PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa hewan laut seperti beberapa jenis cumi-cumi dan ubur-ubur
menghasilkan pendaran cahaya dari organ cahaya di tubuhnya. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa terdapat banyak bakteri dalam organ yang
yang mengeluarkan cahaya tersebut. Sehingga disimpulkan terdapat
simbiosis antara bakteri dan hewan laut tersebut. Bakteri tersebut
mengalami bioluminesensi. Bioluminesensi adalah emisi cahaya yang
dihasilkan oleh makhluk hidup karena adanya reaksi kimia tertentu.Hingga
saat ini, bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai
macam makhluk hidup seperti cendawan, bakteri, dan organisme di
perairan, namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan
vertebrata terestrial, amfibi, dan mamalia.
Pada bioluminensi terdapat reaksi kimia tertentu yang mampu
menghasilkan emisi cahaya. Emisi berupa cahaya tersebut dapat
bermanfaat bagi kehidupan organism itu sendiri maupun bersimbiosis
dengan organism lain sehingga organism lain memperoleh manfaatnya.
Dengan pemyusunan makalah ini akan lebih menambah wawasan
tentang bioluminensi serta dapat memanfaatkan bagi kehidupan manunia.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian bioluminesensi?
2. Bagaimanakah habitat dan taksonomi bakteri bioluminesensi?
3. Bagaimanakah reaksi bioluminesensi pada bakteri?
4. Apakah aplikasi pemanfaatan bioluminesensi bagi kehidupan?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian bioluminesensi
2. Mengetahui habitat dan taksonomi bakteri bioluminesensi
3. Memahami reaksi bioluminesensi yang terjadi pada bakteri
4. Dapat memanfaatkan bioluminesensi bagi kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bioluminesensi
Bioluminesens berasal dari kata bio (hidup) dan luminesence (emisi cahaya).
Bioluminesensi merupakan emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup karena
adanya
reaksi
kimia
tertentu.
bakteri obligat, memerlukan suplemen gizi khusus, yang hanya disediakan oleh
tubuh inangnya. Meskipun kehadiran bakteri obligat telah terdeteksi, namun tidak
dapat dipisahkan dari organisme inangnya, oleh karena itu tidak dapat
dibudidayakan di laboratorium untuk studi lanjut.
Bakteri bioluminesensi digolongkan menjadi tiga genus yaitu Photobacterium,
dalam Photobacterium dan Vibrio, dan spesies yang hidup di darat digolongkan ke
dalam Photorhabdus (sebelumnya ditetapkan sebagai Xenorhabdus). Spesies
dalam genus Photobacterium umumnya bersimbiosis di dalam organ tubuh yang
menghasilkan cahaya pada hewan laut, sedangkan spesies Vibrio hidup bebas di
laut. Beberapa bakteri ini bersifat parasit, diantaranya Photobacterium dan Vibrio
menginfeksi crustacea laut, dan Photorhabdus menginfeksi serangga, seperti ulat,
dengan nematoda sebagai inang perantara untuk bakteri. Selain itu, bakteri yang
hidup bebas dan tersebar di lautan sering ditemukan di saluran usus dan
permukaan kulit di hampir semua hewan laut sebagai parasit non-spesifik.
Setiap spesies bakteri bioluminesensi ini berbeda satu dengan yang lainnya,
Bakteri
Reaksi yang menyebabkan terjadinya pendaran pada bakteri adalah
sebagai berikut:
3
mengalami
perubahan
warna.
Flavin
reduktase
dapat
mengkatalisis reduksi FMN menjadi FMNH2 sehingga substrat tersedia terusmenerus karena diregenerasi. Yang terakhir adalah enzim aldehida
dehidrogenase yang berperan dalam degradasi senyawa aldehida.
D. Fungsi Bioluminesensi
Boiluminesensi pada makhluk hidup memiliki beberapa fungsi diantaranya
adalah :
1.
Pertahanan diri
Setiap makhluk hidup yang mampu menghasilkan luminesensi untuk tujuan
Predasi
Selain sebagai mekanisme pertahanan, bioluminesensi pada makhluk
Sinyal kawin
Berbagai spesies kunang-kunang memanfaatkan bioluminesensi sebagai
sinyal kawin. Setiap spesies memiliki pola dan warna pendaran yang berbeda.
Umumnya, kunang-kunang jantan yang terbang rendah akan memulai
memancarkan pendaran untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Selanjutnya,
dalam kurun waktu tertentu kunang-kunang betina akan membalas sinyal
tersebut dengan pola pendaran spesifik yang berbeda. Salah satu kunangkunang dari genus Photuris dapat meniru dan menghasilkan pendaran yang
sama seperti yang dimiliki spesies kunang-kunang lainnya. Akibatnya
pejantan atau betina dari spesies lain dapat salah mengenali dan mendekati
Photuris. Hal ini dimanfaatkan Photuris untuk memangsa spesies kunang6
yang
bioluminesensi
disebut
untuk
Odontosyllis
menarik
enopla
pasangannya.
juga
Cacing
menggunakan
betina
akan
DAFTAR PUSTAKA
Lin, Leo Yen-Cheng dan Edward A. Meighen. 2001. Bacterial Bioluminescence
(Biochemistry and Molecular Biology). www.photobiology.info/Lin.html.
Diakses pada Tanggal 21 September 2012.
Nunes-Halldorson,
Vnia
da
Silva
dan
Norma
Letcia
Duran.
2003.
10