Anda di halaman 1dari 9

ANALISA LOKASI DAN KERUANGAN

TUGAS
INDIVIDU
NURUL HASANAH
3613100509

MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM SISTEM PERMUKIMAN


KOTA
Studi kasus di Lingkungan Lamanaga Kelurahan Bukit Wolio Indah Kota Baubau

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2015

MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM SISTEM


PERMUKIMAN KOTA
Studi kasus di Lingkungan Lamanaga Kelurahan Bukit Wolio Indah Kota Bau-Bau

I. IDENTITAS JURNAL
Judul Jurnal

: Model Integrasi Permukiman Pengungsi ke dalam


Sistem Permukiman Kota

Lokasi Penelitian : Permukiman Pengungsi Lingkungan Lamanaga Kelurahan


Bukit Wolio Indah Kota Baubau
Penyusun
II.

: Muh. Irsyad Cahyadi, Johan Silas, Heru Purwadio

PENDAHULUAN
Kota Baubau merupakan suatu kota yang terletak di Pulau Buton, bagian
Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota Baubau mempunyai wilayah daratan seluas
221,00 Km2 dengan jumlah penduduk 145.427 jiwa yang tersebar dalam 4 Kecamatan
dan 38 Kelurahan. Berikut adalah batas-batas administrasi Kota Baubau:
Sebelah Utara
: Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton
Sebelah Timur
: Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton
Sebelah Selatan : Kecamtan Batauga Kabupaten Buton
Sebelah Barat
: Selat Buton
Karakteristik wilayah Kota Baubau bagian utara yang meliputi wilayah
Kecamatan Bungi, Sorawolio, sebagian Kecamatan Wolio dan Betoambari cenderung
subur sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wilayah pertanian dalam
arti luas. Sedangkan wilayah selatan cenderung kurang subur sehingga lebih
diperuntukan bagi pengembangan perumahan dan fasilitas pemerintahan. Sementara
wilayah pesisir difokuskan untuk pengembangan sosial ekonomi masyarakat.
Pada dasarnya pertumbuhan penduduk di Kota Baubau selain dipengaruhi oleh
masuknya pendatang yang berasal dari daerah sekitar Baubau, juga dipengaruhi oleh
masuknya pengungsi kerusuhan Ambon tahun 1999. Para pengungsi masuk ke kota
secara bertahap dan ditempatkan di beberapa tempat penampungan sementara yang
disediakan di Kota Baubau.
Perkembangan Kota Baubau sendiri diinisiasi oleh terbentuknya kawasankawasan permukiman baru di dalam kota. Salah satu dari kawasan permukiman
tersebut adalah lokasi tempat penampungan pengungsi kerusuhan Ambon, yaitu

Critical Review ANLOK | MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM


SISTEM PERMUKIMAN KOTA

Permukiman Pengungsi di Lingkungan Lamanaga Kelurahan Bukit Wolio Indah.


Kawasan permukiman pengungsi ini terletak di bagian utara Kota Baubau dan
merupakan daerah perbukitan yang jaraknya tidak begitu jauh dari pusat kota, yaitu
sekitar 3 Km. Status tanah di permukiman ini sudah menjadi hak milik para
pengungsi setelah dibeli dari penduduk setempat, dan untuk pembangunan
perumahan dibiayai dari bantuan pemerintah.
Pada kenyataannya selama permukiman ini terbentuk belum ada sarana dan
prasarana yang memadai seperti yang terdapat di permukiman-permukiman kota
lainnya. Tidak tersedianya sarana dan prasarana yang tersistem dengan prasarana
kota menyebabkan ketidaksesuaian terhadap permukiman kota. Sehingga dapat
dikatakan kawasan permukiman Pengungsi belum terintegrasi ke dalam sistem
permukiman Kota Baubau. Penelitian ini akan mengidentifikasi permukiman kota,
mengidentifikasi

permukiman

pengungsi,

dan

mengintegrasikan

permukiman

pengungsi ke dalam sistem permukiman kota dari tinjauan fisik permukiman.


Penelitian ini menggunakan model deskriptif, yaitu model yang dapat dipergunakan
untuk mengkaji tingkah laku suatu realita atau gejala sebagaimana adanya (Djoko
Sujarto, 1998).
III.

KONSEP DASAR TEORI LOKASI


Pada penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori struktur ruang kota yaitu
teori

konsentris

(Burgess,

1925).

Teori

ini

menjelaskan

bahwa

dalam

perkembangannya kota menunjukkan suatu pola penggunaan lahan yang konsentris


dimana masing-masing jenis penggunaan lahannya dianalogikan sebagai konsep
natural areas. Burgess membagi kota menjadi 5 zona utama, yaitu daerah pusat
bisnis atau The Central Business District (CBD), Daerah Transisi atau The Zone of
Transition, Daerah permukiman para pekerja atau The Zone of Workingmens Homes,
Daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The Zone of Middle Class
Develiers, dan daerah penglaju atau The Commuters Zone.
Komposisi keruangan kota-kota di dunia pada umumnya tidak se-ideal komposisi
keruangan yang diungkapkan Burgess dalam Teori Konsentris tersebut. Karena pada
kenyataannya mobilitas dalam suatu kota dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga
intensitasnya tidak selalu sama. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya distorsi
model, dimana mobilitas dipengaruhi pleh poros transportasi yang menghubungkan
kawasan CBD dengan bagian luarnya.
IV.

ALASAN PEMILIHAN LOKASI

Critical Review ANLOK | MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM


SISTEM PERMUKIMAN KOTA

Penyusun memilih permukiman pengungsi di Lingkungan Lamanaga Kelurahan


Bukit Wolio Indah Kota Baubau karena permukiman tersebut merupakan salah satu
permukiman yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk dan perkembangan kota
Baubau. Namun selama permukiman ini beridiri belum ada sarana dan prasarana
penunjang lingkungan yang memadai seperti yang ada di permukiman kota pada
umumnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pertumbuhan kawasan permukiman
pengungsi belum terintegrasi ke dalam sistem permukiman Kota Baubau. Penyususun
melakukan analisa lokasi permukiman pengungsi ke dalam sistem permukiman kota
pada tinjauan segi fisik permukiman.
V.

FAKTOR-FAKTOR LOKASI
1. Integrasi Permukiman
Dalam pembangunan

kota

diperlukan

adanya

integrasi

lingkungan

permukiman yang sudah ada ke dalam lingkungan baru berskala besar agar
mencegah terjadinya lingkungan yang tidak serasi. Permukiman baru harus
diintegrasikan ke dalam jaringan jalan dan transportasi kota agar dapat
berkembang secara baik dan tidak menjadi permukiman yang terisolasi.
2. Pendekatan Faktor Kawasan yang Terintegrasi
Ada beberapa teori yang mendasari kawasan kota yang terintegrasi, teoriteori tersebut adalah Place Theory, Linkage Theory, dan Figure Ground Theory
(Trancik,

1986:98).

Place

Theory

berfokus

pada

nilai,

peraturan,

dan

kelembagaan secara kontekstual; Linkage Theory berfokus pada keterkaitan sifat


dan hubungan fungsi, kegiatan serta pergerakan; sedangkan Figure Ground
Theory berfokus pada struktur spasial berdasarkan perbandingan massa dengan
ruang terbuka. Berdasarkan hasil penggabungan ketiga teori tersebut, maka
kawasan terintegrasi jika satu unsur dengan unsurnya yang lain secara norma
memperhatikan pelaku, konteks budaya dan alamnya, secara fungsi membentuk
jalinan yang sinergis dan secara fisik memiliki keteraturan struktur. Suatu kawasan
akan menjadi terstruktur apabila unsur-unsurnya saling terkait dan melengkapi
sehingga menghasilkan kedekatan dan mengeliminasi lahan terbuang.
Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk memahami faktor-faktor penentu
kawasan terintegrasi dalam suatu kota. Kota secara keseluruhan merupakan satu
sistem, sehingga ketika terjadi perubahan pada salah satu bagiannya maka akan
berpengaruh pada keseluruhan sistem. Berikut adalah tabel pendekatan faktor
kawasan kota yang terintegrasi

Critical Review ANLOK | MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM


SISTEM PERMUKIMAN KOTA

Pendekatan Faktor Kawasan Kota yang Terintegrasi


Sistem Kota
(Doko Sujarto, 1995)

Kebudayaan

Bentuk Kota

Ruang Kota

(Koentjaraningrat,

(Lynch,

(Trancik,

1981)

Pelaku

Ideal

Fungsi kegiatan

Sosial

Penghubung:
Sarana/prasarana

Material

1992)
Imageable/
Visible
Coherent
Structure
Clear/
Legible

1986)

Faktor-faktor
Pengintegrasian

Place

1. Norma
2. Fungsi
3. Fisik

Linkage
Figure
Ground

Berdasarkan tabel diatas maka diperoleh faktor-faktor pengintegrasian


kawasan kota, yaitu faktor norma, faktor fungsi, dan faktor fisik. Faktor norma
menitikberatkan pada kepentingan masyarakat, sehingga kawasan yang terbentuk
merupakan hasil dari pola perilaku dan sesuai preferensi dari masyarakat. Faktor
ini

juga

dilengkapi

komponen-komponen

nilai

budaya,

peraturan

dan

kelembagaan.
Faktor fungsi menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan yang ada dalam
kawasan kota. Sehingga apabila terjadi perubahan kegiatan, maka fungsi kawasan
tersebut akan berubah juga. Kegiatan tersebut dapat berupa kegiatan sosial,
ekonomi, maupun politik dengan dilengkapi komponen-komponen esensi kegiatan,
keterkaitan kegiatan, dan tingkat kegunaan.
Faktor fisik merupakan hasil penyesuain dari norma masyarakat dan kegiatan
yang terjadi di dalamnya. Faktor fisik akan menghasilkan struktur kota atau wujud
fisik kawasan kota dengan dilengkapi komponen-komponen spasial, visual, dan
detail.
3. Perumahan dan Permukiman
Permukiman adalah perumahan atau kumpulan tempat tinggal dengan segala
unsur serta kegaiatan yang berkaitan dan yang ada di dalamnya. Yang
membedakan perumahan dan permukiman adalah, perumahan merupakan
wadah fisik, sedangkan permukiman merupakan wadah fisik beserta isinya, yaitu
manusia yang hidup bermasyarakatdan berbudaya (Kuswartojo dkk, 2005).
Lingkungan permukiman merupakan ruang yang terluas digunakan dalam
sebuah kota, sehingga sangat penting perannya dalam membentuk tata ruang
kota. Penggunaan lahan untuk perumahan merupakan faktor utama dalam
pertumbuhan dan perluasan kota. Unsur-unsur yang mempengaruhi permukiman
sehingga eksistensinya berperan dalam pembangunan kota, yaitu hunian,
prasarana, dan sarana.

Critical Review ANLOK | MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM


SISTEM PERMUKIMAN KOTA

Fenomena pertumbuhan perumahan dan permukiman di Kota Baubau


tepatnya di Lingkungan Lamanaga Kelurahan Bukit Wolio Indah dikarenakan
adanya pertumbuhan penduduk hasil kerusuhan Ambon yang mengungsi
sehingga

memicu

meningkatnya

kebutuhan

terhadap

perumahan.

Tetapi

kebutuhan perumahan ini tidak ditanggapi dengan segera oleh pihak penyedia
(Pemerintah), yang pada akhirnya pembangunan perumahan dilaksanakan secara
informal dan cenderung tidak terkendali serta kurang memperhatikan daya
dukung lingkungan. Kejadian ini dapat menimbulkan berbagai dampak, terutama
pada lingkungan seperti pencemaran dan banjir. Selain itu permukiman yang tidak
disertai sarana dan prasarana yang baik cenderung menjadi kumuh. Masalah
lainnya adalah pada kepemilikan lahan yang seringkali sangat kompleks.
4. Prasarana dan Sarana
Prasarana dan prasarana sangat penting dalam menunjang keberlangsungan
berbagai aktivitas masyarakat. Prasarana lingkungan merupakan kelengkapan
dasar fiisk lingkungan dimana kondisi dan kinerjanya akan beprngaruh pada
kelancaran aktivitas dari masyarakat sebagai pengguna atau pemanfaat
prasarana. Sementara itu upaya-upaya perbaikan lingkungan dapat dilakukan
dengan menjaga keseimbangan antara penyediaan prasarana dengan kebutuhan
masyarakat.
5. Permukiman Pengungsi
Proses pemindahan penduduk dari lokasi tempat tinggal ke lokasi tempat
tinggal baru yang telah ditetapkan pemerintah dan sesuai dengan pengembangan
perumahan. Pada proses pemindahan penduduk ini tak lepas dari penyesuaian
kondisi

sosial,

ekonomi

dan

budaya

penduduk

pengungsi.

Pendekatan

penanganan dilaksanakan dengan menerapkan konsep holistik, sehingga


diperlukan dukungan koordinasi dan keterpaduan dalam penanganan oleh
berbagai instansi yang terkait dengan kegiatan relokasi pengungsi, termasuk
khsususnya kesiapan Pemerintah Daerah dalam menetapkan lokasi relokasi yang
memenuhi persyaratan kelayakan hunian (sosial, ekonomi, lingkungan) bagi
relokasi pengungsi tersebut.
6. Struktur Kota
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan
serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional.
Struktur kota juga sebagai konsepsi spasial yang merupakan kerangka dan
menjadi determinan dari pola atau pattern perkotaan. Aktivitas sosial, ekonomi,

Critical Review ANLOK | MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM


SISTEM PERMUKIMAN KOTA

bahkan politik di suatu kota dapat mempengaruhi bentuk dan struktur kota yang
ada dan sudah lama terbentuk.
7. Bentuk Morfologi Kota
Morfologi kota merupakan kesatuan organik elemen-elemen pembentuk kota.
Morfologi kota terbentuk melalui proses yang panjang, setiap perubahan bentuk
kawasan secara morfologis dapat memberikan arti serta manfaat yang sangat
berharga bagi penanganan perkembangan suatu kawasan kota.
VI.

IMPLIKASI TEORI TERHADAP LOKASI YANG DIPILIH


Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif perencanaan. Analisis kualitatif
adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang tidak berbentuk angka
atau data yang dapat dikuantifikasikan. Dalam praktek perencanaan, seringkali
perencana menghadapi masalah yang tidak selalu dapat dipecahkan dengan
menggunakan analisis kuantitatif, karena masalah yang dihadapi bukan hanya
menyangkut masalah perencanaan fisik yang bersifat teknis saja, tetapi juga masalah
yang berkaitan dengan kebijakan yang harus mendapat masukan dari para pemangku
kepentingan. Dalam konteks inilah analisis kualitatif dibutuhkan untuk mengkaji aspekaspek kualitatif yang ada pada sistem manusia, sosial, fisik, dan politik serta kaitan
timbal balik antara sistem tersebut (Kustiwan; 1997).
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa tipologimorfologi dan analisa komparatif. Menurut Moudon dalam Imam Santoso (2011),
tipologi-morfologi merupakan pendekatan untuk mengungkapkan struktur fisik dan
keruangan dan merupakan gabungan dari studi morfologi dan tipologi. Menurut
Lozano studi morfologi merupakan science factor yang beragam yang mempengaruhi
bentuk dari kota, khususnya suatu permukiman
Pendekatan morfologi kota memfokuskan perhatian pada bentuk-bentuk fisikal
kawasan perkotaan yang tercermin dari jenis penggunaan lahan, system jaringan
jalan, dan blok-blok bangunan, townscape, urban spawl, dan pola jaringan jalan
sebagai indikator morfologi kota. Menurut Herbert dalam Yunus (2002) matra morfologi
pemukiman menyoroti eksistensi ruang kota yang dapat diamati dari kenampakan kota
secara visual yang antara lain tercermin pada sistem jalan yang ada, blok-blok
bangunan baik dari daerah hunian perdagangan, industri dan juga bangunan
individual. Menurut Hamid Sirvani lingkup kajian morfologi kota ditekankan pada
elemen-elemen fisiknya yang meliputi land use, building form and massing, circulation
and parking, open space, pedestrian way, activity support, signage, dan preservation.
Pendekatan tipologi memfokuskan perhatian pada klasifikasi watak atau
karakteristik dari formasi objek-objek bentukan fisik kota dalam skala lebih kecil. Istilah

Critical Review ANLOK | MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM


SISTEM PERMUKIMAN KOTA

tipologi lebih banyak digunakan untuk mendefinisikan bentuk elemen-elemen kota


seperti jalan, ruang terbuka hijau, bangunan dan lain sebagainya. Tipologi merujuk
pada konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan masyarakat mengenal bagianbagian arsitektur / lingkungan binaan.
Berdasarkan hasil analisa didapatkan bahwa perkembangan Kota Baubau
tumbuh dari wilayah pesisir ke arah dalam yang topografi wilayahnya berbukit.
Sedangkan untuk struktur ruang, Kota Baubau lebih cenderung berpola konsentris.
Pola konsentris yang terbentuk hanya setengah lingkaran, hal ini dikarenakan titik
hentinya berupa titik yang disebabkan oleh pengaruh sistem transportasi laut. Karena
seperti yang kita ketahui Kota Baubau letaknya di pesisir, jadi lebih cenderung
memanfaatkan transportasi laut. Arah perkembangan kota Baubau mengikuti tiga ruas
jalan arteri sebagai sumbu dengan tarikan-tarikan batas sesuai konsep waktu dan
biaya. Sehingga berkecendrungan membentuk kota sateit dan pertumbuhan pusatpusat baru.
Korelasi antara permukiman pengungsi dengan permukiman kota dihubungkan
dengan jalan. Permukiman pengungsi menggunakan jalan setapak untuk menuju jalan
lingkungan yang menghubungkan dengan daerah lain, namun kondisi jalan tidak
mendukung pergerakan masyarakat karena kondisi dan ukurannya kurang besar.
Permukiman pengungsi terhubung dengan daerah pinggiran kota melalui jaringan
jalan linier.
VII.

LESSON LEARNED
Perkembangan kota dengan pola struktur kota konsentris mempunyai satu pusat
kota dengan beberapa sub pusat kota dan cenderung membentuk pusat-pusat
pertumbuhan baru atau kota satelit di daerah pinggiran kota. Pembentukan pusatpusat baru pertumbuhan kota tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan geografis,
tapak wilayah, fungsi kota, sejarah dan kebudayaan yang mempengaruhi karakteristik
masyarakat, serta unsur-unsur umum seperti pembangunan jalan, kebutuhan
masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana. Struktur kota konsentris tidak selalu
se-ideal teori konsentrik E.W.Burgess. Karena dalam proses perkembangan kota
banyak variabel-variabel yang berpengaruh serta adanya tuntutan kebutuhan ruang
yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan.

Critical Review ANLOK | MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM


SISTEM PERMUKIMAN KOTA

Daftar Pustaka
Cahyadi, M. I., Silas, J., & Purwadio, H. (2010). Model Integrasi Permukiman
Pengungsi Ke Dalam Sistem Permukiman Kota. Surabaya: Jurusan
Arsitektur ITS .
Santoso, J. (2006). Kota Tanpa Warga. Jakarta: Penerbit KPG dan Centropolis.
Sihono, T. (2003). Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Prasarana Pasca
Peremajaan Lingkungan Permukiman di Mojosongo Surakarta. Semarang:
Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Kota - Undip.
Tria, K. (2010, Juni 08). www.scribd.com. Dipetik Maret 13, 2015, dari Analisis
Perumahan dan Permukiman: www.scribd.com
Yunus, H. S. (2000). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar.

Critical Review ANLOK | MODEL INTEGRASI PERMUKIMAN PENGUNGSI KEDALAM


SISTEM PERMUKIMAN KOTA

Anda mungkin juga menyukai