Anda di halaman 1dari 25

Mekanisme Pernafasan dan Spinometri

Manggala Senapati

Senapati_manggala@yahoo.com
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 5631731
tu.fk@ukrida.ac.idd

PENDAHULUAN
Sebagian besar sistem pernapasan berkaitan dengan

apa yang kita

pikirkan pernapasan seperti: udara yang bergerak ke dalam dan keluar paru-paru. Paruparu adalah situs pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara udara dan darah. 1
Saluran napas bagian atas meliputi hidung, faring dan laring. Saluran
napas bagian bawah dimulai dari trakea sampai ke paru. Kedua paru ditutupi oleh rongga
thoraks, yang terbentuk dari iga, sternum dan kolumna vertebrae dengan diafragma yang
berbentuk kubah memisahkan thoraks dan abdomen. Paru kiri memiliki dua lobus, dan
paru kanan memiliki tiga lobus. Jalan napas, pembuluh darah, dan limfatik memasuki
setiap bagian paru pada akar atau hilus. Paru dilapisi oleh suatu membran tipis yaitu
pleura viseralis, yang dilanjutkan oleh pleura parietalis yang melapisi permukaan bagian
dalam tulang rangka thoraks. Rongga tipis antarpleura berisi cairan pleura sebagai
pelumas. 2
Spirometri adalah tes fisiologis yang mengukur bagaimana seseoranng
mengembuskan napas atau menghirup udara sebagai fungsi waktu. Sinyal utama diukur
dalam spirometri mungkin volume atau aliran. Spirometri sangat berharga sebagai tes
skrining umum pernafasan kesehatan dengan cara yang sama dengan tekanan darah yang
memberikan informasi penting tentang kardiovaskular kesehatan 3

Struktur anatomi dan histologi traktus respiratorius


Sistem pernapasan (Traktus respiratorius) dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
saluran napas bagian atas dan saluran napas bagian bawah. Saluran pernapasan bagian
atas terdiri dari bagian-bagian luar rongga dada: saluran udara pada hidung, rongga
hidung, sinus, faring, laring, dan trakea bagian atas. Sedangkan saluran napas bagian
bawah terdiri dari bagian-bagian yang ditemukan dalam rongga dada: trakea bagian
bawah dan paru-paru sendiri, yang meliputi bronkial dan alveoli. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 1. 1
Paru kiri memiliki dua lobus, dan paru kanan memiliki tiga lobus. Jalan napas,
pembuluh darah, dan limfatik memasuki setiap bagian paru pada akar atau hilus. Paru
dilapisi oleh suatu membran tipis yaitu pleura viseralis, yang dilanjutkan oleh pleura
parietalis yang melapisi permukaan bagian dalam tulang rangka thoraks. Rongga tipis
antarpleura berisi cairan pleura sebagai pelumas. 2
Hidung dan Rongga Hidung
Hidung, fitur menonjol dari wajah, adalah satu-satunya eksternal bagian dari
sistem pernapasan. Udara masuk melalui hidung bukaan eksternal disebut lubang hidung.
Hidung berisi dua rongga hidung, yang dipisahkan kanal sempit dari satu lain oleh
septum terdiri dari tulang dan tulang rawan (Gambar 2). Membran mukosa berada di
saluran rongga hidung. Konka hidung adalah tulang punggung bahwa proyek lateral ke
dalam rongga hidung. Konka hidung ini bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan
untuk membasahi dan pemanasan udara selama inhalasi dan untuk menangkap air tetesan
selama pernapasan.4 Dalam rongga hidung atas adalah reseptor olfaktorius, yang
mendeteksi bahan kimia yang telah menguap dihirup. Saraf penciuman melewati ethmoid
tulang ke otak. 1
Sinus
Sinus (paranasal sinus) adalah ruang udara yang terletak pada tulang maksilaris,
frontal, ethmoid, dan sphenoid dalam tulang tengkorak (Gambar 2). Ruang-ruang sinus
ini terbuka ke dalam rongga hidung dan dilapisi dengan membran mukosa yang
berkesinambungan dengan dinding rongga hidung. Akibatnya, lendir-lendir ada saluran

dari sinus ke rongga hidung. Selaput yang meradang dan bengkak karena hidung infeksi
atau reaksi alergi (sinusitis) dapat blok ini drainase tekanan, peningkatan dalam sinus dan
menyebabkan sakit kepala. Sinus mengurangi berat tengkorak. Sinus juga digunakan
sebagai ruang resonansi yang mempengaruhi kualitas suara. 5

Faring
Faring adalah saluran berbentuk lorong yang menghubungkan hidung dan rongga
mulut ke laring. Akibatnya, biasanya disebut sebagai "tenggorokan," Faring memiliki tiga
bagian: nasofaring, dimana rongga hidung posterior terbuka ke langit-langit lunak
(palatum mole), yang orofaring, dimana bergabung dengan rongga mulut dengan faring;
dan laryngofaring, yang membuka ke pangkal tenggorokan (laring). Palatum mole
memiliki ekstensi lunak yang disebut uvula yang dapat dilihat proyeksi ke orofaring
tersebut. Amandel (tonsila palatina) membentuk cincin pelindung di persimpangan
rongga mulut dan faring. Tonsila palatina menjadi jaringan limfatik, mengandung
limfosit yang melindungi terhadap invasi patogen. Di sini, kedua sel B dan sel T yang
siap untuk menanggapi untuk antigen yang kemudian dapat menyerang jaringan internal

dan cairan. Dengan cara ini, saluran pernapasan membantu kekebalan tubuh sistem dalam
mempertahankan homeostasis. Di tenggorokan, saluran udara dan saluran makanan
bersilangan karena laring, yang menerima udara, anterior dari kerongkongan (esofagus),
yang menerima makanan. Laring terletak di bagian atas trakea. Laring dan trakea
biasanya terbuka, sehingga udara untuk lewat, tapi kerongkongan biasanya tertutup dan
hanya terbuka ketika seseorang menelan. 4
Laring
Laring ini adalah pembesaran di jalan napas superior dari trakea dan inferior dari
faring. Laring adalah sebuah jalan untuk udara masuk dan keluar dari trakea dan
mencegah benda asing masuk ke trakea. Laring juga rumah pita suara. Laring yang terdiri
dari kerangka otot dan terikat dengan jaringan tulang rawan elastis. Terbesar dari
kartilago adalah tiroid, krikoid, dan tulang rawan epiglotis (Gambar 4). 5
Saat makanan ditelan, laring bergerak ke atas terhadap epiglotis (katup
tenggorok), sebuah flap jaringan yang mencegah makanan dari melewati celah suara ke
dalam laring. Dapat dideteksi gerakan dengan menempatkan tangan dengan lembut pada
pangkal tenggorokan dan menelan. 4
Trakea
Trakea (tenggorokan) adalah tabung fleksibel sekitar 2,5 cm dengan diameter dan
12,5 cm panjang. Memanjang ke bawah anterior kerongkongan dan masuk ke rongga
dada, di mana terbagi menjadi bronkus kiri dan bronkus kanan (Gambar 4). Mukosa dari
trakea diisi dengan silia yang mengandung banyak sel goblet. Membran ini terus
menyaring udara yang masuk dan untuk partikel yang terjebak bergerak ke faring dimana
lendir dapat ditelan. 5

Dinding trakea berisi 16-20 potongan-potongan tulang rawan berbentuk C, yang


membuat trakea tetap terbuka. Kesenjangan dalam cincin tulang rawan posterior tidak
lengkap, untuk memungkinkan perluasan kerongkongan ketika makanan menelan ludah. 1
Bronkus serta cabang-cabangnya
Bronkus kanan dan bronkus kiri adalah cabang-cabang dari trakea yang masuk ke
paru-paru. Strukturnya adalah seperti yang trakea, dengan tulang rawan berbentuk C dan
epitel silia. Dalam paru-paru, masing-masing bercabang menuju ke masing-masing lobus
paru-paru (tiga kanan, dua kiri). 1
Berturut-turut divisi dari cabang-cabang dari trakea (Gambar 4 dan 5) ke
mikroskopis kantung-kantung udara (alveoli) berikut:
1.

Bronkus utama (bronchus principalis) kiri dan kanan.

2.

Bronkus sekunder, atau bronchus lobaris. Tiga cabang dari bronchus

principalis kanan, dan dua cabang dari kiri.


3.

Bronkus tersier, atau bronchus segmentalis. Masing-masing cabang

memasok sebagian dari paru-paru disebut bronkopulmonalis segmen. Biasanya ada


sepuluh di segmen paru kanan dan delapan di segemen paru kiri.
4.

Intralobular bronkiolus (intralobular bronchioles). Cabang kecil ini dari

bronchus segementalis yang masuk ke unit dasar paru, yaitu lobulus. 5

5.

olu

Bronki

s
terminal

(br

onchiolu

terminalis). Cabang dari bronkiolus. 50 - 80 bronchiolus terminalis menempati lobulus


paru-paru.

6.

Bronchiolus respiratorius. Dua atau lebih bronchiolus respiratorius

cabang dari setiap bronchiolus terminalis. Pendek dan sekitar 0,5 milimeter dengan
diameter, ini struktur disebut "pernapasan" karena beberapa kantung udara dari sisi,
membuat dapat mengambil bagian dalam pertukaran gas.
7.

Duktus alveolar (ductus alveolar). Panjang dua sampai sepuluh,

merupakan cabang dari bronchiolus respiratorius.


8.

Kantung alveolar (sacus alveolar). kantung alveolar yang berdinding tipis,

erat dikemas dari duktus alveolar.


9.

Alveoli. Alveoli yang berdinding tipis, mikroskopis kantung udara yang

terbuka ke kantung alveolar. Dengan demikian, udara dapat berdifusi bebas dari duktus
alveolar, melalui kantung alveolar dan masuk ke alveoli. 5
Paru-paru

Paru-paru berjumlah 2 (berpasangan), merupakan organ berbentuk kerucut yang


menempati rongga dada kecuali untuk mediastinum, daerah pusat yang berisi bronkus
utama, jantung, dan organ lainnya. Paru kanan memiliki tiga lobus dan paru-paru kiri
memiliki dua lobus, memungkinkan ruang untuk apeks hati. Lobus kemudian dibagi
menjadi lobulus, dan setiap lobulus memiliki bronkiolus yang melayani banyak alveoli.
Apeksnya (puncak) adalah bagian sempit superior dari paru-paru, dan basis adalah bagian
inferior yang luas kurva agar sesuai dengan diafragma berbentuk kubah, otot yang
memisahkan rongga dada dari rongga perut. Lateral permukaan paru-paru mengikuti
kontur tulang rusuk dalam rongga dada.
Setiap paru tertutup oleh lapisan ganda membran serosa disebut pleura. Pleura
viseralis melekat ke permukaan paru-paru, sedangkan pleura parietalis yang melekat ke
permukaan rongga toraks. Pleura ini menghasilkan cairan pelumas serosa yang
memungkinkan dua lapisan untuk bergeser terhadap satu sama lain. Permukaan
ketegangan adalah kecenderungan untuk molekul air untuk berpegang teguh pada
masing-masing lain (karena ikatan hidrogen antara molekul) dan untuk membentuk
sebuah tetesan. Tegangan permukaan memegang dua lapisan pleura bersama-sama ketika
paru-paru melakukan ekspirasi. 4
Alveoli
Ada jutaan alveoli di masing-masing paru-paru, dan luas permukaan total
diperkirakan 700 sampai 800 kaki persegi. 1 Setiap inhalasi, udara lewat melalui bronkus
serta cabang-cabangnya menuju alveoli. Sebuah kantung alveolar (sacus alveolar) terdiri
dari skuamosa epitel yang dikelilingi oleh kapiler darah (Gambar 6). Pertukaran gas
terjadi antara udara dalam alveoli dan darah dalam kapiler. Oksigen berdifusi melintasi
alveolar dan dinding kapiler untuk masuk ke aliran darah, sedangkan karbon dioksida
berdifusi dari darah di dinding-dinding untuk masuk ke alveoli. Alveoli harus tetap
terbuka untuk menerima udara dihirup jika gas pertukaran terjadi. Pertukaran gas terjadi
di seluruh selaput selular yang lembab namun tegangan permukaan air lapisan alveoli
yang mampu menyebabkan menutup. Alveoli dipenuhi dengan surfaktan, sebuah film
dari lipoprotein yang menurunkan tegangan permukaan dan mencegah dari penutupan. 4

Mekanisme bernapas
Bernapas, yang juga disebut ventilasi, adalah gerakan udara dari luar tubuh ke
dalam bronkus beserta cabangnya dan alveoli, diikuti oleh pembalikan dari gerakan
udara. Tindakan bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan udara disebut inspirasi atau
inhalasi dan ekspirasi atau ekshalasi. 5
Inspirasi
Inspirasi adalah fase aktif ventilasi karena ini adalah fase di mana diafragma dan
musculus intercostalis externus kontraksi (Gambar 7). Dalam keadaan yang santai,
diafragma berbentuk kubah; selama inspirasi dalam, diafragma kontraksi dan mendatar
(menurun). musculus intercostalis externus kontraksi, dan tulang rusuk bergerak ke atas
dan ke luar. Setelah kontraksi diafragma dan musculus intercostalis externus, volume
rongga dada akan

lebih besar daripada sebelumnya. Dengan meningkatnya volume

toraks, memperluas paru-paru. Sekarang udara tekanan dalam alveoli (disebut tekanan
intrapulmonari)

menurun, menciptakan vakum parsial. Dengan kata lain, tekanan

alveolar sekarang kurang dari tekanan atmosfer (tekanan udara luar paru-paru), dan
udara secara alami akan mengalir dari luar tubuh ke saluran pernapasan dan masuk ke
alveoli.
Penting untuk menyadari bahwa udara masuk ke dalam paru-paru karena telah
membuka; udara tidak memaksa paru-paru terbuka. Itulah sebabnya mengapa terkadang
dikatakan bahwa manusia bernapas dengan tekanan negatif. Pembentukan vakum parsial
dalam alveoli menyebabkan udara masuk paru-paru. Sementara inspirasi adalah fase
aktif bernapas, aliran udara aktual ke alveoli bersifat pasif. 4

Ekspirasi
Biasanya, ekspirasi adalah fase pasif dari ventilasi, dan

tidak ada upaya

dibutuhkan untuk mewujudkannya. Selama ekspirasik, diafragma dan otot-otot


interkostal relaksasi. Oleh karena itu, diafragma membentuk kubah dan tulang rusuk
bergerak ke bawah (Gambar 8). Saat volume rongga toraks berkurang, paru-paru bebas
untuk mundur. Sekarang tekanan udara dalam alveoli

(tekanan intrapulmonari)

meningkat di atas tekanan atmosfer udara secara alami akan mengalir ke luar tubuh .
Kehadiran surfaktan menurunkan tegangan permukaan dalam alveoli. Surfaktan
juga, sebagai pengerut paru-paru, tekanan antara dua lapisan pleura menurun, dan ini

cenderung membuat alveoli tetap terbuka. Pentingnya tekanan intrapleural dikurangi


ditunjukkan saat kecelakaan, yaitu udara memasuki ruang intrapleural.
Sementara inspirasi adalah fase aktif pernapasan, ekspirasi biasanya pasif yaitu,
diafragma dan musculus intercostalis externus relaksasi saat berakhir. Namun, ketika
bernapas lebih dalam dan / atau lebih cepat, berakhirnya juga dapat aktif. Kontraksi
musculus intercostalis internus dapat memaksa tulang rusuk bergerak ke bawah dan ke
dalam. 4

Volume dan Kapasitas Respirasi

Volume dan Kapasitas Respirasi6


Nama
Nama
V
lain

Deskripsi

olume
(mL)

Volu
me Tidal

Tidal
Volume (TV)

5
00

Volume udara yang diinspirasi atau


diekspirasi setiap kali bernapas normal

(VT)
Volu

Inspira

me

tory Reserve

Cadangan

Volume (IRV)

3
000

Volume udara ekstra yang dapat


diinspirasi setelah dan diatas volume tidal
normal bila dilakukan inspirasi kuat

Inspirasi
(VCI)
Volu

Expira

me

tory Reserve

Cadangan

Volume

Ekspirasi

(ERV)

1
100

Volume udara ekstra maksimal yang


dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada
akhir ekspirasi tidal normal

(VCE)
Volu

Residu

me Residu

al Volume

(VR)

(RV)
Kapa

1
200

Volume udara yang masih tetap


berada dalam paru setelah ekspirasi paling
kuat

Inspira

Jumlah udara yang dapat dihirup

sitas

tory Capacity

Inspirasi

(IC)

500

seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi


normal dan pengembangan paru sampai

(KI)
Kapa

Functi

sitas Residu

onal Residual

Fungsional

Capacity

(KRF)

(FRC)
Kapa

2
300

Vital

sitas Vital

Capacity

(KV)

(VC)

jumlah maksimum
Jumlah udara yang tersisa dalam
paru pada akhir ekspirasi normal

4
600

Jumlah udara maksimum yang dapat


dikeluarkan seseorang dari paru, setelah
terlebih dahulu mengisi paru secara
maksimum dan kemudian mengeluarkan

Kapa

Total

sitas Paru

Lung

Total (KPT)

Capacity

5
800

sebanyak-banyaknya
Volume maksimum yang dapat
mengembangkan paru sebesar mungkin

(TLC)
Keterangan tambahan:

Kapasitas Inpirasi merupakan jumlah dari volume tidal ditambah volume

cadangan inspirasi

Kapasitas Residual Fungsional merupakan jumlah dari volume residual

ditambah volume cadangan ekspirasi

Kapasitas vital merupakan kapasitas paru total dikurangi volume residual.

Kapasitas vital juga merupakan jumlah dari kapasitas inspirasi ditambah volume
cadangan ekspirasi.

Spirometri
Metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru adalah dengan mencatat
volume udara yang masuk dan keluar paru-paru, suatu proses yang disebut spirometri.
Bentuk spirometri dasar yang khas dilukiskan pada Gambar 11. Spirometer ini terdiri dari

sebuah drum yang dibalikkan di atas bak air dan drum tersebut diimbangi oleh suatu
beban. Dalam drum terdapat gas untuk bernapas, biasanya udara atau oksigen; dan
sebuah pipa yang menghubungkan mulut dan ruang gas. Apabila seseorang bernapas dari
dan ke dalam ruang ini, drum akan naik turun dan terjadi perekaman yang sesuai di atas
gulungan kertas yang berputar (Gambar 100 dan 11). 6

Indikasi Spirometri 2
Diagnostik
Untuk mengevaluasi gejala, tanda atau tes laboratorium abnormal
Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru
Untuk layar berisiko individu memiliki penyakit paru
Untuk menilai risiko pra-operasi
Untuk menilai prognosis
Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berat
program
Monitoring
Untuk menilai intervensi terapeutik

Untuk menggambarkan perjalanan penyakit yang mempengaruhi fungsi


paru-paru
Untuk memantau orang terkena agen merugikan
Untuk memantau efek samping obat dengan toksisitas paru diketahui
Penurunan nilai evaluasi
Untuk menilai pasien sebagai bagian dari program rehabilitasi
Untuk menilai risiko sebagai bagian dari evaluasi asuransi
Untuk menilai orang karena alasan hukum
Kesehatan masyarakat
Survei epidemiologi
Penurunan persamaan referensi
Penelitian klinis (PFT2)
Caranya :
1.

Pointer vitalometer disesuaikan dengan tanda nol

2.

Aktivitas gagang vitalometer itu terhubung ke mulut pasien

3.

Pasien diminta untuk mengeluarkan napas biasanya ke spirometer setelah

inspirasi normal melalui hidung untuk merekam volume tidal


4.

Pointer disesuaikan kembali lagi ke nol.

5.

The subjek diminta untuk mengeluarkan napas paksa ke spirometer pada

akhir berakhirnya normal setelah inspirasi biasa melalui hidung dan mencatat volume
cadangan ekspirasi
6.

Pointer telah disesuaikan kembali lagi ke nol.

7.

Pasien diminta untuk membuat inspirasi dalam melalui hidung dengan

mulut di mulut, sekarang lubang hidung ditutup dengan tangannya sendiri dan diminta
untuk mengeluarkan napas secara paksa untuk maksimum melalui mulut ke spirometer.
Kapasitas vital direkam.
8.

Prosedur di atas diulang tiga kali dengan jarak 2 menit interval di antara

dan nilai tertinggi dilaporkan.7

Mekanisme Pertukaran Gas O2 dan CO2


Bernafas yaitu emngabil dan mengeluarkan udara pernapasan melalui paru-paru.
Kemudian arti yang lebih khusus adalah pertukaran gas yang terjadi didala sel dengan
lingkungannya. Pada pernapasan langsung, pengambilan udara pernapasan dilakukan
secara langsung oleh permukaan tubuh danj pada peranpasan tidak langsung adalah
melalui saluran pernapasan.
Manusia bernapas secara tidak langsung, artinya udar pernapasan tidak bertdifusi
langsung melalui seluruh permukaan kulit. Selaput tipis tempat berlangsungya difusi gas
tersebut terlindung di bagian dalam tubuh, berupa gelembung paru-paru. Pernapasan atau
pertukaran gas pada manusia berlangsung melalui dua tahap yaitu pernapasan luar
(eksternal) dan pernapasan dalam (internal).
a.

Pernapasan Luar (Eksternal)

Pernapasan luar adalah pertukaran gas di dalam paru-paru. Sehingga berlangsung


difusi gas dari luar masuk kedalam aliran darah. Dengan kata lain, pernapasan luar adalah
pertukaran gas (O2 dan CO2) anatar udara dan darah.
Pada Pernapasan luar, darah kana keluar masuk ke dalam kapiler paru-paru yang
mengangkut sebagian besar karbon dioksida sebagai ion bikarbonat ( HCO3 ) dengan
persamaan reaksi seperti berikut ini.
H HCO3 H 2 CO3

Ketika karbon dioksida yang tinggal sedikit keluar dari dalam darah, maka terjadi
reaksi seperti di bawah ini.
H 2 CO3 H 2O CO 2

Enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel-sel darah merah dapat
mempercepat reaksi. Ketika reaksi berlangsung hemoglobin melepaskan ion-ion
hydrogen yang telah diangkut; H Hb menjadi Hb. Hb merupakan singkatan dari
haemoglobin, yaitu jenis protein dalam sel darah merah. Selanjutnya hemoglobin siap
untuk mengikat oksigen dan menjadi oksihemoglobin. Untuk memudahakn penulisan Hb
yang mengikat oksigen disingkat HbO2.
Hb O 2 HbO2

Selama pernapasan luar, di dalam paru-paru akan terjadi pertukaran gas yaitu CO 2
meninggalakan darah dan O2 masuk ke dalam secara difusi. Terjadinya difusi O 2 dan CO2
ini karena adanya perbedaan tekan parsial. Tekanan udara luar sebeasr 1 atm (760
mmHg), sedangkan tekanan parsial O2 di paru-paru 760m mmHg. Tekanan parsial
pada kapiler darah arteri 100 mmHg, dan di vena 40mmHg. Hal ini emnyebabkan
O2 berdifusi dari udara ke dalam darah.
Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vean 47 mmHg, teakan parsial CO2
dalam arteri 41 mmHg dan tekan parsial dalam alveolus 40mmHg. Oleh karena itu
CO2 berdifusi dari darah ke alveolus.

b.

Pernapasan Dalam (Internal)

Pada pernapasan dalam (pertukaran gas didalam jaringan tubuh) darah masuk
kedalam jaringan tubuh, oksigen meninggalakan hemoglobin dan berdifusi masuk
kedalam cairan jaringan tubuh. Reaksinya sebagai berikut.
HbO2 Hb O2

Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat
terjadi, karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah dibandingkan di
dalam darah. Hal ini disebabkan karena sel-sel secar terus menerus menggunakannya
dalam respirasi selular.
Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah 100 mmHg dan
tekan parsial O2 dalam jaringan tubuh kurang dari 40 mmHg. Sebaliknya tekanan karbon
dioksida adalah tinggi, karena karbon dioksida secara terus-menerus dihasilkan oleh selsel tubuh. Tekanan parsial CO2 dalam jaringan 60 mmHg dan dalam kapiler darah
41 mmHg. Peristiwa inilah yang menyebabkan O2 dapat dapat berdifusi ke dalam
jaringan dan CO2 berdifusi ke luar jaringan.
Dalam keadaan biasa tubuh kita menghasilkan 200 mL karbon dioksida per hari.
Pengangkutan CO2 di dalam darah dapat dilakukan dengan tiga cara berikut.
1.

Sekitar 60-70 % CO2 diangkaut ke dalam bentuk ion bikarbonat ( HCO3 )

oleh plasma darah, setelah asam karbonat yang terbentuk dalam darah terurai menjadi ion
hydrogen (H+) dan ion bikarbonat ( HCO3 ). Ion H+ bersifat racun, oleh sebab itu ion ini
segera diikat Hb, sedangkan ion HCO3 meninggalkan eritrosit masuk ke plasma darah.
Kedudukan ion HCO3 dalam eritrosit diganti oelh ion klorit.
Perasamaan reaksinya sebagai berikut
H 2 O CO2 H 2 CO3 H HCO3

2.

Lebih

kurang

25%

CO2

diikat

oleh

hemoglobin

membentuk

karbosihemoglobin. Secara sederhana, reaksi CO2 dengan Hb ditulis sebagai berikut.


CO2 Hb HbCO2

Karbosihemoglobin disebut pula karbominohemoglobin karena bagian dari


hemoglobin yang mengikat CO2 adalah gugus asam amino.
Reaksinya sebagai berikut.
CO 2 RNH 2 RNHCOOH

3.

Sekitar 6-10% CO2 diangkaut plasma darah dalam senyawa asam karbonat

(H2CO3).
Ventilasi Pulmoner
Adalah perpindahan udara secara fisik keluar masuk paru-paru. Fungsi
utamanya adalah untuk menjaga keseimbangan ventilasi alveolar. Tekanan atmosfer
memiliki peranan penting dalam ventilasi pulmoner.
Menurut hukum Boyle, tekanan berbanding terbalik dengan volume.
Udara akan mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Kedua hukum ini
merupakan dasar dari ventilasi pulmoner. Satu siklus respirasi tunggal terdiri dari
inhalasi/inspirsi dan ekshalasi/ekspirasi. Keduanya melibatkan perubahan volume paruparu. Perubahan ini menciptakan gradien tekanan yang memindahkan udara keluar atau
masuk paru-paru.
Kedua paru-paru memiliki rongga pleural. Parietal dan viseral pleura
dipisahkan hanya oleh selaput tipis cairan pleural. Perbandingan ikatan cairan terjadi
antara parietal pleural dan viseral pleura Hasilnya, permukaan masing-masing menempel
pada bagian dalam dada dan permukaan superior diafragma. Pergerakan dada dan
diafragma ini akan menyebabkan perubahan volume paru-paru. Volume rongga toraks
berubah ketika diafragma berubah posisinya atau tulang rusuk bergerak.
Saat diafragma berkontraksi, volume rongga toraks akan bertambah,
ketika diafragma berelasasi, volume rongga toraks akan berkurang. Sementara pergerakan
superior rusuk dan tulang belakang menyebabkan volume rongga toraks bertambah.
Pergerakan inferior rusuk dan tulang belakang menyebabkan volume rongga toraks
berkurang.
Saat bernapas dimulai, tekanan di dalam dan luar paru-paru sama, tidak
ada pererakan keluar masuk paru-paru. Saat rongga toraks membesar, rongga pleural dan
paru-paru akan berekspansi untuk memenuhi rongga dada yang membesar. Ekspansi ini
mengurangi tekanan paru-paru, maka udara dapat memasuki saluran pernapasan karena
tekanan dalam paru-paru lebih rendah dari tekanan luar. Udara terus masuk sampai
volume paru-paru berhenti bartambah dan tekanan di dalam sama dengan tekanan udara

luar. Saat volume rongga toraks berkurang, tekanan alam paru-paru naik sehingga udara
dari paru-paru dikeluarkan dari saluran pernapasan.
Compliance:
Compliance paru-paru merupakan indikasi kemampuan perluasan paru-paru,
bagaimana paru-paru dengan mudahnya mengembang dan mengempis. Semakin rendah
compliance, semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk mengisi dan mnegosongkan
paru-paru. Semakin besar compliance, semakin mudah bagi paru-paru, semakin mudah
paru-paru untuk mengisi dan mengosongkan paru-paru. Factor yang mempengaruhi
compliance adalah:

penghubung

Struktur jaringan penghubung dari paru-paru. Kehilangan jaringan


menghasilkan

kerusakan

alveolar,

seperti

pada

emfisema,

yang

meningkatkan compliance

Produksi surfaktan, pada saat ekshalasi, alveoli yang kolaps karena

produksi surfaktan yang tidak mencukupi, seperti pada respiratory distress syndrome,
mengurangi compliance paru-paru

Mobilitas rongga toraks, arthritis atau kelainan skelet lainnyamempengaruhi

artikulasi rusuk atau kolom spinal juga mengurangi compliance


Perubahan tekanan selama inhalasi dan ekshalasi
1. Tekanan intrapulmoner
Arah aliran udara ditentukan oleh hubungan antara tekanan atmosfer dan tekanan
intrapulmoner. Tekanan intrapulmoner adalah tekanan di dalam saluran pernafasan, di
alveoli.
Ketika sedang istirahat dan bernafas dengan normal, perbedaan antara tekanan
atmosfer dan tekanan intrapulmoner relative kecil. Pada saat inhalasi, paru-paru
mengembang dan tekanan intrapulmoner turun menjadi 759 mm Hg. Karena tekanan
intrapulmoner 1 mm Hg di bawah tekanan atmosfer, tekanan intrapulmoner pada
umumnya ditulis dengan -1 mmHg. Pada saat ekshalasi, paru-paru mengempis dan
tekanan intrapulmoner meningkat menjadi 761 mmHg, atau +1 mmHg.

Ukuran gradient tekanan meningkat ketika bernafas dengan kuat. Ketika atlet
yang berlatih bernafas dengan kapasitas maksimum, diferensial tekanan dapat mencapai
-30 mmHg selama inhalasi dan +100 mmHg jika individu menegang dengan glottis yang
ettap tertutup. Hal ini merupakan alasan mengapa atlet mengangkat beban pada saat
ekshalasi; karena ekshalasi menjaga tekanan intrapulmoner dan tekanan peritoneal
meningkat dengan signifikan yang bisa menyebabkan alveolar rupture dan terjadi hernia.
2. Tekanan intrapleural
Tekanan intarpleural merupakan tekanan pada ruangan di antara parietal dan
visceral pleura. Rata-rata tekanan intrapleura adalah sekitar -4 mmHg, tapi dapat
mencapai 18 mmHg selama inhalasi yang dipaksakan. Tekanan ini di bawah tekanan
atmosferyang diseabkan hubungan antara paru-paru dan dinding tubuh. Pada awalnya,
kita mencatat bahwa paru-paru memiliki keelastisan yang tinggi. Pada kenyataanya, paruparu dapat kolaps jika elastic fiber dapat berbalik ke keadaan normal dengan sempurna.
Elastic fiber tidak bisa berbalik secara signifikan Karena elastic fiber tidak cukup kuat
untuk mengatasi ikatan cairan antara parietal dan visceral pleura. Elastic fiber selanjutnya
melawan ikatan cairan dan menarik paru-paru menjauh dari dinding dada dan diafragma,
menurunkan tekanan intrapleural . karena elastic fiber yang tersisa membesar bahkan
setelah ekshalasi penuh, tekanan intrapleural berada di bawah tekanan atmosfer melaui
siklus inhalasi dan ekshalasi normal.
Hukum Gas: Hukum Dalton dan Hukum Henry
Menurut hukum Dalton, setiap gas dalam campuran gas memiliki tekanannya
sendiri yang disebut tekanan parsial. Tekanan parsial dilambangkan dengan Px, dengan x
adalah rumus molekul gas bersangkutan. Tekanan total campuran gas merupakan
penjumlahan tekanan parsial komponen-komponen gasnya. Udara atmosfer mengandung
nitrogen, oksigen, uap air, karbon dioksida, dan gas-gas lain dalam jumlah yang sangat
kecil. Dengan demikian, tekanan atmosfer adalah:
Tekanan parsial gas-gas tersebut menentukan pergerakan oksigen dan karbon
dioksida antara atmosfer dan paru-paru, antara paru-paru dan darah, dan antara darah
dengan sel-sel tubuh. Setiap gas berdifusi melalui membran permeabel dari daerah

dengan tekanan parsial lebih tinggi ke daerah dengan tekanan parsial lebih rendah.
semakin besar perbedaan tekanan parsial, maka laju difusi gas akan semakin cepat.
Dibandingkan dengan udara yang masuk ke paru-paru, udara alveolar memiliki
lebih sedikit O2 dan lebih banyak CO2. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama,
pertukaran gas di alveoli meningkatkan komposisi CO2 dan menurunkan konsentrasi O2
udara alveolar. Kedua, ketika udara masuk melalui saluran pernafasan, udara tersebut
dilembabkan. peningkatan konsentrasi uap air menyebabkan penurunan konsentrasi O 2.
sebaliknya, udara yang dikeluarkan dari paru-paru mengandung lebih banyak O 2 dan
lebih sedikit CO2 daripada udara alveolar karena udara yang dikeluarkan sebagian
bercampur dengan udara pada dead space yang tidak ikut berpartisipasi dalam pertukaran
gas.
Hukum Henry menyatakan bahwa kuantitas gas yang terlarut pada cairan adalah
proporsional terhadap tekanan parsial dan kelarutan gas tersebut. Pada cairan tubuh,
kemampuan gas untuk tetap berada di dalam larutan lebih besar ketika tekanan parsial
dan kelarutannya di dalam cairan tubuh besar. CO2 terlarut lebih banyak di dalam plasma
darah karena kelarutan CO2 24 kali lebih besar daripada kelarutan O2, dan walaupun
kuantitas N2 paling banyak pada udara atmosfer, gas ini tidak memberikan pengaruh
yang begitu signifikan terhadap tubuh karena kelarutannya di dalam plasma darah sangat
rendah.
Kontrol Pusat Respirasi
Pusat respirasi merupakan sekelompok neuron yang tersebar luas dan
terletak bilateral di dalam substansia retikularis medula oblongata dan pons. Pusat
respirasi dibagi menjadi DRG (Dorsal Respiratory Group) dan VRG (Ventral Respiratory
Group).
DRG merupakan kumpulan neuron yang mengatur kerja otot eksternal
interkostal dan otot diafragma. DRG ini berfungsi pada seluruh proses respirasi normal.
VRG merupakan kumpulan neuron yang mengatur kerja otot respirasi
aksesori, yang berfungsi saat bernapas dengan kuat, yaitu saat inhalasi maksimal dan
ekshalasi aktif.
Selama respirasi normal :

a.

meningkatnya aktivitas DRG selama periode 2 detik, sehingga menstimulasi

otot-otot inspirasi, lalu terjadilah proses inhalasi


b.

setelah 2 detik, DRG berubah menjadi inaktif, lalu dibutuhkan waktu 3

sekon untuk quite dan memungkinkan otot-otot inspirasi berelaksasi. Maka terjadilah
ekshalasi normal (pasif)
Selama bernapas dengan kuat :
a.

meningkatnya aktivitas DRG, yang menstimulasi aktivasi VRG pada otot-

otot inspirasi
b.

di akhir inhalasi, otot-otot ekspiratori menstimulasi otot aksesori sehingga

mampu melakukan ekshalasi aktif


Apneustik dan Pneumotaxic Centers
Apneustik

dan

pneumotaxic

center

merupakan

sepasang

nuceli

yang

mempengaruhi output respirasi. Pusat pneumotaxic berfungsi membatasi lama inspirasi


dan meningkatkan laju respirasi, dengan menginhibisi apneustik neuron dan membantu
proses ekshalasi normal atau kuat.
Selama pernapasan normal, stimulasi dari pusat apneustik membantu peningkatan
intensitas inhalasi sampai 2 sekon. Sedangkan pada pernapasan kuat, pusat apneustik
dapat merespon input sensori dari nervus vagus sehingga meningkatkan laju respirasi.
Refleks Respirasi
Refleks respirasi terdiri dari :
1.

Kemoreseptor refleks

2.

Baroreseptor refleks

3.

Hering-Breuer refleks

4.

Protektif refleks

1. Kemoreseptor Refleks
Kemoreseptor refleks mengenali signal dari PCO2, pH, dan/atau PO2. Adanya
signal dari bahan-bahan kimia ini membantu pusat pernapasan untuk bekerja.
Input kemoreseptor yang mempengaruhi pusat pernapasan :

a.

Saraf glossofaringeal (saraf IX) yang menerima signal informasi dari carotid

bodies adjacent ke carotid sinus. Carotid bodies menstimulasi penurunan pH darah atau
PO2 dalan darah. Reseptor ini distimulasi oleh meningkatnya PCO2 dalam darah
b.

Saraf vagus (saraf X) yang memonitor kemoreseptor di aortic bodies.

Reseptor ini sensitif terhadap signal yang sama dengan saraf glossofaringeal
c.

Saraf yang hanya merespon PCO2 dan pH dari cairan serebrospinal

Saraf glossofaringeal dan saraf vagus seringkali disebut periferal kemoreseptor,


sedangkan saraf yang merespon cairan cerebrospinal disebut pusat kemoreseptor.
2. Baroreseptor Refleks
Refleks ini distimulasi oleh tekanan darah sistemik. Aktivitas baroresestor ini
mempengaruhi pusat respirasi. Ketika tekanan darah turun, laju respirasi meningkat.
Ketika tekanan darah naik, laju respirasi turun.
3. Hering-Breuer Refleks
Refleks ini dibagi menjadi :
1.

Refleks inflasi : untuk menghambat overekspansi paru-paru saat pernapasan

kuat
Reseptor refleks ini terletak pada jaringan otot polos di sekeliling bronkiolus dan
distimulasi oleh ekspansi paru-paru.
2.

Refleks deflasi : untuk menghambat pusat ekspirasi dan menstimulasi pusat

inspirasi saat pau-paru mengalami deflasi.


Reseptor refleks ini terletak di dinding alveolar. Refleks ini berfungsi secara
normal hanya ketika ekshalasi maksimal, ketika pusat inspirasi dan ekspirasi aktif.
4. Protektif Refleks
Refleks ini terjadi jika organ pernapasan kita terekspose oleh zat toksik,
iritan kimiawi, atau stimulasi mekanik pada saluran pernapasan. Respon yang timbul
adalah respon bersin, batuk, dan spasma laringeal.
Refleks Bersin
Bersin dipicu oleh iritasi pada dinding nasal cavity akibat partikel yang dianggap
toksik, iritan kimia, atau stimulasi mekanik. Glotis tertutup ketika paru-paru penuh oleh
udara. Otot perut dan otot internal interkostal berkontraksi mendadak, menciptakan

tekanan yang mendorong udara keluar dari saluran pernapasan ketika glotis terbuka.
Udara yang keluar dari laring berkecepatan 160 km/jam membawa mukus, partikel asing,
dan gas iritan keluar dari saluran pernapasan memalui hidung.
Refleks Batuk
Refleks ini merupakan usaha untuk mempertahankan udara yang masuk ke paruparu tetap dalam keadaan bersih dari benda-benda asing. Saat udara masuk, udara
mengisi paru-paru dan epiglotis menutup untuk menjebak udara dalam paru-paru. Adanya
zat asing di saluran pernapasan menyebabkan kontraksi otot perut, diafragma, dan otot
ekspirasi lain. Akibatnya, tekanan udara di dalam paru-paru meningkat. Lalu, pita suara
dan epiglotis tiba-tiba terbuka lebar sehingga udara di dalam paru-paru seperti meledak
membawa benda asing yang berada di sepanjang saluran pernapasan terbawa keluar
melalui mulut.
Kesimpulan
Spirometri adalah metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru adalah dengan
mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru-paru menggunakan alat yang
bernama spirometer dan hasil pengukurannya disebut spirogram.

DAFTAR PUSTAKA
1. Scanlon VC, Sanders T. Essential of Anatomy and Physiology. 5th ed. Philadelphia
; F. A. Davis ; 2007
2. Ward JP, Clark RW, Linden RW. At a Glance Fisiologi. Jakarta : Erlangga : 2009
3. Miller MR. Standaritation of Spirometry. Available :
http://www.thoracic.org/statements/resources/pfet/PFT2.pdf Accessed Jun 2010
4. Mader, Sylvia S. Understanding Human Anatomy and Physiology. 5th ed. Albany:
Tim McGraw-Hill ; 2004
5. Shier, David. Butler, Jackie. Lewis, Ricki. Holes Human Anatomy and
Physiology. 9th ed. Albany: Tim McGraw-Hill ; 2004
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. In: Irawati, editor.
Jakarta: EGC; 2007.
7. Scribd staff.[updated Jun 2010]Available :
http://www.scribd.com/doc/16869197/VitaLoMeTry , Accessed Jun 2010
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th ed.
In : Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani D. Jakarta : EGC ; 2005
9. Manjoer A, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI ; 2009
10. Soewondo ES. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009
11. Pleuritis. [updated Jun 2010] Available :
http://www.totalkesehatananda.com/pleurisy1.html , Accessed Jun 2010

Anda mungkin juga menyukai