Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH BIOFARMASI

GASTRO RETENTIVE SWELLING SYSTEM


JURUSAN FARMASI

Dosen : Rachmi Hutabarat, M.Si, Apt.

Di Susun Oleh :
1) Yunita Beladina
2) Lutfi Azizah

(12330063)
(12330082)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA SELATAN
2014

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun Panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-Nyalah
makalah Biofarmasi dengan judul Gastroretentive Swelling.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak terlalu banyak mengalami kesulitan,
karenareferensi yang didapatkan oleh penyusun merupakan rekomendasi langsung dari dosen
mata kuliah yang bersangkutan. Hal ini tidak meminimkan pengetahuan para penyusun dalam
penyelesaian makalah. Selain itu, penyusun pun mendapatkan berbagai bimbingan dari beberapa
pihak yang pada akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Biofarmasi yang
telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini dengan baik. Pada
Akhirnya kepada Allah jualah penyusun mohon taufik dan hidayah, semoga usaha kami
mendapat manfaat yang baik. Serta mendapat ridho Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.

Jakarta, November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Gastro Retentive DDS ........ 3
B. Kelebihan dan Kekuangan Gastro Retentive DDS ... 3
C. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Gastro Retentive .. 4
D. Tahap Pengosongan Lambung .. 5
E. Anatomi Lambung . 6
F. Sistem Swelling . 8
G. Mekanisme Mengembang . 9
H. Sediaan Obat Sistem Swelling .. 11
BAB III. CONTOH OBAT DAN MEKANISME BIOFARMASI
A. Mekanisme Biofarmasi Swelling System ... 12
B. Contoh Obat .. 13
BAB IV. KESIMPULAN ... 16
DAFTAR PUSTAKA .. 17
ii

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efektifitas sediaan oral sangat tergantung dari berbagai faktor seperti waktu
pengosongan lambung, lamanya tinggal sediaan di lambung, pelepasan obat dari sediaan
dan lokasi absopsi obat. Sebagian besar bentuk sediaan oral memiliki beberapa
keterbatasan fisiologis seperti berubah-ubahnya waktu transit di lambung menjadikan
tidak seragamnya profil absorpsi, tidak sempurnanya pelepasan obat dari sediaan, dan
singkatnya waktu tinggal sediaan di lambung.
Drug Delivery system (DDS) didefinisikan sebagai formulasi atau alat yang dapat
menghantarkan agent terapeutik ke dalam tubuh dan meningkatkan efikasi dan
keamanannya dengan mengkontrol pelepasan, waktu, dan tempat lepas obat dalam badan.
Proses penghantaranmeliputi cara penggunaan produk terapi, pelepasan zat aktif dari
produk, dan transport yang terlibat dalam menghantarkan zat aktif untuk menembus
membran biologi menuju tempat aksi.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas terkendali,
salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal dilambung. Bentuk
sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastroretentive Drug
Delivery System (GRDDS).GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat
yang memiliki jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung. Keuntungan
GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi obat
yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut
pada lingkungan pH yang tinggi. Hal-hal yang dapat meningkatkan waktu tinggal
dilambung salah satunya adalah sistem penghantaran dengan mengontrol densitas
termasuk swelling system dalam cairan lambung.

B. Tujuan
Untuk mengetahui system pelepasan gastro retentive system swelling.
Untuk mengetahui mekanisme system swelling.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Gastro Retentive DDS
Gastro Retentive DDS merupakan sistem penghantaran obat yang memiliki
kemampuan menahan obat di dalam saluran pencernaan khususnya di lambung untuk
memperpanjang periode waktu. Setelah obat lepas selama periode waktu yang
disyaratkan, bentuk sediaan harus terdegradasi tanpa menyebabkan gangguan
pencernaan.
Pada sistem penghantaran lepas terkendali tertahan di lambung, zat aktif yang
cocok digunakan adalah obat yang memiliki lokasi absorpsi utama di lambung atau usus
bagian atas, tidak stabil pada lingkungan usus halus atau kolon dan memiliki kelarutan
yang rendah pada ph yang tinggi. Bentuk sediaan tertahan di lambung dapat mengatur
pelepasan obat yang memiliki indek terapeutik yang sempit dan absorpsiyang baik di
lambung.
Secara umum, sistem pelepasan obat yang tertahan di lambung terdiri dari
beberapa sistem, yaitu sistem mengembang (swelling system), sistem mengapung
(floating system) dan sistem bioadhesif (bioadhesive system).

B. Kelebihan dan Kekurangan Gastro Retentive DDS


Kelebihan dari Gastro Retentive DDS :
Mampu meningkatkan bioavailabilitas.
Meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut pada lingkungan pH yang

tinggi
Meningkatkan absorpsi obat, karena meningkatkan GRT dan meningkatkan waktu

kontak bentuk sediaan pada tempat absorpsinya.


Obat dihantarkan secara terkontrol.
Penghantaran obat untuk aksi lokal di lambung.
Meminimalkan iritasi mukosa oleh obat, dengan melepaskan obat secara lambat pada
laju yang terkontrol

Kekurangan dari Gastro Retentive DDS :

Sistem floating tidak cocok untuk obat-obatan yang memiliki masalah kelarutan atau
stabilitas dalam cairan gastrik/lambung.
Obat-obatan yang diabsorbsi secara baik sepanjang saluran pencernaan dan yang
menjalani first-pass metabolisme signifikan mungkin kurang pas untuk GRDDS
karena pengosongan lambung yang lambat dapat menyebabkan penurunan
bioavailabilitas sistemik.
Obat-obatan yang iritan terhadap mukosa lambung tidak cocok untuk GRDDS.
C. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Gastro Retentif

Pemberiaan obat yang bersamaan


Pemberian bersama obat seperti atropine dan kodein mempengaruhi waktu
mengambang.

Umur
Orang tua terutama diatas 70 tahun memiliki GRT lebih lama.

Postur
GRT dapat bervariasi antara posisi pasien tegak dan terlentang.

Jenis kelamin
GRT pada laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan wanita, terlepas dari berat
badan, tinggi badan dan tubuh permukaan.

Kalori
GRT dapat ditingkatkan 4 sampai 10 jam dengan makanan yang tinggi protein dan
lemak.

Frekuensi Makan
GRT dapat meningkat lebih dari 400 menit ketika mngkonsumsi makanan secara
terus-menerus.

Ukuran
Dosis diameter lebih dari 7,5 mm memiliki peningkatan GRT dibandingkan dengan
diameter 9,9 mm.

D. Tahap Pengosongan Lambung


4

Pengosongan lambung terjadi baik pada orang yang puasa maupun yang tidak
puasa, namun memiliki pola berbeda. Pada orang yang berpuasa interdigestive terjadi
melalui lambung dan usus kecil setiap 2-3 jam. Aktivitas listrik ini disebut sebagai siklus
myoelectric interdigestive atau migrating myoelectric

complex (MMC) yang dibagi

menjadi empat tahap, yaitu


Tahap I : Ini adalah periode diam dengan kontraksi yang jarang berlangsung 40-60
menit.
Tahap II : Ini berlangsung selama 20-40 menit dan terdiri dari potensial aksi
intermiten dan kontraksi yang secara bertahap meningkatkan intensitas dan
frekuensi sebagai fase berlangsung.
Tahap III : Fase ini relatif pendek dan intens, kontraksi teratur selama 4-6 menit. Ini
adalah fase III yang mendapatkan siklus istilah " housekeeper " gelombang, karena
memungkinkan untuk menyapu bersih semua bahan yang tercena dari perut dan
turun ke usus kecil. Telah diamati bahwa fase III dari satu siklus mencapai
akhirusus kecil, fase III dari siklus berikutnya dimulai pada duodenum.
Tahap IV : Ini berlangsung selama 0-5 menit. Ini terjadi antara fase III dan tahap I
dari dua siklus berturut-turut.

E. Anatomi Lambung

Gambar 2.1. Anatomi lambung


Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf J, dengan volume
1200-1500ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan
bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan duodenum.
Lambung terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri.
Kecembungan lambung yang meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura
mayor. Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran
dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat di dalam rongga
peritoneum dan ditutupi oleh omentum.

Gambar 2.2. Pembagian daerah anatomi lambung

Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah (gambar 2.1.) yaitu:

Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat gastroesofageal

junction,
Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari kardia dan

meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal junction,


Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah fundus sampai ke

bagian paling bawah yang melengkung ke kanan membentuk huruf J,


Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung. Keberadaannya secara
horizontal meluas dari korpus hingga ke sphincter pilori; dan
6

Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari lambung. Bagian
ini secara kelesulurhan dikelilingi oleh lapisan otot yang tebal dan berfungsi untuk
mengontrol lewatnya makanan ke duodenum.
Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, sub-mukosa,

muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel epitel
kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit. Lapisan mukosa
terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis mukosa.
Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian dalam
dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan
membentukan kelompokan kecil (fascicle) otot polos yang tipis menuju ke bagian dalam
lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa, jaringannya
longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena,
pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan
yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler) dan oblik yang
paling

dalam

(innermost

oblique).

Lapisan

sirkuler

sphincter

pilorik

pada

gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach (myenteric) berlokasi pada daerah di antara


lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis eksterna.
Semua kelenjar lambung mempunyai dua komponen yaitu bagian foveola (kripta,
pit) dan bagian sekresi (kelenjar). Mukosa lambung secara histologi terbagi atas 3 jenis
yaitu kardiak, fundus dan pilorik (antral), dengan daerah peralihan di antaranya.
Perbedaan berbagai jenis mukosa lambung tergantung pada perbandingan relatif antara
bagian foveolar dengan bagian sekresi, serta komposisinya secara mikroskopik. Kelenjar
kardiak dan pilorik mempunyai kemiripan yaitu perbandingan antara foveola terhadap
kelenjar yang mensekresi mukus adalah satu berbanding satu.
Yang membedakan keduanya adalah jarak antar kelenjar di daerah kardiak berjauhan,
kadang dijumpai lumen kelenjar yang berdilatasi kistik. Sedangkan kelenjar pada daerah
pilorik mempunyai pelapis epitel dengan sitoplasma sel yang bubly, bervakuola,
bergranul dan glassy. Sub-nukleus vakuolisasi sel mukus kadang-kadang dapat
ditemukan, keadaan ini kadang-kadang salah diinterpretasi sebagai metaplasia.
Sedangkan sitoplasma sel pada daerah pilorik yang glassy dan berkelompok dapat salah
7

diinterpretasi sebagai adenokarsinoma signet ring cell. Sel bersilia yang kadang-kadang
dijumpai pada daerah pilorik, dan lebih sering dijumpai pada orang Jepang, keadaan ini
kadang kala dianggap sebagai suatu metaplasia. Kelenjar fundik (oxyntic, acidopeptic)
ditandai dengan bagian foveolar hanya dari ketebalan mukosa, kelenjarnya cendrung
lebih lurus dan terdiri dari sebaran sel chief, sel parietal (penghasil asam), sel endokrin
dan sel mukosa leher.
F. Sistem Swelling
Swelling adalah suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air
yang menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam
polimer akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses
kecepatan yang simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan
peregangan rantai polimer, sehingga dapat bertahan didalam lambung dalam waktu lebih
lama.
Pada sistem swelling, obat yang telah ditelan akan dipertahankan berada di
lambung dengan cara meningkatkan ukuran sediaan lebih besar dari pylorus, sehingga
obat dapat bertahan lama di lambung. Pada sistem swelling, sediaan akan mengembang
setelah berada dalam lambung dalam waktu cepat dan sediaan tidak terbawa bersama
gerakan lambung melewati pylorus. Sediaan ini membutuhkan polimer yang akan
mengembang dalam waktu tertentu ketika kontak dengan cairan lambung, kemudian akan
tererosi menjadi ukuran yang lebih kecil. Polimer yang digunakan harus memiliki berat
molekul yang tepat dan dapat mengembangkan sediaan obat. Contoh polimer yang dapat
digunakan seperti senyawa selulosa, poliakrilat, poliamida, poliuretan. Cross linking
(pautan silang) pada sistem swelling harus optimum sehingga tautan silang ini dapat
menjaga keseimbangan antara mengembang dan disolusi.

System Swelling di Lambung

G. Mekanisme Mengembang
Mekanisme dasar yang rnempengaruhi pelepasan obat adalah obat menyebrang
(melewati) matriks, dimana kandungan air hidrogel meningkat dari inti ke permukaan.
Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel obat dan polimer, kelarutan obat, tipe
polimer, interaksi obat/polimer. Dua subjek yang berbeda dapat dibedakan, seperti:
penetrasi air ke matriks hidrogel dan obat dilepaskan dari matriks hidrogel. Untuk suatu
matriks hidrogel dengan adanya obat, air berpenetrasi tergantung pada bagaimana
kecepatan rantai polimer relaks. Oleh karena itu penetrasi air dikontrol oleh difusi dan
relaksasi yang tergantung pada kandungan air matriks hidrogel di daerah yang berbeda.
Terlepas dari kelarutan obat, larut air atau tidak larut air, tingkat pengembangan yang
berbeda pada lapisan yang berbeda dan kekuatan mekanik yang sesuai lapisan umumnya
akan menentukan pelepasan obat.
Pengembangan meningkat pelepasan obat yang larut air atau tidak larut air akan
lebih mengontrol difusi atau erosi-terkontrol seperti pada Gambar II.4

Gambar II.4. Suatu matrik yang mengembang yang mengandung partikel obat
Mula-mula hidrogel mengembang pada tahap gelas (glassy state), ketika air
datang berkontak, hidrogel rnulai mengembang dengan berpenetrasinya air diantara
rantai. Prosesnya berlangsung dengan mempercepat cepat dan selubung polimer yang
membengkak terbentuk. Air kemudian bercerak melalui lapisan tersebut menuju ke
bagian dalam hidrogel. Permeasi umumnya mengikuti hukum Fick, dimana derajat
absorpsi air berbanding lurus dengan akar kuadrat waktu (kasus penyerapan I).
Pada beberapa kasus, sejumlah absorpsi berbanding lurus dengan waktu. Pada
kasus I kecepatan permeasi air ditentukan oleh kecepatan difusi air dan pada kasus II
kecepatan ditentukan oleh perbesaran bahan (relaksasi polimer). Data eksperimen
menunjukkan bahwa sifat mengembang secara keseluruhan dari pengembangan hidrogel
merubah secara progresif dari kasus II (releksasi terkontrol) pada tahap awal
mengembang sampai kasus I (mengontrol difusi) pada tahap akhir. Kebanyakan
parameter yang mempengaruhi kecepatan ekspansi atau relaksasi rantai polimer pada
tahap awal mengembang adalah tipe polimer (mempengaruhi interaksi dalam rantai),
gugus fungsi (interaksi polimer air), pengeringan, ikatan sambung silang (croslingking),
dan porositas. Peristiwa tahap awal pada dasarnya penting dalam perancangan
10

pengembangan hidrogel yang rnencakup superdisintegrant, superporous hidrogel dan


memodifikasi turunan polimer superabsorben. Sebagai contoh, prinsip aksi pori dan
penggabungan ikatan silang untuk menurunkan gaya intermolekular dan untuk
meningkatkan aksi pengerasan. Kedua faktor ini dapat rnendukung pada kinetika dan
termodinamika proses mengembang.

H. Sediaan Obat Sistem Swelling


Beberapa bentuk sediaan padat swelling dirancang untuk melepaskan obatnya secara
pelahan-lahan, supaya pelepasanya lebih lama dan memperpanjang kerja obat. Sediaan
mengembang dapat dibuat dalam bentuk dikenal granul, tablet atau kapsul.
Semua cara pembuatan tablet dapat digunakan untuk membuat tablet mengembang,
seperti tablet matriks, tablet berlapis ganda (multiplayer), mini matriks dalam tablet atau
tablet salut. Sediaan mengembang sering digunakan yang kerjanya Controlled release,
delayed realease, sustained action, prolonged action, sustained realesed, timed realase, slow
release, extended action, atau extended release berbentuk plat untuk pengobatan dilambung,
usus, saluran GI, penghantaran obat spesifik dikolon, sistem penghantaran langsung ke
target dan sediaan targeted gastroretentive.
Cara pemberiannya :
Per oral karena sediaan tertahan dan mengembang di lambung, lalu dilepas secara perlahan.

11

BAB III
CONTOH OBAT DAN MEKANISME BIOFARMASI

A. Mekanisme Biofarmasi Swelling System


Ketika suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air yang
menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam
polimer akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses
kecepatan yang simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan
peregangan rantai polimer.
Setelah dikonsumsi di dalam lambung, hidrokoloid dalam sediaan berkontak
dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena jumlahnya hidrokoloidnya
banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat
jenis cairan lambung. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang yang
akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan
aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat ke dalam cairan lambung.
Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan mengembang dari
sediaan tiga lapis. Sistem ini dapat digambarkan sebagai berikut. Sediaan dibuat menjadi
3 lapis. Lapis pertama berisi garam bismut yang diformulasikan untuk pelepasan segera.
12

Bahan aktif berada di lapis kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet inti yang
pelepasannya dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen pembentuk gas.
Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang terdiri dari natrium
bikarbonat : kalsium karbonat (1:2).
Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada komponen pembentuk gas
bereaksi dengan asam lambung membentuk karbondioksida. Karena diformulasikan
untuk pelepasan segera, lapis pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan
segera terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan
mengembang. Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam hidrokoloid yang
mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang
mengembang itu akan menjadi gel penghalang pelepasan bahan aktif ke dalam cairan
lambung, sehingga pelepasannya dikatakan diperlambat.
B. Contoh Obat Gastroretentive Swelling System
1. Librozym Plus

a. Indikasi :
Sebagai terapi pengganti (replacement therapy) pada defisiensi enzim
pankreas yang disertai perut kembung.
b. Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitif terhadap salah satu komponen obat.

Penderita dengan kerusakan pada saluran empedu.

c. Dosis

:
13

Dewasa 3 kali sehari 1 tablet.


d. Efek Samping :

Hipersensitif jarang terjadi, kemerahan pada kulit dapat terjadi pada


penderita yang hipersensitif.

Pemberian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan iritasi bukal dan


perianal, pada sedikit kasus menyebabkan inflamasi.

e. Peringatan dan Perhatian

Hiperurisemia dan hiperurikosuria dilaporkan pernah terjadi pada


penderita fibrosis sistik; ekstrak pancreatin mengandung sejumlah kecil
purin yang dalam dosis besar mendorong terjadinya hiperurisemia dan
hiperurikosuria.

Keamanan pemberian pada wanita hamil belum terbukti.

2. Tripanzym Caplet

a.

Indikasi
Kembung pada penelanan udara, insufisiensi pankreas, gangguan hati,
empedu, lambung & usus, kembung setelah operasi, sindroma lambungjantung.
Sebagai

anti

kembung

pada

persiapan

pasien

untuk

menjalani

radiografi/rontgen (sinar-x) sebagai diagnosis perut, termasuk saluran

14

empedu dan ginjal, radiografi bagian lumen (rongga atau terusan dalam pipa,
pembuluh, atau alat yang dalamnya kosong), tulang belakang, dan panggul.
b.

Kemasan :
Kaplet salut gula 10 x 10 biji.

c.

Dosis

1- 2 kaplet.
Untuk radiografi/rontgen : 4 kali sehari 1 kaplet selama 2 hari.
d.

Penyajian : Dikonsumsi pada perut kosong (1 atau 2 jam sebelum/sesudah


makan)

15

BAB IV
KESIMPULAN

Gastro Retentive DDS merupakan sistem penghantaran obat yang memiliki kemampuan
menahan obat di dalam saluran pencernaan khususnya di lambung untuk memperpanjang
periode waktu. Setelah obat lepas selama periode waktu yang disyaratkan, bentuk sediaan

harus terdegradasi tanpa menyebabkan gangguan pencernaan.


Pada sistem swelling, obat yang telah ditelan akan dipertahankan berada di lambung
dengan cara meningkatkan ukuran sediaan lebih besar dari pylorus, sehingga obat dapat
bertahan lama di lambung. Pada sistem swelling, sediaan akan mengembang setelah
berada dalam lambung dalam waktu cepat dan sediaan tidak terbawa bersama gerakan

lambung melewati pylorus.


Mekanisme dasar yang rnempengaruhi pelepasan obat adalah obat menyebrang
(melewati) matriks, dimana kandungan air hidrogel meningkat dari inti ke permukaan.
Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel obat dan polimer, kelarutan obat, tipe

polimer, interaksi obat/polimer.


Pengembangan meningkat pelepasan obat yang larut air atau tidak larut air akan lebih

mengontrol difusi atau erosi-terkontrol.


Prinsip aksi pori dan penggabungan ikatan silang untuk menurunkan gaya intermolekular
dan untuk meningkatkan aksi pengerasan. Kedua faktor ini dapat rnendukung pada

kinetika dan termodinamika proses mengembang.


Pelepasan obat bergantung pada dua proses kecepatan yang simultan yaitu antara

proses berdifusinya air ke dalam polimer dan peregangan rantai polimer.


Setelah dikonsumsi di dalam lambung, hidrokoloid dalam sediaan berkontak dengan
cairan lambung dan menjadi mengembang. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi
gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan
berkontak dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat
ke dalam cairan lambung.

16

DAFTAR PUSTAKA

Formulasi tablet floating famotidin dengan sistem swelling menggunakan kombinasi


matriks hpmc k4m dan metolose 90sh-15000sr, dr. Teti indrawati M.Si., apt. 2012.

Indrawati,

T.

Sistem

Penghantaran

Obat

Oral

Yang

Ditahan

Dilambug( gastroretentive).2012 : ISTN Jakarta

Shep, Santosh, dkk. Swelling System: A Novel Approach Towards Gastroretentive


Drug Delivery System. Indo-Global Journal of Pharmaceutical Sciences,
2011, Vol 1., Issue 3: Page No. 234-242.

Omidian, H., Park, K. Swelling agents and devices in oral drug


delivery. J. DRUG DEL. SCI. TECH., 18 (2) 83-93 2008.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol 1, Nov-Dec 2009


Karakterisasi Sediaan, Nurina Rezki Pratiwi, FMIPA UI.

17

Anda mungkin juga menyukai