Wrap Up Skenario 3
SESAK NAFAS JANTUNG
Kelompok B-3
Ketua
Sekertaris
Anggota
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2014-2015
1102013248
1102013251
1102013246
1102013247
1102013250
1102013252
1102013253
1102013312
1102012267
SKENARIO 3
: Cacat jantung akibat adanya gejala sisa dari demam rematik 2- 3 minggu
setelah infeksi streptococcus hemolitycus group A
KARDIOMEGALI : Pembesaran cardio
1. Cardiohipertrofi
2. Cardiodilatasi
GALLOP
: Getaran sementara pada saat awal diastolic serupa dengan bunyi jantung
1 dan 2 tapi lebih halus. Maka bunyi jantung menjadi triplet dan timbul efek
akustik seperti gallop kuda
MURMUR
: Suara tamabahan diantara bunyi jantung 1 dan 2 akibat turbulensi aliran
darah karena penyempitan pada katup
1. Sistolik : Diantara bunyi jantung 1 dan 2
2. Diastolik: Diantara bunyi jantung 2 dan 1
PERTANYAAN :
1. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan kardiomegali, gallop, dan murmur sistolik
derajat 4/6 pada area katup mitral yang menjalar ke aksila.
2. Apa saja faktor resiko penyakit jantung rematik?
3. Apa saja manifestasi klinis penyakit jantung rematik? (yang tidak berhubungan dengan
jantung)
4. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit jantung rematik?
5. Mengapa pasien mengalami sesak nafas berat?
6. Mengapa terjadi di katup mitral dan apakah bisa terjadi di tempat lain?
7. Apa saja etiologi penyakit jantung rematik?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit jantung rematik?
9. Bagaimana prognosis penyakit jantung rematik?
10. Apa akibat fisiologis dari kardiomegali, gallop, dan murmur sistolik derajat 4/6 pada area
katup mitral yang menjalar ke aksila?
JAWABAN :
1. Infeksi SHGA di saluran pernafasan bagian atas bakterinya mengikuti aliran darah
membentuk koloni di katup mitral terjadi kemerahan, edem, penebalan tidak bisa
menutup seepenuhnya terjadi regurgitasi mitral dapat ditemukan bising gallop dan
murmur sistolik.
Kardiomegali : karena ventrikel kiri dan atrium kiri mengalami dilatasi.
2. Faktor genetic, umur (5-15 tahun), keadaan gizi, etnik dan RAS ( orang kulit hitam >
orang kulit putih ), jenis kelamin (perempuan > laki-laki)
3. Manifestasi mayor
- Poliarthritis : nyeri sendi yang menjalar dari ekstremitas atas
- Syndeham chorea : lemah hebat dan gerakan involunter akibat radang SSP
- Eritema maginatum : lesi yang tengahnya pucat dan tepinya berbatas tegas
- Subcutan nodule : nodule keras di daerah siku, lutut, tapi tidak nyeri tekan
4. Anamnesis : sesak nafas, nyeri dada, berdebar-debar, riwayat terkena demam rematik.
Pemeriksaan fisik : kardiomegali, gallop, dan murmur sistolik.
SASARAN BELAJAR
LI 1. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM REMATIK
LO
LO
LO
LO
1.1
1.2
1.3
1.4
DEFINISI
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
1.10
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
PENCEGAHAN
Empat isoenzim DNAse (A, B, C, D) dihasilkandalam jumlah yang berbeda-beda oleh strain
yang berbeda. Isoenzim DNAse Bdihasilkan oleh streptokokus grup A yang tersebar dimanamana.
Pengelepasan enzim streptokokus ke dalam pejamu pada waktu terjadiinfeksi merangsang
pembentukan antibodi, kecuali streptolisin S, yang pada manusia tidak imunogenik. Uji
antibodi streptokokus didasarkan padaimunogenitas produk. Dalam uji ini, serum diuji untuk
mendeteksi antibodyneutralisasi terhadap satu atau lebih enzim. Kenaikan titer antibody lebih
darinormal atau kenaikan titer yang bermakna antara serum akut dan konvalesensbukti
infeksi sebelumnya.
Kerentanan Pejamu Penelitian epidemiologis menunjukan bahwa hanya sebagian kecil (2 sampai
3%) yang menderita faringitis streptokokus menderita demam reumatik, tetapiangka kejadian
penderita demam reumatik adalah 50%. Hal ini memberi kesanadanya kerentanan pejamu
terhadap demam reumatik akut.Penelitian mutakhir memberikan tambahan bukti. Pemeriksaan
fenotip Human Leucocyt Antigen (HLA) terhadap demam reumatik menunjukanhubungan
alloantigen sel B spesifik, dikenal dengan antibodi monoclonal,dengan status reumatikus.
Penelitian lain menunjukan insiden petanda HLAtinggi pada pasien demam reumatik. Antigen
HLA-DR4 dan HLA-DR2 masing-masing lebih sering terdapat pada pasien demam reumatik ras
kaukasoid dan kulit hitam dibandingkan pada populasi sehat; hal ini mendukung konsep
predisposisi genetik pada demam reumatik.
Nodul aschoff terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel
mononukleus yang besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang
memanjang dengan area yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes.
Nodul Aschoff bisa didapati pada spesimen biopsi endomiokard penderita DR. Keterlibatan
endokard menyebabkan valvulitis rematik kronis. Fibrin kecil, vegetasi verrukous,
berdiameter 1-2 mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan
korda tendinea. Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari
daun katup. Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati dan
dipercaya akibat efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri. Proses
penyembuhan valvulitis memulai pembentukan granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi
korda tendinea yang mengakibatkan stenosis atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling
sering dikenai diikuti katup aorta. Katup trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.
Dasar kelainan patologi demam rematik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif
jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung, organ lain seperti ;
sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi reversibel.
Yang terjadi di Jantung
Baik perikardium, miokardium, dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan
berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat
berakibat fatal.
Bila peradangan berlanjut, timbullah badan-badan Aschoff yang kelak dapat meninggalkan
jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral maupun
parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi tetapi
biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi tidak pernah purulen.
Bila berlangsung lama dapat berakibat terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal.
Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung.
Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering
menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang terkena. Mula-mula terjadi
edema dan reaksi seluler seluler akut yang mengenai katup dan korda tendinae. Kemudian
terjadi vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini masa
hialin. Bila menyembuh akan terjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat
menetap dan dapat mengakibatkan kebocoran katup.
Yang terjadi di organ-organ lain
Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi fibrinoid
sinovium.
Nodul subkutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh selsel jaringan ikat, mirip badan aschoff.
Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekitar pembuluh darah kecil. Kelainan
tersebut letaknya tersebar di korteks, serebellum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada
susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea; kelainan tersebut dapat
ditemukan pada penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya
tidak pernah menunjukkan gejala korea.
Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda perdarahan. Kelainan pembuluh
darah dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan
pembengkakan dan proliferasi endotel. Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma.
Mekanisme Imunitas Terhadap Infeksi Streptokokus
Infeksi streptokokkus akan mengaktifkan proses imun streptokokkus ( protein M
dan N asetil glukosamin) + makrofag dipresentasikan pada T CD4+ naif Th1 dan
Th2
Reaksi imun yang terjadi akan menyebabkan kerusakan pada sel pajanan yang terus
menerus menyebabkan makrofag akan meningkatkan sitoplasma dan organellanya
sehingga mirip seperti sel epitel sel epiteloid bergabung menjadi granuloma
aschoff body sel yang rusak akan diganti dengan jaringan fibrosa scar
penyempitan, perlengketan, dan kebocoran katup mitral, yang disebabkan gejala sisa ketika
terserang demam rematik. Gejala penyakit jantung ini ditandai dengan demam rematik. Adapun
demam rematik itu sendiri merupakan demam yang terjadi karena terinfeksi kuman
Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernapasan bagian atas.
LO 2.2 Epidemiologi
Baik pada negara maju dan negara berkembang, faringitis dan infeksi kulit (impetigo) adalah
infeksi yang paling sering disebabkan oleh grup A streptococci, yang merupakan bakteri
yang paling sering menyebabkan faringitis, dengan insidens puncak pada anak usia 5-15
tahun. Faringitis streptokokal jarang terjadi pada 3 tahun pertama kehidupan dan diantara
orang tua. Diperkirakan sebagian besar anak-anak mengalami 1 episode faringitis per
tahun, dimana 15-20% disebabkan oleh grup A streptococcus dan hampir 80% oleh virus
patogen.
Pada tahun 1994 diperikirakan 12 juta individu menderita demam rematik dan
penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dengan sekurangnya 3 jula menderita gagal
jantung dan memerlukan perawatan di rumah sakit berulang. Sebagian besar individu
dengan gagal jantung memerlukan bedah katup jantung dalam 5-10 tahun. Angka
kematian PJR bervariasi dari 0,5 per 100,000 populasi di Denmark, sampai 8,2 per
100,000 populasi di Cina, dan perkiraan angka anual kematian PJR untuk tahun 2000
adalah 332000 seluruh dunia. Mortality rate pada 100,000 populasi bervariasi dari 1,8 di
regio WHO Amerika sampai 7,6 di WHO Asia Tenggara. Dan untuk DALYs ( Disabilityadjusted life years ) kehilangan diperkirakan 2,47 per 100,000 poupulasi di WHO
Amerika Serikat sampai 173,4 per 100,000 populasi pada WHO Regio Asia Tenggara.
Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25 tahun,
paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidens tertinggi terdapat
pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau sedang berkembang
dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk pengobatan faringitis.
Penyakit jantung rematik (PJR), adalah penyebab terutama mitral stenosis dengan
60% mitral stenosis murni dengan riwayat demam rematik akut. Dengan insidens terjadi
lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki (2:1). Pada negara berkembang,
penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun sampai beberapa dekade untuk gejala
penyakit ini memerlukan intervensi bedah. Pada gejala yang terbatas 0-15% survival rate
tanpa terapi. Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jatung postreumatik
memiliki insufisensi murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34% murni
stenosis, dan 20% murni insufisiensi.
Menurut Institut Jantung, Paru-paru dan Darah Nasional Amerika Serikat
(National Heart, Lung and Blood Institute), penyakit jantung merupakan penyebab
kematian nomor satu, baik pria maupun wanita di Amerika Serikat, dimana jumlah
kematian akibat penyakit ini mencapai lebih dari 500.000 jiwa setiap tahunnya. Di
Indonesia sebanyak 80.812 penderita di suatu Rumah Sakit, diantaranya 2.836 adalah
penderita penyakit kardiovaskuler yang terdiri dari 43.2% penyakit jantung, 30.1%
hipertensi, 14.5% demam rematik dan rematik jantung, 8.4% penyakit jantung bawaan,
2.5% jantung pulmonair dan 1.3% radang katup jantung. Berdasarkan hasil Riskesdas
2007, prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7.2% berdasarkan wawancara,
sementara berdasarkan riwayat diagnosis tenaga kesehatan hanya ditemukan sebesar
0.9%. cakupan kasus jantung yang sudah didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar
12.5% dari semua responden yang mempunyai gejala subjektif menyerupai gejala
penyakit jantung. Prevalensi penyakit jantung menurut provinsi, berkisar antara 2.6% di
Lampung sampai 12.6% di NAD
LO 2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Streptococcus Pyogenes
Klasifikasi
: Kokus, gram positif
Epidemiologi : habitatnya di kulit, membran mukosa. Dan penyebarannya melalui
droplet yang terjadi biasanya di ruangan yang ramai
Struktur
:
Kapsul :
terdiri dari asam hyaluronat yang tidak terdeteksi sehingga
tidak dianggap benda asing oleh tubuh
Dinding sel :
Fimbria : mempunyai protein-M sebagai faktor virulensi utama
Karbohidrat
Protein F:untuk membantu bakteri menempel pada pharinx
Produk :
Sitokin
Streptolysin O dan S: untuk merusak sel-sel dengan cara melisis sel-sel di
sekitarnya
Streptokinase : membantu mengubah plasminogen menjadi plasmin
sehingga penyebaran infeksi semakin mudah
C5a peptidase : inaktivator c5a
Streptodornase
: membantu nekrosis DNA sel
terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 m. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak
memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair
atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau
lebih. Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah gram positif, tetapi varietas
tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang gram negatif. Pada
perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat
berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya
saprofitik. Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung
hyaluronic acid dan M type specific protein.
ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan
untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik
/ penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan
pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik /
penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus.
Faktor-faktor pada individu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan
hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status
reumatikus
2. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki.
Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
3. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik
lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data
ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua
golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
4. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik /
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
5. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus
beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya
miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever
Faktor-faktor lingkungan :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya
demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun
sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan
yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian
untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah
sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktorfaktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang
beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai
insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi
agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.
LO 2.4 Patofisiologi
Teori yang paling dapat diterima adalah teori imunologi.
Streptokokus memiliki kapsul yang terdiri atas protein M kemudian menempel pada endotel
mukosa (saluran napas atas), mensekresi toksin yang dapat memicu radang dan membantu
penyebaran ke aliran darah. Sel APC mempresentasikan antigen SGA yang berupa protein M
pada sistem imun spesifik (sel B dan sel T), kemudian sel ini tersensitasi dan berproliferasi serta
berdiferensiasi.
3. Pericarditis
Terdengarnya pericardial friction rub menandakan terdapatnya pericarditis.
Meningkatnya bunyi dull pada perkusi jantung, ictus cordis yang tidak
terlihat, dan terdengarnya bunyi jantung yang lebih teredam dapat
menunjukkan terdapatnya pericarditis. Pada keadaan darurat, jika terdapat
efusi pericardial dilakukan pericardiocentesis.
Manifestasi demam rematik yang tidak berhubungan dengan jantung
Gejala noncardiac termasuk polyarthritis, chorea, erythema marginatum, dan
nodul subkutan, selain itu nyeri abdomen, arthralgia, epistaksis, demam juga
dapat didapatkan.
1. Polyarthritis
Gejala yang sering dan gejala awal yang didapatkan pada demam rematik
akut (pada 70-75% pasien).Karakteristik dari arthritis adalah biasanya
dimulai dari sendi-sendi besar di ekstremitas bagian bawah (lutut dan
pergelangan kaki), yang kemudian menjalar ke sendi-sendi besar lainnya di
ekstremitas atas (siku dan pergelangan tangan). Terdapat nyeri pada sendi
yang terkena, bengkak, hangat, kemerahan pada kulit karena proses inflamasi
dan didapatkan keterbatasan gerak pada sendi yang terkena. Arthritis ini
mencapai nyeri maksimal pada 12-24 jam, yang menetap selama 2-6 hari
(sangat jarang nyeri bertahan lebih dari 3 minggu), nyeri akan berkurang
dengan pemberian aspirin.
2. Sydenham chorea
Tterjadi pada 10-30% pasien dengan demam rematik.Keluhan pasien adalah
kesulitan dalam menulis, gerakan-gerakan wajah, tangan dan kaki tanpa
tujuan, kelemahan yang menyeluruh, dan emosional yang labil. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan hyperextended joints, hipotonia, fasikulasi
lidah, dan gerakan tidak bertujuan. Gejala ini akan mengalami resolusi dalam
1-2 minggu dan akan sembuh sempurna dalam 2-3 bulan.
3. Erythema marginatum
Ditemukan pada kira-kira 5% pasien demam rematik, berlangsung
berminggu-minggu
dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal. Lesi
eritematous dengan warna pucat pada bagian tengah dan disekelilingnya,
dengan tepi yang bergelombang.
Terjadi pada 0-8% pasien dengan demam rematik.Jika terdapat nodul, maka
nodul didapatkan pada daerah siku, lutut, pergelangan kaki dan pergelangan
tangan, prosesus spinosus dari vertebra.Nodul ini teraba keras, ukuran 1-2
cm, tidak melekat pada jaringan sekitarnya, dan tidak ada nyeri tekan.Nodul
subkutan terjadi beberapa minggu dan mengalami resolusi dalam satu bulan.
Nodul ini sangat berhubungan dengan rematik carditis, jika pada pasien tidak
didapatkan gejala carditis, maka terdapatnya nodul subkutan harus dipikirkan
kemungkinan lain.
AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik,
block ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.
Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial
fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.
6. Imunologi : dapat diambil 2-3 minggu pasca DR atau 4-5 minggu pasca infeksi SGA
di tenggorokan. Hasil positif bila :
Titer
ASTO
Anti-DNAse
Anak
Dewasa
320
240
210
120
Nodul Aschoff pada katup jantung (katup tampak mengalami fibrosis, penebalan dan
tumpul)
Badan
Aschoff
pada
sediaan
jantung. Pewarnaan HE. Tampak sel datia Aschoff dan sel Anitchow. Daerah
terlokalisir didekat pembuluh darah.
Diagnosis demam reumatik ditegakkan bila didapati :
- 2 kriteria mayor
- 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor
Diagnosis akan diperkuat dengan kenaikan titer ASTO dan Anti-DNAse serta kultur
positif pada hapus tenggorok.
Diagnosis Banding :
1. Arthritis Rheumatoid
Poliarthritis pada anak-anak dibawah 3tahun atau lebih, biasanya terjadi secara salisil
dibandingkan dengan arthritis pada demam rematik
2. Sickel cell anemia
Terjadi pada anak dibawah 6bulan. Adanya penurunan hb yang signifikan (<7g/dl).
Leukositosis tanpa adanya tanda-tanda radang. Pada perjalanan yang kronis
kardiomegali. Diperlukan pemeriksaan pada sumsum tulang
Tirah
baring
(minggu)
Mobilisasi
bertahap
(minggu)
>6
>12
Karditis
(-)
Artritis (+)
Karditis(+)
Kardiomegali(-)
Karditis
(+)
Kardiomegali
(+)
Karditis
(+)
Gagal jantung
(+)
Pengobatan
Salisilat :
Awal : 100 mg/BB/hari selama 2
minggu
Lanjutan : 75 mg/BB/hari selama 4-6
minggu
Awal :
Prednison 2 mg/BB/hari selama 2
minggu. Diturunkan secara bertahap
sampai habis selama 2 minggu.
Lanjutan : salisilat 75 mg/BB/hari
mulai minggu ke 3 selama 6 minggu.
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan atritis dan demam. Obat ini
dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik
memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisilat.
Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis
terbagi selama 2-4 minggu kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama
4-6 minggu.
Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak
sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk
kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat
mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam.
Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagal jantung. Obat ini
bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi
insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik.
Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg.hari dalam 3-4 dosis terbagi selama
2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg.\/hari selama minggu ketiha
dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya.
Untuk menurunkan resiko terjadinya rebpund phenomenon, pada awal minggu
ketiga ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.
OAINS (Naproxen), Dosis dewasa 250-500 mg PO 2 kali per hari; dapat
ditingkatkan hingga 1.5g/hari. Dosis Anak-anak <2 tahun tidak diberikan, dan
dosis anak >2 tahun 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari.
Neuroleptic agents (Haloperidol) diberikan untuk mengatasi Khorea yang
terjadi. Haloperidol merupakan dopamine receptor blocker yang dapat
digunakan untuk mengatasi gerakan spasmodik iregular dari otot wajah.
Pemberian obat ini tidak selalu harus diberikan karena korea dapat sembuh
dengan istirahat dan tidur tanpa pengobatan. Dosis pemberian haloperidol pada
dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari, anak-anak <3 tahun tidak
diberikan, anak-anak 3-12 tahun 0.25-0.5 mg/hari 2 atau 3 kali per hari, dan
usia >12 tahun diberikan sama seperti dosis dewasa.
Inotropic agents (Digoxin) dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi
tetapi efek terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan jantung yang
terjadi umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian diuretik dan vasodilator.
Dosis pemberian pada dewasa 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian, anak-anak <2 tahun tidak
diberikan, 2-5 tahun 30-40 mcg/kg PO, 5-10 tahun 20-35 mcg/kg PO, dan >10 tahun 10-15
mcg/kg PO.
LO 2.8 Komplikasi
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya
sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic
termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan,
biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses
inflamasi
atau
gabungan
kedua
faktor
tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan
obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan
yang paling penting mengobati penyakit primer.
2. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang
ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
LO 2.9 Prognosis
Prognosis demam reumatik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada
tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan
sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanakkanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita
dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun. Kira-kira 75% pasien dengan
demam reumatik akut sembuh kembali setelah 6 minggu, dan kurang dari 5 % tetap memiliki
gejala korea atau karditis yang tidak diketahui lebih dari 6 bulan setelah pengobatan rutin.
LO 2.10 Pencegahan
Pencegahan demam rematik meliputi pencegahan primer (primary prevention) untuk
mencegah terjadinya serangan awal demam rematik dan pencegahan sekunder
(secondary prevention) nuntuk mencegah terjadinya serangan ulang demam rematik.
a. Primary prevention: eradikasi Streptococcus dari pharynx dengan menggunakan
benzathine peniciline single dose IM.
b. Secondary prevention: AHA menyarankan pemberian 1,2 juta unit benzathine
peniciline setiap 4 minggu, atau setiap 3 minggu untuk pasien berisiko tinggi
(pasien dengan penyakit jantung atau berisiko mengalami infeksi ulangan).
c. Pemberian profilaksis secara oral dapat berupa penisilin V, namun efek terapinya
tidak sebaik benzathine penisilin.
AHA merekomendasikan pengobatan profilaksis selama minimal 10 tahun. Penghentian
pemberian obat profilaksis bila penderita berusia di sekitar dekade ke 3 dan melewati 5 tahun
terakhir tanpa serangan demam rematik akut.Namun pada penderita dengan risiko kontak tinggi
dengan Sterptococcus maka pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk seumur hidup.
DAFTAR PUSTAKA