KLARIFIKASI ISTILAH
1.1.Alloanamnesa
Alloanamnesa adalah bagian dari anamnesa (sejarah kasus pasien
secara medik atau psikiatrik) yang berarti anamnesis yang dilakukan
kepada keluarga, saudara, atau teman dekat keluarga atau pasien agar
mendapatkan informasi tentang:
1) Gejala gangguan saat ini.
2) Riwayat gangguan medic atau prikiatrik sebelumnya.
3) Riwayat penyakit keluarga.
4) Silsilah keluarga.
5) Riwayat penyakit penderita.
Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29
1.2.
Batuk
Ekspulsi udara yang tiba-tiba keluar dari paru yang biasanya berisik
demi menjaga jalan udara paru dari benda asing.
Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29
1.3.
Pilek
Temperature, aktivitas fisiologik, atau pada radioaktivitas rendah
yang dapat disebabkan oleh faktor infeksi seperti virus, infeksi, bakteri dan
non infeksi seperti reaksi alergi.
Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29
1.4
Diare
Frekuensi pengeluaran feses yang tidak normal.
Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29
Sedangkan menurut Keperawatan Medical Bedah, diare adalah kondisi
dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidk biasa (lebih dari 3 kali sehari)
1.5
1.6.
1.7.
Epigastrium
Daerah perut bagian tengah dan atas yang terletak antara angulus sterni
(Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Ed. 2)
1.8.
1.9.
Ikterik
Keadaan dimana terjadi penimbunan pigmen empedu tubuh yang
menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning seperti aorta dan
sklera
Referensi: Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 29
Ikterik
Keadaan dimana jaringan terutama kulit dan sclera mata menjadi kuning
akibat deposisi bilirubin ( Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan
Ed. 2)
1.10.
Mantri
Nyeri
Sensasi nyeri sakit atau rasa tak nyaman yang lebih atau kurang
terlokalisasi akibat rangsangan pada ujung-ujung saraf khusus. (Kamus
Kedokteran Dorland, Edisi 31)
Nyeri
Pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya kerusakan actual maupun potensial atau menggambarkan
kondisi terjadinya kerusakan ( International Association for Study of Pain)
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Sebutkan macam mikroba dan parasit penyebab demam!
2. Faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran parasit penyebab
demam.
3. Cara penularan mikroba penyebab demam
4. Cara pengobatan penayakit demam
5. Ciri khas eksotoksin dan endotoksin
6. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
7. Mengapa saat efek obatnya hilang, Syamil kembali demam?
8. Bagaimanakah teknik pemeriksaan rample leed?
9. Berapakah tekanan darah normal?
10. Berapakah denyut nadi normal?
11. Berapakah frekwensi pernafasan normal?
BAB III
ANALISIS MASALAH
3.1 Macam mikroba dan parasit penyebab demam
Jenson & Baltimore (2007) dan Gelfand et al. (2014) menyatakan bahwa
macam mikroba dan parasit penyebab demam diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Macam mikroba
Macam mikroba penyebab demam terdiri bakteri, virus dan jamur :
a) Macam bakteri
Salmonella typhi penyebab penyakit typus/tifoid
Streptococcus pnemoniae penyebab pneumonia dan menginitis
Escherichia coli penyebab infeksi saluran kencing
Neisseria meningitidis (meningococcus) penyebab menginitis
b) Macam virus
Virus dengue penyebab DBD
Virus hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E
penyebab penyakit hepatitis
Human Immunodeficiency Virus penyebab AIDS
c) Macam jamur
Coccidioides immitis penyebab infeksi pernapasan
Criptococcosis neoformans penyebab infeksi
2. Macam parasit
Parasit Plasmodium ovale penyebab malaria
3.2. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Malaria
Menurut Sudoyo (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran malaria
adalah :
1) Lingkungan fisik, yang terdiri dari :
a. Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau
masa inkubasi ektrinsik. Masa inkubasi ekstrinsik adalah mulai saat
masuknya gametosit kedalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium
sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya sporozoid yang kemudian
masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa
inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu
26,7C masa inkubasi ekstrinsik untuk setiap Plasmodium malariae adalah
14
hari.
Masa
waktu
mulai
masuknya
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangrove), ganggang dan
berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva
nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau
menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air
merupakan indikator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu. Tanaman air bukan saja
menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan
suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam
(Heteromorpha) dan lumut sutera ( Enteromorpha) kemungkinan dilagun
tersebut ada larva A. Sundaicus. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva
seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax Panchax sp), Gambusi sp,
Oreochromisniloticus (nila merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan
mempengaruhi populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar
seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada
manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan diluar rumah, tetapi tidak
jauh dari rumah atau cattle barrier.
4) Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan
faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut
malam, dimana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar
jumlah gigitannyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan
penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya berbeda sesuai dengan
perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan
malaria.
3.3. Cara penularan mikroba penyebab demam
Sebagai contoh adalah cara penularan bakteri Salmonella typhi penyebab
penyakit typus/tifoid. Penularan penyakit ini dapat melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses (tinja) (Rakhman et al., 2009).
5F
Food (makanan)
Fingers (jari tangan / kuku)
leukosit < 2000 ul. Bila pasien alergi, dapat diberikan golongan penisilin atau
kotrimoksazol.
2) Penurun panas
Penurun panas yang sering diberikan adalah paracetamol.
3) Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat diberikan pada demam tifoid yang berat.
4) Diet lunak rendah serat, dan makan makanan bergizi
Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah
mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi,
antara lain :
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan
dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke3 makanan biasa, dan seterusnya.
5) Pemberian cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi
Kadang makanan diberikan melalui infus sampai penderita dapat mencerna
makanan. Jika terjadi perforasi usus, diberikan antibiotik berspektrum luas
(karena berbagai jenis bakteri akan masuk ke dalam rongga perut) dan
mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk memperbaiki atau mengangkat
bagian usus yang mengalami perforasi.
3
Eksotoksin
Sumber bakterial
Sifat kimiawi
Toleransi
panas
Endotoksin
Protein
10
Imunologi
netralisasi
sulit
Spesifik bagi macam tertentu Berbagai efek , tetapi
Efek biologis
fungsi sel
kebanyakan
gejala
renjatan
(generalized
Dosis letal
berupa
acak
shock)
atau hipersensivitas
Jauh lebih
banyak
Sangat sedikit
dibandingkan
dengan
eksotoksin
Nilai Normal
Compos Mentis
120/80 mmHg
Hipotensi*
16-24 kali/menit
Normal
Kecepatan
Pernapasan
kali/menit
24
Intepretasi
36,5 37,2 0 C
60
kali/menit
-
100
Memiliki
tingkat
kesadaran penuh
Demam
Tinggi
(Hipertermi)
Takikardi*
Pada
pertama
terdeteksi
minggu
belum
adanya
pendarahan
11
subkutis
7
Mengalami
Hepatomegali
Keterangan :
*Hipotensi dikarenakan terjadinya vasodilatasi pembuluh kapiler akibat
mediator mediator inflamasi sehingga hipotensi membuat perfusi O 2
terganggu
*Takikardi meruapakn respon tubuh terhadap terganggunya perfusi O2 ke
jaringan , menyebabkan peningkatan curah jantung
12
Denyut/menit
100-180
100-220
13
3 bulan- 3 tahun
2 tahun- 10 tahun
10 tahun- dewasa
(Mary E Muscari, 2005)
80-150
70-110
55-90
Frekwensi/menit
30 -50
20-30
20-28
12-20
14
BAB IV
SISTEMATIS MASALAH
15
16
17
BAB V
SASARAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa dapat memahami mekanisme demam pada skenario.
2. Mahasiswa dapat memahami mengapa demam Syamil dapat naik lagi
setelah diberi obat.
3. Mahasiswa dapat memahami tipe tipe demam yang berkaitan dengan
skenario.
4. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat dari demam.
5. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi lain dari demam.
6. Mahasiswa dapat mengetahui macam macam obat penurun demam dan
obat pilihan untuk demam.
7. Mahasiswa dapat mengetahui kompres yang sesuai dengan demam pada
skenario.
8. Mahasiswa dapat mengetahui efek samping dari obat.
9. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu GCS (Glasglow Coma Scale).
10. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami anamnesis.
11. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Test Rumple leed.
12. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami perbedaan dari demam
tifoid, demam berdarah dan demam malaria.
13. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari epikstaksis anterior dan
posterior.
14. Mahasiswa dapat mengetahui dan menjelaskan efek farmakokinetik,
farmakodinamik, dan efek samping dari Parasetamol, Ibuprofen dan
Salisilat.
BAB VI
BERBAGI INFORMASI
6.1.
18
saat
dehidrasi terjadi, tubuh tidak hanya kehilangan air tetapi juga kehilangan elektrolit
dan glukosa. Tubuh akan langsung merespons dehidrasi awal (kehilangan sekitar
2% cairan tubuh), yaitu mulanya adalah rasa haus yang teramat sangat, mulut dan
lidah kering, air liur pun berkurang, begitupun produksi kencing pun menurun.
Apabila hilangnya air meningkat menjadi 3-4% dari berat badan, terjadi
penurunan performa tubuh. Suhu tubuh menjadi naik menjadi demam, biasanya
diikuti meriang. Tubuh menjadi sangat tidak nyaman, nafsu makan hilang, kulit
kering dan memerah, serta muncul rasa mual (Sumarno, 2002).
6.2. Demam Syamil naik lagi
Hal tersebut dapat terjadi karena :
1) Yang diberikan kepada Syamil adalah obat penurun panas berupa obat
analgetik-antipiretik yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan
prostaglandin, sehingga setiap minum obat tersebut panas akan turun.
Akan tetapi setelah konsentrasi antipiretik turun, maka efek hambatan
terhadap pembentukan prostaglandin juga rendah. Sehingga panas badan
akan meningkat lagi selang beberapa saat karena pembentukan
prostaglandin terus berlangsung selama penyebab terjadinya infeksi belum
diatasi. Jadi demam akan muncul lagi begitu efek obat penurun panasnya
hilang (Nadesul, 2008).
2) Bila dikaitkan dengan dosis pemberian obat, menurut Smith & Davidson
(2009) dosis obat pada anak lebih tepat jika dihitung dengan berpatokan
pada berat badan (bukan usia), seperti misalnya Parasetamol dengan dosis
10 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam. Sehingga bisa saja dosis yang diberikan
19
oleh mantri untuk Syamil terlalu rendah, sehingga efek penurun panasnya
cepat hilang, yang mengakibatkan demam akan cepat muncul lagi.
Pemberian obat jenis simptomatik
Menurut Sumarno (2002) dan Nadesul (2008) obat simptomatik
merupakan obat untuk untuk meredakan keluhan dan gejala penyakitnya saja, dan
tidak
bahwa keluhan penyakit biasanya mereda begitu meminum obat simptomatik anti
demam, akan tetapi obat jenis ini sebetulnya tidak begitu diperlukan, oleh karena
bukan jenis obat yang dapat meniadakan penyebabnya. Obat simptomatik hanya
dapat mengusir asapnya, tetapi tidak dapat memadamkan api penyakitnya. Jadi
obat simptomatik boleh diberikan, boleh juga tidak diberikan, karena yang dapat
menyembuhkan penyakitnya adalah obat jenis kausatif seperti antibiotika.
Oleh karena itu, yang harus dilakukan untuk menyembuhkan penyakitnya
adalah dengan memberikan obat kausatif yang cocok dan sesuai dengan hasil
diagnosis penyakit yang dideritanya (Nadesul, 2008).
6.3. Tipe-tipe demam
Beberapa tipe demam yang biasa dijumpai antara lain ( Nelwan, 2007) :
1)
Demam septik, pada tipe ini suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal
pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila
demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga
demam hektik.
2) Demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat
dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat
pada demam septik.
3) Demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua
hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara
dua serangan demam disebut kuartana.
20
21
2) Sakit Kepala
3) Nyeri di belakang mata
4) Rasa nyeri pada otot tubuh
5) Tulang terasa nyeri
6) Bercak merah dikulit (ruam)
7) Sel darah putih (Leukosit) menurun/ rendah
8) Munculnya tanda pendarahan
9) Uji serologi Dengue dinyatakan positif
10) Ada tetangga yang sudah positif terjangkit DBD
Fase dari demam berdarah itu sendiri memiliki tahapan yaitu masa inkubasinya
sekitar 5-9 hari, dimulai dari tahap infeksi sampai munculnya gejala. Selanjutnya
akan memasuki fase demam yang mana sudah muncul gejala sekitar 1-3 hari dan
pada hari ke 4-5 merupakan fase kritis. Jika sudah pada fase kritis tersebut korban
bisa mengalami kebocoran pembuluh darah kapiler.
22
23
24
Wilson, 2014).
25
26
27
28
berkhasiat
yang
tidak
menimbulkan
efek
negatif
bagi
29
berdasarkan
pengalaman
(Dwiyatmoko,
2001).
Menurut
30
Adapun beberapa resep obat herbalis lain yang dapat menurunkan demam
pada anak menurut Dalimartha (2008), diantaranya adalah :
1. Lempuyang Emprit (Zingiber amaricans)
a. Cuci bersih 10 gram umbi lempuyang emprit
b. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata.
c. Setelah dingin, peras, ambil sarinya.
d. Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.
e. Berikan 3 kali sehari.
2. Kunyit (Curcuma longa)
a. Cuci bersih 10 gram umbi kunyit.
b. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata.
c. Setelah dingin, peras, ambil sarinya.
d. Tambahkan dengan perasan 1/2 buah jeruk nipis.
e. Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.
f. Bagi menjadi 3 bagian campuran madu dan kunyit ini, kemudian berikan
3 kali sehari.
3. Pegagan (Centella asiatica L.)
a. Rebus 1 genggam pegagan segar dengan 2 gelas air hingga mendidih
dan airnya tinggal 1 gelas.
b. Bagi menjadi 3 bagian dan diminum 3 kali sehari.
4. Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.)
a. Cuci bersih 10 gram rimpang temulawak.
b. Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata.
c. Setelah dingin, peras, ambil sarinya.
d. Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.
e. Bagi menjadi 3 campuran madu dan temulawak, kemudian berikan 3
kali sehari.
5. Daun kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis)
31
32
Dosis
1/4 dosis anjuran
1/2 dosis anjuran
3/4 dosis anjuran
1 dosis anjuran
33
Nilai
Berorientasi baik
jelas dan
Ikut perintah
nyeri)
Fleksi abnormal (dekortikasi: tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
35
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri)
emergensi
yang
sulit
dipertahankan
keselamatannya.
Gambar 1. Sebuah tourniquet tes positif di sisi kanan pasien dengan demam
berdarah. Catatan : peningkatan jumlah petechiae .
Menurut WHO pada tes tourniquet dilakukan penghitungan jumlah petekie
dalam daerah seluas 1 inci 2 (1 inci = 2,5 cm) dimana saja yang paling banyak
petekienya termasuk di bawah fosa cubiti dan bagian dorsal lengan dan tangan.
Dalam klinik untuk mempermudah penghitungan digunakan plastik transparan
37
dengan gambaran lingkaran beridameter 2,8 cm atau bujur sangkar dengan ukuran
2,5 cm x 2,5 cm.
Dengan demikian lingkaran atau bujur sangkar tersebut dapat dengan
mudah digeserkan di seluruh permukaan kulit dan dicari daerah di mana petekie
paling banyak. Dalam menilai kenaikan hematokrit harus diingat pula pengaruh
adanya anemi, perdarahan dan pemberian terapi cairan dini. Untuk membuktikan
adanya kebocoran plasma dapat pula dicari efusi pleura pada pemeriksaan
radiologik atau adanya hipoalbuminemi. Dalam pengalaman klinik ternyata tidak
selalu semua kriteria WHO tersebut dipenuhi. Hemokonsentrasi baru dapat dinilai
setelah pemeriksaan serial hematokrit sehingga pada saat penderita pertama kali
datang belum dapat ditentukan adanya hemokonsentrasi atau tidak.
Secara umum langkah-langkah tes tourniquet dapat dibagi dalam 3 tahap
utama yaitu :
1. Pra Analitik
a.
b.
c.
2. Analitik
Cara kerja :
a.
Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Carilah tekanan sistolik (TS)
dan tekanan diastolik (TD).
b. Buat lingkaran pada bagian volar lengan bawah : (1) Radius 3 cm; (2)
Titik pusat terletak 2 cm dibawah garis lipatan siku
c.
d.
3.
Pasca Analitik
Nilai rujukan :
< 10
normal (nagatif)
38
10 20
dubia (ragu-ragu)
> 20
abnormal (positif)
anamnesis
dan
akan
dilaksanakan
terus
selama
melakukan
39
tertentu
kemudian berinteraksi dengan reseptor yang ada pada makrofag dan monosit
serta sel-sel RES, maka akan dihasilkan IL-1, TNF, dan sitokin lainnya.
40
Selain itu, S. typhi juga menghasilkan sitotoksin, namun hanya sedikit sekali
(Dzen, 2003).
Patogenesis Salmonella typhi. Salmonella yang terbawa melalui makanan
ataupun benda lainnya akan memasuki saluran cerna. Di lambung, bakteri ini
akan dimusnahkan oleh asam lambung, namun yang lolos akan masuk ke
usus halus. Bakteri ini akan melakukan penetrasi pada mukosa baik usus
halus maupun usus besar dan tinggal secara intraseluler dimana mereka akan
berproliferasi. Ketika bakteri ini mencapai epitel dan IgA tidak bisa
menanganinya, maka akan terjadi degenerasi brush border. Kemudian, di
dalam sel bakteri akan dikelilingi oleh inverted cytoplasmic membrane mirip
dengan vakuola fagositik (Dzen, 2003). Setelah melewati epitel, bakteri akan
memasuki lamina propria. Bakteri dapat juga melakukan penetrasi melalui
intercellular junction. Dapat dimungkinkan munculnya ulserasi pada folikel
limfoid (Singh, 2001). Evolusi dari S. typhi sangat mengagumkan. Pada
awalnya S. typhi berpfoliferasi di Payers patch dari usus halus, kemudian sel
mengalami destruksi sehingga bakteri akan dapat menyebar ke hati, limpa,
dan sistem retikuloendotelial. Dalam satu sampai tiga minggu bakteri akan
menyebar ke organ tersebut. Bakteri ini akan menginfeksi empedu, kemudian
jaringan limfoid dari usus halus, terutamanya
mukosa akan memicu sel epitel untuk menghasilkan berbagai sitokin seperti
IL-1, IL-6, IL-8, TNF-, INF, GM-CSF (Singh, 2001). Patologi Salmonella
typhi di bagi menjadi 4 fase :
1) Fase 1 : hiperplasia dari folikel limfoid.
2) Fase 2 : nekrosis dari folikel limfoid pada minggu kedua yang
mempengaruhi mukosa dan submukosa.
3) Fase 3 : ulserasi sepanjang usus yang memungkinkan terjadinya
perforasi dan perdarahan.
4) Fase 4 : penyembuhan mungkin terjadi pada minggu keempat dan tidak
terbentuk striktur.
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik yang ditandai dengan demam
dan nyeri abdomen dan muncul akibat infeksi S. typhi dan S. paratyphi.
Gejala
klinis demam tifoid bervariasi dari asimtomatik, ringan, berat, bahkan sampai
menyebabkan kematian. Masa inkubasi S. typhi berkisar 3-21 hari dimana
durasinya merefleksikan ukuran inokulum dan kesehatan serta status imun
41
inang yang terinfeksi. Gejala klinis yang umum adalah demam yang panjang
(38,8 -40,5C). Demam ini dapat berkelanjutan selama empat minggu
jika tidak segera ditangani. Keluhan nyeri abdomen hanya berkisar 30-40%
dari penderita yang menderita demam tifoid (Fauci, 2008).
Pada minggu pertama, keluhan yang dapat muncul sangat umum, seperti
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare, perasaan tidak enak pada perut, batuk, dan epistaksis. Jika
dilakukan pemeriksaan fisik, hanya dapat ditemukan suhu tubuh yang
meningkat. Di minggu kedua gejala mulai lebih menonjol, yakni demam,
bradikardi relatif, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium,
atau psikosis (Sudoyo, 2006).
b. Demam Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari
genus Plasmodium, yang ditularkan melalui
ini
sering
terjadi
pada
P.vivaxdan
P.ovale,
sedangkan
44
ini minimal dan sementara. Sebagian pasien sembuh spontan, atau setelah
periode singkat terapi cairan dan elektrolit. Pada kasus lebih berat, ketika
kehilangan banyak melampaui batas kritis maka syok pun terjadi dan
berkembang kearah kematian bila tidak ditangani dengan cepat.
5) Sindroma syok dengue didiagnosa bila memenuhi semua dari empat
kriteria untuk DBD ditambah bukti kegagalan sirkulasi ditandai dengan
nadi lemah dan cepat dan tekanan darah menurun menjadi <20 mmHg,
hipotensi, kulit lembab dan dingin, gelisah serta perubahan status mental.
6.13 Epitaksis depan dan belakang
Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar
melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun
karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada
hidung karena hidung punya banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan
tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi
merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena
bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat. Pada umumnya ini terjadi
pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitif, selain karena
pilek. Gangguan mimisan umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia.
Semakin tambah usia, pembuluh darah dan selaput lendir di hidungnya sudah
semakin kuat, hingga tak mudah berdarah. Epistaksis bukan suatu penyakit
melainkan gejala suatu kelainan.
Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan,
maka disebut 'mimisan depan' (epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan
merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak,
karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu
kuat. Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang
hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan
keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi
telentang atau tengadah. Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber
pedarahan. Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding
samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat : (1) Mengorek-ngorek hidung; (2) Terlalu lama
menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan ber AC; (3)
45
Terlalu
lama
terpapar
sinar
matahari;
(4)
Pilek
atau
sinusitis;
(5) Membuang ingus terlalu kuat. Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan
yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun
kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres hidung dengan
air dingin.
Beberapa
langkah
untuk
mengatasi
mimisan
depan
dapat
menimbulkan
gagal
napas
dan
kematian.
Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang
hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti
menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat
mulut.
Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan
Setelah
pembuluh
mimisan
darah,
berhenti,
tidak
sehingga
boleh
perdarahan
mengorek-ngorek
berkurang.
hidung
dan
adalah
pembuluh
darah
yang
cukup
besar.
46
tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah.
Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang
hidung.
Beberapa
(2)
Demam
penyebab
berdarah;
(3)
mimisan
Tumor
belakang
ganas
(1)
hidung
Hipertensi;
atau
nasofaring;
harus
segera
dibawa
ke
puskesmas
atau
RS.
adalah
operasi
untuk
mencari
pembuluh
darah
yang
Farmakodinamik
- Analgesik ringan-
Farmakokinetik
- Diabsorpsi
sedang
Efek samping
-Anemia hemolitik
cepat dan
pada pemakaian
sempurna
kronik
melalui saluran
Ibuprofen
cerna
- Diabsorpsi
Analgesik ringansedang
cepat pada
lambung
Salisilat
- Analgesik ringansedang
Pada
Eritemia kulit
Sakit kepala
trombosipenia
-Gangguan
pemberian
keseimbangan
oral, sebagian
asam basa
47
diabsorpsi
cepat dalam
bentuk utuh di
lambung, tetapi
sebagian besar
dalam darah
-Bersifat
hepatotoksik
-Memperpanjang
masa
pendarahan
di usus halus
bagian atas
Sumber : FK UI (2007); Hardman & Limbird (2014).
1)
Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik, dimana antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
Farmakodinamik : efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Mengurangi
suhu tubuh dengan mekanisme yang juga berdasarkan efek sentral seperti
salisilat.
Farmakokinetik : Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan
masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh.
Dalam plasma
Obat ini
Ibuprofen
Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat. Obat ini
bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek
analgesiknya sama seperti aspirin. Efek antiinflamasinya terlihat dengan dosis
1200-2400 mg sehari (Katzung, 2002).
Absorpsi ibuprofen dengan cepat melalui lambung dan kadar maksimum
dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2
jam. 99% ibuprofen terikat dalam protein plasma. Ibuprofen dimetabolisme
secara ekstensif via CYP2C8 (cytochrome P450, family 2, subfamily C,
48
Salisilat
Lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesic antipiretik dan
anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.
Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat
sejenis.
49
Aspirin tidak boleh diberikan pada pasien dengan kerusakan hati berat,
hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin K dan hemofilia, sebab dapat
menimbulkan perdarahan.
Farmakokinetik : Pada pemberian oral, sebagian salisilat diasorpsi dengan
cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus
bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian.
Kecepatan absorpsinya tergantung dari kecepatan disintegrasi dan dan
disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung.
Asam salisilat diabsorpsi cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai sebagai
obat gosok atau salep. Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit yang
luas.
Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan
cairan traseluler sehingga ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal,
cairan peritoneal, liur dan air susu. Mudah menembus sawar darah otak dan
sawar darah uri. Kira-kira 80% sampai 90% salisilat plasma terikat dalam
albummin. Aspirin diserap dalm bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam
salisilat terutama dalam hati, sehingga kira-kira 30 menit terdapat dalam
plasma.
51
52
BAB VII
PENUTUP
1.1.
Kesimpulan
Demam adalah peninggian suhu dari variasi suhu normal sehari
hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di
hypothalamus. Demam dapat disebabkan karena infeksi bakteri, virus,
maupun parasit. Dalam skenario demam disebabkan oleh infeksi virus
yaitu virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus. Penatalaksanaan
demam dapat dilakukan dengan pemberian kompres hangat dan pemberian
obat analgetik maupun antipiretik dengan memperhatikan farmakokinetik
dan farmakodinamiknya serta efek samping yang ditimbulkan.
1.2.
Saran
Sebagai mahasiswa kedokteran sebaiknya kita harus selalu aktif
mencari pengetahuan secara mandiri serta kritis dalam menggali
pengetahuan baru yang berhubungan dengan ilmu kedokteran. Setelah
kegiatan tutorial ini kita diharapkan memahami dan mengetahui berbagai
macam penyakit yang ditandai dengan keadaan demam serta menentukan
penatalaksanaan demam yang tepat. Selain itu, sebagai calon doter kita
juga harus selalu berusaha untuk selalu menjaga kesehatan diri maupun
lingkungan sekitar kita.
53
DAFTAR PUSTAKA
Brooks GF,Butel JS,Morse SA. (2005). Mikrobiologi kedokteran. Jakarta:
Salemba Medika, 2005: 317-27.
Bunn, H.F. (2014). Anemia. (p. 358-362). In: K.J. Isselbacher, E. Braunwald, J.D.
Wilson, J.B.
Martin, A.S. Fauci and D.L. Kasper. (ed). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dalimartha, S.,( 2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta: Pustaka
Bunda.
Davis, A.T. & Phair, J.P. (2004). The Biologic and Clinical Basis of Infectious by
Shulman, Phai, Sommer. 4th ed. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Declan, T. Wash. (1997). Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta:EGC
Depkes RI, 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Ditjen
P2M dan PLP, Jakarta
Dzen, Sjoekoer M., et al . (2003). Bakteriologi Medik, Ed. 1 .Malang: Bayumedia
Publishing,
Fauci, Anthony S, et al . (2008). Harrisons Principles of Internal Medicine, 17th
ed. USA : McGraw Hill CompaniesSudoyo A.W., (2006). Buku Ajar :
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI
FK UI. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes: Neurology. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Guyton, C. Arthur; Hall, E. John. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi
11. Jakarta:EGC
54
Hardman, J.G., & Limbird, L.E. (2014). Goodman & Gilman: Dasar
Farmakologi Terapi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harijanto, (2010). Malaria Dari Molekuler Ke Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Hartanto, S. (2003). Anak demam perlu kompres?. Harian Bali Post, 7 September
2003.
Hegner, B.R. (2003).
Asisten Keperawatan
Suatu Pendekatan
Proses
55
56