Anda di halaman 1dari 69

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI APENDIKTOMI
ET CAUSA APENDISITIS PERFORASI
DI RSUP FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

WIDIA SANDY, S.Kep


0806334552

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK, JAWA BARAT
JULI 2013

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI APENDIKTOMI
ET CAUSA APENDISITIS PERFORASI
DI RSUP FATMAWATI

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Ners Ilmu Keperawatan

WIDIA SANDY, S.Kep


0806334552

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM NERS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK, JAWA BARAT
JULI 2013

i
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah ini adalah hasil karya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama

: Widia Sandy, S.Kep

NPM

: 0806334552

Tanda Tangan
Tanggal

: 10 Juli 2012

ii

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh:


Nama

: Widia Sandy

NPM

: 0806334552

Program Studi

: Profesi IImu Keperawatan

Judul Skripsi

:Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan


Masyarakat Perkotaan pada Pasien Post Operasi
Laparatomi Apendiktomi Et Causa Apendisitis Perforasi eli
RSUP Fatmawati

Telab berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan nntuk memperoleh gelar Ners
lImn Keperawatan pada Program Studi Ners lImn Keperawatan, Faknltas
lImn Keperawatan, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Penguji 1

: Happy Hayati, SKp., M.Kep., Sp. Kep. An

Penguji 2

: Ns. Alfani Prima Kusumasari, S.Kep

Ditetapkan di : Depok
Tanggal

: 10 Juli 2013

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

~r)
(AI~
)
,-.

HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Ilmiah Akhir Ners ini telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji
pada Program Pendidikan Ners Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.

Depok, 10 JuJi 20]3

PembiJ!lbing

fajar Tri \\'a)uyanti_ S.Kp._, .Kep._ Sp.Kep.An.


1976122]2000032001

iv

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir yang
berjudul Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
pada Pasien Post Operasi Laparatomi Apendiktomi Et Causa Apendisitis Perforasi di
RSUP Fatmawati dalam rangka memenuhi tugas mata ajar Karya Ilmiah Akhir.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam karya ilmiah akhir
ini. Namun, berkat bantuan dan bimbingan semua pihak maka laporan karya ilmiah
akhir ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Nur Agustini, SKp., MSi. Pembimbing akademik yang membimbing
penulis di lahan praktik.
2. Ibu Siti Chodidjah, SKp., MN. Pembimbing akademik yang membimbing
penulis di lahan praktik yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan
semangat selama penulis menjalani praktik di lahan praktik.
3.

Ibu Fajar Tri Waluyanti, SKp., M.Kep., Sp. Kep. An. Koordinator mata ajar
peminatan anak dan pembimbing karya ilmiah akhir yang telah meberikan
motivasi, bimbingan dan doa yang sangat berguna selama proses penulisan
dan penyusunan karya ilmiah ini.

4. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP. Selaku koordinator Karya Ilmiah Akhir Ners
(KIAN) yang telah memberikan format penulisan KIAN.
5. Ibu Dewi Irawaty, MA., PhD. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
6. Bapak, Ns. Faisal, S.Kep selaku pembimbing klinik di R.S.U.P Fatmawati
7. Mama, Bapak dan Abang penulis yang telah memberikan semangat,
dukungan materil, moril, kasih sayang, dan doa sehingga penulis dapat

v
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

menjalani seluruh rangkaian praktik profesi dan penulisan karya ilmiah akhir
hingga selesai.
8. Sahabat SMA penulis, Khairul Azhar yang tidak bosan memberikan semangat
dan motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan karya
ilmiah akhir ini.
9. Saudara-saudara baru yang penulis anggap sebagai keluarga kandung, Aki
Ihom, Nenek Titin, Teh Endang, Teh Ade, yang telah menjaga, merawat dan
memotivasi ketika penulis sakit dan mulai kehilangan semangat.
10. Teman-teman penulis yang tinggal bersama di kosan Ketapang, Kak Tina,
Erni, Rhiza, Ochi, Ayu, Aniatul, Okta, Kak Fatel, dan Lina yang telah
menjadi keluarga selama menjalani hari-hari selama 4 tahun terakhir.
11. Teman-teman kelompok peminatan anak yang selama 7 minggu yang telah
berjuang bersama penulis untuk menyelesaikan praktik profesi.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis uraikan satu persatu tanpa
mengurangi rasa terima kasih penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah
akhir ini. Oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat berarti bagi penulis
untuk menjadi lebih baik di masa mendatang. Akhir kata, penulis mengucapkan
terima kasih pada semua pihak. Semoga penulisan karya ilmiah akhir ini dapat
membawa manfaat bagi pengembangan dan peningkatan ilmu keperawatan.
Depok, 10 Juli 2013

Penulis

vi
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLlKASI


TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah
Inl:
Nama
: Widia Sandy
NPM
: 0806334552
Program Studi : Sarjana Ilmu Keperawatan
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk nlemberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneldusif .(Non-exclusive Royalli Free
Rig/It) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
"Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien
Post Operasi Laparaton1i Apendiktol11i Et Causa Apendisitis Perforasi di RSUP
Fatl11awati"
beserta perangkat yang ada ljika diperlukan). Dengan hak Bebas Royalti Noneklusif
ini lJniversitas Indonesia berhak menyinlpan.. ll1engalih InediaJ formatkan, n1engelola
dalanl bentuk pangkalan data ((lal{jbase)~ Inera\Vat., dan men1publikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantuIYlkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai
pen1ilik Hak Cipta.
Den1ikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok
Pada tanggal: 13 Juli 2012
Yang Menyatakan

( Widia Sandy)

I
I

I,
vii

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

ABSTRAK

Nama

: Widia Sandy

Program Studi

: S1 Program Ners Fakultas Ilmu Keperawatan

Judul

: Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Perkotaan pada Pasien Post Operasi Laparatomi Apendiktomi Et
Causa Apendisitis Perforasi di RSUP Fatmawati

Angka kejadian apendisitis di Negara maju khususnya daerah perkotaan meningkat.


Apendisitis dapat terjadi karena pola konsumsi makanan rendah serat yang menjadi
kebiasaan masyarakat urban perkotaan. Komplikasi apendisitis antara lain perforasi.
Komplikasi ini menimbulkan berbagai efek, salah satunya anak mengalami
peningkatan suhu tubuh di atas normal. Karya ilmiah ini

bertujuan untuk

menggambarkan asuhan keperawatan anak post operasi laparatomi apendiktomi hari


ke empat. Karya ilmiah ini juga menerapkan terapi komplementer berupa terapi tepid
sponge. Didapatkan kesimpulan bahwa suhu tubuh pada anak dapat turun 0.9C
setelah 60 menit dengan mengaplikasikan terapi tepid sponge disertai antipiretik pada
anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh.

Katakunci : anak, apendisitis, demam, tepid sponge.

viii
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

ABSTRACT

Name

: Widia Sandy

Study Program

: Graduate of Program Ners of Nursing Science, Faculty of Nursing

Title

: Analysis Clinical Practice of Urban Health Nursing in Patient with


Post Surgery Lapparotomy Appendectomy Cause of Perforation
Appendicitis at RSUP Fatmawati Hospital.

The incidence of appendicitis in rich countries, especially at the urban areas increased.
Appendicitis can occur due to low fiber food consumption patterns urban communities that
became their habit. One of complications appendicitis is perforated appendicitis. This
complication cause some effects, one of the effects is increasing child body temperature
above normal. This paper aims to describe the nursing care children laparotomy
appendectomy postoperative day four. This paper is also implementing a complementary
therapy treatment tepid sponge. The conclusion is the child's body temperature dropped to 0.9
C after 60 minutes by applying tepid sponge with antipyretic therapy in children who
experienced an increase in body temperature.

Keywords: child, appendicitis, fever, tepid sponge.

ix
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................
ABSTRAK .......................................................................................................
ABSTRACT .....................................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
1. PENDAHULUAN ...................................................................................
1.1 Latar Belakang...
1.2 Rumusan Masalah..
1.3 Tujuan Penelitian...
1.3.1 Tujuan Umum....
1.3.2 Tujuan Khusus..
1.4 Manfaat Penelitian.
1.4.1 Bagi Masyarakat
1.4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan...
1.4.3 Bagi Praktik Keperawatan ...

i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
x
xii
xiii
xiv
1
1
4
4
4
4
5
5
5
5

2.

6
6
8
8
8
8
9
11
13
14
16

TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................


2.1 Anatomi Fisiologi Apendiks.
2.2 Apendisitis.
2.3 Klasifikasi Apendisitis......
2.3.1 Apendisitis Akut.
2.3.2 Apendisitis Kronis..
2.4 Tanda dan Gejala Apendisitis....
2.5 Manajemen Terapeutik Apendisitis..
2.6 WOC Apendisitis.
2.7 Asuhan Keperawatan Apendisitis pada Anak
2.8 Tepid Sponge.

x
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ............................................


3.1 Gambaran Kasus..
3.2 Keadaan Umum
3.3 Pengkajian
3.4 Masalah Keperawatan..
3.5 Asuhan Keperawatan.

17
17
17
18
19
20

4. ANALISIS SITUASI ..................................................................................


4.1 Profil Lahan Praktek..
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP
dan Konsep Kasus Terkait ............................................................
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian
Terkait ...........................................................................................
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan

22
22
24

5. PENUTUP ...................................................................................................
5.1 Kesimpulan........................................
5.2 Saran.

27
27
28

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

25
26

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Asuhan Keperawatan Apendisitis pada Anak .............................

xii
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Gambaran Anatomi Apendiks .............................................

Gambar 2.2

Bagan WOC Laparatomi Appendiktomi


et Causa Apendisitis Perforasi.

xiii
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

13

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2

Pengkajian

Lampiran 3

Analisa Data

Lampiran 4

Rencana Asuhan Keperawatan

Lampiran 5

Catatan Perkembangan

Lampiran 6

Grafik CDC 2000 age 2-20 years for girl

Lampiran 7

Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan


Menurut Berat Badan dan Umur (WHO-NCHS)

Lampiran 8

Skala Nyeri Wong Baker

xiv
Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendisitis atau radang apendiks merupakan kasus infeksi intraabdominal
yang sering dijumpai pada anak. Di Amerika 60.000-80.000 kasus apendisitis
didiagnosa per tahun, rata-rata usia anak yang mengalami apendisitis adalah
10 tahun. Di Amerika Serikat angka kematian akibat apendisitis 0.2-0.8%
(Santacroce & Craig, 2006). Di Indonesia Apendisitis menjadi penyakit
terbanyak diderita dengan urutan keempat tahun 2006 setelah dyspepsia,
gastritis dan duodenitis (DepKes RI, 2006). Kelompok usia yang umumnya
mengalami apendisitis yaitu pada usia 10 30 tahun. Satu dari 15 orang
pernah mengalami apendisitis dalam hidupnya (Sisk, 2004).

Apendisitis lebih sering terjadi di negara-negara maju, pada masyarakat barat.


(Sulu, Gunerhan, Ozturk & Arslan, 2010). Sebuah hasil penelitian
menunjukkan masyarakat urban Afrika Selatan yang mengkonsumsi makanan
rendah serat daripada orang Caucasian, insiden apendisitis terjadi lebih rendah
pada orang Caucasian (Carr, 2000). Urbanisasi mempengaruhi transisi
demografi dan terjadi perubahan pola makan dalam masyarakat seiring dengan
peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan rendah serat
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Apendisitis dapat disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang
tidak sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam menu
sehari-hari. Makanan rendah serat memicu terbentuknya fecalith yang dapat
menyebabkan obstruksi pada lumen appendiks (Marianne, Susan & Loren,
2007). Apendisitis dapat disebabkan oleh penyebab lainnya antara lain;
hyperplasia jaringan limfoid, infeksi virus, parasit Enterobius vermicularis
yang dapat menyumbat lumen appendiks (Hockenberry & Wilson, 2007).

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

Gejala klasik yang terjadi pada anak yang menderita apendisitis antara lain
nyeri periumbilikal, mual, muntah, demam, dan nyeri tekan pada kuadaran
kanan bawah perut, (Marianne, Susan & Loren, 2007). Beberapa tanda nyeri
yang terjadi pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda
nyeri antara lain; Rovsings sign, Psoas sign, dan Jump Sign, (Lynn, Cynthia
& Jeffery, 2002).

Peradangan akut pada apendiks memerlukan tindakan pembedahan segera


untuk mencegah terjadinya kompilkasi berbahaya (Sjamsuhidajat & Jong,
2005). Apendiktomi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat
apendiks dilakukan segera mungkin untuk mengurangi risiko perforasi
(Brunner & Suddarth, 2001). Apendisitis yang tidak tertangani segera maka
dapat terjadi perforasi dan diperlukan tindakan operasi laparatomi. Tindakan
pasca

bedah

untuk

mengatasi

masalah

apendisitis

tentunya

dapat

menimbulkan masalah keperawatan lainnya.

Angka kejadian anak yang dirawat di RS. Fatmawati dengan diagnosis medis
apendisitis dalam 3 bulan terakhir (Maret-Juni 2013) terdapat 15 kasus dari
total pasien yang tercatat 459 pasien. Selama 7 minggu melaksanakan praktik
profesi Ners di RS. Fatmawati, penulis sudah menemukan 6 anak yang
mengalami apendisitis perforasi dengan rentang usia (4-6 tahun), 7 anak
dengan rentang usia (7-12 tahun) dan 2 anak yang mengalami apendisitis akut
dengan rentang usia (13-18 tahun). Penulis menemukan masalah yang terjadi
pada anak yang mengalami post opeasi laparatomi appendiktomi et causa
apendisitis perforasi yaitu adanya demam yang hilang timbul.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Demam merupakan tanda klinis suatu penyakit pada anak. Menurut American
Academy of Pediatrics (AAP) seorang anak usia lebih dari 3 tahun mengalami
demam jika suhu rectal melebihi 38C. Secara tradisional demam diartikan
sebagai kenaikan suhu tubuh di atas normal. Demam dapat terjadi setelah
tindakan pembedahan. Saat ini pengobatan demam dilakukan dengan cara
pemberian antipiretik, manajemen cairan, pemakaian baju yang tipis dan tepid
sponge.

Tepid sponge merupakan terapi yang diberikan untuk mengatasi demam pada
anak secara non medis dengan menggunakan kompres hangat (Sharber, 1997).
Teknik ini dilakukan dengan memberikan kompres hangat pada anak, dengan
suhu air 30-35C. Sebuah penelitian di India menunjukkan bahwa pemberian
antipiretik yang disertai tindakan tepid sponge menurunkan suhu tubuh lebih
cepat dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja (Thomas, Vijaykumar,
Naik, Moses, & Antonisamy, 2009). Penelitian Tia Setiawati 2009
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kelompok intervendi
dan kelompok kontrol yang diberikan terapi tepid sponge dan disertai
pemberian antipiretik.

Penulis melalui penulisan karya ilmiah akhir ini bermaksud menyampaikan


hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan post operasi
laparatomi apendiktomi yang mengalami masalah kesehatan demam yang
hilang muncul yang diatasi dengan aplikasi metode tepid sponge disertai
dengan pemberian antipiretik.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

1.2 Rumusan Masalah


Kasus apendisitis yang terjadi di Indonesia cukup tinggi mrnrmpsti urutsn
keempat penyakit yang banyak diderita setelah dyspepsia, gastritis dan
duodenitis.

Apendisitis

menjadi

penyebab

utama

tindakan

bedah

intraabdominal pada anak. Berdasarkan data dan kondisi tersebut penulis


tertarik untuk menulis karya ilmiah akhir mengenai asuhan keperawatan anak
post operasi laparatomi appendiktomi yang disebabkan oleh apendisitis
perforasi. Apendisitis yang mengalami perforasi akan menimbulkan risiko
infeksi yang akan mengakibatkan anak mengalami demam yang hilang timbul.
Salah satu cara untuk menurunkan suhu adalah dengan cara melakukan tepid
sponge dan disertai pemberian antipiretik. Tepid sponge dikombinasikan
dengan pemberian antipiretik diharapkan mampu memberikan hasil yang
efektif dan lebih cepat menurunkan suhu tubuh pada anak yang mengalami
demam.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan post operasi
laparatomi appnediktomi et causa apendisitis perforasi dengan pemberian
tepid sponge disertai pemberian antipiretik untuk mengatasai demam.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui gambaran umum anak dengan post operasi laparatomi et
causa apendisitis perforasi.
2. Mengetahui gambaran masalah keperawatan yang terjadi pada anak
dengan post operasi laparatomi et causa apendisitis perforasi
3. Mengetahui gambaran rencana asuhan keperawatan pada anak dengan
post operasi laparatomi et causa apendisitis perforasi.
4. Mengetahui gambaran implementasi keperawatan dan evaluasi pada
anak dengan post operasi laparatomi et causa apendisitis perforasi.
5. Mengetahui efek pemberian tepid sponge disertai pemberian antipiretik
pada anak yang mengalami demam.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Masyarakat
Karya ilmiah ini bermanfaat sebagai salah satu bentuk pelayanan
keperawatan dalam menangani masalah terkait perawatan anak dengan post
operasi laparatomi appendiktomi et causa apendisitis perforasi. Terapi yepid
sponge ini diharapkan membawa manfaat untuk menurunkan suhu tubuh
dalam kondisi anak yang sedang demam dan mendekatkan keeratan
hubungan orang tua dan anak.

1.4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan


Karya ilmiah ini dapat menjadi tambahan pengetahuan dalam pemberian
asuhan keperawatan anak dengan post operasi laparatomi appendiktomi et
causa apendisitis bagi mahasiswa keperawatan dan perawat di lahan klinik.

1.4.3 Bagi Praktik keperawatan


Diharapkan karya ilmiah ini dapat menjadi landasan untuk menerapkan
terapi tepid sponge pada anak dengan demam.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Appendiks


Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang 10 cm
(4 inci), lebar 0,3-0,7 cm yang melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar
pada bagian distal. Appendiks adalah tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum
atau berbentuk kantung buntu di bawah tautan antara usus halus dan usus
besar di katup ileosekum (Sherwood, 2001).

Gambar 2.1 Anatomi appendiks


Sumber: http://www.Biology-Forum.com

Permukaan eksternal appendiks tampak halus berwarna merah kecokelatan


hingga kelabu. Permukaan dalam atau mukosa appendiks secara umum sama
dengan mukosa pada kolon, berwarna kuning muda, bernodular, dan terdapat
komponen limfoid yang prominen. Jaringan limfoid terdapat di dinding
mukosa appendiks. Permukaan apppendiks dikelilingi peritoneum dan
mesoappendiks

(mesenter

pendek

yang melekat

pada

usus

halus).

Mesoappendiks berisi pembuluh darah appendikular dan persarafan.

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

Appendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari


bagian bawah arteri ileocoli. Arteri appendiks termasuk end arteri. Aliran
balik darah pada appendiks melalui vena apendiseal cabang dari vena ileocoli
berjalan ke vena mesentrik superior dan kemudian masuk ke sirkulasi portal.

Persrafan yang mempersarafi appendiks terdiri dari saraf simpatis dan saraf
parasimpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis. Sedangkan
persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri
viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

Appendiks bagian dari organ sistem pencernaan tubuh manusia yang tidak
memiliki fungsi yang jelas. Namun appendiks memiliki fungsi sebagai
pelindung

terhadap

infeksi

mikroorganisme

intestinal.

Appendiks

menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Imunoglobulin sekretoar
yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

2.2 Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada appendiks dan menjadi penyebab
umum

terjadinya

tindakan

emergency

bedah

abdomen

pada

anak

(Hockenberry & Wilson, 2008). Definisi lain Apendisitis merupakan


peradangan pada appendiks, sebuah kantung buntu yang berhubungan dengan
bagian akhir secum yang umumnya disebabkan oleh obstruksi pada lumen
appendiks (Luxner, 2005). Jadi dapat disimpulkan apendisitis merupakan
peradangan yang terjadi pada appendiks (kantung buntu yang berhubungan
dengan akhir secum) yang disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks.

Etiologi apendisitis yang terjadi antara lain disebabkan oleh obstruksi lumen
appendiks. Obstruksi lumen pada appendiks yang menyebabkan apendisitis
antara lain karena; material feses yang keras (fecalith), hyperplasia jaringan
limfoid, dan infeksi virus (Hockenberry & Wilson, 2007). Penyebab lainnya
dari apendisitis antara lain; benda asing, infeksi bakteri, parasit, dan tumor
appendiks atau sekum (Lynn, Cynthia, & Jeffery, 2002).

2.3 Klasifikasi Apendisitis


Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan kronis
(Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

2.3.1 Apendisitis Akut


Peradangan pada appendiks dengan gejala khas yang memberikan tanda
setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus.
Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini nyeri
yang dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatic setempat (Sjamsuhidayat, 2005). Nyeri tekan dan nyeri lepas
disertai rigiditas pada titik McBurney sensitive untuk apendisitis akut.
Komplikasi dari apendisitis akut yang paling sering terjadi adalah perforasi.
Perforasi dari appendiks dapat menimbulkan abses periapendisitis yaitu

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

terkumpulnya pus yang terinfeksi bakteri. Appendiks menjadi terinflamasi,


bias terinfeksi dengan bakteri, dan bisa dipenuhi pus hingga pecah, jika
appendiks tidak diangkat tepat waktu. Pada apendisitis perforasi isi pus yang
di dalam appendiks dapat ke luar ke rongga peritoneum. Gejala dari
apendisitis perforasi mirip dengan gejala apendisitis akut biasa, namun
keluarnya pus dari lubang appendiks menyebabkan nyeri yang lebih saat
mencapai rongga perut (Lee, 2009).

2.3.2 Apendisitis Kronik


Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan 3 hal
yaitu; pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternative diagndosis lain.
Kedua, setelah dilakukan appendiktomi gejala yang dialami pasien akan
hilang dan yang ketiga, secara histopatologik gejalanya dibuktikan sebagai
akibat dari inflamasi kronis yang aktif pada dinding appendiks atau fibrosis
pada appendiks, (Santacroce & Craig, 2006). Gejala yang dialami oleh
pasien apendisitis kronis tidak jelas dan progresifnya lambat. Terkadang
pasien mengeluh merasakan nyeri pada kuadran kanan bawah yang
intermiten atau persisten selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

10

2.4 Tanda dan Gejala Apendisitis


Diagnosa apendisitis dapat ditegakkan melalui data pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan diagnostic. Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi yang
meliputi ekspresi pasien dan keadaan abdomen. Pada auskultasi, bising usus
normal atau meningkat pada awal apendisitis dan bising melemah jika terjadi
perforasi. Palpasi terutama pada titik McBurney yaitu titik pada dinding perut
kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilicus,
(Hockenberry & Wilson, 2007).

Pemeriksaan fisik dengan menemukan tanda gejala/ manifestasi klinis anak


yang mengalami apendisitis antara lain; nyeri periumbilikal, mual, muntah,
demam, dan nyeri tekan pada kuadaran kanan bawah perut, (Marianne, Susan,
Loren, 2007). Beberapa tanda nyeri yang terjadi pada kasus apendisitis dapat
diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara lain; Rovsings sign, Psoas sign,
dan Jump Sign, (Lynn, Cynthia, Jeffery, 2002). Rovsings sign yaitu nyeri
yang dirasakan pada kuadran kanan bawah perut ketika dilakukan penekanan
dan pelepasan pada bagian kiri perut. Psoas sign nyeri yang dirasakan pada
saat dilkukan hiperekstensi pada paha kanan. Jump Sign merupakan tanda
nyeri yang dirasakan pada kudran kanan bawah perut saat dilakukan gerakan
tumit di angkat dan diturunkan. Gejala apendisitis menurut Rothrock (2000)
antara lain nyeri, muntah, demam, diare, nyeri tekan pada kuadran kanan
bawah abdomen dan nyeri tekan menyebar. Tanda gejala klinis anak yang
mengalami apendisitis lainnya yaitu nyeri tekan lokal pada titik McBurney,
yaitu pada titik pertengahan pada garis antara spina iliaka anterior superior
(SIAS) dengan umbilicus (Hockenberry & Wilson, 2007).

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

11

Data diagnostik yang dapat menunjukkan diagnosis apendisitis antara lain


hasil pemeriksaan laboratorium yang mencakup nilai leukosit yang biasanya
meningkat dari rentang nilai normal. Nilai leukosit biasanya lebih dari
10.000/mm3. Pemeriksaan diagnostic melalui pemeriksaan ultra sonografi
abdomen efektif untuk mengetahui seorang anak mengalami apendisitis.
Temuan dari hasil USG berupa cairan yang berada di sekitar appendiks
menjadi sebuah tanda sonographik penting. Peningkatan suhu yang bervariasi
dari 37.5-48.5C pada apendisitis dapat terjadi. Jika suhu lebih dari 39C,
menandakan infeksi oleh virus atau perforasi (Hockenberry & Willson, 2007)

2.5 Managemen Terapeutik Apendisitis


Tata laksana apendisitis sebelum terjadinya perforasi antara lain; rehidrasi,
pemberian antibiotik, dan tindakan bedah appendiktomi (pengangkatan
appendiks). Biasanya antibiotik diberikan sebelum prosedur operasi. Cairan
intra vena dan elektrolit diberikan sebelum operasi. Khususnya pada anak
yang mengalami dehidrasi yang ditandai dengan anorexia yang merupakan
karakteristik apendisitis (Hockenberry & Willson, 2007).

Tindakan bedah biasanya dilkukan pada kuadran kanan bawah perut dengan
dilakukan insisi (appendiktomi terbuka). Operasi laparoscopic biasanya
dilakukan untuk mengatasi apendisitis akut nonperforasi. Tiga buah kanula
dimasukkan ke dalam perut, satu kanula pada umbilicus, satu kanula pada
kuadran kiri bawah perut, dan satu lagi pada area suprapubic. Telescope kecil
dimasukkan melalui kanula pada kuadran kiri bawah dan stapler endoscopic
dimasukkan melalui kanula umbilicus. Appendiks akan diligasi dengan
menggunakan stapler dan dikeluarkan melalui kanula lewat umbilicus.
Manfaat laparascopi appendiktomi mengurangi waktu operasi dan dibawah
pengaruh anestesi dan juga mengurangi risiko terjadinya infeksi pada luka
postoperasi (Hockenberry & Willson, 2007).

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

12

Pada apendisitis perforasi atau yang telah mengalami rupture appendiks


memiliki tata laksana antara lain; rehidrasi intra vena, antibiotic sistemik, dan
dekompresi saluran gastro intestinal dengan menggunakan selang naso gastric
sebelum operasi, serta tindakan bedah laparatomi appendiktomi. Sedangkan
tata laksana perawatan post operasi dengan perforasi antara lain; management
nyeri, penggantian cairan dan elektrolit, antibiotic sitemik, dekompresi usus
sampai kembalinya fungsi normal usus. Anak yang mengalami peritonitis
diberikan antibiotik seperti ampicilin, gentamicin, dan clindamycin selama 710 hari (Hockenberry & Willson, 2007).

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

13

2.6 WOC Apendisitis


Factor risiko penyebab obstruksi
Fecalith (batu feses)
Hyperplasia jaringan limfoid
Cacing usus
Pembengkakan dinding usus besar
Obstruksi pada appendiks
Bendungan mucus

Penekanan dinding appendiks

Infeksi bakteri dan ulserasi

Aliran limfe terganggu

keperawatan:

risiko

Berisi pus (nanah)

Edema pada dinding appendiks

Gangguan aliran vena

Merangsang tunika serosa peritoneal visceral


Merangsang nervus X

Masalah
infeksi

Gangguan aliran arteri

Peradangan ke peritoneum Suplai O2 ke appendiks menurun

Nyeri pada perut bagian kuadran kanan bawah Gangguan perfursi pada appendiks

Hipersekresi gaster

Nekrosis pada jaringan appendiks


Masalah keperawatan:
Nyeri akut

Mual, muntah

Apendisitis Perforasi
Masalah keperawatan:
Risiko defisit volume
cairan

Tindakan bedah Laparatomi Appendiktomi (11 Juni 2013)


Post operasi hari ke 4 (14 Juni 2013)

Masalah keperawatan: Nyeri akut


1.
2.
3.

luka post operasi sepanjang 15 cm tertutup balutan kasa

Intervensi keperawatan:
Pemberian posisi nyaman
Kolaborasi pemberian analgetik
Distraksi dengan terapi bermain
boneka bercerita

Kondisi luka basah, luka insisi merenggang


infeksi oleh bakteri pada lukaoperasi
Masalah keperawatan:
Risiko penyebaran infeksi

demam
Masalah keperawatan:
Ketidak seimbangan thermoregulasi
1.
2.
3.
4.

1.

Intervensi keperawatan:
Pemeberian terapi tepid sponge
Mengganti baju klien dengan baju tipis
Kolaborasi pemberian antipiretik
Kolaborasi pemberian cairan intra vena RL
1500 cc/24 jam (kebutuhan cairan klien
dengan BB 14 Kg,=1200 cc/24 jam

2.
3.
4.
5.

Intervensi keperawatan:
Perawatan luka dengan teknik
steril sesuai indikasi
Mengobservasi kondisi luka dari
tanda-tanda infeksi
Meberikan balutan sesuai kondisi
luka (absorben)
Kolaborasi pemberian antibiotik
Melihat hasil pus kultur untuk
konfirmasi antibiotik yang sesuai

Gambar Bagan 2.2 WOC Laparatomi Appendiktomi et Causa Apendisitis Perforasi


Sumber: diadaptasi dari patofisiologi apendisitis (Hockenberry & Willson, 2007), Delmarss pediatric
nursing care plan (Luxner, 2005)

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

14

2.7 Asuhan Keperawatan pada Anak yang Mengalami Apendisitis


Menurut Luxner 2005, rencana asuhan keperawatan yang diberikan pada anak
dengan kasus apendisitis antara lain sebagai berikut;
Tabel 2.1 Asuhan Keperawatan pada anak yang Mengalami Apendisitis
Diagnosa
keperawatan
1. Nyeri akut
Dengan data
subjektif dan
Objektif:
- Menangis
- Melindungi
area perut
yang sakit
- Pergerakan
yang terbatas
- Demam
- Peningkatan
denyut nadi

2. Risiko
infeksi
Dengan data
subjektif dan
Objektif:
- Nyeri
abdominal
- Demam
- Mual,
muntah
- Nyeri tekan
menyebar
- Peningkatan
jumlah
leukosit
- Terlihat
Cairan
disekitar
appendiks
melalui USG
abdomen

Hasil yang
diharapkan
Anak tidak
merasakan
nyeri atau
nyeri
berkurang
pada level
yang dapat
diterima
anak

Intervensi keperawatan

- Kaji rasa nyeri post


operasi (kususnya kapan)
dengan skala nyeri yang
sesuai umur dan
perkembangan anak.
- Berikan posisi yang
nyaman berbaring miring
kanan atau semifowler
(biasanya dengan posisi
kaki ditekuk/ fleksi)
- Berikan bantal kecil untuk
perut
- Berikan analgetik narkotik
atau non narkotik setelah
operasi sesuai dengan
resep yang tertulis
- Sediakan boneka,
permainan yang disukai
anak
- Anak akan
- Kaji kondisi luka insisi
bebas dari
terbuka terhadap adanya
tanda gejala
drainase dan krakteristk,
peritonitis
dan butuh untuk ganti
- Tanda dari
balutan/ program ganti
peritonitis
balutan kapan.
dapat diketahui - Berikan terapi antibiotic
sedini mungkin
intravena sesuai program
yang tertulis
- Ganti balutan luka
dengan menggunakan
tekniksteril
- Irigasi luka terbuka
dengan cairan antibiotic/
sesuai dengan terapi
yang tertulis
- Inisiasi isolasi
perlindungan luka
- Memberikan informasi
kepadaorang tua dan
anak penyebab infeksi
serta risiko terjadi
penyebaran infeksi.

Rasional
- Memberikan informasi
yang dibutuhkan untuk
pemberian terapi
analgetik
- Memberikan posisi
senyaman mungkin
untuk anak
- Memberikan
kesempatan anak untuk
memeluk bantal
mengurangi nyeri
- Membantu mengurangi
rasa nyeri berat.
- Menyediakan aktivitas
untuk mendistraksi rasa
nyeri pada anak

- Memberikan informasi
mengenai keefektifan
drainase luka, dan untuk
mencegah pembentukan
dan penyebaran abses
- Menghancurkan agen
infeksius dengan obat
yang sesuai berdasarkan
hasil kultur drainase luka.
-Meningkatkan
kebersihan luka dan
mencegah terkena oleh
pathogen
- membersihkan luka dan
menghancurkan
pathogen
- mencegah transmisi
agen infeksius dari dan
ke anak
- meningkatkan
pemahaman dan
kerjasama dalam
perawatan untuk
mencegah penyebaran
infeksi yang sudah ada.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

15

Diagnosa
keperawatan
3.ketidakseim
bangan
thermoregulas
i
Dengan data
subjektif dan
Objektif:
- Ibu klien
mengatakan
anaknya
teraba panas
- Suhu > 38C
- Kulit klien
teraba hangat
Terdapat luka
post operasi

Hasil yang
diharapkan
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan
1x24 jam
suhu tubuh
anak dalam
batas normal
(36.5-37.5 C)

Intervensi keperawatan

Rasional

berikan antipiretik sesuai - Untuk membantu


program
terapi
yang
menurunkan suhu
tertulis
tubuh ke dalam batas
normal
- Anjurkan orangtua untuk
- Untuk membantu
mengganti pakaian klien
meningkatkan
dengan pakaian tipis
sirkulasi dengan udara
- Motivasi kleuarga untuk
di ruangan
meningkatkan intake
- Membantu memenuhi
cairan per oral
kebutuhan cairan saat
- Memberikan terapi tepid
anak demam
sponge
- Membantu
- Kolaborasi pemberian
mempercepat
cairan melalui infus.
penurunan suhu tubuh
Ukur suhu sebelum dan
- Membantu pemenuhan
sesudah intervensi
cairan dan elektrolit
melalui intra vena
Untuk mengetahui
suhu tubuh sudah
dalam batas normal
atau tidak

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

16

2.8 Tepid Sponge


Tepid sponge merupakan salah satu metode pendinginan yang digunakan
untuk menurunkan suhu tubuh pada anak dengan menggunakan kompres
hangat (Sheiber, 1997). Suhu air hangat yang digunakan yaitu suhu air 3035C. Sebuah penelitian di India menunjukkan bahwa pemberian antipiretik
yang disertai tindakan tepid sponge menurunkan suhu tubuh lebih cepat
dibandingkan dengan pemberian antipiretik saja (Thomas, Vijaykumar, Naik,
Moses, & Antonisamy, 2009). Penelitian Tia Setiawati 2009 menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kelompok intervendi dan kelompok
kontrol yang diberikan terapi tepid sponge dan disertai pemberian antipiretik.
Tahap-tahap pelaksanaan tepid sponge menurut Rosdahl dan Kowalski, 2008
adalah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
a. Jelaskan prosedur dan demonstrasikan kepada keluarga cara melakukan
tepid sponge
b. Persiapan alat meliputi ember, waskom tempat air hangat (26-35C), lap
mandi 6 buah, handuk mandi 1 buah, selimut mandi 1 buah, perlak besar
1 buah, termometer, selimut hipothermia, atau selimut tidur 1 buah.
2. Pelaksanaan
a. Beri kesempatan pada klien untuk melakukan urinal sebelum tepid
sponge
b. Ukur suhu tubuh klien dan catat. Catat antipiretik yang telah diminum
klien untuk menurunkan suhu tubuh.
c. Buka seluruh pakaian klien. Letakkan lap mandi di dahi, aksila, dan
pangkal paha. Lap ekstrimitas selama 5 menit, punggung dan bokong
selama 10-15 menit. Lakukan melap tubuh klien selama 20 menit.
Pertahankan suhu air (26-35C)
d. Hentikan prosedur jika klien kedinginan atau menggigil atau segera
setelah suhu tubuh klien mendekati normal (37.5C per oral). Selimuti
klien dengan selimut tidur. Pakaikan klien baju yang tipis dan mudah
menyerap keringat.
e. Catat suhu tubuh klien sebelum dan sesudah prosedur.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Gambaran Kasus


An. W (4 tahun) masuk ruang rawat bedah anak tanggal 14 Juni 2013 dengan
diagnosa medis An. W saat masuk ke RSUP Fatmawati adalah apendisitis
perforasi, alih rawat dari ruang perawatan High Care Unit (HCU). Ibu klien
mengatakan bahwa seminggu sebelum operasi anaknya mengalami mual
muntah dan sulit makan. Klien telah dilakukan tindakan bedah laparatomi
appnedictomi et causa apendisitis perforasi, saat ini klien masuk ke ruang
rawat bedah anak post operasi hari ke empat. Berat badan klien 14 kg, dengan
tinggi badan: 101 cm, tekanan darah: 110/80 mmHg, nadi 112 x/menit, Suhu:
38,6C, frekuensi penafasan: 30x /menit. Klien tampak lemas, merintih
menangis kesakitan sambil memegang perutnya, tampak luka operasi tertutup
balutan kasa dan rembes ada pada bagian ujung kiri.

3.2 Keadaan Umum


An. W pada awal masuk ruang rawat bedah anak lantai III utara RS Fatmawati
tampak menangis merintih kesakitan. An. W tampak lemas dan hanya
terbaring di tempat tidur, belum bisa duduk karena masih merasa nyeri. An. W
terlihat rewel mengeluhkan nyeri pada perutnya. Terdapat luka post operasi
laparatomi apendiktomi hari ke empat. An. W mengatakan kapan boleh makan
karena merasa lapar. Klien telah dipuasakan tiga hari selama dirawat di HCU
lantai III selatan RS Fatmawati. Perut klien tidak kembung, tidak tampak klien
muntah dan tidak ada keluhan mual. Klien belum BAB setelah tindakan
operasi yang dijalani.

17

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

18

3.3 Pengkajian
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada An. W ditemukan data; kesadaran klien
compos mentis, klien tampak merintih menangis, dan teraba hangat pada kulit
klien. Klien mengeluhkan nyeri pada perut dank klien saat dilakukan
pengkajian nyeri dengan skala Wong Baker menunjukan skala nyeri yang
dirasa pada skala 4. Status nutrisi An. W dengan berat badan 14 Kg dan tinggi
badan 101 cm menurut grafik growth chart CDC 2000 status nutrisi klien
berada pada persentile 87.5 % tergolong dalam gizi sedang. Klien saat masuk
ruang rawat bedah anak tampak pucat, konjungtiva anemis, kulit dan mukosa
bibir lembab, turgor kulit elastis, capillari refill time (CRT) < 2, terukur suhu
tubuh 38,60C. Hasil observasi tampak balutan luka operasi klien terdapat
rembes. Berdasarkan wawancara didapatkan data bahwa An. W sebelumnya
pernah dirawat selama tiga hari di RS lain sebelum dirujuk ke RSUP
Fatmawati.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14 Juni 2013 menunjukkan nilai


Hb 8,9 g/dl, Ht 29%, Leukosit 16.4 ribu/ul, Thrombosit 1.059 ribu/ul, dan
Eritrosit 3,33 juta/ul. Hasil pemeriksaan laboratorium elektolit klien
menunjukkan hasil kadar natrium 131 mmol/L, kalium 4.92 mmol/L, dan
klorida 100 mmol/L. Hasil pemeriksaan kultur pus klien dengan pengiriman
sampel pada tanggal 12 Juni 2013 dan hasil diterima tanggal 14 Juni 2013
ditemukan bakteri Eschericia Coli.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

19

3.4 Masalah Keperawatan


Masalah keperawatan yang muncul pada An. W meliputi nyeri akut,
ketidakseimbangan termoregulasi, risiko penyebaran infeksi dan risiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Masalah keperawatan nyeri akut pada An. W didukung dengan data, anak
terlihat menangis dan rewel. Klien mengeluhkan nyeri pada perut. Klien
mampu menunjukan skala nyeri yang dirasa pada skala 4 menurut skala Wong
Baker. Terdapat balutan luka operasi laparatomi apendiktomi hari ke 4.

Masalah keperawatan risiko penyebaran infeksi pada An. W ditegakkan


didukung dengan adanya data, anak dengan diagnosa medis apendisitis
perforasi. An.W telah menjalani operasi laparatomi apendiktomi. Tampak luka
balutan operasi rembes pada ujung kiri.

Masalah

keperawatan

ketidakseimbangan

thermoregulasi

pada

An.W

diteggakan didukung dengan adanya data, suhu saat pemeriksaan 38.6C.


Kulit klien teraba hangat. Ibu klien mengatakan anaknya mengalami demam
naik turun setelah operasi. Saat ini terdapat balutan luka operasi laparatomi
apendiktomihari ke 4.

Masalah keperawatan risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh didukung dengan adanya data. Ibu klien mengatakan anaknya seminggu
sebelum operasi mengalami mual muntah dan sulit makan. nilai Hb klien
sebelum operasi mengalami penurunan dibawah batas normal. Setelah operasi
klien dipuasakan 3 hari dengan tujuan untuk dekompresi lambung klien. BB
klien 14 Kg dengan TB 101 cm dengan status nutrisi gizi sedang.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

20

3.5 Asuhan Keperawatan


Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada klien meliputi pemberian
transfusi Packed Red Cell (PRC) 150 cc, perawatan luka post operasi setiap
hari dengan penggunaan absorben pada luka operasi, penerapan kompres
dengan teknik tepid sponge, distraksi nyeri dengan bermain boneka bercerita,
dan observasi tanda-tanda infeksi.

Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan


nyeri akut meliputi tiga tindakan utama. Tindakan tersebut, meliputi
memberikan posisi tidur yang nyaman semi fowler, mendistraksi nyeri dengan
bermain boneka bercerita, meberikan anlagetik farmadol drip 150 cc/8 jam
sesuai dengan program terapi serta evaluasi skala nyeri Wong Baker Faces
Pain Rating Scale. Tindakan keperawatan tersebut bertujuan untuk
mengurangi nyeri pada anak, dan membuat anak menjadi rileks dan dapat
beristirahat. Evaluasi dari tindakan yang telah diberikan, yaitu anak sudah
dapat tenang tidak merintih lagi saat didistraksi dengan bermain boneka, anak
tampak dapat beristirahat setelah pemberian analgetik dan klien menunjukkan
penurunan rasa nyeri pada skala 2.

Asuhan

keperawatan

yang

dilakukan

untuk

masalah

keperawatan

ketidakseimbangan termoregulasi, meliputi tiga tindakan utama. Tindakan


keperawatan yang dilakukan, yaitu penerapan kompres dengan teknik tepid
sponge disertai dengan pemberian antipiretik farmadol drip 150 cc/8 jam
sesuai program terapi yang tertulis, dan memberi pendidikan kesehatan untuk
tidak menggunakan pakaian tebal. Tindakan-tindakan tersebut bertujuan untuk
menjaga suhu tubuh klien dalam batas normal, bebas dari kejang, dan bebas
dari komplikasi kerusakan neurologis. Evaluasi dari tindakan keperawatan
selama tiga hari, yaitu terjadi penurunan suhu tubuh anak dalam rentang
normal (36,50C s/d 37,50C), klien tampak mengeluarkan keringat, Ibu tampak
masih belum mandiri melakukan tepid sponge pada hari pertama tapi pada
hari berikutnya Ibu tampak mampu melakukan tepid sponge secara mandiri
dengan benar.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

21

Asuhan keperawatan untuk masalah keperawatan risiko penyebaran infeksi,


yaitu berupa pemberian tindakan keperawatan yang meliputi, perawatan luka
operasi setiap hari dengan menggunakan absorben pada luka operasi,
mempertahankan

teknik

steril

saat

tindakan,

memberikan

antibiotic

cefotaxime 1x 550 mg/8 jam IV drip, metronidazole 1 x 250 mg/8 jam IV


drip. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah mengurangi terjadinya infeksi pada
luka operasi dan meningkatkan penyembuhan luka klien. Evaluasi dari
tindakan yang diberikan, yaitu tampak luka post op laparatomi dengan
panjang 15 cm memanjang dari sisi kanan ke kiri tubuh perut klien, tampak
luka operasi memisah pada ujung kiri sepanjang 2 cm, masih terdapat pus
berwana kuning. Balutan tidak ada rembes setelah selesai tindakan perawatan
luka.

Asuhan keperawatan yang dilakukan untuk masalah keperawatan risiko


ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh meliputi tiga tindakan
utama. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain, menganjurkan anak
dan keluarga mengkonsumsi diet yang telah disediakan oleh pihak gizi, berupa
diet pregestimil 4x30 cc dan selanjutnya bertahap dengan diet lunak.
Kolaborasi pemberian transfusi Packed Red Cell (PRC) 150 cc, melakukan
timbang berat badan. Evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan
antara lain nafsu makan anak baik, anak menghabiskan diet yang diberikan,
konjungtiva tidak anemis, anak tampak tidak pucat, hasil laboratorium setelah
transfusi PRC yaitu Hb 13.1 g/dl (15 Juni 2013). Masalah risiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tidak terjadi.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

BAB 4
ANALISA SITUASI

4.1 Profil Lahan Praktik


Ruang rawat anak gedung teratai lantai III Utara merupakan salah satu ruang
rawat bedah anak di RSUP Fatmawati yang terdiri atas ruang rawat inap kelas
I, II dan III dan ruang rawat khusus luka bakar serta ruang isolasi. Ruang ini
memiliki kapasitas kamar untuk kelas III sebanyak 4 kamar, 1 kamar khusus
luka bakar, 4 kamar kelas I, dan 2 kamar kelas II. Serta 1 kamar untuk ruang
isolasi. Kapasitas tempat tidur yang ada di ruang III utara, yaitu 38 tempat
tidur. Tingkat ketergantungan pasien ruangan ini rata-rata partial care, dan
sisanya pasien

total care maupun minimal care. Penyakit-penyakit yang

dirawat di ruangan ini cenderung berkaitan dengan penyakit bedah dan


penyakit-penyakit dalam tanpa bedah.

Berdasarkan catatan kepegawaian di ruang anak lantai III utara diperoleh data
bahwa pegawai di ruang ini terdiri dari perawat, pekarya, dan Cleaning
Service. Ruangan tersebut dipimpin oleh seorang kepala ruangan yang berlatar
belakang pendidikan S1 Keperawatan dan sedang melanjutkan studi S2 yang
membawahi 22 orang perawat, 2 pekarya, dan 2 Cleaning Service. Pendidikan
perawat di ruang tersebut pun cukup bervariasi. Perawat ruangan memiliki
tingkat pendidikan S1 (61%) dan D3 (37%). Terdapat 1 orang perawat yang
sedang melanjutkan studi ke jenjang pendidikan S1 dan dua perawat yang
melanjutkan studi ke jenjang pendidikan S2.

22

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

23

Apendisitis merupakan penyakit dengan angka kejadian di peringkat ketiga


teratas di ruangan anak lantai III Utara R.S.U.P Fatmawati. Dalam periode
Maret s/d Juni 2013, tercatat 15 kasus Apendisitis yang dirawat di ruangan ini.
Bila dilihat dari kelompok usia penderita apendisitis, tercatat 6 anak pada
rentang usia 4-6 tahun (40%), 7 anak pada rentang usia 7-12 tahun (46,7%), 2
anak pada rentang usia 13-18 tahun (13.3%). Lama hari rawat penderita
apendisitis yang dirawat di R.S.U.P Fatmawati pada 07 Mei s/d 20 Juni 2013,
yaitu 3 7 hari.

Apendisitis merupakan penyakit yang berkaitan dengan peradangan pada


appendiks. Gangguan ini membutuhkan pembedahan segera untuk mencegah
terjadinya komplikasi lanjut. Anak yang dirawat setelah tindakan bedah
membutuhkan pemantauan ketat, terutama pemantauan status hemodinamika,
tingkat kesadaran, tanda-tanda infeksi yang dilihat melalui nilai leukosit, suhu
tubuh dan kondisi luka post operasi anak. Pemantauan ini penting dilakukan
untuk mengantisipasi dan memberikan intervensi yang tepat pada anak.
Mengacu pada perbandingan jumlah perawat dan pasien yang tidak seimbang,
proses penyembuhan luka post operasi pada anak dapat berisiko mengalami
penyebaran infeksi dan penyembuhan yang lambat.

Luka post operasi laparatomi appendictomi memerlukan perawatan khusus


dengan mempertahankan teknik sterilitas. Luka post operasi tersebut dapat
mengalami infeksi oleh mikroorganisme yang ada di lingkungan rumah sakit.
Luka post operasi yang terlihat basah dan dengan adanya pus (nanah)
mengindikasikan telah terjadinya infeksi pada luka. Kultur pus perlu
dilakukan untuk melihat jenis mikroorganisme yang menginfeksi dan
ketepatan terapi medis antibiotic yang diberikan kepada pasien.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

24

Pencegahan agar tidak terjadinya kontaminasi silang pada luka post operasi
klien dan petugas kesehatan diperlukan tindakan pemutusan rantai infeksi.
Pemutusan rantai infeksi juga dapat dilakukan melalui portal keluar (Crisp &
Taylor, 2009). Caranya adalah dengan melaksanakan teknik mencuci tangan
dan penyediaan tempat pembuangan sampah infeksius. Teknik cuci tangan
dengan enam langkah merupakan program rumah sakit yang sudah
disosialisasikan melalui media poster dan melalui penjelasan perawat kepada
anggota keluarga klien. Namun tempat pembuangan sampah infeksius di
ruang rawat belum tersedia.

4.2 Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Kasus
Terkait
Pada praktik di rumah sakit, mahasiswa mengelola satu pasien kelolaan utama
dengan post operasi laparatomi appendiktomi. An. W merupakan pasien
kelolaan utama dengan diagnosa medis apendisitis perforasi. Masalah
keperawatan

yang

muncul

pada

An.

W,

meliputi

nyeri

akut,

ketidakseimbangan thermoregulasi, risiko nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh, dan risiko penyebaran infeksi.

Data yang didapat dari hasil wawancara kepada Ibu klien mengenai proses
terjadinya apendisitis pada anak didapat informasi mengenai kebiasaan makan
An. W yang tidak suka mengkonsumsi sayur dan jarang makan buah, sulit
BAB 3-4 hari sekali. Perilaku-perilaku tersebut kemungkinan menjadi
penyebab apendisitis pada klien. Kurangnya konsumsi serat mengakibatkan
konsistensi feses menjadi keras. Feses yang mengeras seperti batu (fecalith)
dapat menyebabkan sumbatan pada lumen appendiks. Sumbatan yang terjadi
pada lumen appendiks akan menimbulkan peradangan pada appendiks.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

25

Kebiasaan pola makan masyarakat perkotaan saat ini lebih menggemari


mengkonsumsi makanan instan dan cepat saji. Kurangnya konsumsi makanan
serat dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya sumbatan pada lumen
appendiks. Sebuah hasil penelitian menunjukkan masyarakat urban Afrika
Selatan yang mengkonsumsi makanan rendah serat daripada orang Caucasian,
insiden apendisitis terjadi lebih rendah pada orang Caucasian, (Carr, 2000).
Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola
makan dalam masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu
konsumsi tinggi lemak dan rendah serat, (Sjamsuhidayat & Jong, 2005).

4.3 Analisa Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Aplikasi tesis yang terkait dengan asuhan keperawatan anak dengan post
operasi laparatomi appendiktomi yang mengalami demam, yaitu terapi tepid
sponge untuk menurunkan suhu tubuh anak ke dalam rentang normal. Terapi
tepid sponge ini merupakan terapi dilakukan sejalan dengan penatalaksanaan
medis bagi anak dengan demam.

Mahasiswa tertarik menerapkan terapi tepid sponge ini karena dua alasan.
Pertama, mahasiswa melihat adanya kesempatan di ruangan karena fenomena
klien anak yang mengalami demam di ruang rawat, namun hanya
mendapatkan terapi secara medis saja, sehingga mahasiswa berpeluang untuk
membuktikan aplikasi tindakan keperawatan ini. Kedua, terapi pijat ini dapat
diterapkan dalam upaya penerapan teori family-centered care (FCC). FCC
merupakan suatu filosofi keperawatan yang mengakui pentingnya keluarga
sebagai fokus dasar dalam intervensi perawatan kesehatan (Bowden &
Greenberg, 2012). Model ini menekankan bahwa hubungan kolaborasi antara
keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan untuk mencapai hasil positif bagi
anggota keluarga yang sakit. Terapi tepid sponge ini dapat melibatkan ibu
sebagai pemberi terapi pada anaknya.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

26

Tepid sponge diberikan pada klien kelolaan utama yaitu An. W yang
mengalami demam dengan suhu 38.6C. Setelah dilakukan tepid sponge dan
kolaborasi pemberian antipiretik didapatkan penurunan suhu pada 60 menit
pertama menjadi 37.7C. Suhu turun 0.9C setelah pemberian terapi tepid
sponge dan kolaborasi antipiretik. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa terdapat penurunan suhu pada anak dengan demam setelah dilakukan
teknik tepid sponge dan kolaborasi antipiretik. Namun An. W pada awal
pemberian mengalami menggigil dan dihentikan sementara.

4.4 Alternatif Pemecahan yang dapat Dilakukan


Walaupun hasil penerapan terapi tepid sponge pada klien kelolaan utama
menunjukkan terjadi penurunan suhu tubuh. Terdapat beberapa tantangan
yang dihadapi pada saat pelaksanaan terapi tepid sponge ini. Pertama, respon
menggigil yang timbul saat dilakukan tepid sponge menimbulkan kecemasan
dan kekhawatiran pada orangtua klien. Kedua, kurangnya tenaga perawat yang
bertugas sehingga anak yang mengalami demam hanya mendapatkan terapi
medis saja berupa pemberian obat antipiretik tanpa diberikan dengan terapi
keperawatan dengan alasan kelebihan beban kerja perawat.

Alternatif pemecahan masalah yang pertama terkait respon menggigil yang


terjadi pada anak saat pemberian terapi tepid sponge dapat diatasi dengan
menjelaskan terlebih dahulu prosedur dan dampak yang terjadi pada anak serta
mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan dengan lengkap. Kemudian
alternatif pemecahan masalah terkait beban kerja perawat yang kurang dalam
penerapan terapi tepid sponge dapat diatasi dengan pelibatan anggota
keluarga. Sesuai dengan konsep family centered care (FCC) yang menyatakan
bahwa kolaborasi antara tenaga kesehatan dan unit keluarga sangat penting
dilakukan dalam usaha peningkatan derajat kesehatan klien (Bowden &
Greenberg, 2012). Menurut Institute for Patient-Family Centered Care (2012),
pelayanan yang berpusat pada pasien dan keluarga adalah suatu pendekatan
dalam perencanaan, pemberian dan evaluasi pelayanan kesehatan yang
berbasis pada kemitraan yang saling memberikan manfaat antara penyedia

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

27

pelayanan, pasien, dan keluarga. Keluarga yang dimaksud dalam konsep FCC
adalah dua atau lebih orang yang mempunyai kaitan biologis, hukum atau
emosional dengan klien. Klien menetapkan siapa yang dianggap sebagai
keluarga serta tingkat keterlibatan keluarga dalam pemberian pelayanan
kesehatan. FCC menguatkan keluarga dan mendorong keluarga untuk
berpartisipasi aktif dalam perawatan anak. Teknik tepid sponge ini dapat
diajarkan pada Ibu melalui peran perawat sebagai edukator. Ibu sebagai
bagian dari keluarga anak dapat memberikan perawatan saat anaknya
mengalami demam dengan menggunakan tepid sponge. Dengan demikian, Ibu
dapat melanjutkan terapi sendiri, baik di rumah sakit maupun di rumah setelah
keluar dari rumah sakit.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Gambaran umum anak dengan post operasi laparatomi et causa apendisitis
perforasi didapatkan data, anak tampak menangis merintih mengeluhkan
nyeri pada luka operasi. Luka post operasi laparatomi apendiktomi sepanjang
15 cm berisiko mengalami infeksi. Anak mengalami demam naik turun. Dan
anak harus menjalani puasa sebelum pergerakan peristaltic usus anak kembali
normal. Asuhan keperawatan post operasi laparatomi appendiktomi telah
diberikan pada An.W untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut,
ketidakseimbangan thermoregulasi, dan risiko penyebaran infeksi. Masalah
keperawatan terkait nyeri akut dan ketidakseimbangan thermoregulasi telah
teratasi. Penerapan aplikasi terapi tepid sponge terbukti mampu menurunkan
suhu tubuh anak lebih cepat. Suhu sebelum diberi terapi yaitu 38.6C dan
setelah diberi terapi tepid sponge disertai pemberian antipiretik terjadi
penurunan suhu sebanyak 0.9C dalam 60 menit pertama. Namun ada satu
masalah yang tidak terselesaikan yaitu risiko penyebaran infeksi pada luka
post operasi. An. W dipulangkan oleh pihak dokter setelah dirawat selama 7
hari di ruang rawat lantai 3 utara. Kondisi luka post operasi An.W masih
terbuka dan menghasilkan pus. Selama perawatan telah dilakukan perawatan
luka setiaphari dengan menggunakan absorben pada dressing untuk
mengangkat produksi pus. An.W diberikan terapi antibiotik yang dikonsumsi
di rumah dan disarankan untuk menjalani rawat jalan.

27

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

UNIVERSITAS INDONESIA

28

5.2 Saran
Mengacu pada hasil yang positif, yaitu terjadi penurunan suhu tubuh setelah
diberikan terapi tepid sponge disertai pemberian antipiretik. Oleh karena itu,
diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat memberikan terapi ini kepada
klien anak yang mengalami demam dan disertai pemberian antipiretik untuk
memberikan hasil yang maksimal

Bedasarkan hasil penelitian yang menunjukkan terjadi efek penurunan suhu


tubuh pada anak yang mengalami demam hasil ini dapat menjadi
pertimbangan untuk institusi pendidikan dalam memberikan informasi dan
pelatihan/ praktik saat perkuliahan mengenai terapi ini.

Aplikasi terapi tepid sponge ini baru diberikan kepada pasien kelolaan utama
selama mahasiswa praktik di rumah sakit. Keterbatasan jumpah responden dan
waktu mahasiswa ini kurang memberikan hasil yang signifikan bagi
penelitian. Oleh karena itu, diharapkan penerapan aplikasi terapi tepid sponge
ini dapat diberikan dengan jumlah responden yang lebih banyak.

UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatrics. Committee of Quality Improvement,


Subcommittee on Febrile Seizures. Practice Parameter: Long term treatment
of the child with simple febrile seizures. Pediatrics 1999;103 (6): 1307-9
Ball, J.W., & Bindler R.C., (2003). Pediatric Nursing : Caring for Children. 3rd ed.
New Jersey: Prentice Hall.
Bowden, V. R. & Greenberg, C.S. (2012). Pediatric nursing procedures. 3rd ed.
China: Lippincott Williams and Wilkins
Brunner, L.S., & Suddarth, D.S. (2001). Text book of medical surgical nursing.(6
ed). Philadelphia: J.B. Lippincott.
Carr, N.J. (2000). Pathology of acute appendicitis. Ann Diagn Pathol 4:46-58.
Crisp. J & Taylor. (2009). Fundamental of nursing. Australia: Mosby Elseiver
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006
Hockenberry, M.J, & Willson, D. (2007). Wongs Nursing care of infants and
children. (8 ed). St. Louis Missouri: Mosby Elseiver.
Lee, D. (2009). Appendicitis and appendectomy.
http://www.medicinenet.com/appendicitis (Diunduh pada 30 Juni 2013)
Luxner, K.L. (2005). Delmarss Pediatric nursing care plan. United States of
America: Thomson Delmar Learning.
Lynn, C.G., Cynthia, C., & Jeferry, K. (2002). Pediatric clinical advisor: Instant
diagnosis & treatment. Philadelphia: Mosby Elseiver Health Science.
Mariane, G.H., Susan, F., & Lauren, Y. (2007). The pediatric emergency medicine
resources. United States of America: Jones & Bartlet Learning.
Rosdahl, C.B. & Kowalski, M.T. (2008). Textbook of basic nursing. (9 ed).
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Santacroce, R & Craig, S. (2006). Appendicitis.
http://www.emedicine.com/topic41. (Diunduh pada 29 Juni 2013).
Sharber, J. (1997). The efficacy of tepid sponge bathing to reduce fever in young
children. American Journal Emergency Medical, 188-192.
Sherwood, L. (1996). Fisiologi manusia dari sel ke sistem. (Penerjemah, Brahm,
U & Pendil, 2001). Edisi 2. Cetakan I. Jakarta: EGC.

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Sisk, J.E. (2004). Appendicitis.


http://www.healthofchildren.com/A/Appendicitis.html (Diunduh pada 30
Juni 2013).
Sjamsuhidjat, R. & Jong, W.D. (2005). Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC
Sulu, B., Gunerhan, Y., Ozturk, B., & Arslan, H. (2010). Is long term-hunger
(Rmadan model) a risk factor of acute appendicitis?. Saudi Med J, Vol.31,
No.1, pp.59-63, ISSN:0379-5284.
Thomas, S., Vijaykumar, C., Naik, R., Moses, P.D., & Antonisamy, B. (2009).
Comparative effectiveness of tepid sponge and antipyretic drug versus
only antipyretic drug in the management of fever among children: a
randomized control trial. Indian Pediatrics, 46 (2), 133-136.

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

LAMPIRAN

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Widia Sandy

Alamat

: Jalan Ketapang No.9 RT 04 RW 09 Pondok Cina Beji


Depok

Tempat, Tanggal Lahir : Tanjung Gading, 24 Januari 1991


Agama

: Islam

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pendidikan
1. Program Ners FIK UI Tahun 2012 2013
2. FIK UI Tahun 2008 2012
3. SMAN 1 Tebing Tinggi Tahun 2005 2008
4. SMPN 1 Sei Suka Tahun 2002 2005
5. SDN 016397 Tanjung Gading Tahun 1996 2002
6. TK Mitra Inalum 1995 1996

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 2

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UI


ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA
FORMAT PENGKAJIAN ANAK

Nama Mahasiswa

: Widia Sandy

Tempat Praktek

: Ruang 302, Lantai 3 Utara RSUP Fatmawati

Tanggal Praktek

: 14 Juni-21 Juni 2013

I. IDENTITAS DATA
Nama

: An. W

Tempat/tgl lahir

: Jakarta, 03/08/2008

Usia

:4 Tahun 10 Bulan

Nama Ayah/Ibu

:Tn. G/ Ny. S

Pekerjaan Ayah

: Wiraswasta

Pekerjaan Ibu

:Ibu rumah tangga

Alamat

: Jalan Mohamad Kahfi I no. 14 RT 06 RW 12 Cipedak


Jagakarsa

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Pendidikan Ayah

:SLTA

Pendidikan Ibu

:SLTA

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 2

II. KELUHAN UTAMA


Klien merintih sambil memegang perut mengeluh nyeri di bagian perut luka post
operasi laparatomi appendiktomi hari ke 4, dan ibu klien mengatakan anaknya
demam.

Riwayat kehamilan dan kelahiran:


1. Prenatal: ibu klien mengatakan rajin mengontrolkan kandungannya setiap 1 bulan
sekali ke bidan, dan tidak memiliki penyakit tertentu.
2. Intranatal: lahir spontan di bidan dengan berat badan lahir 3400 gram, langsung
menangis
3. Postnatal:klien mendapatkan ASI sampai usia 5 bulan dan dilanjutkan dengan
pemberian susu formula karena ASI ibu tidak mencukupi, anak mendapatkan
imunisasi lengkap sampai usia 9 bulan.

III. RIWAYAT MASA LAMPAU


1. Penyakit waktu kecil: batuk, pilek, demam, kejang 1 kali dan diare.
2. Pernah dirawat di RS: ya selama 3 hari di RS. Citama sebelum dibawa ke RSUP
Fatmawati
3. Obat-obatan yang digunakan: Proris penurun demam.
4. Tindakan (operasi): belum pernah
5. Alergi : menurut ibu klien, klien tidak memiliki alergi apapun
6. Kecelakaan: ibu klien mengatakan, klien tidak memiliki riwayat kecelakaan
7. Imunisasi: ibu klien mengatakan anaknya mendapatkan imunisasi lengkap

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 2

IV. RIWAYAT KELUARGA (GENOGRAM)

Ny. I
68
Thn,
Sehat

Sehat

Tn. M
71
Thn,
Sehat

Sehat

Tn. B
75
Thn,
Sehat

Ny. R
72
Thn,
Sehat

Ny. S
28
Thn,
Sehat

Tn. G
31
Thn,
Sehat

Sehat

Sehat

Sehat

AN.w 4
thn

An W merupakan anak pertama dari pasangan Tn. G dan Ny. S yang saat ini dirawat
setelah tindakan operasi laparatomi appendiktomi.Tn. G dan Ny. S mengatakan tidak
memiliki riwayat penyakit jantung, gula dan asthma di dalam keluarga. Kedua
orangtua Tn.G masih hidup dan sehat. Kedua orangtua Ny. S masih hidup dan sehat.
Saat ini An.W tinggal didalam keluarga inti bersama Tn. G dan Ny.S

V. RIWAYAT SOSIAL
1. Yang mengasuh: kedua orangtua klien
2. Hubungan dengan anggota keluarga: baik
3. Hubungan dengan teman sebaya: baik, klien bermain dengan teman sebaya di
lingkungan rumah
4. Pembawaan secara umum: anak tampak ramah dan ceria saat tidak merasa nyeri
5. Lingkungan rumah: menurut Ibu klien, lingkungan rumah klien di daerah padat
penduduk tidak ada halaman untuk bermain anak.

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 2

VI. KEBUTUHAN DASAR


1. Makanan yang disukai/tidak disukai: makanan yang disukai anak sebelum sakit
yaitu ayam goreng, bakso, sosis, sate. Makanan
yang tidak disukai sebelum sakit yaitu segala
jenis sayur
Selera

: menurut Ibu klien selera makan anak baik

Alat makan yang dipakai

: sendok, piring dan gelas

Pola makan/jam

: 3xsehari, pagi sore dan malam

2. Pola tidur

: tidur malam kurang lebih 8 jam sehari

Kebiasaan sebelum tidur

: tidak ada kebiasaan tertentu menurut ibu klien


anak dapat tertidur sendiri setelah merasa lelah

Tidur siang

: 2 jam sehari dari jam 14.00 WIB-16.00 WIB

3. Mandi

: 2 x sehari pagi dan sore

4. Aktivitas bermain

: bermain lompat karet, bongkar pasang, masakmasakan bersama teman di depan rumah

5. Eliminasi

: BAB 2-4 hari sekali, BAK >7 kali sehari

VII. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI


1. Diagnosa Medis: Apendisitis Perforasi
2. Tindakan operasi: operasi laparatomi appendiktomi (11 Juni 2013)
3. Status nutrisi: klien mengatakan lapar ingin makan, conjungtiva anemis, BB: 14
Kg, TB: 101 cm, berdasarkan grafik CDC 2000 BB/TB status nutrisi
klien berada pada persentile 87.5% tergolong gizi sedang, sedangkan
menurut BB/U (WHO-NCHS) status gizi klien berada pada status gizi
baik dengan usia 58 bulan (13.6-22.7 Kg).

Klien menjalani

puasa/dekompresi lambung selama 3 hari post operasi, dan pada hari


ke empat mulai dengan diet pregestimil 6x30 cc dan selanjtunya diet
lunak bertahap

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 2

4. Status cairan: turgor kulit elastis, membrane mukosa lembab, CRT < 2 detik,
5. Obat-obatan: cefotaxime IV drip 550 mg/8 jam
Metronidazole IV drip 250 mg/8 jam
Farmadol drip 150 mg/8 jam
RL 500 cc/ 8 jam
6.Aktivitas: terbatas terbaring di tempat tidur
7. Tindakan Keperawatan : perawatan luka post operasi setiap hari
Pemberian tepid sponge untuk mengatasi demam
Pemberian terapi sesuai program

8. Hasil Laboratorium
Pemeriksaan

Hasil
14/6/13 15/6/13

Satuan

Rujukan

10.8-15.6

Intepretasi hasil

HEMATOLOGI
Hemoglobin

8.9

13.1

g/dl

Hematokrit

29

42

Leukosit

16.4

19.9

Ribu/ul 5.5-15.5

Leukositosis

Trombosit

1.059

1.076

Ribu/ul 229-553

Trombositopenia

Eritrosit

3.33

4.81

Juta/ul

35-43

3.70-5.70

VIII. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum

BB/TB(Persentil)

: TB: 101 cm, BB: 14 Kg, (CDC 2000) Persentile 87.5%

Lingkar kepala

: 48 cm

Mata

: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, penglihatan baik

Hidung

: epistaksis tidak ada, simetris, tidak ada hambatan jalan nafas

Mulut

: mukosa bibir lemabab, tidak ada gigi berlubang, bersih

Telinga

: tidak ada sekresi berlebih pada telingan, tidak ada


tanda peradangan, pendengaran normal.

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

tanda-

Lampiran 2

Tengkuk

: tidak ada kaku tengkuk, normal

Dada

: simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi

Jantung

: bunyi jantung normal, S1 dan S2, murmur tidak ada, gallop


tidak ada

Paru-paru

: suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada

Perut

:terdapat luka post operasi sepanjang 15cm tertutup balutan


kasa, kembung tidak ada, distensi tidak ada, bising usus dalam
batas normal.

Punggung

: simetris, tidak kifosis, tidak lordosis, tidak skoliosis

Genitalia

: bersih, normal

Ekstrimitas

: akral hangat, tidak ada deformitas

Kulit

: turgor kulit elastis, warna kulit pucat

Tanda-tanda vital

:tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi:112 x/menit,


frekuensi pernafasan: 30x/menit, suhu: 38,6C

IX. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN


1. Kemandirian dan bergaul: klien mampu bergaul dengan pasien anak lainnya yang
sedang dirawat, klien masih dibantu untuk pemenuhan kebutuhan dasar selama sakit
2. Motorik Halus: klien sudah mampu menuliskan namanya
3. Kognitif dan bahasa: klien telah mampu menyampaikan rasa sakit yang dirasa pada
bagian perut, klien menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dan dapat
dimengerti.
4. Motorik kasar:: mampu berjalan, berlari, lompat, mengendarai sepeda dan berdiri
dengan satu kaki saat sehat

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 3

XI. ANALISA DATA


Data (DO dan DS)

Masalah Keperawatan

DS:

Nyeri Akut

An.W mengatakan merasa nyeri pada luka


operasi

DO:
-

An W, menunjukkan skala nyeri yang dirasa


pada skla 4 dengan skala nyeri Wong Baker.

An. W tampak merintih menahan sakit

An W tampak lemas

An W tampak memegang perutnya

Tampak balutan luka post operasi laparatomi


appendiktomi HR ke 4

DS:
-

Ibu klien mengatakan An.W suka memegang


balutan luka operasi

DO:
-

Tampak balutan operasi rembes

Luka operasi saat di GV tampak basah


dibagian ujung kiri.

Terdapat pus pada luka

Tampak jahitan luka operasi mulai


merenggang.

Risiko penyebaran infeksi

Klien dengan diagnosa medis apendisitis


perforasi

Sudah dilakukan pus kultur pada tanggal 11


juni dengan hasil pembiakan Eschericia Coli

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 3

Data (DS dan DO)

Masalah Keperawatan

DS:
-

Klien mengatakan lapar ingin makan

DO:
-

Klien menjalani puasa/dekompresi


lambung selama 3 hari post operasi

Post op hari ke 4 diberikan diet pregistimil


6 x30 cc

Hb: 8.9 g/dl

Klien tampak pucat

Konjungtiva anemis

BB 14 Kg, TB, 101 cm

Risiko ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh.

DS:
-

Ibu klien mengatakan saat ini anaknya panas

DO:
-

Suhu: 38.6C

Ketidak seimbangan termoregulasi

HR:112 x/menit, RR:30 x/menit

Kulit klien teraba hangat

tampak balutan luka operasi di perut

XII. PRIORITAS MASALAH


Masalah Keperawatan:
1. Nyeri akut
2. Risiko penyebaran infeksi
3. Ketidakseimbangan termoregulasi
4. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 4

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosa
keperawatan
1. Nyeri akut

2. Risiko
penyebaran
infeksi

Hasil yang
diharapkan
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan
1x 24 jam
Anak tidak
merasakan
nyeri atau
nyeri
berkurang
pada level
yang dapat
diterima anak

Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan
3 x 24 jam
Anak akan
bebas dari
tanda gejala
peritonitis
- Tanda dari
peritonitis
dapat
diketahui
sedini
mungkin

Intervensi keperawatan

Rasional

- Kaji rasa nyeri post


operasi (kususnya kapan)
dengan skala nyeri yang
sesuai umur dan
perkembangan anak.
- Berikan posisi yang
nyaman berbaring miring
kanan atau semifowler
(biasanya dengan posisi
kaki ditekuk/ fleksi)
- Berikan bantal kecil
untuk perut

- Memberikan informasi yang


dibutuhkan untuk pemberian
terapi analgetik

- Berikan analgetik
narkotik atau non
narkotik setelah operasi
sesuai dengan resep yang
tertulis
- Sediakan boneka,
permainan yang disukai
anak
- Kaji kondisi luka insisi
terbuka terhadap adanya
drainase dan krakteristk,
dan butuh untuk ganti
balutan/ program ganti
balutan kapan.
- Berikan terapi antibiotic
intravena sesuai program
yang tertulis
- Ganti balutan luka dengan
menggunakan tekniksteril
- Irigasi luka terbuka
dengan cairan antibiotic/
sesuai dengan terapi yang
tertulis
- Inisiasi isolasi
perlindungan luka
- Memberikan informasi
kepadaorang tua dan anak
penyebab infeksi serta
risiko terjadi penyebaran
infeksi.

- Memberikan posisi senyaman


mungkin untuk anak

- Memberikan kesempatan anak


untuk memeluk bantal
mengurangi nyeri
- Membantu mengurangi rasa
nyeri berat.

- Menyediakan aktivitas untuk


mendistraksi rasa nyeri pada
anak
- Memberikan informasi
mengenai keefektifan drainase
luka, dan untuk mencegah
pembentukan dan penyebaran
abses
- Menghancurkan agen infeksius
dengan obat yang sesuai
berdasarkan hasil kultur
drainase luka.
-Meningkatkan kebersihan luka
dan mencegah terkena oleh
pathogen
- membersihkan luka dan
menghancurkan pathogen

- mencegah transmisi agen


infeksius dari dan ke anak
- meningkatkan pemahaman dan
kerjasama dalam perawatan
untuk mencegah penyebaran
infeksi yang sudah ada.

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 4

Diagnosa
keperawatan
3. Risiko
ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

4. ketidakseimbangan
termoregulasi

Hasil yang
diharapkan
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan
selama 3 x 24
jam status
nutrisi klien
seimbang
ditandai
dengan:
Intake makan
per oral
adekuat,
Kulit tidak
pucat
Konjungtiva
tidak anemis,
Hb dalam
batas normal
Tidak terjadi
penurunan BB
Setelah
diberikan
tindakan
keperawatan
1x24 jam suhu
tubuh anak
dalam batas
normal (36.547.5 C)

Intervensi keperawatan

Rasional

- Kolaborasi pemberian
tanfusi PRC sesuai
program terapi
- Timbang BB per tiga hari
- Berikan diet sesuai
program secara bertahap
- Motivasi klien dan
keluarga makan sedikit
bertahap

- Membantu meningkatkan nilai


Hb dalam darah
- Membantu mengetahui status
nutrisi klien
- Memenuhi kebutuhan nutrisi
klien
- Membantu mengurangi rasa
nyeri dan mengevaluasi adanya
kembung.

-berikan antipiretik sesuai


program terapi yang tertulis

- Untuk membantu menurunkan


suhu tubuh ke dalam batas
normal
- Untuk membantu
meningkatkan sirkulasi dengan
udara di ruangan
- Membantu memenuhi
kebutuhan cairan saat anak
demam
- Membantu mempercepat
penurunan suhu tubuh
- Membantu pemenuhan cairan
dan elektrolit melalui intra
vena
- Untuk mengetahui suhu tubuh
sudah dalam batas normal atau
tidak

- Anjurkan orangtua untuk


mengganti pakaian klien
dengan pakaian tipis
- Motivasi kleuarga untuk
meningkatkan intake
cairan per oral
- Memberikan terapi tepid
sponge
- Kolaborasi pemberian
cairan melalui infus.
- Ukur suhu sebelum dan
sesudah intervensi

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 5

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal
jam

Diagnosa keperawatan

Implementasi

Evaluasi SOAP

14 Juni 2013
Jumat

Nyeri akut

-Memberikan obat
farmadol IV drip 150
mg.

S: klien mengatakan nyeri yang dirasakan


sudah berkurang
O:
-Anak tampak tenang
-Klien menunjukkan nyeri yang dirasa
setelah pemberian obat dan bermain
boneka berkurang menjadi skala 2.
-Anak tampak bisa beristirahat dengan
posisi semifowler
A:
Masalah nyeri teratasi sebagian
P: observasi nyeri klien
-Lanjutkan pemberian terapi analgetik
sesuai program farmadol 150 mg/8 jam
pada jam 4.00 WIB (15 Juni 2013)
-Lanjutkan terapi bermain boneka untuk
distraksi nyeri klien

DS:
20.00-21.30
WIB
Dinas malam

14 & 15 Juni
2013
Jumat

- An.W mengatakan merasa


nyeri pada luka operasi
DO:
- An W, menunjukkan skala
nyeri yang dirasa pada skla
4 dengan skala nyeri Wong
Baker.
- An. W tampak merintih
menahan sakit
- An W tampak lemas
- An W tampak memegang
perutnya
- Tampak balutan luka post
operasi laparatomi
appendiktomi hari ke 4
Risiko ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
DS:

22.00-01.00
Dinas malam

- Klien mengatakan lapar


ingin makan
DO:
- Klien menjalani
puasa/dekompresi
lambung selama 3 hari
post operasi
- Post op hari ke 4 diberikan
diet pregistimil 6 x30 cc
- Hb: 8.9 g/dl
- Klien tampak pucat
- Konjungtiva anemis
BB 14 Kg, TB, 107 cm

-Melakukan terapi
bermain boneka bercerita
untuk mendistraksi nyeri
klien
-,Memberikan posisi
semi fowler
-Mengukur skala nyeri
dengan skala Wong
Baker setelah tindakan
diberikan

- Menjelaskan kondisi
klien dan meminta
persetujuan orangtua
klien untuk tindakan
transfusi PRC
- Memberikan tanfusi
PRC 150 cc sesuai
program terapi.
- Memberikan diet
pregistimil 30 cc/ 4
jam via oral.
- Menjelaskan kepada
ibu klien diet yang
diberikan diet cair per
4 jam dan sebanyak 40
cc
-Memotivasi klien dan
keluarga makan sedikit
bertahap

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

S: Orangtua klien mengatakan setuju


untuk tranfusi
-Klien mengatakan masih merasa lapar
setelah diberikan pregestimil 30 cc
O: Klien tampak menghabiskan diet
pregistimil yang diberikan
-Transfusi PRC 150 cc diberikan pada
jam 22.00 WIB
-Tidak tampak respon alergi saat
pemberian transfuse
-Transfusi selesai jam 01. WIB.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Cek DPL setelah pemberian transfusi
-Lanjutkan pemberian diet pregistimil/4
jam
-Observasi tanda kembung, mual dan
muntah pada anak.

Lampiran 5

Tanggal
jam

Diagnosa keperawatan

Implementasi

Evaluasi SOAP

17 Juni 2013
Senin

Risiko penyebaran infeksi

-Memberikan perawatan
luka dengan
mempertahankan teknik
steril
-Mengobservasi kondisi
luka
-Mendokumentasikan
kondisi luka
-Memberikan absorben
pada balutan luka untuk
drain pus
-Memberikan antibiotik
cefotaxime 550 mg IV
drip
-Memberikan antibiotic
metronidazole 250 mg
IV drip

S: Klien mengatakan malu jangan dilihat

DS:
07.00-10.00
WIB
Dinas pagi
Post operasi
hari ke 6

17 Juni 2013
Senin
11.00-12.30
WIB
Dinas pagi
Post operasi
hari ke 6

- Ibu klien mengatakan


An.W suka memegang
balutan luka operasi
DO:
- Tampak balutan operasi
rembes
- Luka operasi saat di GV
tampak basah dibagian
ujung kiri.
- Terdapat pus pada luka
- Tampak jahitan luka
operasi mulai merenggang.
- Klien dengan diagnosa
medis apendisitis perforasi
- Sudah dilakukan pus kultur
pada tanggal 11 juni
dengan hasil pembiakan
Eschericia Coli

Ketidak seimbangan
thermoregulasi
DS:
- Ibu klien mengatakan saat
ini anaknya panas
DO:
- Suhu: 38.8C
- HR:108 x/menit, RR:32
x/menit
- Kulit klien teraba hangat
- tampak balutan luka operasi
di perut

lukanya,
O: Klien menangis saat luka dibersihkan
-Luka dibersihkan dengan NaCl 0.9 %
-Tampak luka post operasi sepanjang 15
cm, dengan kondisi luka basah 2cm pada
ujung kiri terdapat pus berwarna kuning
dan bau.
-Diberikan absorben pada luka
-Luka ditutup dengan balutan kasa kering
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan perawatan luka setiap hari
-Lanjutkan pemberian antibiotic sesuai
program/8 jam
-Observasi tanda-tanda infeksi pada luka
-Observasi tanda-tanda vital/8 jam

-Memberikan antipiretik
farmadol drip IV 150 cc
-Memberikan terapi
tepid sponge
-Membantu Ibu klien
untuk mengganti baju
dengan baju tipis
-Memotivasi klien untuk
minum air putih/air
mineral sebanyak 2 gelas
belimbing secara
bertahap
-Mengobservasi tetesan
infus yang didapat
klien:20 tetes/menit
(1500 cc/24 jam)
-Mengukur suhu klien
setelah tindakan.

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

S: Klien mengatakan badanya tidak enak,


gerah.
O: Klien tampak tenang
-Suhu setelah 60 menit pemberian
antipiretik dan tepid sponge turun
menjadi 37.8 C
-Ibu klien tampak sudah mampu
melakukan compress hangat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Edukasi ibu klien terkait pemberian
tepid sponge
-Monitor tanda-tanda vital per shift

Lampiran 5

Tanggal
jam

Diagnosa keperawatan

Implementasi

Evaluasi SOAP

17 Juni 2013

Risiko ketidak seimbangan


nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
DS:
- Klien mengatakan tidak
selera makan
DO:
- Post op hari ke 7 diberikan
diet lunak bubur saring 3x
sehari
- Klien tampak lemas
- BB 14,2 Kg, TB, 107 cm

- Memberikan diet
lunak bubur saring
kepada klien
- Memberikan
penjelasan kepada ibu
bahwa klien saat ini
mendapat diet lunak
bubur saring yang
diberikan 3 x sehari
- Memotivasi klien dan
keluarga makan
sedikit bertahap

Risiko penyebaran infeksi


DS:
-Ibu klien mengatakan
balutan luka pada An.W ada
rembes
DO:
-Tampak balutan operasi
rembes
-Luka operasi saat di GV hari
sebelumnya tampak basah
dibagian ujung kiri, jahitan
memisah dan berlubang
sedalam 3 cm
-Terdapat pus pada luka
-Klien dengan diagnosa
medis apendisitis perforasi

- Memberikan perawatan
luka dengan
mempertahankan teknik
steril

S: lien mengatakan tidak suka makan


bubur yang diberikan
O: - Klien hanya menghabiskan porsi
bubur yang disediakan
-Perut klien tidak kembung
-Bubur yang diberikan tidak dalam
keadaan hangat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan pemberian diet sesuai terapi
-motivasi klien untuk makan secara
bertahap
-Libatkan keluarga dalam pemberian
makan klien
S: klien mengatakan sakit saat dilakukan
pembersihan luka
O: Tampak balutan luka rembes
-Tampak suprasorb di dalam lubang luka
post operasi berwarna kuning dan bau
-Pus menempel pada suprasorb
-Tampak masih terdapat pus setelah
suprasorb dicabut
-Tidak tampak adanya granulasi pada area
luka yang berlubang
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan program ganti balutan setiap
pagi/hari
-Observasi kondisi luka dan produksi pus
-Lanjutkan pemberian antibiotic sesuai
program.

Senin
13.00-14.00
WIB
Dinas pagi
Post operasi
hari ke 6
18 Juni 2013
Selasa
07.00-09.00
Dinas pagi
Post operasi
hari ke 8

-Mengobservasi kondisi
luka
-Mendokumentasikan
kondisi luka
-Membersihkan luka
post operasi dengan
NaCl 0.9%
-Memberikan absorben
pada balutan luka untuk
drain pus
-Memberikan antibiotik
cefotaxime 550 mg IV
drip
-Memberikan antibiotik
metronidazole 250 mg
IV drip

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 5

Tanggal
jam

Diagnosa keperawatan

Implementasi

Evaluasi SOAP

18 Juni 2013

Nyeri akut

Selasa

DS:

-Memberikan obat
farmadol IV drip 150
mg.

10.00-11.30

- An.W mengatakan merasa


nyeri pada luka operasi

-Mengukur skala nyeri


dengan skala Wong
Baker setelah tindakan
diberikan

S: Klien mengatakan nyeri yang


dirasakan sudah berkurang
O:
-Anak tampak tenang
-Klien menunjukkan nyeri yang dirasa
setelah pemberian obat dan bermain
boneka berkurang menjadi skala 2.
-Anak tampak bisa beristirahat dengan
posisi semifowler
A:
Masalah nyeri teratasi
P: Observasi nyeri klien
-Lanjutkan pemberian terapi analgetik
sesuai program farmadol 150 mg/8 jam
sesuai program terapi yang tertulis
-Lanjutkan terapi bermain boneka untuk
distraksi nyeri klien

- Memberikan diet lunak


bubur saring kepada
klien
- Memberikan penjelasan
kepada ibu bahwa klien
saat ini masihh
mendapat program diet
lunak bubur saring yang
diberikan 3 x sehari
-Memotivasi klien dan
keluarga makan sedikit
bertahap

S: Klien mengatakan ingin makan nasi


dan ayam goreng
O: - Klien hanya menghabiskan porsi
bubur yang disediakan
-Perut klien tidak kembung
-Buah pisang habis satu buah
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan pemberian diet sesuai terapi
-Motivasi klien untuk makan secara
bertahap
-Libatkan keluarga dalam pemberian
makan klien

Dinas pagi
DO:
Post operasi
hari ke 7

18 Juni 2013

- An W, menunjukkan skala
nyeri yang dirasa pada skla
4 dengan skala nyeri Wong
Baker.
- An. W tampak merintih
menahan sakit
- An W tampak lemas
- An W tampak memegang
perutnya
-Tampak balutan luka post
operasi laparatomi
appendiktomi hari ke 8

Selasa

Risiko ketidak seimbangan


nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

11.30-12.30

DS:

Dinas pagi

- Klien mengatakan tidak


selera makan

Post operasi
hari ke 7

DO:
- Post op hari ke 8 diberikan
diet lunak bubur saring 3x
sehari

-Melakukan terapi
bermain boneka bercerita
untuk mendistraksi nyeri
klien
-,Memberikan posisi
semi fowler

- Klien tampak lemas


BB 13.8 Kg, TB, 107 cm

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 5

Tanggal
jam

Diagnosa keperawatan

Implementasi

Evaluasi SOAP

19 Juni 2013

Risiko penyebaran infeksi


DS:
-Ibu klien mengatakan tadi
pagi saat ganti balutan luka
anaknya, masih terlihat
berlubang dan ada nanahnya
DO:
-Tampak balutan operasi
rembes
-Tadi pagi balutan luka sudah
diganti
-Klien dengan diagnosa
medis apendisitis perforasi
-Suhu: 38.3 C

-Menanyakan kepada
ketua tim perawat,
apakah balutan luka
diganti ketika ada
rembes
-Memberikan penjelasan
kepada ibu klien, bahwa
obat antibiotic yang
diberikan melaui intra
vena sudah dihentikan
-Melakukan aff infuse
sesuai dengan catatan
integrasi
-Memberikan obat
antibiotik per oral sesuai
dengan program terapi
yang tertulis
Obat yang diberi:
Cefixime 1 sendok takar
obat/12 jam
Metronidazole 1 sendok
takar obat/8 jam
-Menjelaskan kepada
Ibu, bahwa program
ganti balutan pada klien
dilakukan sehari sekali
setiap pagi.
-Menjelaskan kepada Ibu
bahwa obat penurun
suhu tubuh klien diganti
menjadi obat syrup
-Memberikan obat syrup
proris 1 sendok takar
obat dengan interval
waktu/8 jam
-Membantu ibu
melakukan tepid sponge
pada klien
-Memotivasi klien untuk
meningkatkan jumlah
minum air putih
sebanyak 3 gelas
belimbing dari jam
14.30-16.30 karena
sudah tidak mendapat
cairan melalui infuse.
-Mengukur suhu tubuh
klien setelah tindakan.

S: Ibu klien mengatakan mengerti setelah


diberikan penjelasan mengenai obat
antibiotik yang diberikan pada anaknya
O: Anak tampak tenang,
-Klien sudah tidak terpasang infus
-Balutan luka terdapat rembes sedikit
pada ujung kiri
-Balutan tidak diganti setelah
dikonsultasikan kepada ketua tim perawat
A: Masalah belum teratasi
P:- Berikan terapi untuk mengatasi
demam klien
Lanjutkan perawatan luka/ GV setiap pagi
hari sekali sehari
-Monitor tanda-tanda vital per shift

Rabu
13.00-14.30
Dinas sore
Post operasi
hari ke 8

19 Juni 2013

Ketidakseimbangan suhu
tubuh

Rabu
DS:
14.30-16.30
Dinas sore

-Ibu mengatakan anaknya


demam

Post operasi
hari ke 8

DO:
-klien teraba hangat
-suhu 38.3 C
-klien tidak terpasang infus

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

S: Klien mengatakan menyukai obat


syrup untuk demam yang diberikan
O: Klien tampak menghabiskan satu
gelas belimbing air putih pertama
-Klien tampak tenang dan tidak menggigil
saat dilakukan tepid sponge
-Terjadi penurunan suhu setelah 1 jam
tindakan, menjadi 37.5 C
A: Masalah teratasi
P: Observasi tanda-tanda vital per shift
-,otivasi klien untuk meningkatkan
asupan minum air putih peroral
-Lanjutkan pemberian obat penurun suhu
tubuh sesuai program dan ukur suhu
tubuh terlebih dahulu

Lampiran 5

Tanggal
jam

Diagnosa keperawatan

Implementasi

Evaluasi

19 Juni 2013
Rabu

Risiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

17.30-18.00

DS:

Dinas sore

-Klien mengatakan tidak


ingin makan sore

-Menanyakan kepada ibu


BB klien tadi pagi saat
ditimbang
-Memberikan diet bubur
saring kepada klien
dengan sambil bercerita
kartoon kesukaan klien
-Melibatkan Ibu
mendampingi anak saat
makan
-Mengobservasi
kembung pada klien

S: Klien mengatakan suka mendengarkan


cerita saat diberikan makan
O: BB klien tadi pagi 13.9 Kg
- Klien tampak ceria saat makan
-Porsi makan klien habis 2/3 bagian
-Kembung tidak ada
-Mual dan muntah tidak ada
A: Masalah teratasi sebagian
P: Motivasi klien untuk meningkatkan
asupan makanan
-Libatkan ibu dalam pemberian makan
-Observasi tanda kembung, mual dan
muntah pada klien
-Timbang BB di pagi hari

-Memberikan perawatan
luka dengan
mempertahankan teknik
steril
-Membersihkan luka
dengan menggunakan
NaCL 0.9%
-Mengangkat suprasorb
yang berada di dalam
lubang luka
-Melihat kondisi luka
-Mendokumentasikan
kondisi luka
-Mengangkat sisa pus di
dalam lubang luka
dengan kasa yang
dibasahai dengan NaCl
0.9%
-Memasukan suprassorb
ke dalam lubang luka
-Menutup luka dengan
balutan kasa kering

S: Klien mengatakan merasa nyeri saat


dibersihkan pus di dalam luka
O: Tampak luka post operasi yang
berlubang
-Tampak pus di dalam lubang luka
-Tidak tampak adanya granulasi
-Luka dari sisi kanan ke kiri sepanjang 12
cm tampak bersih, tidak merah, tidak
bengkak dan tidak merenggang
A: Masalah teratasi sebagian
P: Rencana pulang oleh dokter.
-Edukasi keluarga kapan harus kontrol
untuk perawatan luka saat klien di rumah.

Post operasi
hari ke 8

-Ibu klien mengatakan bubur


tadi pagi hanya habis porsi
DO:
-Klien tampak lemas
-Klien mendapatkan diet
lunak bubur saring

20 Juni 2013

Risiko penyebaran infeksi

Kamis

DS:

07.00-09.00

-Ibu klien mengatakan


balutan luka operasi
anaknya masih ada rembes
DO:

Dinas pagi
Post operasi
hari ke 9

-Tampak balutan operasi


rembes
-Luka operasi masih tertutup
balutan kasa
-Klien dengan diagnosa
medis apendisitis perforasi

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 5

Tanggal
jam

Diagnosa keperawatan

Implementasi

Evaluasi SOAP

20 Juni 2013

-Memberikan diet bubur


saring kepada klien

Kamis

Risiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

11.00-12.00

DS:

Dinas pagi

-Klien mengatakan makan


bubur yang diberikan tidak
kenyang

S: Klien mengatakan suka saat diberikan


makan sambil mendengarkan cerita
O: - Klien mampu menghabiskan satu
porsi bubur saring yang diberikan
-Mual dan muntah saat pemberian makan
tidak terjadi
-Kembung tidak ada
-Klien tampak ceria saat pemberian
makan
A: Masalah teratasi
P: Rencana pulang Jumat 21 Juni 2013
-Edukasi pemberian diet lunak bubur
saring di rumah.

Post operasi
hari ke 9

-Memberikan diet sambil


menceritakan kisah
dongeng kepada klien

-Ibu klien mengatakan porsi


bubur tadi pagi habis 2/3
porsi

-Menjelaskan kepada ibu


mengenai diet yang
dianjurkan pada klien
saat di rumah yaitu diet
lunak bubur saring.
-Mengobservasi mual,
muntah dan kembung.

DO:
-BB klien yang ditimbang
tadi pagi 14.2 Kg. dengan TB
107 cm
-Saat ini klien masih
mendapatkan diet bubur
saring 3 x sehari

21 Juni 2013
Jumat
Dinas pagi

Klien hari ini pulang setelah dirawat 10 hari post operasi, klien mendapatkan persetujuan oleh dokter
untuk pulang dengan kondisi luka post operasi yang masih terbuka dan berisi pus.
Masalah keperawatan risiko penyebaran infeksi belum teratasi
Masalah keperawatan, risiko ketidakseimbangan nutrisi, nyeri akut dan ketidakseimbangan
termoregulasi sudah teratasi.
Klien dan keluarga telah dibeikan edukasi mengenai apa saja yang harus dilakukan di rumah saat
pulang
-Mengedukasi ibu dan klien untuk memberikan obat antibiotic sampai habis dan tuntas
-Mengedukasi ibu dank lien meminum obat penurun suhu tubuh jika anak demam suhu >38 C,
-Mengedukasi ibu untuk memberikan tepid sponge saat anak mengalami demam
-Mengedukasi ibu untuk tidak membuka balutan luka operasi di rumah, dan membawa anak untuk
perawatan luka ke RSFatmawati melalui Poli anak
-Menyampaikan kepada ibu dank lien kapan harus datang kembali ke poli anak untuk kontrol.

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 5

Grafik CDC 2000 age 2-20 years for girl

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 5

Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan Menurut Berat Badan
dan Umur (WHO-NCHS)

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 5

Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan Menurut Berat Badan
dan Umur (WHO-NCHS)

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Lampiran 5

Skala Nyeri Wong Baker

Sumber : Wong, D. L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik wong


ed. 6 vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Analisis praktik ..., Widia Sandy, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai