PENDAHULUAN
Tumor, atau sinonim lain dari neoplasma, secara harafiah berarti
pertumbuhan baru, merupakan massa abnormal dari sel-sel yang mengalami
proliferasi. Sel-sel tumor berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel
normal, namun selama mengalami perubahan neoplastik mereka memperoleh
derajat otonomi tertentu yaitu sel neoplastik tumbuh dengan kecepatan yang tidak
terkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung
pada pengawasan homeostatis sebagian besar sel tubuh lainnya (Price dan Wilson,
2005).
Tumor dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya; ada yang jinak, ada
pula yang ganas. Tumor yang bersifat jinak cenderung berproliferasi secara
kohesif, sehingga ketika massa sel tumor itu tumbuh, terjadi batasan nyata antara
perluasan massa dengan jaringan sekitarnya. Dengan demikian, tumor jinak
mempunyai kapsul jaringan ikat yang memisahkan tumor dari sekelilingnya.
Selain itu, tumor jinak tidak menyebar ke tempat yang jauh dengan laju
pertumbuhan yang sering agak lambat, dan pada beberapa jenis tumor, ukurannya
stabil selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun (Price dan Wilson, 2005).
Berbeda dengan tumor jinak, tumor ganas cenderung tumbuh lebih cepat dan
progresif. Karena sel tumor ganas tidak memiliki sifat kohesif, pola penyebaran
tumor ganas sering tidak teratur, tidak berkapsul, dan cenderung mencari jalan
melalui jaringan sekitarnya dengan cara destruktif. Sel-sel tumor ganas juga
mampu melepaskan diri dari sel tumor induk dan memasuki sirkulasi untuk
menyebar ke tempat lain. Di tempat lain, sel-sel tumor ganas mampu melanjutkan
proliferasi dan membentuk tumor sekunder. (Price dan Wilson, 2005).
Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia di
antara 15-35 tahun (Sachdeva et al., 2012) dan meliputi kurang lebih 1% dari
keganasan pada lelaki (Sjamsuhidajat dan de Jong, 2004). Angka mortalitas tumor
testis didapatkan menurun sampai 50% jika dibandingkan 30 tahun yang lalu
karena sarana diagnosis yang lebih baik, penanda tumor ditemukan, adanya
regimen kemoterapi dan radiasi serta teknik pembedahan yang lebih baik.
1
ICSH yang merangsang sel leydig membentuk testosteron, DHT, dan estradiol.
Testosteron, DHT, dan estradiol dan zat yang disekresi oleh tubular akan
menghambat sekresi ICSH dan FSH sehingga terjadi sistem umpan balik yang
mengatur kadar testosteron dalam sirkulasi darah.
Spermatogenesis dimulai sejak pubertas. Sel-sel spermatogonia yang
berada di tubulus seminiferus mulai berproliferasi (mitosis). Sel-sel tersebut
berkembang menjadi spermatosis primer. Spermatosit primer akan menjalani
pembelahan miosis sehingga terbentuk dua spermatosit sekunder. Masing-masing
spermatosit
sekunder
akan
menjalani
pembelahan
miosis
kedua
yang
bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju
ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan dari
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat membentuk
cairan semen.
2.2
Definisi
Tumor testis merupakan jenis tumor maligna yang paling sering terjadi
pada pria berusia 15-35 tahun (Brunicardi et al, 2010). Tumor ini ditandai dengan
massa padat asimtomatik tanpa nyeri pada testis.
2.3
pria/tahun. Peningkatan insidensi tumor testis dideteksi terutama pada tahun 19701980-an dan semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir.
American Cancer Society menyebutkan terjadi 8.400 kasus baru tumor
testis di Amerika Serikat selama tahun 2009 dan diduga pada tahun 2013 akan
didiagnosis 7.920 kasus baru tumor testis. Diduga setiap tahunnya, 9.000 kasus
baru tumor testis didiagnosis di Amerika Serikat. Sejak tahun 2002-2006, median
usia ketika pasien didiagnosis adalah 34 tahun. Terjadi peningkatan insidensi
kasus di antara tahun 1988-2001 yang mencapai 100%. Diagnosis tumor testis
seminoma meningkat mencapai 124% selama periode itu sedangkan nonseminoma mencapai 64%. Resiko mortalitas dari tumor testis sangat rendah,
mencapai 1:5.000 dikarenakan terapi yang meningkatkan usia harapan hidup.
2.4
Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik dan
infeksi virus HIV diduga memengaruhi terjadinya tumor ini (American Cancer
Society, 2012). Penderita kriptokismus atau bekas kriptokismus memiliki resiko
lebih tinggi untuk terjadinya tumor testis ganas (Sjamsuhidajat dan de Jong,
2004). Kriptokismus yang merupakan ekspresi disgenesia kelenjar gonad
berhubungan dengan suatu transformasi ganas. Selain itu, penggunaan hormon
dietilstilbestrol (DES) oleh ibu pada kehamilan usia dini meningkatkan resiko
malignansi pada alat kelamin bayi saat usia dewasa muda (Sjamsuhidajat dan de
Jong, 2004).
2.5
Patofisiologi
Penyebab terjadinya tumor testis sampai saat ini tidak diketahui. Terkait
apoptosis sel germinal akibat efek onkogenik dari CCND2. Hal ini membentuk
terjadinya reinisiasi siklus sel dan genomik yang tidak stabil. Gen lain juga dapat
menimbulkan efek pada perkembangan tumor testis, walaupun pengaruhnya
sangat lemah.
Faktor genetik juga diduga memainkan peranan penting pada tumor testis
dikarenakan pada fakta bahwa terjadi suatu peningkatan insidensi di dalam
keluarga pasien tumor testis dibandingkan populasi pada umumnya. Sekitar 2%
pasien tumor testis menyebutkan peningkatan kejadian, pada anak dari penderita
resiko terjadinya antara 4-6% sedangkan pada saudara seayah seibu peningkatan
resiko berkisar antara 8-10%.
Kegagalan penurunan testis ke dalam skrotum (kriptokismus atau
undesensus testis) meningkatkan resiko berkembangnya tumor testis sampai
beberapa kali lipat. Kriptokismus yang merupakan ekspresi disgenesia kelenjar
gonad berhubungan dengan suatu transformasi ganas. Selain itu, penggunaan
hormon dietilstilbestrol (DES) oleh ibu pada kehamilan usia dini meningkatkan
resiko malignansi pada alat kelamin bayi saat usia dewasa muda (Sjamsuhidajat
dan de Jong, 2004).
2.6
Klasifikasi
95% dari tumor testis primer berasal dari sel germinal, sisanya berasal dari
non germinal (Purnomo, 2009). Menurut WHO, tumor germinal testis terdiri atas
seminoma dan non seminoma. Tumor seminoma, yang meliputi sekitar 40% dari
tumor ganas testis, terbagi menjadi tiga, antara lain klasik, spermatositik, dan
anaplastik. Sedangkan tumor non seminoma terbagi menjadi karsinoma sel
embrional, korio karsinoma, teratoma, dan tumor yolk sac.
Tumor seminoma didominasi oleh jenis klasik seminoma, yang mencapai
95% dari jenis tumor testis seminoma. Jenis tumor ini biasanya terjadi pada pria
berusia 25-45 tahun (American Cancer Society, 2012). Jenis spermatositik
biasanya terjadi pada pria berusia lebih dari 65 tahun dan sangat jarang
ditemukan. Jenis ini tumbuh lebih lambat dan lebih jarang bermetastasis
dibandingkan jenis klasik seminoma.
10
Tumor non germinal testis terdiri atas tumor sel leydig, tumor sel sertoli,
tumor sel granulosa, fibroma, dan gonadal stromal tumor (Albers et al, 2012).
Tumor sel leydig paling sering timbul pada orang dewasa, namun dapat juga
timbul pada anak-anak. Tumor ini biasanya jinak, namun sulit untuk
memperkirakan kemungkinan adanya keganasan. Tumor sel sertoli dapat timbul
pada setiap usia, termasuk pada janin, namun tumor-tumor ini biasanya jinak
walaupun 10% dari insidensi tumor memperlihatkan keganasan (Price dan Wilson,
2005).
2.7
Stadium Tumor
Berdasarkan sistem klasifikasi TNM, penentuan T dilakukan setelah
TNM
T
Tis
T1
T2
11
II
albuginea/epididimis
Funniculus spermaticus
Skrotum
Penyebaran ke kelenjar
T3
T4
N
limfe
II A
II B
II C
III
regional
N1
N2
(retroperitoneal)
Tunggal; 2 cm
Tunggal 2-5 cm; multipel
N3
5 cm
Tunggal atau multipel > 5
M1a
cm
>10 cm
Penyebaran
M1b
kelenjar retroperitoneal
Metastasis
hematogen
di
atas
12
Tabel 2.2 Sistem TNM (2009) pada tumor testis dengan keterangan tambahan pada
penanda tumor (S)
13
Gejala pada pasien diawali dengan pembesaran testis yang tidak nyeri.
Teraba massa di skrotum unilateral dan tidak nyeri. Asal massa skrotum harus
segera ditentukan karena kebanyakan massa yang tumbuh dalam atau berasal dari
testis merupakan keganasan sedangkan massa ekstratestikular biasanya jinak
(Price dan Wilson, 2005). Massa testikular juga sering menyebabkan bias yang
disebabkan oleh epididimitis atau orkitis, akan tetapi jika pemberian antibiotik
tidak mengurangi massa, dianjurkan untuk mengadakan USG. 20% dari kasus
menunjukkan gejala awal pasien adalah nyeri pada skrotum. Ginekomastia
muncul pada 7% pasien dan lebih sering terjadi pada tumor testis non-seminoma
(Albers, 2012).
Gejala tanda tanda lain seperti nyeri pinggang, dispnea atau batuk, nyeri
kepala, dan ginekomastia merupakan petunjuk adanya metastasis yang luas
(Sjamsuhidajat dan de Jong, 2004). Nyeri pinggang terjadi pada 11% pasien
(Albers, 2012). Metastasis paraaorta yang luas menyebabkan perut menjadi
kembung, dengan atau tanpa nyeri pinggang. Metastasis di paru kadang luas dan
cepat sehingga terjadinya sesak napas. Gonadotropin yang disekresi oleh sel
tumor menyebabkan ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari
beredarnya kadar HCG di dalam sirkulasi sistemik yang terdapat pada
koriokarsinoma maupun tumor sel leydig. Tumor sel leydig dapat mensekresi
androgen atau estrogen yang menyebabkan timbulnya ginekomastia pada anak
laki-laki (Price dan Wilson, 2005). Kadang keadaan umum merosot cepat dengan
penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri
saat palpasi, dan tidak menunjukkan tanda transluminasi. Perlu diperhatikan
adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis, massa di abdomen,
benjolan kelenjar supraklavikuler, atau ginekomasti.
2.9
Pemeriksaan Penunjang
2.9.1
Penanda Tumor
Pada karsinoma testis germinal, penanda tumor bermanfaat untuk
14
prognosis tumor testis (Purnomo, 2009). Penanda tumor wajib diperiksa preorkidektomi, 24 jam setelah orkidektomi, dan pemeriksaan serial setiap minggu
sampai diketahui normal (SIGN, 2011). Penanda tumor yang paling sering
diperiksa antara lain:
1. FP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang merupakan
homolog albumin dan berperan sebagai protein carrier pada fetus (SIGN,
2011). AFP diproduksi oleh karsinoma embrional, teratokarsinoma, atau
tumor yolk sac (tumor non-seminoma); tetapi tidak diproduksi oleh
koriokarsinoma murni dan seminoma murni. Peningkatan AFP juga dapat
terjadi pada karsinoma sel hepar dan kanker gastrointestinal yang lain
(SIGN, 2011). Penanda tumor ini memiliki masa paruh waktu 5-7 hari.
2. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein hormon
yang pada keadaan normal diproduksi oleh jaringan plasenta dan trofoblas.
Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pada 4060% pasien karsinoma embrional, dan 5-10% pasien seminoma murni.
HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.
3. LDH (Lactate Dehydrogenase) adalah enzim intraseluler yang terdapat
pada hampir semua sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi
dijumpai pada jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak, dan sel darah merah.
Walaupun kurang spesifik, LDH merupakan penanda yang berguna
terutama pada stadium seminoma dan non-seminoma pada tumor testis.
Peningkatan LDH menunjukkan metastasis yang luas pada tumor testis.
15
16
2.9.2
Pencitraan
Pemeriksaan ultrasonografi bermanfaat untuk membedakan dengan jelas
lesi intra atau ekstratestikuler dan massa padat atau kistik, namun pemeriksaan
ultrasonografi tidak dapat memperlihatkan tunika albuginea, sehingga tidak dapat
menentukan stadium tumor testis. Pemeriksaan USG yang menunjukkan adanya
tumor testis tanpa peningkatan penanda tumor seperti AFP, HCG, maupun LDH,
diagnosis ditegakkan melalui biopsi testis.
Hasil fals positif sering muncul pada berbagai macam kondisi, misalnya
rete testis yang berdilatasi yang terlihat seperti massa pada testis; infark testis juga
dapat memperlihatkan tanda hipoechoic dan terlihat seperti proses malignansi
tumor (Light et al., 2013)
17
Gambar 2.7 Tumor Testis yang muncul sebagai massa hipoechoic pada USG (Medscape, 2012)
18
2.9.3
Histopatologi
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi yang
diambil dari orkidektomi. Setiap benjolan testis yang tidak hilang setelah
pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu harus dicurigai dan dibiopsi. Biopsi
dilakukan dari testis yang didekati melalui sayatan inguinal. Testis diinspeksi dan
dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan klem untuk mencegah
penyebaran hematogen dan limfogen. Biopsi tidak boleh diadakan langsung
melalui kulit skrotum karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor
dengan implantasi lokal atau penyebaran ke regio inguinal (Brunicardi et al.,
2010). Bila ganas, dilakukan orkidektomi yang disusul dengan pemeriksaan luas
untuk menentukan jenis tumor, derajat keganasan, dan luasnya penyebaran. Luas
penyebaran limfogen ditentukan melalui diseksi kelenjar limfe retroperitoneal
secara transabdomen (Sjamsuhidajat dan de Jong, 2004).
2.10
Diagnosis Banding
Diagnosis banding meliputi semua benjolan di dalam skrotum yang
berhubungan dengan testis, seperti hidrokel, epididimitis, orkitis, atau cedera pada
testis. Transluminasi, ultrasonografi akan sangat berguna untuk membedakan
tumor dari kelainan lain; selain karena tumor testis dapat disertai dengan hidrokel,
dan karena itu membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sjamsuhidajat dan De
Jong, 2004).
19
2.11
Penatalaksanaan
20
21
Tabel 2.7 Guideline Terapi pada Tumor Germinal Testis (Albers et al, 2011)
Setelah dilakukan terapi, baik pada seminoma dan non seminoma
dianjurkan untuk pemeriksaan berkala, baik pemeriksaan fisik, penanda tumor,
22
USG, dan foto dada. Untuk pemeriksaan fisik dan penanda tumor minimal empat
kali dalam setahun, di dalam dua tahun pertama setelah terapi. Untuk tahun-tahun
selanjutnya sampai 10 tahun ke depan minimal kontrol berkala sekali dalam
setahun. Untuk foto dada dan USG dilakukan minimal dua kali dalam setahun
dalam dua tahun pertama.
2.11.3 Tumor Non Germinal
Untuk tumor testis non germinal, baik tumor sel leydig, tumor sel sertoli,
dan lainnya, direkomendasikan untuk melakukan organ sparing-procedure pada
lesi intraparenkimal untuk menegakkan diagnosis histologis., terutama pada
pasien dengan ginekomastia dan disorder hormonal, diagnosis non-germinal
tumor testis harus dipertimbangkan dan orkidektomi tanpa pertimbangan
sebaiknya dihindari.
Jika terdapat tanda-tanda keganasan, terutama pada pasien yang lebih tua,
orkidektomi dan RPLND sangat direkomendasikan untuk menghindari terjadinya
metastasis. Tumor non-germinal yang ganas, yang sudah bermetastasis ke
limfonode, paru, hati, dan tulang tidak terlalu merespon baik terhadap kemoterapi
maupun radioterapi dan prognosisnya kurang baik (Albers et al, 2011).
2.12
Prognosis
Pada umumnya, prognosis tumor ini adalah baik, kecuali pada penderita
dengan metastasis jauh atau bila terdapat kekambuhan dengan penanda tumor
yang tinggi. Pada prognosis baik, 5-years survival rate dapat mencapai 91%,
prognosis sedang 79%, dan prognosis buruk 48% (American Cancer Society,
2012).
23
24
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
Albers, P., et al. 2012. Guidelines on Testicular Cancer from European
Association
of
Urology,
diunduh
dari
www.uroweb.org/gls/pdf/10_Testicular_Cancer.pdf
American Cancer Society. 2012. Testicular Cancer. Diunduh dari
www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003142-pdf.pdf
Brunicardi F.C., et al. 2010. Schwartzs Principle of Surgery Ninth Edition. USA:
The McGraw Hill Companies.
Light D., et al. 2013. Malignant Testicular Tumor Imaging. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/381007-overview#a22
National Academy of Clinical Biochemistry. Guidelines for the Use of Tumor
Markers in Testicular Cancer. NACB: Practice Guidelines and
Recommendations for Use of Tumor Markers in The Clinic. Diunduh dari
www.aacc.org/SiteCollectionDocuments/NACB/LMPG/tumor/chp3a_testic
ular.pdf
Oliver, R.D.T et al. Randomized Trial of Carboplatin Versus Radiotherapy for
Stage I Seminoma: Mature Results on Relapse and Contralateral Testis
Cancer Rates in MRC TE19/EORTC 30982 Study. J Clin Oncol 28:1-7,
2011
Price S.A dan Wilson L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Purnomo, B. 2009. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Sachdeva,
K.,
et
al.
2012.
Testicular
Cancer,
diunduh
http://emedicine.medscape.com/article/279007-overview#a0199
dari
26