Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Epistaksis yaitu perdarahan dari hidung yang dapat berupa perdarahan anterior dan
perdarahan posterior. Perdarahan anterior merupakan perdarahan yang berasal dari septum
bagian depan (pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior). Prevalensi yang sesungguhnya
dari epistaksis tidak diketahui, karena pada beberapa kasus epistaksis sembuh spontan dan hal ini
tidak dilaporkan.
Epistaksis anterior dapat terjadi karena berbagai macam penyebab.Secara umum
penyebab epistaksis anterior dapat dibagi atas penyebab lokal dan penyebab sistemik.Penyebab
lokal yaitu trauma, benda asing, infeksi, iatrogenik, neoplasma dan zat kimia.Penyebab sistemik
antara lain yaitu penyakit kardiovaskular, gangguan endokrin, infeksi sistemik, teleangiektasis
hemoragik herediter, kelainan hematologi, obat- obatan dan defisiensi vitamin C dan K.
Untuk menegakkan diagnosis dari epistaksis anterior dapat dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.Sumber perdarahan dapat ditentukan dengan
pemasangan tampon yang telah dibasahi dengan larutan pantokain 2% dan beberapat tetes
adrenalin 1/10.000.
Penatalaksanaan pada epistaksis anterior seharusnya mengikuti tiga prinsip utama yaitu
menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Definisi
Epistaksis anterior adalah perdarahan yang berasal dari septum (pemisah lubang hidung
kiri dan kanan) bagian depan, yaitu dari pleksus kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior.1
Etiologi
Penyebab Epistaksis :
1. Lokal
-

Trauma misalnya trauma maksilofasial waktu mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin,
mengorek hidung, terjatuh, terpukul, iritasi oleh gas yang merangsang.

Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan disertai ingus yang berbau busuk.

Infeksi, pada hidung dan sinus paranasal seperti rinitis, sinusitis.

Iatrogenik (pembedahan).

Neoplasma pada cavum nasi atau nasofaring, baik jinak maupun ganas.

Zat kimia (logam berat seperti merkuri, kromium dan fosfor, asam sulfur, amonia, gasolin,
glutaraldehid).

Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak (seperti pada penerbang
dan penyelam/penyakit caisson) atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.

Tidak diketahui penyebabnya, biasanya terjadi berulang dan ringan pada anak dan remaja

2. Gangguan Sistemik
-

Penyakit kardiovaskular
Arteriosklerosis
Hipertensi

Gangguan endokrin seperti pada kehamilan, menstruasi dan menopause.

Infeksi sistemik : demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.

Telangiektasia hemoragik herediter (Osler weber rendu disease). Merupakan penyakit autosomal
dominan yang ditunjukkan dengan adanya perdarahan berulang karena anomali pembuluh darah.

Kelainan hematologi : hemopilia, leukemia, multiple myeloma, imune trombositopenia purpura


(ITP), polisitemia vera.

Obat-obatan : NSAID, aspirin, warfarin, agen kemoterapeutik.

Defisiensi Vitamin C dan K.2-7


Patofisiologi
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis
eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri
fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang terminal dari
arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai
ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan
memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden ,
a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal. Arteri palatina desenden turun
melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke
dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum
anterior.1
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam
tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri
etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis
posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm
anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial
anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan
untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.1-8
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan little area berada diseptum kartilagenous
anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri
yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.8,9
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di little area. Bagian septum nasi anterior
inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah
terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut. Walaupun
hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi
hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur

dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu
mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.10,11
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis
-

Umur

Keadaan umum

Tensi dan nadi

Trauma

Tumor

Deviasi septum/spina septum

Infeksi

Kelainan kongenital

Hipertensi

Kelainan darah

Perubahan tekanan atmosfir mendadak

Gangguan endokrin8,12,13,14
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum pasien, apakah sangat lemah
ataukah ada tanda-tanda syok, sebagai akibat banyaknya darah yang keluar bila mungkin lakukan
pemeriksaan rinoskopi anterior dengan pasien dalam posisi duduk.2.13
Untuk melakukan pemeriksaan yang adekuat, pasien harus ditempatkan pada ketinggian
yang memudahkan pemeriksaan bekerja, harus cukup untuk menginspeksi sisi dalam hidung.
Sisi anterior hidung harus diperiksa dengan spekulum hidung. Spekulum harus disokong dengan
jari telunjuk pada ala nasi. Kemudian pemeriksa menggunakan tangan yang satu lagi untuk
mengubah posisi kepala pasien untuk melihat semua bagian hidung. Hidung harus dibersihkan
dari bekuan darah dan debris secara memuaskan dengan alat penghisap. Lalu dioleskan senyawa

vasokonstriktif topikal seperti efedrin atau kokain untuk mengerutkan mukosa hidung.
Pemeriksaan harus dilakukan dalam cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa
hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan
cermat.2,14
Sumber perdarahan dapat ditentukan dengan memasang tampon yang telah dibasahi
dengan larutan pantokain 2% dan beberapa tetes adrenalin 1/1000. setelah beberapa menit
tampon diangkat dan bekuan darah dibersihkan dengan alat penghisap.4,5,7
Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis
epistaksis.
-

Pemeriksaan darah tepi lengkap.

Fungsi hemostatis

EKG

Tes fungsi hati dan ginjal

Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.

CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan
neoplasma.10,12,15
Diagnosis Banding
Sebagian besar pasien epistaksis mempunyai tempat perdarahan yang terletak anterior
dalam cavitas nasalis akibat kejadian traumatik ringan, misalnya perdarahan bisa akibat
memasukkan objek (lazim suatu jari tangan). Keadaan kering, terutama musim dingin, akibat
sistem pemanasan dan kurangnya kelembaban, maka membrana hidung menjadi kering dan retak
yang menyebabkan permukaannya berdarah. Area ini tepat mengelilingi perforasi septum atau
deviasi septum bisa menjadi kering karena aliran udara hidung abnormal dan bisa timbul
perdarahan.2
Pada kelompok usia pediatri, benda asing dan alergi menjadi sebab lazim epistaksis.
Beberapa anak bisa berdarah akibat ruptura pembuluh darah septum yang membesar yang
muncul dari lantai hidung.11,12

Perdarahan juga dapat terjadi pada trauma pembuluh darah disekitar basis cranii yang
kemudian masuk ke hidung melalui sinus sphenoid atau tuba eustachius.14
Penatalaksanaan
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu :
1. Menghentikan perdarahan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah berulangnya epistaksis 4

Terapi simptomatis Umum

Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat hidung
dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.

Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan
darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk
ginjal untuk melindungi pemakainya.

Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.

Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

Hentikan pemakaian antikoagulan.

Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah. 1,2,3,6,7,12

Terapi Lokal

Buang gumpalan darah dari hidung dan tentukan lokasi perdarahan.

Pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau pantokain untuk
menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri.

Setelah

perdarahan

berhenti,

dilakukan

penyumbatan

sumber

perdarahan

dengan

menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30% (atau asam trikloroasetat 10%), atau dengan
elektrokauter. Bila terdapat pertemuan pembuluh darah septum anterior dan lokasi perdarahan
ditemukan, maka terbaik mengkauterisasi bagian pinggirnya dan tidak benar-benar di pembuluh
darah itu sendiri karena kauterisasi langsung pada pembuluh darah tersebut biasanya akan
menyebabkan perdarahan kembali. Harus hati-hati agar tidak membuat luka bakar yang luas dan
nekrosis jaringan termasuk kartilago dibawahnya sehingga terjadi perforasi septum nasi.
-

Cara yang paling baik untuk mengontrol epistaksis anterior (setelah dekongesti dan kokainisasi)
dengan suntikan 2 ml lidokain 1% di regio foramen incisivum pada dasar hidung. Pengontrolan
perdarahan anterior dengan cara ini dapat menghindari masalah perforasi septum, karena
elektrokauterisasi diberikan ke tulang dasar hidung dan bukan pada septum.

Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan
tampon anterior yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar tidak melekat sehingga tidak
terjadi perdarahan ulang saat tampon dilepaskan. Tampon dibuat dari lembaran kasa steril
bervaselin, berukuran 72 x inci, dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang secara
berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan sumber perdarahan.
Tampon dipasang selama 1-2 hari, sebagian dokter juga melapisi tampon dengan salep antibiotik
untuk mengurangi bakteri dan pembentukan bau.

Dapat juga digunakan balon intranasal yang dirancang untuk menekan regio septum anterior
(pleksus kiesselbach) atau daerah etmoidalis. Cara ini lebih mudah diterima pasien karena lebih
nyaman.1,2,7,8,12,14
Medika Mentosa

Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.

Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.

o Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.


o Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas

o Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, meningkatkan tekanan
intraokular.
-

Anestesi lokal : lidokain 4%

o Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline


o Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
- Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)
o menghambat pertumbuhan bakteri.
o Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
-

Perak Nitrat

o Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi.


o Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka.10,11

Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis intema. Hal
ini dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.9

Pembedahan

Ligasi Arteri
Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior perdarahan masih terus
berlangsung. Ligasi dilakukan dengan membuat sayatan mulai dari bagian medial alis mata,lalu
melengkung ke bawah melalui pertengahan antara pangkal hidung dan daerah kantus media.
Insisi langsung diteruskan ke tulang, dimana periosteum diangkat dengan hari-hari dan periorbita
dilepaskan, lalu bola mata ditarik ke lateral, arteri etmoid anterior merupakan cabang arteri
optalmika terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini dijepit dengan suatu klip
hemostatik, atau suatu ligasi tunggal.

Septal dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendu-syndrome mukosa septum diambil dan


kartilago diganti dengan skin graft.6,7,9
FOLLOW UP

Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal

Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis

Hindari aspirin dan NSAID lainnya

Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi
dengan ahli spesialis lainnya

Edukasi pasien :

Hindari cuaca yang panas dan kering

Hindari makanan yang pedas dan panas

Bernafas dengan mulut terbuka.1

KOMPLIKASI
Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok

toksik, Perforasi

septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )


Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis fasialis,
infark miokard.
Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard. 6,10,15

PROGNOSIS
Prognosis epistaksis bagus tetapi bervariasi. Dengan terapi yang adekuat dan kontrol
penyakit yang teratur, sebagian besar pasien tidak mengalami perdarahan ulang. Pada beberapa
penderita, epistaksis dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Hanya sedikit penderita yang
memerlukan pengobatan yang lebih agresif.1

DAFTAR PUSTAKA
1.

Nguoyen, Quoc AMD. Epistaksis. Last Updated : July 5 th 2005. Available at : URL :
http://www.Emedicine.com Accessed : April 23th 2006

2.

Cody D, Thane R, et.al. Epistaksis, Dalam Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan. Edisi
Bahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 1991. Hal. 245-50.

3.

Anonymous. Perdarahan Hidung. Last Updated : December. 21 st 2005. Available at : URL


http://www.medicastore.com. Accessed : April 27th 2006.

4. Nizar, NW. Mangunkusumo, Endang. Epistaksis. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Editor. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan Leher. Edisi ke-5. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2001. Hal. 125-7.
5. Higler, Peter A. Penyakit Hidung. Dalam : Adam GL, Boies LR, Higler PA Boies : Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC, 1997. Hal .
224-32.
6.

Syamsuhidajat R, Wim de Jong. Epistaksis. Dalam Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran. EGC, 2004. Hal . 364-5.

7.

Ruckeinstein Michael J. Rhinology in Comprehensive Review of Otolaryngology. 1 st ed.


Philadelphia, Elsevies Inc, 2004. Hal. 83-4.

8. Anias, Christiane R. Otorrhinology. Available at URL : http://www.medstudents.com. Accessed :


April 23th 2006.
9.

Anonymous. Epistaxis. Last Updated : March 13 th 2005. Available at : URL


http://www.ccspublishing.com/journals-epistavis.htm. Accessed : April 23th 2006.

10. Thompson, Sharon W. Epsitaksis in Emergency Care of Children. Boston : Jones and Barlett
Publisher, 1990. Hal . 190-1.
11. Soudheiner, Judith M. The Nose & Paranasal Sinuses in Hay, Wiiliam W. et.al. Current Pediatric
Diagnose and Treatment. 6th Ed. USA : The Mc. Groww Hill Companies Inc, 2003. Hal. 479.
12. Rifki, Nusjirwan, Mangunkusumo, Endang. Epistaksis. Dalam : Iskandar Nurbaiti. Helmi, Editor
: Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat Telinga Hidung Tenggorokan. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, 2004. Hal. 61-4.
13. Thaller, Seth R. Gramick, Mark S. Diagram Diagnostik Penyakit Telinga Hidung dan
Tenggorokan. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC , 1991. Hal. 901.

14. Harold, Ludman. Perdarahan Hidung. Dalam : Petunjuk Penting Pada Penyakti THT. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran Hipokrates, 1996.
Hal. 56-61.
15.

Hazenfield,
Hugh
N.
Nosebleeds
(Epistaxis).
http://www.homehawaii.rr.com/dochazenfield/the-nose.htm

Available

at

URL

Anda mungkin juga menyukai