PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Jantung merupakan organ muskular berongga yang berfungsi memompa
darah keseluruh tubuh. Jantung terdiri atas dua pompa yang terpisah, yakni
jantung kanan yang memompakan darah ke paru-paru dan jantung kiri yang
memompakan ke organ-organ perifer. Selanjutnya, setiap bagian jantung yang
terpisah ini merupakan dua ruang pompa yang berdenyut, yang terdiri atas
satu atrium dan satu ventrikel. Atrium terutama berfungsi sebagai pompa
primer yang lemah bagi ventrikel, yang membantu mengalirkan darah masuk
kedalam ventrikel. Ventrikel selanjutnya menyediakan tenaga utama yang
dapat dipakai untuk mendorong darah ke sirkulasi pulmonal maupun sirkulasi
perifer.( Guyton & boyer)
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pompa, jantung memiliki sistem
elektrik yang mengkoordinasi denyutan dari keempat ruang yang dimilikinya.
Sistem elektrik ini berjalan sepanjang jalur khusus di dalam jantung yang
mengakibatkan atrium dan ventrikel bekerjasama dalam membuat jantung
berdenyut sehingga dapat memompa darah. Denyut jantung normal bermula
atau berawal sebagai sebuah arus listrik tunggal yang berasal dari nodus SA,
sebuah berkas area khusus yang terletak di atrium kanan. Arus tersebut
kemudian mengantarkan sebuah sinyal listrik yang menyebabkan kontraksi
kedua atrium dan menyebabkan pengisian darah ke ruang jantung di
bawahnya, yaitu ventrikel. Aktivitas listrik kemudian menjalar menuju nodus
AV, sebuah jembatan listrik yang terletak di antara bilik atas dan bilik bawah
jantung, menyebabkan ventrikel berkontraksi secara ritmik sehingga mampu
memompa darah ke seluruh tubuh maupun jantung itu sendiri. (boyer, 2005).
Jantung juga mempunyai suatu mekanisme khusus yang mejaga
kestabilan irama jantung saat melakukan aktivitas pemompaan dan
menjalarkan potensial aksi ke seluruh otot jantung untuk menimbulkan
potensial aksi secara berirama. (Guyton, 2007)
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Anatomi Jantung
II.1.1 Vaskularisasi Pada Jantung
Jantung mendapat darah dari arteri koronaria dekster yang bercabang
menjadi
rami
koni
arteriosi,
rami
ventrikulares
anterior,
rami
serabut
postganglionik
simpatis
berakhir
di
nodus
Gelombang P
Gelombang P disebabkan oleh potensial listrik yang dicetuskan sewaktu
atrium berdepolarisasi sebelum kontraksi atrium dimulai (Guyton, 2007).
Oleh karena itu sinus SA terletak diatrium kanan, maka atrium kanan
akan memulai dan mengakhiri depolarisasi lebih dulu dari pada atrium kiri.
Dengan demikian setengah bagian pertama gelombang P mewakili
depolarisasi atrium kanan sedangkan setengah bagian yang lain mewakili
depolarisasi atrium kiri (Karim, 2005).
Setelah kedua atrium mengalami depolarisasi, pada saat tersebut tidak
ada aktivitas bioelektrik jantung, maka pada EKG akan mencatat sebuah
garis lurus yang disebut garis isoelektrik, yang kemudian diikuti kompleks
QRS yaitu depolarisasi ventrikel (Karim, 2005).
Gelombang P yang normal dapat berupa :
a. Defleksi positif pada sandapan lateral (I, aVL, V5, V6) dan sandapan
inferior (aVF).
b. Defleksi negatif pada sandapan aVR.
c. Tingginya kurang dari 2.5 mm (0,25 mV).
d. Lebarnya kurang dari 2,5 mm (bervariasi di antara 0,08-0,11 detik) (Karim,
2005).
Apabila pada sandapan I tampak gelombang P negatif, maka langkah
pertama yang harus diambil ialah memeriksa letak dari elektroda aVL dan
aVR (apakah tidak terbalik?). andai kata pemasangan elektroda sudah tepat,
maka hal ini merupakan gambaran EKG dekstrokardia. Kadang-kadang oleh
suatu sebab terjadi posisi jantung yang agak menyudut ke kiri atas, pada
keadaan demikian maka sandapan II akan merkam gelombang P yang
negatif (Karim, 2005).
Kompleks QRS
Kompleks QRS disebabkan oleh potensial listrik yang dicetuskan
sewaktu ventrikel berdepolarisasi sebelum berkontraksi, yaitu sewaktu
gelombang depolarisasi menyebar melewati ventrikel. Gelombang P dan
komponen-komponen
kompleks
QRS
disebut
sebagai
gelombang
II.5. Etiologi
Atrial flutter mengenai 88 dari 10.000 pasien baru setiap tahunnya,
menjadikannya aritmia kedua terbanyak setelah atrial fibrilasi. Atrial flutter
merupakan suatu bentuk aritmia supraventrikular yang dapat dicetuskan
oleh satu atau lebih faktor presipitasi seperti asupan kafein yang berlebihan,
konsumsi alkohol (konsumsi yang berlebihan atau konsumsi rutin), nikotin,
obat-obatan, hipertiroidisme, stress, menstruasi, gangguan elektrolit,
hipovolemik.(petrick, 2007).
Umumnya, atrial fluter disebabkan oleh mekanisme reentri pada sebuah
area anatomi yang berada didekat annulus katup trikuspid, depolarisasi
berulang akan meningkatkan impuls di septum interatrial kemudian
melewati atap dan dasar dinding atrium kanan dan akhirnya melewati pintu
atrium kanan diantara annulus katup trikuspid dan vena kava inferior. Akibat
terdapat sebuah area besar mengalami depolarisasi diluar fisiologis,
gelombang P akan tampak sebagai sinusoid atau gambar gigi gergaji
(petrick, 2007).
Gambar
4.
Sistem
Konduksi Jantung.
Pada atrial flutter, sinyal listrik seperti terperangkap di atrium kanan
sehingga menyebabkan impuls atau denyutan yang berulang-ulang di atrium
sehingga denyut atrium akan lebih banyak dibandingkan denyut ventrikel.
(petrick, 2007)
Atrial flutter adalah gangguan pada denyut jantung yang mirip dengan
atrial fibrilasi. Pada atrial fibrilasi, denyut jantung terjadi sangat cepat dan
bersifat ireguler atau denyut yang tidak beraturan. Sedangkan pada atrial
flutter, denyut jantung terjadi sangat cepat tetapi memiliki irama yang
teratur. Pada gambaran elektrokardiografi, dijumpai gambaran sawtooth atau
gigi gergaji. (petrick, 2007)
II.7. Klasifikasi
Secara klinis, atrial flutter diklasifikasikan menjadi first diagnosed,
paroksismal, persisten, long-standing persistent dan permanen. (Lee, 2005)
Atrial fluter khasnya terjadi secara paroksismal, biasanya dapat
bertahan beberapa detik hingga hitungan jam, dan pada beberapa keadaan
dapat bertahan hingga lebih hitungan jam. Dalam keadaan lebih berat, atrial
flutter dapat terjadi Persisten (Lee, 2005):
1. Typical atrial flutter
Atrial flutter dengan denyut atrial berkisar antara 240 hingga 350
kali permenit, dijumpai gelombang P negatif di lead II, III dan aVF.
2. Reverse typical atrial flutter
Denyut atrial 240 hingga 350 kali per menit serta dijumpai
gelombang P yang positif maupun negatif di lead II, III dan aVF.
3. Incisional atrial re-entry
Jumlah denyutan bervariasi, morfologi gelombang flutter bervariasi
menurut lokasi lesi.
4. Left atrial flutter
Jumlah denyutan dan morfologi gelombang P bervariasi.
5. Atypical atrial flutter
Jumlah denyutan bervariasi, morfologi gelombang P bervariasi
menurut lokasi jalur reentry.
Pada beberapa pasien dengan atrial flutter, terapi awal yang dapat
dilakukan mencakup penggunaan agen yang dapat menghambat nodus AV
(AV nodal blocking agents). Agen-agen tersebut mencakup beta blockers,
calcium channel blockers, digoksin dan amiodaron.
II.11. Komplikasi
Atrial flutter pada dasarnya bukanlah keadaan yang mengancam nyawa
(not-life threatening). Namun jika tidak ditangani, efek samping atrial flutter
dapat mengancam nyawa. Atrial flutter mengakibatkan ketidakfektifan
jantung memompa darah. Hal ini mengakibatkan darah dipompa secara
lemah sehingga mengalir lambat didalam pembuluh darah dan memicu
terjadinya pembekuan. Bekuan darah ini dapat berjalan di pembuluh darah
di berbagai organ dan dapat menyebabkan penyumbatan. Sumbatan pada
pembuluh darah otak dapat mengakibatkan terjadinya stroke dan sumbatan
II.12. Prognosis
Atrial flutter yang tidak tertangani akan menyebabkan takikardi dalam
waktu lama. Hal ini dapat menyebabkan keadaan kardiomiopati yaitu
kelemahan pada otot jantung akibat ventrikel berdenyut terlalu cepat dalam
jangka waktu yang lama. Keadaan ini dapat memicu terjadinya gagal
jantung. (Petrick, 2007)
Atrial flutter juga dapat menyebabkan aritmia jenis lainnya seperti atrial
fibrilasi jika tidak ditangani. Atrial fibrilasi juga merupakan salah satu
bentuk aritmia yang sering dijumpai. (Petrick, 2007)
BAB III
KESIMPULAN
III.1 Kesimpulan
1. Atrial flutter merupakan salah satu jenis aritmia berupa denyut atrium
yang terlalu cepat akibat aktivitas listrik atrium yang abnormal.
2. Pada atrial flutter, sinyal listrik seperti terperangkap di atrium kanan
sehingga menyebabkan impuls atau denyutan yang berulang-ulang di
atrium sehingga denyut atrium akan lebih banyak dibandingkan denyut
ventrikel.
3. Gambaran klinis yang paling sering terjadi pada atrial flutter adalah
palpitasi dan atau rasa tidak enak di dada.
4. Pemeriksaan elektrokardiografi dengan menggunakan 12 sadapan dapat
bermanfaat dalam menegakkan diagnosis atrial flutter.
5. Terapi farmakologi menggunakan beta blockers atau calcium channel
blockers yang diberikan secara intravenous dapat memperlambat denyut
jantung dan pada beberapa pasien keadaan aritmia.
6. Atrial flutter berulang atau atrial flutter yang dialami untuk pertama kali
pada individu dengan gangguan struktur jantung adalah merupakan
indikasi perlunya diberikan anti-koagulan oral jangka panjang
7. Pada dasarnya, atrial flutter bukan merupakan keadaan yang
mengancam nyawa. Tetapi jika tidak ditangani, atrial flutter akan
menyebabkan takikardi dalam waktu lama. Hal ini dapat menyebabkan
keadaan kardiomiopati
DAFTAR PUSTAKA
Boyer, Melissa and Bruce A. K. Atrial Flutter. Circulation. 2005, 112 (2) : e334e336.
Guyton, A.C and John E. Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11.
Jakarta. EGC
Karim, sjukri, kabo, peter. 2005. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit
jantung Untuk Dokter Umum. Jakarta. FKUI
Kee, Joyce LeFever. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik
Ed 6 Jakarta. EGC.
Lee K.W., Yang Y., dan Scheinman M.M. Atrial Flutter: A Review of Its History,
Mechanisms, Clinical Features, and Current Therapy. Curr Probl Cardiol.
2005, 30: 121168.
Lundvist, C. B. and Melvin M. S. Guidelines for the Management of Patients with
Supraventricular Arrythmias. ACC/AHA/ESC Practice Guidelines. 2003: 3340.
Petrick, W. Atrial flutter: RF, differential diagnosis, management strategies.
European Heart Journal. 2007, 6 (12): 47-52.
Sneel, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk mahasiswa Kedokteran edisi 6.
Jakarta. EGC