Pendahuluan
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi diabetes
mellitus (DM) sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan
pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1%.
Penelitian yang dilakukan di Jakarta membuktikan adanya kenaikan prevalensi.
Prevalensi DM pada daerah urban di Jakarta meningkat dari 1,7% pada thun 1982
menjadi 5,7% pada tahun 1993.
[ToP][EoP]
2. Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis
DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang
dipakai. Unutk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk
memastikan diabnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantapan kendali
mutu secara teratur). Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan
darah kapiler.
Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering
yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan
baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan,
teruama untuk memantau kadar glukosa darah. Secara berkala, hasil pemantauan
dengan cara reagen kering peru dibandingkan dengan cara konvensional.
2.1. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk
umumnya (mass screening) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal,
rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang
mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain
(general check-up) adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian
pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring berguna untuk
menjaring pasien DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu), dan GDPT (Glukosa
Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk
mereka. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM
110-125
>126
90-109
>110
3. Klasifikasi
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan
anjuran kalisifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 1997.
[ToP][EoP]
4. Pengelolaan
1. Tujuan
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan
rasa nyaman dan sehat.
2. Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati
maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan
mortilitas DM.
3. Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.
Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor
genetik, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas, maka cara-cara
untuk memperbaiki kelainan dasar tersebut harus tercermin pada langkah
pengelolaan.
4. Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan
mandiri.
2. Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM.
1. Pada pertemuan pertama:
o Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan
gejala komplikasi.
o Pemeriksaan jasmani lengkap:
TB, BB, TD, rabaan nadi kaki
Tanda neuropati dicari
Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku
Pemeriksaan visus
o Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan, tergantung fasilitas
yang tersedia:
Hb, hitung leukosit, LED, hitung jenis leukosit
Glukosa darah puasa dan sesudah makan
Urinalisis rutin
Albumin serum
Kreatinin
SGPT
Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida
Albumin urin kuantitatif 24 jam atau mikroalbuminuria
HbA1c (opsional pada pertemuan pertama)
EKG
Foto paru
Funduskopi
o Penyuluhan sepintas mengenai:
Apakah penyakit DM itu
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Perencanaan makan
Kegiatan jasmani
Obat berkhasiat hipoglkemik dan hipoglikemia
Perawatan kaki
2. Secara berkala Menurut kebutuhan: pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
dan 2 jam sesudah makan.
Tiap tiga (3) bulan : HbA1c
Tiap tahun:
o pemeriksaan jasmani lengkap
o albumin urin, sedimen urin
o kreatinin
o SGPT
60-70%
10-15%
20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut,
dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman.
Untuk penetuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa
Tubuh (IMT).
BMI = BB(kg)/TB(m2)
Status gizi:
BB kurang bila BB < 90% BBI
BB normal bila BB 90-110% BBI
BB lebih bila BB 110-120% BBI
Gemuk bila BB >120% BBI
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan
kebutuhan kalori basal (30 kcal/kgBB untuk laki-laki; 25 kcal/kgBB untuk
wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (103%); untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi sesuai dengan
kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi status gizi (bila gemuk,
dikurangi; bila kurus, ditambah) dan kalori yang dibutuhkan menghadapi
stres akut (misalnya infeksi, dsb.) sesuai dengan kebutuhan. Untuk masa
pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu hamil diperlukan
perhitungan tersendiri (Lihat: Konsensus DM tipe 1 dan Konsensus DM
gestasional).
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%)
serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Pembagian porsi
tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk
kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang
mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan pasien
DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu
makan yang terjadwal. Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan
dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang
baik.
Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber
asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat + 25 g/hari. Diutamakan serat larut (soluble fibre).
Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan
mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami
hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam.
Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan
tetap diizinkan. Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih
diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.
Untuk mendapatkan kepatuhan terhadap pengaturan makan yang baik,
adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu
pasien.
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continousm rhythmical,
nterval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin mencapai zona
sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penyakit penyerta. Sebagai contoh,
olahraga ringan adalah berjalan kaki biasana selama 30 menit, olahraga
sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit, dan olahraga berat
adalahjogging.
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur namun pengendalian kadar glukosa daranhya belum tercapai
(Lihat Sasaran pengendalian glukosa darah), dipertimbangkan pemakaian
obat berkhasiat hikoglikemik (oral atau suntikan).
4.1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral, baik golongan
sulfonilurea, metformin, maupun inhibitor glukosidase alfa, harus
diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan untuk
memberikan obat-obat tersebut pada penderita dengan gangguan fungsi hati
atau ginjal.
o Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Oleh sebab itu merupakan pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, pada
sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari.
o Biguanid
Obat golongan ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati di samping juga efek memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Obat golongan ini terutama dianjurkan dipakai sebagai obat
tunggal pada pasien gemuk. Biguanid merupakan kontraindikasi pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, serta pasien-pasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya pasien dengan penyakit
serebrovaskular). Obat biguanid dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan
atau sesudah makan.
4.2. Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada DM tipe-2:
o ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat
o stres berat (infeksi sistemik, operasi besar)
o berat badan yang menurun dengan cepat
o kehamilan/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
o tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada indikasi
kontra dengan OHO
Tabel 2. Mekanisme kerja, efek-samping utama dan pengaruh terhadap
HbA1c.
BB naik,
hipoglikemia
Diare, dispepsia,
Metfomrin
Menekan produksi glukosa hati
asidosis laktat
Inhibitor glukosidase
Flatulens, tinja
Menghambat absorpsi glukosa
alfa
lembek
Insulin
Menekan produksi glukosa hati, Hipoglikemia, BB
Sulfonilurea
Pengaruh
terhadap HbA1c
1,5-2,5%
1,5-2,5%
0,5-1,0%
Potensial
naik
normal
Obat
Golongan Sulfonilurea*
Glibenklamid
Gliklasid
Glikuidon
Glipisid
Glipisid GITS
Glimepirid**
Klorpropamid
Golongan Biguanid
Metformin***
Golongan inhibitor glukosidase alfa#
Acarbose
*
**
***
#
Dosis awal
Dosis maks
Dosis anjuran
2,5 mg
80 mg
30 mg
5 mg
5 mg
1 mg
50 mg
15-20 mg
240 mg
120 mg
20 mg
20 mg
6 mg
500 mg
1-2 kali
1-2 kali
2-3 kali
1-2 kali
1 kali
1 kali
1 kali
500 mg
2500 mg
1-3 kali
50 mg
300 mg
3 kali
Jenis
Insulin kerja pendek
Insulin kerja menengah
Insulin kerja panjang
Insulin campuran
* dalam jam
Awitan*
0,5-1
1-2
2
0,5-1
Puncak*
2-4
4-12
6-20
2-4 dan 6-12
Lama kerja*
5-8
8-24
18-36
8-24<br< td=""></br<>
Baik
80-109
110-159
Sedang
110-139
160-199
Buruk
>140
>200
HbA1c (%)
Kolesterol total (mg/dl)
Kolesterol LDL (mg/dl) tanpa PJK
Kolesterol LDL (mg/dl) dengan PJK
Kolesterol HDL (mg/dl)
Trigeliserida (mg/dl) tanpa PJK
Trigliserida (mg/dl) dengan PJK
4-5,9
<200
<130
<100
>45
<200
<150
6-8
200-239
130-159
100-129
35-45
200-249
150-199
>8
>240
>160
>130
<35
>250
>200
18,5-22,9
20,0-24,9
<140/90
23-25
25-27
140-160/90-95
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih
tinggi dari biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl),
demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada
batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat
khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya
efek samping dan interaksi obat.
[ToP][EoP]
5. Penyulit DM
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
A. Penyulit akut:
1. ketoasidosis diabetik
2. hiperosmolar non ketotik
3. hipoglikemia
B. Penyulit menahun:
1. makroangiopati:
o pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)
o pembuluh darah tepi
o pembuluh darah otak (stroke)
2. mikroangiopati:
o retinopati diabetik
o nefropati diabetik
3. neuropati
4. rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran
kemih
5. Kaki diabetik (gabungan sampai dengan 4)
Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan
bidang/disiplin ilmu lain.
Hipertensi dan dislipidemia merupakan faktor risiko penting penyulit
makroangiopati, oleh sebab itu hipertensi dan dislipidemia harus dicari dan diobati
dengan sebaik-baiknya (Lihat Bab Masalah Khusus)
[ToP][EoP]
6. Pencegahan DM
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi
untuk menderita DM (Lihat Faktor Risiko). Tentu saja untuk pencegahan primer ini
harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya
yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat
luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus
diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya
pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan.
Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditnamkan pengertian mengenai
pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga
badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
B. Pencegahan sekunder
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak
awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun
kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak
awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan
terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya
memegang peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat.
Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer
yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah yang
disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, apalagi bila
ditunjang pula dengan adanya tata cara pengaobatan baku yang akan menjadi
pegangan bagi para pengelola.
C. Pencegahan tersier
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus
berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien
sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis
rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM
yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin
ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain
seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi
medis, gizi, podiatri, dan lain sebagainya.
[ToP][EoP]
7. Penyuluhan
Penyuluhan bagi pasien DM tidak hanya dilakukan oleh dokter yang mengobati,
tetapi juga oleh segenap jajaran terkait dengan pengelolaan DM, seperti perawat
penyuluh, pekerja sosial, ahli gizi, dan sebagainya sesuai dengan bidang keahlian
masing- masing. Tentu saja penataran/penyuluhan berkala bagi para penyuluh juga
sangat penting untuk setiap saat dapat menyegarkan dan memperbaiki materi
penyuluhan yang mereka berikan kepada para pasien DM. Dalam menjalankan
tugasnya tenaga kesehatan dalam bidang diabetes memerlukan suatu landasan
empati, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:
berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya
kecemasan
berikan informasi secara bertahap. jangan sekaligus
mulailah dengan hal yang sederhana, baru kemudian yang lebih sulit
gunakan alat bantu dengar pandang
Materi penyuluhan :
Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan usaha untuk mengurangi
faktor risiko tersebut.
B. Penyuluhan untuk pencegahan sekunder
Yang disuluh adalah kelompok pasien DM, terutama yang baru. Penyuluhan
dilakukan pada pertemuan pertama dan perlu sering diulang serta ditekankan
kembali pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Materi yang disuluhkan
pada tingkat pertama adalah :
Diabetes: apakah itu DM
Penatalaksanaan DM secara umum
Obat-obat untuk menurunkan kadar glukosa darah (tablet dan insulin)
8. Masalah khusus
A. DM tipe-2 dan ibadah puasa
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak
mengalami kesulitan kalau berpuasa.
Pasien yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal juga tidak
mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa.
Untuk yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat
diberikan sedemikian sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada
dosis sahur.
Untuk pasien DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin kerja
menengah yang diberikan saat berbuka saja. Untuk pasien yang harus
menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam
bulan Ramadhan.
B. DM dan hipertensi
Pengelolaan hipertensi pada DM tipe 2.
1. Indikasi pengobatan :
Bila TD sistolik >140 mmHg dan/atau TD diastolik >90 mmHg.
Pada hipertensi sistolik : TD sistolik >140 mmHg dan TD sistolik < 90
mmHg.
2. Sasaran (target penurunan) tekanan darah:
Dewasa (>18 tahun):
o tidak hamil <130/85 mmHg
o hamil 120/80 mmHg
Hipertensi sistolik:
o TD sistolik >180 mmHg -> < 160 mmHg
o TD sistolik 160-179 mmHg -> diturunkan 20 mmHg
3. Pengelolaan:
1. Pengobatan non-farmakologis:
Modifikasi gaya hidup, antara lain : penurunan BB, olah raga, mengurangi /
menghentikan merokok, alkohol, garam, dll.
2. Pengobatan farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi (OAH):
o pengaruh OAH terhadap profil lipid