Nama Kelompok :
1 Dessy Dwi R.
(122210101013)
2 Kinanti Putri R.
(122210101015)
3 Arjun Nurfawaidi
(122210101017)
4 Gati Dwi S.
(122210101021)
(122210101023)
BAGIAN FARMASETIKA
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER
2015
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami dan mampu melakukan sterilisasi sediaan dengan
menggunakan metode pemanasan kering
II. TEORI DASAR
A. Sediaan Steril
Sediaan farmasi steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang pada saat ini
banyak digunakan terutama pada rumah sakit. Sediaan farmasi steril sangat membantu pada
saat pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka terbuka yang harus diobati dan
sebagainya. Dimana dalam keadaan tersebut sangat dibutuhkan kondisi steril karena pada
pengobatannya langsung bersentuhan sel tubuh, lapisan mukosa organ tubuh, dimasukkan
langsung ke dalam cairan atau rongga tubuh. Sangat memungkinkan terjadi infeksi bila
obatnya tidak steril (Turco, 1979).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan
terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih
dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai
rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan
intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk
suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke
dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut,
meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang
dikontrol dengan hati hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan
syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh
karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia sekarang ini
yang benar-benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia
mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama
dalam pemilihan wadah pelindung (Lachman, 1994). Wadah terbuat dari berbagai macam
bahan, wadah plastik, wadah gelas, dan wadah dari karet. Wadah Gelas masih tetap
merupakan bahan pilihan untuk wadah produk yang dapat disuntikkan. Gelas pada dasarnya
tersusun dari silkon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secara fisika dan kimia dengan oksidaoksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, alumunium, boron, dan besi.
Gelas yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida, tetapi
gelas tersebut relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada temperatur tinggi
(Lachman, 1994).
B. Sterilisasi
Metode-metode sterilisasi berdasarkan Ansel (1989), yakni:
1. Sterilisasi uap (lembab panas), yakni sterilisasi yang dilakukan dalam autoklaf dan
menggunakan uap air dengan tekanan.
2. Sterilisasi panas kering, yakni sterilisasi yang biasa dilakukan dengan oven pensteril
yang dirancang khusus untuk tujuan sterilisasi. Oven dapat dipanaskan dengan gas
atau listrik dan umumnya temperatur diatur secara otomatis.
3. Sterilisasi dengan penyaringan, yakni sterilisasi yang tergantung pada penghilangan
mikroba secara fisik dengan adsorpsi pada media penyaring atau dengan mekanispe
penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas. Sediaan obat
yang disterilkan dengan cara ini, diharuskan menjalani pengesahan yang ketat dan
memonitoring karena efek produk hasil penyaringan dapat sangat dipengaruhi oleh
banyaknya mikroba dalam larutan yang difiltrasi.
4. Sterilisasi gas, sterilisasi gas dilakukan pada senyawa-senyawa yang tidak tahan
terhadap panas dan uap dimana dapat disterilkan dengan cara memaparkan gas etilen
oksida atau protilen oksida. Gas-gas ini sangat mudah terbakar bila tercampur dengan
udara, tetapi dapat digunakan dengan aman bila diencerkan dengan gas iner seperti
karbondioksida, atau hidrokarbon terfluorinasi yang tepat sesuai.
5. Sterilisasi dengan radiasi pengionan, yakni teknik-teknik yang disediakan untuk
sterilisasi beberapa jenis sediaan-sediaan farmasi dengan sinar gama dan sinar-sinar
katoda, tetapi penggunaan teknik-teknik ini terbatas karena memerlukan peralatan
yang sangat khusus dan pengaruh-pengaruh radiasi pada produk-produk dan wadahwadah.
C. Talk
Talk mengandung sedikit alumunium silikat yang merupakan bahan alam yang
terkadang mengandung beberapa mikroba seperti Chlostridium welchii, Chlostridium tetani,
dan Bacillus antrachis. Menurut Martindale, talk steril memilki beberapa fungsi anatara lain
sclerosant setelah terjadi drainase ganas pada efusi pleura dan pneumotoraks spontan
berulang. Mekanisme aksi terapetik talk yang dimasukkan ke dalam rongga pleura diduga
dapat mengurangi reaksi inflamasi dengan meningkatkan kerja pleura, mengurangi celah
yang ada dalam pleura dan menghindari reakumulas icairan pleura. Selain itu, talk untuk
efusi pleura bekerja dengan mengeluarkan udara, darah atau cairan lain dalam paru-paru,
mengembangkan paru-paru dan mencegah cairan atau udara kembali ke dalam paru-paru.
Talk memiliki ukuran partikel yang kecil sehingga mudah terpenetrasi ke dalam rongga
pleura dan menghasilkan onset yang cepat (Amin, et al, 2007).
D. Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan keadaan dimana cairan menumpuk di dalam rongga pleura.
Dalam keadaan normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak 10-20 ml yang berfungsi
mempermudah pergerakan paru di rongga dada selama bernapas. Jumlah cairan melebihi
volum normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura parietal
yang melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah
mikropleura viseral. Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan yang menumpuk
tersebut dapat menghambat pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara terganggu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 119 pasien dengan efusi pleura di
Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2010-2011, efusi pleura kebanyakan disebabkan oleh
keganasan (42.8%) dan tuberkulosis (42%). Penyakit lain yang mungkin mendasari terjadinya
efusi pleura antara lain pneumonia, empiema toraks, gagal jantung kongestif, sirosis hepatis
(Khairani dkk., 2012).
E. Pleurodesis
Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dengan parietalis baik secara kimiawi,
mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun udara
dalam rongga pleura. Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka panjang serta
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga
pleurodesis dapat dilakukan untuk terapi paliatif pada penderita efusi pleura ganas. (Amin et
al, 2007)
III.
PRAFORMULASI
1. Tinjauan Farmakologi
a. Efek utama:
-
Mencegah iritasi.
Pengobatan infusi sekunder pleura malignan dan mengontrol efusi pleura dengan
mekanisme menghasilkan pleurodesis (Leighton, 2003).
b. Efek samping:
-
c. Kontraindikasi:
-
Stabil pada pH 7-10 bila dalam bentuk larutan (HPE 2006 : 767)
Mengabsorbsi air dalam jumlah yang tidak sigfnifikan pada suhu 25C dan kelembapan
relative hingga 90%.
d. Cara sterilisasi:
-
Sterilisasi dengan panas kering pada suhu 160C tidak lebih dari 1 jam (HPE,2006:
768).
Pasien diminta untuk bernafas beberapa kali agar serbuk talk tertarik ke rongga pleura
(Amin dan Masna.2007,133)
Dosis:
-
IV.
FORMULASI
2006).
Formulasi yang akan dibuat
R/ Talk
10g
S.Serbuk tabur No. II
Perhitungan Berat dan Volume
Timbang talk sebanyak 10 gram x 2 = 20 gram
Cara Steril
Menggunakan metode panas kering dengan oven pada suhu 160 tidak lebih dari
1 jam.
V.
PELAKSANAAN
1
Penyiapan Alat
a
Nama alat
Kaca arloji
Kaca arloji
Sendok porselen
Pengaduk
Pinset
Botol serbuk
Tutup aluminium
Aluminium foil
Jumlah
1
2
1
2
2
2
2
q.s
Ukuran
7cm
3 cm
sterilisasi
Oven-180o C
Oven-180o C
Oven-180o C
Oven-180o C
Oven-180o C
Oven-180o C
Oven-180o C
Oven-180o C
waktu
30
30
30
30
30
30
30
30
Rendam dalam larutan tepol 1% dan Na2CO3 0,5% (aa) dan didihkan selama 15 men
Pencucian aluminium
Didihkan dalam tepol 1% selama 10 menit
Didihkan dengan aquadest selama 5 menit, kemudian bilas dengan aquadest 3 kali.
Pembungkusan Alat
Beaker glass, Erlenmeyer, gelas uku rmulut ditutup dengan kertas perkamen lalu diikat dengan tali
Alat dikeringkan di dalam oven 100-105oC selama 10 menit, dalam keadaan terbalik ad kering l
Waktu pemanasan
: 19 menit (12.38-12.57)
Waktu kesetimbangan
: 0 menit
Waktu pembinasan
: 30 menit (12.57-13.27)
: 0 menit
Waktu pendinginan
: 15 menit (13.27-13.42)
Cara Kerja
Semprot pembungkus alat yang telah steril dengan etanol 70% lalu
buka bungks
Bungkus seluruh badan botol kaca dengan aluminium foil rangkap dua
Buka tutup botol dari aluminium foil yang telah disetrilkan ,lakukan
dibawah LAF.
Brosur
Etiket
Kemasan
VI.
-
HASIL PENGAMATAN
Sterilisasi sediaan menggunakan Oven 180C selama 30 menit
a. Waktu pemanasan
: 10 menit
[13.05-13.15] ; 100C
36 menit
[13.26-14.02]; 180C
b. Waktu kesetimbangan
: 20 menit
[14.02-14.22]
c. Waktu pembinasaan
: 30 menit
[14.22-14.52]
d. Waktu tambahan jaminan sterilitas : 10 menit
[14.52-15.02]
e. Waktu pendinginan
: 15 menit
[15.02-15.17]
Total waktu
: 121 menit
VII.
PEMBAHASAN
Indikasi Talk Steril
Menurut (Martindale, 2009) serbuk talk steril digunakan untuk pengobatan
pneumothorax dan efusi pleura (agen pleurodesis). Efusi pleura adalah peningkatan
akumulasi cairan diantara dua lapisan pleura. Cara pemberian yaitu dengan bentuk sediaan
aerosol yang diberikan pada rongga pleura atau dengan insufliasi di thoracoscopy. Dosis
sekitar 5 gram digunakan untuk mengobat efusi pleura dan 2 gram untuk mengobati
pneumotoraks. Efek samping yang terjadi dari penggunaan serbuk talk steril sebagai agen
pleurodesis adalah nyeri dada dan demam. Efek yang dilaporkan lainnya adalah infeksi lokal
dan empiema, komplikasi kardiovaskular, dan gagal napas (Sweetman, 2009)
Efusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Penyebab terjadinya efusi antara lain penghambatan drainase limfatik dari rongga
pleura, gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi
sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga
pleura, menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi memungkinkan transudasi cairan
yang berlebihan dan akibat infeksi atau peradangan pada permukaan pleura dari rongga
pleura yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma
dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall, 1999).
Penatalaksanaan
efusi
pleura
adalah
thorakosentasis,
pemberian
antibiotik,
pleurodesis, tirah baring dan biopsi pleura. Salah satu mekanisme yang diterapkan pada
penggunaan talk steril adalah pleurodesis. Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis
dengan parietalis secara kimiawi, mineral, maupun mekanik, secara permanen untuk
mencegah akumulasi cairan maupun udara dalam rongga pleura.
Talk steril merupakan agen yang paling sering digunakan untuk pengobatan efusi
pleura. Angka keberhasilan penggunaan talk pada pleurodesis mencapai 91%, terutama bila
torakoskopi. Pleurodesis talk dengan torakoskopi dianggap paling efektif dibandingkan
dengan metode lain karena mampu memastikan drainase cairan sempurna serta distribusi
yang merat di seluruh permukaan pleura. Penggunaan talk tidak membutuhkan anastesia
umum ataupun intubasi trakea, namun perlu melakukan anestesia lokal serta parenteral
dengan sangat hati-hati (Amin dan Masna, 2007)
Sebenarnya ada beberapa agen pleurodesis lainnya yang bisa digunakan dalam
mengatasi efusi pleura, yaitu Tetrasiklin HCl yang memiliki efektivitas bervariasi antara 4577%. Penggunaanya membutuhkan analgesik dosis tinggi. Sekarang tetrasiklin parenteral
sudah tidak diproduksi lagi sehingga sekarang sudah tidak digunakan. Doksisiklin dengan
nilai efektivitas doksisiklin 72%, namun penggunaannya membutuhkan dosis ulangan,
seringkali lebih dari 2 minggu. Minosiklin merupakan turunan tetrasiklin yang diharapkan
dapat digunakan sebagai pengganti. Angka keberhasilan yang dicapai rata-rata 86%.
Minosiklin pada dosis pleurodesis dapat menimbulkan gejala vestibular dan meningkatkan
kejadian hemotorak pasca tindakan.Bleomisin menimbulkan risiko toksik karena diabsorbsi
secara sistemik. Kuinakrin banyak digunakan di Skandinavia, kuinakrin dapat menimbulkan
reaksi toksik berat pada susunan saraf pusat karena dibutuhkan dalam dosis besar (Amin dan
Masna, 2007)
Sediaan yang dibuat pada praktikum kali inia dalah talk steril yang ditujukan untuk
efusi pleura. Sterilisasi yang digunakan adalah metode sterilisasi gas etilen oksida ataupun
bias menggunakan cara radiasi sinar gamma, Namun gas etilen oksida sangat mudah terbakar,
bersifat mutagenic dan kemungkinan meninggalkan residu toksik terhadap bahan yang
disterilkan. Selain itu sterilisasi menggunkan gas juga memiliki kekurangan lain yaitu pada
gas kemampuan untuk berdifusi sampai ke daerah paling dalam dari produk yang disterilkan
tidaklah baik., memerlukanperalatankhususserta proses pemanasan yang lama yaitu 4-6 jam.
Berdasarkan hal tersebut maka pada praktikum kali ini menggunkan metode sterilisasi panas
kering. Jika menggunakan panas basah, uap air dari autoklaf akan membuat serbuk talk
membentuk agregat atau gumpalan.
Sediaan talk dibuat dengan tersterilisasi akhir yaitu bahan talk dimasukkan ke dalam
kemasan dalam keadaan belum steril sehingga perlu dilakuakan sterilisasi sediaan dalam
kemasan menggunakan metode panas kering. Metode ini digunakan untuk bahan yang tahan
panas dan stabil terhadap pemanasan pada suhu tertentu. Prinsip dasar dari sterilisasi dengan
panas kering yakni proses sterilisasi dengan konduksi panas, panas akan diabsorpsi
permukaan material kemudian disalurkan pada lapisan berikutnya sehingga didapatkan panas
yang merata keseluruh permukaan material. Mekanisme pembunuhan mikroorganisme
dengan menggunakan metode ini melalui destruksi lambat protein mikroorganisme (Oksidasi
protein mikroorganisme).
Sebelum melakukan sterilisasi sediaan talk terlebih dahulu dilakukan sterilisasi
terhadap alat-alat praktikum yang digunakan, sterilisasi bias menggunakan metode panas
kering atau basah tergantung dari bahan penyusun alat tersebut. Serbuk yang ditimbang pada
praktikum kali ini adalah sebanyak 20 gram untuk dua kemasan sehingga masing masing
kemasan memiliki 10 gram talk.
Menurut Handbook of excipient halaman 729 talk disterilkan menggunakan panas
kering pada suhu 160C tidak kurangdari 1 jam, Namun pada praktikum ini digunakan suhun
180C selama 30 menit. Bakteri-bakteri yang paling banyak mengkontaminasi talk adalah
Clostridium titani, Clostridium welciidanBacillus antrachis, Sehingga diharapkan batas
mikroba atau angka lempeng totalnya tidak lebih dari 500 per gram. Waktu kesetimbangan
yang diperlukan pada sterilisasi ini adalah 20 Menit dan waktu jaminan sterilisasi adalah 50
% dari waktu kesetimbangan 10 menit. Sehingga waktu yang diperlukan untuk sterilisasia
dalah 121 menit.
VIII. KESIMPULAN
1. Talk dapat digunakan untuk mencegah iritasi, agen sklerosing, agen pleurodesis yang
digunakan dalam pengobatan
maligna.
2. Talk memiliki sifat stabil terhadap cahaya, oksigen dan dapat menyebabkan lesi pada usus.
3. Cara sterilisasi yang efektif digunakan untuk sterilisasi talk adalah sterilisasi panas kering
menggunakan oven
4. Talk tidak disterilisasi menggunakan sterilisasi gas karena pada sterilisasi gas terdapat gas
etilen oksida yang bersifat toksik dan berbahaya
5. Talk tidak disterilisasi menggunakan panas basah karena serbuk steril talk dapat
membentuk agregat atau gumpalan-gumpalan apabila disterilisasi dengan autoklaf
DAFTAR PUSTAKA
Agalloco, James. 2008. Validation of Pharmaceutical Process.USA: Information Healthcare
Inc.
American Pharmaceutical Association. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients,
5th edition. London : The Pharmaceutical Press.
Alsagaff, H. & Mukti, A. (2010) Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya : Airlangga
University Press.
Amin, dan Masna. 2007. Indikasi dan Prosedur Pleurodesis. Majalah Kedokteran Indonesia.
Vol. 57
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed ke 4. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edis IV. Jakarta:
Departemen Kesehaan RI.
Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale the Extra Pharmacopoeia, twenty
eight edition. London: The pharmaceutical Press
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC.
Khairani, L.. 2012. Management Gangrene Fournier. Nusa Tenggara Barat: Fakultas
KedokteranUniversitas Mataram.
Lachman, Lieberman, Kanig. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia,
Stefanus, Lukas. 2006. Formulasi Steri. Jakarta: ANDI
Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. - 36th Edition. London :
Pharmaceutical Press.
LAMPIRAN