PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi global yang banyak
menimbulkan kematian di dunia ini.1,2. Laporan World Health Organization
(WHO) tahun 2010 menyatakan bahwa terdapat lebih dari 2 miliar penduduk
dunia yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis yang nilainya setara dengan
sepertiga penduduk dunia.1,2,3. Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat
sebanyak 14 juta kasus TB di dunia dengan penemuan 9,4 juta kasus baru dan
jumlah kematian akibat TB sebanyak 1,7 juta kasus.3,4,5
Indonesia merupakan negara yang menempati urutan kelima di dunia,
yang memiliki jumlah terbesar kasus TB setelah India, China, Nigeria, dan
Bangladesh3,5. Dilaporkan bahwa pada tahun 2009 terdapat sebanyak 660 ribu
kasus TB di Indonesia dengan jumlah kematian akibat TB sebanyak 61 ribu
kasus.5. TB merupakan pembunuh nomor satu di Indonesia di antara penyakit
menular lainnya dan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
kardiovaskular dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia .5,6.
Sebagian besar pasien TB adalah penduduk dengan golongan usia produktif.6,7
Gejala sisa akibat TB masih sering ditemukan pada pasien pasca TB dalam
praktik klinik8,9,10. Gejala sisa yang paling sering ditemukan yaitu gangguan faal
paru dengan kelainan obstruktif yang memiliki gambaran klinis mirip Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Inilah yang dikenal sebagai Sindrom Obstruksi
Pasca TB (SOPT).11-14
Patogenesis timbulnya SOPT sangat kompleks, dinyatakan pada penelitian
terdahulu bahwa kemungkinan penyebabnya adalah akibat infeksi TB yang
dipengaruhi oleh reaksi imunologis perorangan sehingga terjadi mekanisme
makrofag aktif yang menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas.
Penyebaran dan penyembuhan TB masih belum tertangani secara tuntas
walaupun obat dan cara pengobatannya telah diketahui. SOPT masih sering
ditemukan dan dapat mengganggu kualitas hidup pasien, serta berperan sebagai
penyebab kematian sebesar 15% setelah durasi 10 tahun.8,15,16.
BAB II
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama
: Tn. B
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 43 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Swasta
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Kesadaran
Tanda vital
- Nadi
: 24 x/menit, teratur
- Suhu
: 36,8C
Kulit
Kepala
terbuka (-)
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Paru
- Inspeksi : statis
: simetris
Perkusi
Auskultasi : suara napas dasar vesikuler , ronki (+/+) pada basal paru,
wheezing (-/-)
Jantung
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
: bentuk normal
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Pemeriksaan laboratorium
Foto toraks PA
Pemeriksaan Elektrokardiogram
: 5,26
Hematokrit
: 40,2%
(N: 35,0-55,0%)
Trombosit
: 243.000
(N:100.000 - 400.000)
Hb
: 14,4 g/dL
Leukosit
: 12,4
Aorta
Cor
Pulmo
: sinus
Ritme
: reguler
Frekuensi
: 75x/menit
Aksis
: normal
Kesan: Rigt Atrium Hipertrofi (RAH) dan Right Ventrikel Hipertrophy (RVH)
dengan Infark Miokard Akut Antero-septal
IV.
RESUME
Pasien laki-laki 43 tahun, datang dengan keluhan sesak napas memberat sejak 2
hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan kurang lebih 1
bulan. Sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas ataupun cuaca. Batuk berdahak
warna putih. Malam hari sering terbangun karena sesak dan batuk, tidur dengan
satu bantal. Pasien mengaku pernah berobat 6 bulan sekitar 2 tahun yang lalu,
dan dinayatakan sembuh. Pasien juga mengaku pernah menderita nyeri dada
seperti tertimpa benda berat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kondisi pasien
tampak sakit sedang, tidak ada sianosis, auskultasi paru terdapat bunyi ronki
pada basal paru. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat, eritrosit, trombosit, hematokrit,
dan hemoglobin dalam rentang normal. Pemeriksaan foto thoraks tampak
kardiomegali (LV) dan TB paru dengan tanda-tanda atelektasis. Hasil EKG
menunjukkan terdapat pembesaran ruang jantung atrium dan ventrikel kanan,
disertai dengan kerusakan dinding otot jantung bagian antero-septal.
V.
DIAGNOSIS
Diagnosis kerja:
Dyspneu e.c Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SOPT) + NSTEMI
Diagnosis banding: Congestive heart failure (CHF)
VI.
TATALAKSANA
Nonmedikamentosa
- O2 4 lpm via kanul nasal
- IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
- Tirah baring
- Dukungan dan edukasi pasien
- Diet rendah garam, kolesterol dan gula.
Medikamentosa
- Inj. Dexametason 1 amp / 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gram / 12 jam
- ISDN 5 mg / 8 jam
- Aspilet 100 mg / 24 jam
- Clopidogrel 75 mg / 24 jam
- Glyceryl Guaiacolate 1 tab / 8 jam
Usulan pemeriksaan lanjutan:
- Pemeriksaan sputum ulang S-P-S
- Pemerikaan faal paru (spirometri)
- EKG Ulang
- Pemeriksaan profil lipid, fungsi hati, ginjal dan gula darah
VII.
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanactionam
: dubia ad bonam
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Tn. B datang ke Unit Gawat Darurat dengan keluhan sesak napas
yang dirasakan memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak sudah
dirasakan sejak 1 bulan terakhir tidak dipengaruhi oleh aktivitas maupun cuaca.
Pasien menyatakan pernah berobat paru selama 6 bulan sekitar 2 tahun yang lalu.
Pasien juga pernah mengeluhkan nyeri dada seperti tertimpa benda berat. Dari
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien di diagnosa sementara sebagai
dyspneu e.c sindrom obsruksi pasca tuberkulosis dan infark miokard akut non ST
evelasi (NSTEMI).
Dispnea secara definisi merupakan suatu istilah yang menggambarkan
suatu persepsi mengenai ketidaknyaman bernapas yang terdiri dari berbagai
sensasi yang berbeda intensitasnya. Dispnea merupakan hasil interaksi berbagai
6
faktor fisiologi, psikologi, sosial dan lingkungan dan dapat menginduksi respons
fisiologis dan perilaku sekunder.17 Istilah dispnea atau sesak napas sering
didefinisikan secara awam oleh pasien sebagai suatu kondisi tidak bisa menghirup
cukup udara, udara tidak masuk sempurna, rasa penuh di dada, dada terasa berat
atau sempit, rasa tercekik, napas pendek dan napas berat17.
Dispnea merupakan manifestasi penting pada penyakit kardiopulmoner,
meskipun dapat ditemukan pada keadaan-keadaan lain seperti penyakit
neurologik, metabolik, dan psikologik18. Dispnea dapat dibedakan menjadi
dispnea akut dan kronik berdasarkan perjalanan waktu. Dispnea akut didefinisikan
sebagai sesak nafas yang berlangsung kurang dari 1 bulan, sedangkan dispnea
kronik jika berlangsung lebih dari 1 bulan. Terjadinya sesak napas dapat
dicetuskan oleh beberapa kondisi seperti berikut:17
1. Oksigenasi jaringan berkurang. Penyakit yang menyebabkan kecepatan
pengiriman oksigen ke jaringan berkurang seperti perdarahan.
2. Kebutuhan oksigen meningkat . Peningkatan kebutuhan oksigen secara
tiba tiba akan memerlukan oksigen yang lebih banyak untuk proses
metabolisme
3. Kerja pernafasan meningkat. Otot pernafasan dipaksa bekerja lebih kuat
karena adanya penyempitan saluran pernafasan
4. Rangsangan pada sistem syaraf pusat Penyakit penyakit yang
menyerang sistem syaraf pusat.
5. Penyakit neuromuskuler. Penyakit yang menyerang diafragma
Sensasi dispnea berawal dari aktivasi sistem sensorik yang terlibat dalam
sistem respirasi. Informasi sensorik sampai pada pusat pernapasan di otak dan
memproses respiratory - related signals dan menghasilkan pengaruh kognitif,
kontekstual dan perilaku sehingga terjadi sensasi dispnea.17
Adapun diagnosis banding dispnea akut dan kronik dapa dilihat pada tabel
berikut:16
Cardiac
Dispnea akut
Congestive heart failure, coronary artery disease,
arrhytmia, percarditis, acute myocardial infarction,
Pulmonary
anemia
Chronic onstructive pulmonary disease, asthma,
pneumonia, pneumothorax, pulmaonary embolism,
pleural effusion, metastatic disease, pulmonary edema,
gastroesophageal reflux disease with aspiration,
Psychogenic
Upper
obstruction
endocrine
Central
Pediatric
Cardiac
aspiration, myocarditis.
Dispnea kronik
Congestive heart failure, coronary artery disease,
cardica arrhytmias, percardial disease, valvular heart
Pulmonary
disease
COPD, asthma, interstitial lung disease, pleural
Non-cardiac pulmonary
causese,
deconditioning,
obesity,
pulmonary
hyperension,
Dari hasil pemeriksaan EKG, pada pasien ini juga ditemukan adanya
tanda-tanda kelainan pada jantung berupa iskemia miokard akut. Namun pasien
tidak mengeluhkan adanya nyeri dada pada saat datang ke UGD. Keluhan nyeri
dada pernah dikeluhkan sebelumnya dan tidak pernah menimbulkan sesak seperti
saat ini. Dari hasil EKG, didapatkan kesan pembesaran ruang jantung kanan
(RAH, RVH). Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan edema minimal pada kedua
tungkai bawah. Sehingga pada keluhan sesak napas pasien ini didiagnosis banding
dengan gagal jantung kongestif.
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan sesak adalah dengan
pemberian oksigenasi 4 liter per menit via kanul nasal. Pemberian oksigen harus
dilakukan secepatnya karena oksigen dibutuhkan dalam metabolisme aerob untuk
menghasilkan energi. Oksigen yang terdapat dalam udara bebas sebesar 20% saja,
sehingga pada keadan kegawatan kardiopulmonal yang mengakibakan hipoksemia
dan hipoksia jaringan peru diperbaiki dengan peningkatan fraksi oksigen dalam
udara inspirasi (FiO2) dan peningkatan tekanan oksigen dalam udara inspirasi
(PO2).19
Terapi nonmedikamentosa pada pasien yang terpenting adalah dukungan
dan edukasi pasien mengenai kondisi penyakit yang diderita. Selain itu karena ada
dugaan kelainan jantung berupa infark miokard akut, maka pasien disarankan
untuk tirah baring hingga kondisinya stabil dengan pemeriksaan ulang EKG.
Terapi medikamentosa pada pasien berupa injeksi dexametason yang
diberikan dengan alasan terjadi proses inflamasi atau reaksi imunologis pada pada
tubuh, terutama pada jaringan paru sebagai akibat dari sindroma obstruksi pasca
TB. Pemberian ranitidine dengan alasan terjadi stress fisiologis pada tubuh
sehingga dapat memicu sekresi asam lambung yang berlebihan sehingga ranitidine
diberikan sebagai gastroprotektor. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan leukosit meningkat dan terdapat rhonki pada kedua basal paru,
sehingga diduga adanya proses infeksi yang terjadi, sehingga diberikan injeksi
ceftriaxone. Pemberian isosorbide dinitrat (ISDN) diberikan atas indikasi adanya
iskemia pada otot jantung, ISDN berfungsi sebagai vasodilator arteri koroner
sehingga memperbaiki perfusi jaringan otot jantung. Aspilet dan clopiodogrel
sebagai antiagregasi trombosit diberikan dengan tujuan mencegah penyumbatan
10
lebih lanjut pada arteri koroner jantung. Glyceryl Guaiacolate diberikan untuk
mengencerkan dahak pada saluran nafas sehingga mempermudah pengeluaran
dahak.
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien Tn.B, 43 tahun datang ke UGD dengan keluhan sesak napas
memberat sejak 2 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat pengobatan paru selama 6
bulan sekitar 2 tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh. Pasien juga memiliki
riwayat nyeri dada seperti tertimpa benda berat. Berdasarkan anamesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan pasien didiagnosa sementara sebagai dyspneu
e.c sindrom obstruksi pasca tuberkulosis dengan non-ST elevasi miokard
infarction. Penatalaksaan awal di UGD berupa pemberian oksigenasi 4 liter per
menit via kanul nasal untuk memperbaiki kebutuhan oksigen tubuh, dan terapi
medikamentosa lainya.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Dye, C. Global epidemiology of tuberculosis. Lancet. 2006; 367: 938- 940.
Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://www.plosone.org/
article/findArticle.action?author=Dye&title=Global%20epidemiology%20of
%20tubercul sis
2. Inghammar, M., Ekbom, A., Engstrom, G., Ljungberg, B., Romanus, V., et al.
COPD and the Risk of Tuberculosis - A Population-based Cohort Study. PLoS
ONE e10138. 2010; 5(4): 1 - 7. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari
http://www.plosone.org/article/info%3Adoi
%2F10.1371%2Fjournal.pone.0010138
3. World Health Organization. Global Tuberculosis Control : WHO Report
2010. Geneva : WHO. 2010; 1 - 218. Diakses tanggal 15 Maret 2015 dari
http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/ 9789241564069_eng.pdf.
4. Stop TB Partnership. Tuberculosis Global Fact. Geneva : WHO. 2010; 1 - 2.
Diakses tanggal 15 Maret 2015 dari http://www.who.int/entity/tb/
publications/ 2010/factsheet_tb_2010.pdf
12
13
15. Menezes, A.M.B, Hallal, P.C., Padilla, R.P., Jardim, J.R.B., Muino, A., Lopez,
M.V., Valdivia, G., Montes de Oca, M., Talamo, C., Pertuze, J., Victoria, C.G.
Tuberculosis and Airflow Obstruction: Evidence from the PLATINO Study in
Latin America. ERJ. 2007; 30 (6) : 1180 - 1185. Diakses tanggal 16 Maret
2015 dari http://erj.ersjournals.com/content/30/6/ 1180.full
16. Rekha, V.V.B., Ramachandran, R., Rao, K.V.K., Rahman, F., Adhilakshmi,
A.R., Kaliselvi, D., Murugesan, P., Sundaram, V., Narayanan, P.R.
Assessment of Long Term Status of Sputum Positive Pulmonary TB Patients
Successfully Treated with Short Course Chemotherapy. Indian J. Tuberc.
2009; 56: 132 - 140. Diakses tanggal 16 Maret 2015 dari http://medind.
nic.in/ibr/t09/i3/ibrt09i3p132.pdf
17. Rasmin, Menaldi dan Wahju A, Pendekatan Khusus Sesak Napas,
Departemen Pulmologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, FKUI-RS
Persahabatan Jakarta, diakses tanggal 17 Maret 2015 dari
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/menaldi.rasmin/material/pendekatankhu
sussesaknapas05.pdf
18. Swartz, Mark H., Buku Ajar Diagnostik Fisik, Jakarta: EGC, 2012, p.161
19. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut, ACLS Indonesia, Edisi
2012
14