 25-50 kg: 3g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut
d) BB lebih dari 50 kg: 3 g sekali sehari selama 2 hari berturut-turut
2) Heksilresorsinol
Pasien dipuasakan terlebih dahul, barukemudian diberikan 1g
heksiresorsinol disusul pemberian laksans sebanyak 30g MgSO4
25
KOMPLIKASI
Reaksi alergik yang berat dan pneumonitis bahkan pneumonia
PROGNOSIS
Selama tidak terjadi obstruksi oleh cacing dewasa yang bermigrasi, prognosis
baik. Tanpa pengobatan infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu
1,5 tahun.
c. MARASMUS
DEFINISI (9)
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan,gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran
hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis
meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar.
ETIOLOGI (10,9)
Etiologi dari penyakit marasmus antara lain masukkan zat gizi yang tidak
adekuat, kebiasaan makan yang tidak tepat, kelainan metabolik dan
malabsorbsi, malformasi kongenital pada saluran pencernan, penyakit ginjal
menahun, keadaan ekonomi keluarga.
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti
26
hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau
malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara
kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada
beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus.
Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
1) Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2) Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis
dan sifilis kongenital.
3) Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pylorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
4) Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
5) Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup
6) Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance
7) Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan
bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
8) Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus
9) Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan
susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila
27
28
PATOFISIOLOGI (10)
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat
dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein
terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera
diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak
dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton
Bodies sebagai sumber energy kalau kekurangan makanan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein
lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
29
KOMPLIKASI (9)
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat
resiko kematian cukup besar, adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali
terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang paru, infeksi
saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak. Infeksi berat sering
terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme pertahanan
tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko
terjadi komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa
d. KWASHIORKOR (9)
DEFENISI
Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh
defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh
yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah
satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi
Protein (MEP) Dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan
pertumbuhan,depigmentasi,hyperkeratosis.
Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di
dunia ini, pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih
terkebelakangan bidang industrinya.
ETIOLOGI
Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4 tahun
,namun dapat pula terjadi pada bayi .Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada
orang dewasa adalah sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain.
Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling
mayor adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak
30
adekuat atau tidak seimbang. Setelah usia 1 tahun atau lebih ,kwashiorkor
dapat muncul bahkan ketika kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi
masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau ketidak tahuan (kurang nya edukasi)
yang menyebabkan penyimpangan keseimbangan nutrisi yang baik.
Walaupun kekurangan kalori dan bahan-bahan makanan yang lain
memepersulit pola-pola klinik dan kimiawinya, gejala-gejala utama malnutrisi
protein disebabkan oleh kekurangan pemasukan protein yang mempunyai nilai
biologik yang baik.Bisa juga terdapat gangguan penyerapan protein,misalnya
yang dijumpai pada keadaan diare kronik,kehilangan protein secara tidak
normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,perdarahan atau luka-luka bakar
serta kegagalan melakukan sintesis protein , seperti yanga didapatkan pula
pada penyakit hati yang kronis.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dini pada kwashiorkor cukup samar-samar mencakup
letargi,apati, dan iritabilitas. Manifestasi lanjut yang berkembang dapat berupa
pertumbuhan yang tidak memadai, kurangnya stamina, hilangnya jaringan otot,
menjadi lebih peka terhadap serangan infeksi dan edema. Nafsu makan
berkurang ,jaringan bawah kulit mengendor dan lembek serta ketegangan otot
menghilang. Pembesaran hati dapat terjadi secra dini atau kalau sudah lanjut,
infiltrasi lemak lazim ditemukan. Edema biasanya terjadi secara dini,kegagalan
mencapai penambahan BB ini dapat terselubungi oleh edema yang terjadi
,yang kerap kali telah terdapat pada organ-organ dalam,sebelum ia dapat
terlihat pada muka dan anggota gerak.
1) Wujud Umum
31
32
didapatkan
dekalsifikasi,
(2,7)
. Kelainan dari
utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan
malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase.
Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konyugasi
hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus
Dermatitis juga lazim ditemukan.Penggelapan kulit terjadi pada
tempat-tempat yang mengalami iritasi,namun tidak pada daerah-daerah
yang terkena sinar matahari.. Rambutnya biasanya jarang dan halu-halus
serta kehilangan elastisitasnya. Pada anak-anak yang berambut gelap dapat
terlihat jalur-jalur rambut berwarna merah atau abu-abu.Otot-otonya
tampak lemah dan atrofi,tetapi sesekali dapat ditemukan lemak dibawah
kulit yang berlebihan.
KOMPLIKASI
1) Shock
2) Koma
3) Cacat permanen
e. MARASMI-KWASHIORKOR (9)
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein
34
35
diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal
400.000 SI.
5) Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi
(Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai
KKP berat.
DAFTAR PUSTAKA
1. www.indonesian-publichealth.com diakses tanggal 4 juni 2014
2. Almatsier,S.2001.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
37
10. Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Jakarta: Interna
Publishing : 2938-2939
11. Elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/.../MATERI%20INTI%20II.pdf
12. Siswanto et al.2012.MALNUTRISI ENERGI PROTEIN Subbag.Nutrisi dan
Metabolik Bag.I.Kesehatan Anak. FKUSU-RSHAM :Medan
38