Anda di halaman 1dari 20

1.

Pendahuluan
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi diabetes
mellitus (DM) sebesar 1,5-2,3% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan
pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1%.
Penelitian yang dilakukan di Jakarta membuktikan adanya kenaikan prevalensi.
Prevalensi DM pada daerah urban di Jakarta meningkat dari 1,7% pada thun 1982
menjadi 5,7% pada tahun 1993.
[ToP][EoP]

2. Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis
DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang
dipakai. Unutk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk
memastikan diabnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantapan kendali
mutu secara teratur). Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan
darah kapiler.
Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering
yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan
baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan,
teruama untuk memantau kadar glukosa darah. Secara berkala, hasil pemantauan
dengan cara reagen kering peru dibandingkan dengan cara konvensional.
2.1. Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk
umumnya (mass screening) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal,
rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang
mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain
(general check-up) adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian
pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring berguna untuk
menjaring pasien DM, TGT (Toleransi Glukosa Terganggu), dan GDPT (Glukosa
Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk
mereka. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM

dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan sekunder dapat segera


diterapkan.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor
risiko untuk DM, yaitu :
Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
Riwayat keluarga DM
Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
Riwayat DM pada kehamilan
Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
Pernah TGT atau GDPT
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi
glukosa oral (TTGO) standar (Lihat Skema langkah-langkah diagnostik DM).
Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,
pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang
berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
setiap 3 tahun.
Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu
merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3
kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal.
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)


Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM


plasma vena <110
110-199
>200
darah kapiler < 90
90-199
>200
plasma vena <110

110-125

>126

darah kapiler < 90

90-109

>110

B. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus


Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae
pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200
mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa >126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkn diagnosis klinis
DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl, kadar glukosa darah
sewaktu >200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1985) :
3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
puasa semalam, selama 10-12 jam
kadar glukosa darah puasa diperiksa
diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anakanak), dilarutkan dalam 1air 250 ml, dan diminum selama/dalam waktu 5
menit
diperiksa kadar glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Untuk kemudahan, PERKENI hanya menganjurkan pemeriksaan kadar glukkosa
darah pada jam ke-2 saja. Alasan untuk kemudahan ini disarankan juga oleh
America Diabetes Association (ADA), yang bahkan juga memakai hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl untuk kriteria diagnosis.
Kriteria diagnostik diabetes mellitus*

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) >200 mg/dl


atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) >126 mg/dl
atau
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram
pada TTGO**
* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti
ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian
epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar
glukosa darah puasa. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik
yang sama (Lihat : Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Gestasional).
[ToP][EoP]

3. Klasifikasi
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan
anjuran kalisifikasi DM American Diabetes Association (ADA) 1997.

Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (ADA, 1997)


1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut): - autoimun, - idiopatik
2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insuln
disertai resistensi insulin)
3. Diabetes tipe lain
o Defek genetik fungsi sel beta
o Defek genetik kerja insulin
Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3
DNA mitokondria

o Penyakit eksokrin pankreas


pankreatitis
tumor atau pankreatektomi
pankreatopati fibrokalkulus
o Endokrinopati
akromegali
sindroma Cushing
feokhromositoma
hipertiroidisme
o Karena obat atau zat kimia
vacor, pentamidin, asam nikotinat
glukokortikoid, hormon tiroid
tiazid, dilantin, interferon-alfa, dll
o Infeksi
rubela kongetnital, virus sitomegalo (CMV)
o Sebab imunologi yang jarang
antibodi anti insulin
o Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
sindrom Down,Sindrom Kleinefelter, sindrom Turner, dll
4. Diabetes mellitus gestasional (DMG)

[ToP][EoP]

4. Pengelolaan

1. Tujuan
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan
rasa nyaman dan sehat.
2. Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati
maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan
mortilitas DM.
3. Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.
Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor
genetik, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas, maka cara-cara
untuk memperbaiki kelainan dasar tersebut harus tercermin pada langkah
pengelolaan.
4. Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan
mandiri.
2. Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM.
1. Pada pertemuan pertama:
o Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan
gejala komplikasi.
o Pemeriksaan jasmani lengkap:
TB, BB, TD, rabaan nadi kaki
Tanda neuropati dicari
Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku
Pemeriksaan visus
o Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan, tergantung fasilitas
yang tersedia:
Hb, hitung leukosit, LED, hitung jenis leukosit
Glukosa darah puasa dan sesudah makan
Urinalisis rutin
Albumin serum

Kreatinin
SGPT
Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida
Albumin urin kuantitatif 24 jam atau mikroalbuminuria
HbA1c (opsional pada pertemuan pertama)
EKG
Foto paru
Funduskopi
o Penyuluhan sepintas mengenai:
Apakah penyakit DM itu
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Perencanaan makan
Kegiatan jasmani
Obat berkhasiat hipoglkemik dan hipoglikemia
Perawatan kaki
2. Secara berkala Menurut kebutuhan: pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
dan 2 jam sesudah makan.
Tiap tiga (3) bulan : HbA1c
Tiap tahun:
o pemeriksaan jasmani lengkap
o albumin urin, sedimen urin
o kreatinin
o SGPT

o kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida


o EKG
o Funduskopi
Idealnya semua psien DM mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama
pada semua tingkat pengelola kesehatan, baik primer, sekunder, maupun
tersier. Namun mengingat keterbatasan yang ada pada berbagai tingkat
pengelola kesehatan macam dan jumlah pemeriksaan penunjang yang
diperiksa disesuaikan dengan fasilitas yang ada. Demikian pula tingkat
pelayanan yang diperiksa disesuaikan dengan kapasitas dan fasilitas yang
ada. Penyuluhan dan pencegahan primer dapat dikerjakan pada semua
tingkat pengelola kesehatan.
3. Pilar utama pengelolaan DM
1. Penyuluhan
2. Perencanaan makan
3. Latihan jasmani
4. Obat berkhasial hipoglikemik
Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolik dimulai
dengan pengaturan makan disertai dengan kegiatan jasmani yang cukup
selama beberapa waktu (4-8 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah
masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan,
baru diberikan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin sesuai
dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik, misalnya
ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang menurun dengan
cepat, insuln atau OHO dapat segera diberikan.
Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri
di rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu.
1. Penyuluhan (Edukasi Diabetes)
Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan
hasil yang maksimal...
2. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi
baik sebagai berikut:
Karbohidrat
Protein
Lemak

60-70%
10-15%
20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut,
dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman.
Untuk penetuan status gizi, dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa
Tubuh (IMT).
BMI = BB(kg)/TB(m2)

IMT normal wanita= 18,5-22,9 kg/m2


IMT normal pria = 20-24,9 kg/msup>2
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan
status gizi memanfaatkan rumus Broca, yaitu:
Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%

Status gizi:
BB kurang bila BB < 90% BBI
BB normal bila BB 90-110% BBI
BB lebih bila BB 110-120% BBI
Gemuk bila BB >120% BBI
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan
kebutuhan kalori basal (30 kcal/kgBB untuk laki-laki; 25 kcal/kgBB untuk
wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (103%); untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak lagi sesuai dengan
kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi status gizi (bila gemuk,
dikurangi; bila kurus, ditambah) dan kalori yang dibutuhkan menghadapi
stres akut (misalnya infeksi, dsb.) sesuai dengan kebutuhan. Untuk masa
pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu hamil diperlukan
perhitungan tersendiri (Lihat: Konsensus DM tipe 1 dan Konsensus DM
gestasional).
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%)
serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Pembagian porsi
tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk
kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien DM yang
mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan pasien

DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu
makan yang terjadwal. Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan
dengan komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang
baik.
Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber
asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat + 25 g/hari. Diutamakan serat larut (soluble fibre).
Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan
mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami
hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam.
Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan
tetap diizinkan. Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih
diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.
Untuk mendapatkan kepatuhan terhadap pengaturan makan yang baik,
adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu
pasien.
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continousm rhythmical,
nterval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin mencapai zona
sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penyakit penyerta. Sebagai contoh,
olahraga ringan adalah berjalan kaki biasana selama 30 menit, olahraga
sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit, dan olahraga berat
adalahjogging.
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur namun pengendalian kadar glukosa daranhya belum tercapai
(Lihat Sasaran pengendalian glukosa darah), dipertimbangkan pemakaian
obat berkhasiat hikoglikemik (oral atau suntikan).
4.1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral, baik golongan
sulfonilurea, metformin, maupun inhibitor glukosidase alfa, harus
diperhatikan benar fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan untuk
memberikan obat-obat tersebut pada penderita dengan gangguan fungsi hati
atau ginjal.
o Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Oleh sebab itu merupakan pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun

masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari risiko hipoglikemia yang berkepanjangan, pada
sulfonilurea dengan waktu kerja panjang sebaiknya dihindari.
o Biguanid
Obat golongan ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati di samping juga efek memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Obat golongan ini terutama dianjurkan dipakai sebagai obat
tunggal pada pasien gemuk. Biguanid merupakan kontraindikasi pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, serta pasien-pasien
dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya pasien dengan penyakit
serebrovaskular). Obat biguanid dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan bersamaan
atau sesudah makan.
4.2. Insulin
Indikasi penggunaan insulin pada DM tipe-2:
o ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat
o stres berat (infeksi sistemik, operasi besar)
o berat badan yang menurun dengan cepat
o kehamilan/diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
o tidak berhasil dikelola dengan OHO dosis maksimal atau ada indikasi
kontra dengan OHO
Tabel 2. Mekanisme kerja, efek-samping utama dan pengaruh terhadap
HbA1c.

Cara kerja utama

Efek samping utama

BB naik,
hipoglikemia
Diare, dispepsia,
Metfomrin
Menekan produksi glukosa hati
asidosis laktat
Inhibitor glukosidase
Flatulens, tinja
Menghambat absorpsi glukosa
alfa
lembek
Insulin
Menekan produksi glukosa hati, Hipoglikemia, BB
Sulfonilurea

Meningkatkan sekresi insulin

Pengaruh
terhadap HbA1c
1,5-2,5%
1,5-2,5%
0,5-1,0%
Potensial

stimulasi pemanfaatan glukosa

naik

normal

Tabel 3. Obat hipoglikemik oral

Obat
Golongan Sulfonilurea*
Glibenklamid
Gliklasid
Glikuidon
Glipisid
Glipisid GITS
Glimepirid**
Klorpropamid
Golongan Biguanid
Metformin***
Golongan inhibitor glukosidase alfa#
Acarbose

*
**
***
#

Dosis awal

Dosis maks

Dosis anjuran

2,5 mg
80 mg
30 mg
5 mg
5 mg
1 mg
50 mg

15-20 mg
240 mg
120 mg
20 mg
20 mg
6 mg
500 mg

1-2 kali
1-2 kali
2-3 kali
1-2 kali
1 kali
1 kali
1 kali

500 mg

2500 mg

1-3 kali

50 mg

300 mg

3 kali

diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan


dapat diberikan sesaat sebelum makan
diberikan sebelum makan
diberikan segera setelah makan

Tabel 4. Jenis dan lama kerja insulin

Jenis
Insulin kerja pendek
Insulin kerja menengah
Insulin kerja panjang
Insulin campuran

* dalam jam

Awitan*
0,5-1
1-2
2
0,5-1

Puncak*
2-4
4-12
6-20
2-4 dan 6-12

Lama kerja*
5-8
8-24
18-36
8-24<br< td=""></br<>

Pada umumnya pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan


dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
kadar glukosa darah pasien. Kalau dengan sulfonilurea atau metformin
sampai dosis maksimal ternyata sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
perlu dipikirkan kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang
berbeda (sulfonilurea + metformin atau metformin + sulfonilurea, acarbose
+ metformin atau sulfonilurea). Kombinasi OHO dosis kecil dapat pula
digunakan untuk menghindari efek samping masing-masing kelompok obat.
dapat pula diberika kobinasi ketiga kelompok OHO bila belum juga dicapai
sasaran yang diinginkan, atau ada alasan klinik di mana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai.
Kalau dengan dosis OHO maksimal baik sendiri-sendiri ataupun secara
kombinasi sasaran glukosa daran belum tercapai, dipikirkan adanya
kegagalan penakaian OHO. Pada keadaan demikian dapat dipakai kombinasi
OHO dan insulin (Lihat Skema pengelolaan DM).
Ada berbagai cara kombinasi OHO dan insulin (OHO + insulin kerja cepat 3
kali sehari, OHO + insulin kerja sedang pagi hari, OHO + insulin kerja
sedang malam hari). Yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan
insulin malam hari mengingat walaupun dapat diperoleh keadaan kendali
glukosa darah yang sama, tetapi jumlah insulin yang diperlukan paling
sedikit pada kombinasi OHO dan insulin kerja sedang malam hari.
5. Kriteria pengendalian
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan
pengendalian DM yang baik. Diabetes mellitus terkendali baik tidak berarti
hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus secara
menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid dan
HbA1c seperti tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria pengendalian DM

Glukosa darah puasa (mg/dl)


Glukosa darah 2 jam (mg/dl)

Baik
80-109
110-159

Sedang
110-139
160-199

Buruk
>140
>200

HbA1c (%)
Kolesterol total (mg/dl)
Kolesterol LDL (mg/dl) tanpa PJK
Kolesterol LDL (mg/dl) dengan PJK
Kolesterol HDL (mg/dl)
Trigeliserida (mg/dl) tanpa PJK
Trigliserida (mg/dl) dengan PJK

4-5,9
<200
<130
<100
>45
<200
<150

6-8
200-239
130-159
100-129
35-45
200-249
150-199

>8
>240
>160
>130
<35
>250
>200

BMI (IMT) wanita (kg/m2)


BMI (IMT) pria (kg/m2)
Tekanan darah (mmHg)

18,5-22,9
20,0-24,9
<140/90

23-25
25-27
140-160/90-95

>25 atau <18,5


>27 atau <20,0
>160/95

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih
tinggi dari biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl),
demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada
batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat
khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya
efek samping dan interaksi obat.
[ToP][EoP]

5. Penyulit DM
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
A. Penyulit akut:
1. ketoasidosis diabetik
2. hiperosmolar non ketotik
3. hipoglikemia
B. Penyulit menahun:
1. makroangiopati:
o pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)
o pembuluh darah tepi
o pembuluh darah otak (stroke)
2. mikroangiopati:
o retinopati diabetik
o nefropati diabetik

3. neuropati
4. rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran
kemih
5. Kaki diabetik (gabungan sampai dengan 4)
Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan
bidang/disiplin ilmu lain.
Hipertensi dan dislipidemia merupakan faktor risiko penting penyulit
makroangiopati, oleh sebab itu hipertensi dan dislipidemia harus dicari dan diobati
dengan sebaik-baiknya (Lihat Bab Masalah Khusus)
[ToP][EoP]

6. Pencegahan DM
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi
untuk menderita DM (Lihat Faktor Risiko). Tentu saja untuk pencegahan primer ini
harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya
yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat
luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus
diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya
pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan.
Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditnamkan pengertian mengenai
pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga
badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
B. Pencegahan sekunder
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak
awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun
kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak
awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan
terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya
memegang peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat.

Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer
yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah yang
disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, apalagi bila
ditunjang pula dengan adanya tata cara pengaobatan baku yang akan menjadi
pegangan bagi para pengelola.
C. Pencegahan tersier
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus
berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien
sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis
rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM
yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin
ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain
seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi
medis, gizi, podiatri, dan lain sebagainya.
[ToP][EoP]

7. Penyuluhan
Penyuluhan bagi pasien DM tidak hanya dilakukan oleh dokter yang mengobati,
tetapi juga oleh segenap jajaran terkait dengan pengelolaan DM, seperti perawat
penyuluh, pekerja sosial, ahli gizi, dan sebagainya sesuai dengan bidang keahlian
masing- masing. Tentu saja penataran/penyuluhan berkala bagi para penyuluh juga
sangat penting untuk setiap saat dapat menyegarkan dan memperbaiki materi
penyuluhan yang mereka berikan kepada para pasien DM. Dalam menjalankan
tugasnya tenaga kesehatan dalam bidang diabetes memerlukan suatu landasan
empati, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:
berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya
kecemasan
berikan informasi secara bertahap. jangan sekaligus
mulailah dengan hal yang sederhana, baru kemudian yang lebih sulit
gunakan alat bantu dengar pandang

lakukan pendekatan dengan mengatasi masalah dan lakukanlah simulasi


berikan pengobatan sesederhana mungkin agar kepatuhan lebih baik
lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima
jangan memaksakan tujuan pengobatan kita
lakukan motivasi. berikan penghargaan dan diskusikanlah hasil pemeriksaan
laboratorium
A. Penyuluhan untuk pencegahan primer
Penyuluhan untuk pencegahan primer harus diberikan kepada:
1. Kelompok masyarakat risiko tinggi:
Masyarakat perlu ditingkatkan kepeduliannya bahwa DM merupakan suatu
problem kesehatan masyarakat dan dapat dicegah dengan mengendalikan
kegemukan dan meningkatkan kegiatan jasmani, terutama pada individu
dengan risiko tinggi.
2. Perencana kebijakan kesehatan :
Perencana kebijakan kesehatan perlu memahami dampak sosio - ekonomik
penyakit ini dan betapa pentingnya peran penyuluhan dalam
penatalaksanaan DM, sehingga kemudian dapat diambil langkah-Iangkah
untuk meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan bagi pasien DM.

Materi penyuluhan :
Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan usaha untuk mengurangi
faktor risiko tersebut.
B. Penyuluhan untuk pencegahan sekunder
Yang disuluh adalah kelompok pasien DM, terutama yang baru. Penyuluhan
dilakukan pada pertemuan pertama dan perlu sering diulang serta ditekankan
kembali pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Materi yang disuluhkan
pada tingkat pertama adalah :
Diabetes: apakah itu DM
Penatalaksanaan DM secara umum
Obat-obat untuk menurunkan kadar glukosa darah (tablet dan insulin)

Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar DM dan


kegiatan jasmani
Materi penyuluhan pada tingkat lanjutan adalah :
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
Makan di luar rumah
Rencana untuk kegiatan khusus
Penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM
Pemeliharaan kaki
C. Penyuluhan untuk pencegahan tersier
Penyuluhan diberikan kepada pasien yang sudah mengidap penyulit menahun DM.
Materi yang disuluhkan:
maksud, tujuan dan cara pengobatan pada penyulit menahun DM.
upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan kesabaran dan ketaqwaan untuk
dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup dengan penyulit
menahun
[ToP][EoP]

8. Masalah khusus
A. DM tipe-2 dan ibadah puasa
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak
mengalami kesulitan kalau berpuasa.
Pasien yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal juga tidak
mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa.

Untuk yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat
diberikan sedemikian sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada
dosis sahur.
Untuk pasien DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin kerja
menengah yang diberikan saat berbuka saja. Untuk pasien yang harus
menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam
bulan Ramadhan.
B. DM dan hipertensi
Pengelolaan hipertensi pada DM tipe 2.
1. Indikasi pengobatan :
Bila TD sistolik >140 mmHg dan/atau TD diastolik >90 mmHg.
Pada hipertensi sistolik : TD sistolik >140 mmHg dan TD sistolik < 90
mmHg.
2. Sasaran (target penurunan) tekanan darah:
Dewasa (>18 tahun):
o tidak hamil <130/85 mmHg
o hamil 120/80 mmHg
Hipertensi sistolik:
o TD sistolik >180 mmHg -> < 160 mmHg
o TD sistolik 160-179 mmHg -> diturunkan 20 mmHg
3. Pengelolaan:
1. Pengobatan non-farmakologis:
Modifikasi gaya hidup, antara lain : penurunan BB, olah raga, mengurangi /
menghentikan merokok, alkohol, garam, dll.
2. Pengobatan farmakologis:
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti-hipertensi (OAH):
o pengaruh OAH terhadap profil lipid

o pengaruh OAH terhadap resistensi insulin


3. Daftar OAH lini pertama (disusun menurut abjad):
o Antagonis kalsium
o Diuretik
o Inhibitor ACE
o Penghambat alfa
4. Catatan
Pada penderita dengan mikroalbuminuria dilaporkan inhibitor ACE
merupakan OAH lini pertama terpilih. Antagonis kalsium golongan nondihidropiridin dilaporkan juga dapat mengurangi mikroalbuminuria.
Diuretik dapat digunakan secara hati-hati dengan dosis rendah. Penggunaan
diuretik dosis tinggi dapat memperburuk intoleransi glukosa.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.
Bila tekanan darah dapat dikendalikan, setelah satu tahun dosis dapat dicoba
diturunkan secara bertahap.
C. Dislipidemia pada DM
Dislipidemia baru diobati kalau memang bukan sekunder akibat DM. Pemberian
obat hipolipidemia dipertimbangkan bila kadar glukosa darah sudah normal,
namun kadar lipid darah masih tetap abnormal walaupun pasien sudah menjalani
perencanaan makan rendah lemak selama 3 -6 bulan. Untuk pasien DM yang
disertai PJK, tenggang waktu dapat lebih singkat bergantung pada penilaian klinis
oleh dokter yang mengelolanya. Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus
Pengelolaan Dislipidemia pada DM.
D. Aspirin pada DM
Aspirin dosis rendah (80 -325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin
bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makrovaskular. Untuk
pencegahan primer, Aspirin hanya diberikan pada pasien DM yang mempunyai
satu atau lebih faktor risiko terjadinya penyulit makrovaskular.

Anda mungkin juga menyukai