Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
:
:
:
:
:
:
Tn.A
26 tahun
Laki-laki
Islam
Jarakan Sambak, Kajoran, Magelang
wiraswasta
I.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Sakit menelan
Keluhan tambahan
Pasien sulit untuk membuka mulut dan mengalami kesulitan berbicara
dengan jelas/ berbicara bergumam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RST Soedjono dengan keluhan rasa sakit saat
menelan
makanan,
mengalami
kesulitan
dalam
menelan
makanan
tidak mengeluhkan batuk dan pilek. Pasien tidak mengeluhkan suaranya serak,
tidur tidak mendengkur. Pasien tidak sesak nafas.
Pasien tidak mengeluhkan nyeri di kedua telinga yang hilang timbul, tidak
mengeluhkan adanya gangguan pendengaran, berdenging dan keluarnya cairan
dari telinga. pasien juga tidak mengeluhkan hidung tersumbat, sering bersin dipagi
hari dan keluar darah dari hidung.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat ISPA
: disangkal
: disangkal
Riwayat tonsillitis
: disangkal
: disangkal
Riwayat pribadi
pasien mengaku sering memakan makanan yang pedas dan perokok(1hari 12bungkus)
Riwayat Pengobatan
Pasien pergi ke puskesmas untuk melakukan pengobatan, namun keluhan
yang dialami pasien tidak sembuh dan akhhirnya pasien di rujuk ke RST
soedjono magelang.
Riwayat Ekonomi
Kesan keadaan ekonomi pasien cukup, biaya kesehatan pasien di tanggung
oleh pasien sendiri
: baik
Kesadaran
: compos mentis
rr: 20x/menit
Nadi: 80x/menit
: mesocephale
Wajah
: simetris
Leher
: caries gigi
Lidah
Pipi
: bengkak (-)
Dextra
Bentuk normal,
Sinistra
Bentuk normal
Auricula
fistula (-)
Bengkak (-)
fistula (-)
Bengkak (-)
hiperemis (-)
hiperemis (-)
Sekret (-)
Intak
Sekret (-)
Intak
putih mengkilat
putih mengkilat
Pre auricular
Retro auricular
Mastoid
CAE
Membran timpani
Bentuk
Inflamasi atau tumor
Nyeri tekan sinus
Deformitas
atau
septum
deviasi
Rhinoskopi anterior
Vestibulum nasi
Dasar cavum nasi
Sekret
Mukosa
Benda asing
Perdarahan
Sinistra
Normal
-
Normal
Normal
Normal
Adenoid
Konka nasi media
Konka nasi inferior.
Hiperemis (-)
-
Hiperemis (-)
-
Hipertrofi (+)
Hipertrofi (+)
Hiperemis (-)
Hipertrofi (-)
Hiperemis (-)
Hipertrofi (-)
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Deviasi (-)
Septum
2.5. Pemeriksaan tenggorokan
Lidah
Palatum mole
Tonsil
Uvula
Tonsil
Ukuran
Permukaan
Warna
Kripte
Detritus
Faring
14.3x103/ul
5.08x106/ul
4.0-10.0
3.50-5.50
6
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW_CV
RDW_SD
PLT
MPV
PCT
Lym%
MID%
GRAN%
CT/BT
14.4 g/dl
46.8%
80.8 fL
26.5 Pg
32.9 g/dl
11.2%
34.3fL
349x103/ul
10.2 fL
0.26%
5.6%
3.5%
60.9%
3/130
11.0-15.0
36.0-48.0
80.0-99.0
26.0-32.0
32.0-36.0
11.5-14.5
39.0-46.0
150-450
7.4-10.4
0.10-0.28
20.0-40.0
1.0-15.0
50.0-70.0
Glucose
Ureum
Creatinine
SGOT
SGPT
113mg/dl
29 mg/dl
1.2mg/dl
24 U/I
40U/I
70.0-115.0
0.000-50.00
0.000-1.300
3.000-35.00
8.000-41.00
Sakit tenggorokan
adanya
gangguan
pendengaran,
berdenging
dan
Pemeriksaan Tenggorokan
4. Edukasi
minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.
menjaga higiene mulut dengan baik (sikat gigi pagi hari dan
sebelum tidur).
jangan makan makanan atau minuman yang mengiritasi
9
I.10. Prognosa
- Qou ad vitam
: dubia ad bonam
- Qou ad sanam
: dubia ad bonam
I.11
Follow up
Tanggal 16/10/2014
Subjektif
Demam (+), tidak dapat makan dan minum karena nyeri untuk
menelan, sulit berbicara karena tenggorokan terasa nyeri, berbicara hanya
bergumam, tidak ada keluhan batuk, pilek, hidung tersumbat. Tidak ada
keluhan nyeri pada kedua telinga, tidak mengeluhkan adanya gangguan
pendengaran Riwayat pengobatan
Saat demam hari pertama pergi ke dokter, diberi obat. Namun dari
Nadi
: 80 x/menit
Rr
: 20 x/menit
Suhu
: 38.20C
10
Status lokalis :
Tenggorokan :
Tonsil : ukuran T3/T3, kripte melebar (+), hiperemis (+),
detritus(+)
Faring : hiperemis (+), granular (+)
Hidung :
Secret (-/-), konka media hipertrofi (+/+) dan hiperemis (-/-), konka
inferior hipertrofi (-/-) dan hiperemis (-/-), deviasi septum (-)
Telinga :
Secret (-/-), serumen (-/-), membrane timpani intak (+/+)
Assessment
Planning
Rencana operasi TE
11
Medikamentosa
Infus RL 20 tpm
Parasetamol 3x500mg
Tanggal 17/10/2014
Subjektif
Pasien mengeluhkan terasa gatal pada tenggorokan, sudah bisa makan
bentuk lunak yaitu bubur, sudah bisa minum. Pasien sudah bisa berbicara,
demam sudah turun, tidak ada keluhan batuk dan pilek, hidung tidak
tersumbat, tidak mengeluhkan ada gangguan pendengaran.
Objektif
Vital sign :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Rr
: 20 x/menit
Suhu
: 37 0C
Assessment
Planning
Medikamentosa post op
Inf. RL 20 tpm
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj dexamethasone 3x1 gr
Inj tramadol 2x10mg
Diet makanan lunak dan minum yang banyak
13
Tanggal 20/10/2014
Subjektif
Pasien masih terasa nyeri pada tengorokan setelah operasi. Belum berani
untuk makan, tp pasien bisa minum. Demam (-), pusing (-), lemas (-),
pasien tidak merasa mual dan tidak muntah. Pasien mampu berbicara
seperti biasa dan membuka mulutnya, suara serak (-), sesak (-).
Objektif
Vital sign
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Rr : 20 x/menit
Suhu : 36.70C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis :
Tenggorokan
Tonsil T0/T0, uvula di tengah (+), kripte (-), hiperemis (-),
granular(-)
Hidung
Secret (-/-), deviasi septum (-), konka hipertrofi media (+/+) dan
hiperemis (-/-)
Telinga
14
Assessment
Planning BLPL
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI
I.1. FARING
Faring adalah suatu kantung fibromuskular yang berbentuk seperti corong
dibagian atas dan sempit dibagian bawah, dari dasar tengkorak menyambung ke
esofagus setinggi S-6. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar): selaput
lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot, sebagian besar bukofaringeal.
Batas-batas faring :6
O Atas
O Bawah
O Depan
O Belakang
: vertebra servikalis
Mukosa
-
16
partikel kotoran yang terbawa oleh udara yang diisap, dan sebagai proteksi
(enzim lyzozyme).
-
OTOT-OTOT
a.Otot sirkular faring (terletak di sebelah luar). Terdiri dari :
m. konstriktor faring superior
m. konstriktor faring media
m. konstriktor faring inferior
Berfungsi untuk mengecilkan lumen faring. Dipersyarafi oleh n.vagus (n.x).
Pada bagian belakang bertemu jaringan ikat: rafe faring (raphe pharyngis).
b. Otot Longitudinal (terletak di sebelah dalam). Terdiri dari :
M. Stilofaring
Inervasi
17
Persarafan motorik dan sensorik berasal dari pleksus faring yang dibentuk
oleh: cabang faring dari n.vagus (n.x), cabang n,glosofaring (n.ix), serabut
simpatis
Sistem limfatik
PEMBAGIAN FARING
1.Nasofaring,
Batas atas : sinus sphenoid
Batas bawah : palatum mole
Batas depan : rongga hidung
Batas belakang : vertebra servikal I
Bangunan penting yang terdapat didalamnya adalah :
Adenoid
Fossa Rosenmuler
Kantong Rathke
Torus tubarius
Koana
Foramen jugulare
Bagian petrosus os temporalis
Foramen laserum
Muara tuba eustachius
2.Orofaring
Batas atas : palatum mole
Batas bawah : tepi atas epiglotis
Batas depan : rongga mulut
Batas belakang : vertebra cervical
Struktur yang terdapat dalam orofaring adalah :
18
Struktur:
Epiglottis
Valekula (2 buah cekungan yang dibentuk oleh lig.glosoepiglotika
medial dan lateral)
Sinus piriformis (bagian lateral laringofaring dan di bawah
dasarnya berjalan n.laring superior dan a.carotis)
I.2. TONSIL
19
tonsil adalah massa yang terdiri jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan
ikat dengan kriptus di dalamnya terdapat 3 macam tonsil, yaitu :
1. Tonsil faringal (adenoid)
2. Tonsil palatine
3. Tonsil lingual
Permukaan tonsil palatine (tonsil) bentuknya beraneka ragam dan
mempunyai celah disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel
skuamosa. Di dalam kriptus ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas,
bakteri dan sisa makanan disebut dengan detritus. Permukaan lateral melekat pada
fasia faring kapsul tonsil .
-
20
21
II.
ABSES PERITONSIL
II.1 Definisi
Peritonsillar
abscess
(PTA)
merupakan
kumpulan
timbunan
II.2 Etiologi
Abses peritonsiler terjadi sebagai akibat sebagai komplikasi tonsillitis akut
atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil.
Kuman penyebab sama dengan penyebab tonsillitis. Biasanya unilateral dan lebih
sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda.1
Tonsilitis merupakan sebuah infkesi yang seringkali melibatkan kedua tonsil, keadaan ini yang
menyebabkan bahwa abses peritonsilar yang terjadi dapat bersifat bilateral, dengan tingkat
perkembangan yang berbeda pada masing-masin sisinya.5
Mikrobiologi yang sering ditemukan pada abses paling banyak adalah
infeksi campuran. Terdapat bakteri aerob dan anaerob. Apabila diisolasi paling
22
streptococcus
pyogenes
(grup
beta-hemolitik
streptococcus),
tonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah
memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan
bagian dari fasia bukofaring dan disebut kapsul yang sebenar-benarnya1
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatine, tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk
lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatine yang biasanya disebut
tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil seringkali
ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring kedua. Kutub
bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil
bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus.1
Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi
kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel terlepas,
dan bakteri sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang
sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring,
sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.1
Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina asendens, cabang
tonsil a.maksilla eksterna, a.faring asendens dan a. lingual dorsalis. Tonsil lingual
terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika.
Di garis tengah, sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks
yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.1
Abses peritonsil terbentuk di area antara tonsil palatine dan kapsulnya.
Jika abses berlanjut maka akan menyebar ke daerah sekitarya meliputi muscullus
masseter dan muskulus pterygoid. Jika berat infeksinya maka akan terjadi
penetrasi melalui pembulu darah karotis.
II.5 Patologi
Cavitas oral, uvula, anterior pillar, posterior pillar dan tonsil adalah
tempat-tempat yang paling sering terbentuk abses. Diantara anterior pillar dan
posterior pillar terdapat ruang peritonsiler, ruang retropharyngeal, ruang
24
Jika selullitis ini tidak diterapi dengan baik maka akan berlanjut
menjadi abses peritonsiler. Abses dapat pecah sendiri, sembuh sendiri atau
menyebar ke ruang retropharyngeal. Gangguan ini juga bisa berkembang menjadi
mediastinitis melalui pembuluh darah carotis dan bisa sampai terjadi sepsis dan
menyebabkan kematian.6
Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang paling
banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis eksudatif
pertama menjadi peritonsillitis dan kemudian terjadi pembentukan abses yang
sebenarnya (frank abscess formation). Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris
merupakan jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang
potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum
mole membengkak. Walaupun sangat jarang, abses peritonsil dapat terbentuk di
bagian inferior.1
Infiltrasi supuratifa dari jaringan peritonsilaris terjadi paling sering pada
fosa supratonsilaris (70%). Hal ini menyebabkan oedem palatum mole pada sisi
yang terkena dan pendorongan uvula melewati garis tengah. Pembengkakan
meluas ke jaringan lunak sekitarnya, menyebabkan rasa nyeri menelan dan
trismus.4 Pada stadium permulaan (stadium infiltrate), selain pembengkakan
tampak permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga
daerah tersebut lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan
uvula ke arah kontralateral.
25
Pada kasus yang agak berat, biasanya terdapat disfagia yang nyata.
Pembengkakan mengganggu artikulasi dan membuat bicara menjadi sulit. Demam
sekitar 100oF, meskipun adakalanya mungkin lebih tinggi. Inspeksi terperinci
daerah yang membengkak mungkin sulit karena ketidakmampuan pasien
membuka mulut. Pemeriksaan menyebabkan pasien merasa tidak enak. Diagnosis
jarang sangsi jika pemeriksa melihat pembengkakan peritonsiler yang luas,
mendorong uvula melewati garis tengah dengan oedem dari palatum mole dan
penonjolan dari jaringan ini ke arah garis tengah.4
26
Diagnosis
Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, Karena trismus. Palatum
mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula
bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin
banyak detritus dan terdorong kearah tengah, depan dan bawah.1
1. Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar elektrolit
(electrolyte level measurement)
2. Aspiration nanah, dibius / dianestesi menggunakan lidocaine dengan
epinephrine dan jarum besar (berukuran 1618) yang biasa menempel
pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi material yang bernanah (purulent)
merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim untuk dibiakkan.5
3. Throat culture atau throat swab and culture: diperlukan untuk
identifikasi organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk
pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya
resistensi antibiotik.
4. Plain radiographs: pandangan jaringan lunak lateral (Lateral soft tissue
views) dari nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam
menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal.
5. Computerized tomography (CT scan): biasanya tampak kumpulan cairan
hypodense di apex tonsil yang terinfeksi (the affected tonsil).2
II.7 Diagnosa banding
Peritonsillar cellulitis, Retropharyngeal abscess, Mononucleosis, Pharyngitis,
Tonsillitis.
II.8 Terapi
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penilisin atau
klindamisin, dan obat simptomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan
hangat dan kompres dingin pada leher.1
27
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling
menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar
uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit.1
Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila dilakukan
bersama-sama tindakan drainase abses, disebut tonsilektomi a chaud. Bila
tonsilektomi dilakukan 3-4 hari sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi a
tiede, dan bila tonsilektomi 4-6 minggu sesudah drainase abses, disebut
tonsilektomi a froid.1
Tonsilektomi adalah terapi terbaik untuk terapi abses peritonsiler untuk
mencegah kekambuhan, dimana angka kekambuhannya tinggi. Di masa lalu
operasi sebaiknya dilakukan 2 3 minggu setelah resolusi infeksi akut, tetapi
setelah 2 3 minggu jaringan parut akan terbentuk di capsul tonsiler yang akan
menyulitkan diseksi dan menyebabkan banyak perdarahan dan meninggalkan sisa
jaringan. Tonsilektomi tidak hanya meringankan infeksi tetapi juga mengeliminasi
abses karena antibiotic dapat mengontrol inflamasi secara efektif. Tonsilektomi
pada stadium abses, jaringan lebih bengkak dan rapuh karena operasi dilakukan di
stadium infeksi akut, kemungkinan akan meninggalkan sisa jaringan bila tidak
dilakukan
dengan
hati-hati,
operasi
lebih
sulit.3
28
2. Indikasi relatif
a. Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan
pengobatan medik yang adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap
pengobatan medik
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap laktamase.
Airway, Breathing, Circulation, beri perhatian pada jalan nafas pasien. Jika
jalan nafas terdapat gangguan segera pasang intubasi endotrakheal. Jika
dengan pemasangan ini masih belum dapat untuk menjaga patensi jalan
nafas diperlukan cricothyroidotomy atau tracheotomy.
Pasien dapat dirawat jalan kecuali terdapat tanda-tanda sepsis, gagal nafas
dan terdapat komplikasi.
30
Nafcillin
Terapi inisial untuk streptococcus yang resisten dengan penisilin G atau
untuk infeksi staphylococcus. Terapi inisial parenteral sering digunakan untuk
infeksi yang berat. Terapi dilanjutkan per oral apabila kondisinya membaik.
Karena trombophlebitis, seringnya pada orang dewasa pemberian parenteral
hanya untuk jangka pendek (1 2 hari); terapi dirubah menjadi terapi per oral bila
secara klinik diindikasikan. Dosis untuk dewasa 1 2 gram IV. Dosis untuk anak
50 mg/kg/hari IV.
Erythromycin
Obat ini bekerja menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinaan dengan
memblok pemecahan peptidyl tRNA dari ribosom, sehingga menyebabkan sintesis
protein tergantung RNA berhenti. Obat ini digunakan untuk terapi curiga infeksi
Staphylococcus (meliputi Staphylococcus aureus) dan infeksi Streptococcus. Obat
ini juga sering diberikan pada pasien-pasien yang alergi terhadap penisilin. Dosis
dewasa: 15 20 mg/kg/ hari PO/IV, dosis double pada infeksi yang berat. Dosis
anak: 30 50 mg/ kg/ hari (15 25 mg/lb/ hari) PO/ IV.
II.9 Komplikasi1
1) Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau
piema.
2) Penjalaran infeksi dan abes ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses
parafaring. Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga
terjadi mediastinitis.
3) Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan
thrombus sinus kavernosus, meningitis dan abses otak.
Sejumlah komplikasi klinis lainnya dapat terjadi jika diagnosis PTA diabaikan.
Beratnya komplikasi tergantung dari kecepatan progresi penyakit. Untuk itulah
32
diperlukan penanganan dan intervensi sejak dini. Komplikasi lain yang pernah
dilaporkan diantaranya:
BAB IV
33
PEMBAHASAN
Radang berulang yang dipicu oleh faktor predisposisi (rangsangan kronis rokok,
makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pasien yang biasa bernapas melalui
mulut karena hidungnya tersumbat, pengaruh cuaca dan pengobatan
tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat)
Epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis
Jaringan limfoid akan menjadi jaringan parut
Kripti melebar
Kripti diisi oleh detritus
34
Operasi selesai
Medikamentosa post op
35
Inf. RL 20 tpm
Inj. Metronidazole 3x500mg
Inj dexamethasone 3x1 gr
Inj tramadol 2x10mg
Diet makanan lunak dan minum yang banyak
Daftar Pustaka
36
37