Anda di halaman 1dari 7

TK 4027

Kimia dan Teknologi Batubara

Torefaksi Biomassa Minyak Sawit dan Faktor yang


Mempengaruhinya : Review
Thomas Gunardi
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha 10, Bandung, Indonesia

INFO ARTIKEL
Keterangan artikel:
Ditugaskan pada 3 November 2014
Dikumpulkan pada 24 November
2014
Kata kunci:
Biocoal
Torefaksi
Minyak Sawit
Temperatur

ABSTRAK
Minyak sawit merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak dimiliki
oleh negara tropis seperti Indonesia. Penggunaan dari minyak sawit sudah
disadari oleh masyarakat namun belum banyak tereksploitasi dalam bidang
energi. Krisis energi yang semakin mendekat membuat energi alternatif dari
suatu negara menjadi hal mutlak yang harus dicapai. Torefaksi dari biomassa
minyak sawit merupakan salah satu cara untuk mendapatkan energi
alternatif mengingat kondisi operasi yang mudah dan rendah dari proses ini.
Hasil yang didapat dari proses ini adalah biocoal yang memiliki karakteristik
yang tidak kalah dengan batubara pada umumnya. Untuk mengoptimalkan
hasil yang didapat maka diperlukan studi yang lebih mendalam tentang faktor
yang mempengaruhi pada proses torefaksi ini.

1. Pendahuluan
Biomassa adalah sumber utama energi terbarukan
yang dapat diutilisasi sebagai bahan baku untuk
produksi biofuel untuk mencapai kebebasan suatu
negara dalam bidang energi . Indonesia adalah
produsen terbesar minyak sawit di dunia dengan
memproduksi 22,2 juta ton minyak , atau 48 % dari
total pasokan dunia [ 1 ] . Jenis biomassa yang
dihasilkan oleh industri kelapa sawit adalah sebagai
berikut yaitu tandan kosong buah atau empty fruit
bunches( EFB ) , serat mesocarp , kernel shells , daun
dan batang . EFB , serat mesocarp dan kernel shells
digunakan atau dibuang di pabrik kelapa sawit ,
sedangkan daun dan batang digunakan atau dibuang di
perkebunan . Sebagai salah satu produsen terbesar
dan dan pengekspor kelapa sawit, Indonesia memiliki
ketersediaan yang melimpah dalam biomassa kelapa
sawit sebagai sumber yang menjanjikan untuk bahan
baku lignoselulosa. Biomassa lignoselulosa memiliki
kadar air yang tinggi , kepadatan energi rendah dan
sulit untuk transportasi , ditangani , disimpan dan
dipakai langsung pada sistem pembakaran tanpa
pretreatment.

Pretreatment biomassa lignoselulosa adalah prosedur


dasar untuk mencapai efisiensi yang lebih untuk bahan
bakar yang ingin diproduksi atau dikonsumsi.
(Tabil,dkk., 2011). Sebagai contoh kadar air dari
biomassa lignoselulosa harus dikurangi untuk
meningkatkan efisiensi pembakaran dan mencegah
degredasi akibat mikroba saat penyimpanan. (Chin
dkk., 2012). Torefaksi adalah proses termokimia untuk
pretreatment biomassa dalam kisaran temperatur 200300 C [ 2] . Proses ini dilakukan tanpa adanya oksigen
untuk mencegah biomassa terbakar di bawah tekanan
atmosfer . Selama torefaksi , fraksi volatil moisture
yang
terikat dan tidak terikat serta komponen
organik yang memiliki volatilitas yang tinggi
dilepaskan dari biomassa . Selama torefaksi , kira-kira
25-30 % dari pengurangan massa terjadi dan sebagian
besar disebabkan oleh penguapan molekul yang
mengandung oksigen[ 10 ] . Kehilangan energi yang
berkaitan dengan hilangnya massa untuk produk yang
optimum adalah sekitar 10 % dari total kandungan
energi dalam bahan baku [ 3] .produk yang dihasilkan
muncul sebagai energy yang dipadatkan berwarna
coklat sampai hitam dengan fasa solid yang sangat
higroskopis. Produk torefaksi ini cukup mudah untuk

ditangani , disimpan dan dipindahkan dan yang paling


penting teknologi ini cocok untuk digunakan dalam
industri batubara sekarang.
Banyak peneliti telah melaporkan bahwa rentang
temperatur torefaksi untuk biomassa lignoselulosa
adalah 250-3000C [ 4-6] . Aziz dkk . telah melaporkan
bahwa torefaksi residu biomassa kelapa sawit
dipengaruhi oleh komposisi dan dekomposisi kimia
temperatur [ 7 ] . Chen dkk . menunjukkan bahwa
torefaksi pada 2300C memiliki dampak relatif kecil
pada dekomposisi komponen biomassa dasar . Namun,
karena temperatur meningkat menjadi 2600C,
sejumlah besar hemiselulosa membusuk , dan pada
2900C , hemiselulosa dalam jumlah yang lebih besar
dan selulosa terdekomposisi [ 8 ] . Selain itu, Yan dkk .
melaporkan bahwa peningkatan pada temperatur
torefaksi akan mengakibatkan penurunan dalam fraksi
massa dan peningkatan densifikasi biomassa yang
ditorefaksi, yang menghasilkan solid dengan
peningkatan C dan penurunan O dan volatile matter
[ 9 ] . Demikian pula , Deng dkk . juga melaporkan
bahwa peningkatan temperatur torefaksi mengarah ke
penurunan yield bio - char solid dan peningkatan pada
volatile
matter
termasuk
cairan
dan
gas
noncondensable[10].
Dalam makalah ini , tujuan utama penulis adalah untuk
membahas perilaku torrefaksi dengan variasi
temperatur yang sudah diteliti sebelumnya pada
biomassa minyak sawit dengan jenis TKS , PMF dan
PKS dan pengaruh sifat physiochemical mereka seperti
distribusi kehilangan massa , perubahan pada struktur
permukaan , massa dan energy yield dari biocoal.
Temuan dari penelitian ini diharapkan akan
bermanfaat bagi pemanfaatan biomassa residu ini
dalam produksi energi terutama dalam co-generation
proses pabrik kelapa sawit . Selain itu , Sifat
physiochemical dari biomassa yang sudah ditorefaksi
akan memberikan beberapa indikasi pada kesesuaian
bahan-bahan untuk proses termokimia lanjut seperti
pirolisis atau gasifikasi.
2.

pada

Gambar

1.

Gambar 1. Biomassa Minyak Sawit Jenis EFB, PMF dan


PKS
EFB , PMF dan PKS dikumpulkan dari pabrik minyak
pabrik pengolahan sawit di mana Tandan Buah Segar
digunakan sebagai bahan baku .
Mereka dikumpulkan setelah minyak pada daging
buah telah dihapus untuk diproses lebih lanjut .
Beberapa unit operasional yang terlibat dalam
pemisahan proses EFB , PMF dan PKS dari TBS seperti
ditunjukkan pada Gambar 2 . EFB residu yang
dihasilkan di treshner , di mana minyak buah-buahan
dihapus dari TBS . PMF dihasilkan pada nut / fiber
separator. Lalu PKS dihasilkan dari shell / kernel
separator. Karena masing-masing dari residu biomassa
dapat dikumpulkan di tahapan yang berbeda selama
tahap pengolahan , mudah untuk memberikan
treatment masing-masing dari mereka secara terpisah
dan hal ini tidak melibatkan biaya tambahan .Setelah
dikumpulkan semua materi yang ada akan dikeringkan
dan disimpan dalam ruang kedap udara. Pengeringan
diperlukan untuk menghindari biodegredasi dari
sampel selama penyimpanan mengingat fraksi massa
dari moisture pada biomassa cukup tinggi.

Metodologi

2.1 Persiapan Percobaan


Untuk paper kali ini yang akan dibahas adalah
biomassa dari minyak sawit. Secara khusus akan
dibahas Empty Fruit Bunch (EFB), Palm Kernel Shell
(PKS) dan Palm Mesocarp Fiber (PMF) dari biomassa
minyak sawit. Minyak sawit yang dipakai adalah
minyak sawit yang berasal dari Malaysia karena
memiliki karakteristik dan sifat bahan yang sama
dengan minyak sawit negara lain yang juga ada di
Indonesia Salah satu parameter penting yang
mempengaruhi torefaksi adalah temperatur sehingga
umpan yang akan dibahas akan memiliki variasi
temperatur juga. Dalam studi ini , EFB , PMF dan PKS
tandan buah segar ( TBS ) yang dibahas ditunjukkan

Gambar 2. Proses Pengambilan Bahan Biomassa


Minyak Sawit

2.3

Rancangan Proses

Torefaksi dilakukan dalam reaktor batch yang


dipanaskan oleh gas fired burner. Diagram reaktor
ditunjukkan pada Gambar 3 , yang terdiri dari screw
feeder , reaktor stainless steel , kompor gas cincin dan
kondensor cairan cepat dengan kolektor cair . Feeder
terdiri dari feed hopper dan screw dengan speed
controlled motor. Feeder terhubung ke bagian atas
reaktor . Reaktor terbuat dari stainless steel grade 316
dengan dimensi dari 6 cm diameter dalam dan 50 cm
tinggi . reaktor Ini memiliki feeding line dan outlet gas

di bagian atas dan inlet gas inert di bagian bawah .


Tungkunya adalah tungku dengan gas heating tube,.
Cincin burner adalah pipa berlubang berbentuk squire
hollow pipe ( 2 cm setiap sisi ) terhubung tangensial ke
tabung diameter 1,5 cm . Sebuah bahan bakar gas cair
disuntikkan melalui nozzle , bercampur dengan udara
disusun secara proporsional dari sisi lubang tabung
injeksi . Akhirnya , gas dilepaskan ke zona pembakaran
melalui perforasi pipa squire hollow. Temperatur
dikontrol dengan mengontrol gas yang dapat terbakar.

Gambar 4. Distribusi Massa Hilang pada EFB

Gambar 3. Skema Alat Torefaksi


3. Hasil dan Pembahasan

Gambar 5. Distribusi Massa Hilang pada PMF

3.1 Distribusi Hilang Massa dengan TGA

Selama proses torefaksi , distribusi massa yang hilang


untuk semua jenis biomassa telah dipantau oleh TGA
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 . Kemudian
dapat diamati bahwa kehilangan massa secara
signifikan dipengaruhi oleh temperatur torefaksi .
Chen dan Kuo [ 11 ] telah mengklasifikasikan dua
kondisi yang berbeda untuk torefaksi, pada
temperatur 2400C atau di bawahnya sebagai torefaksi
ringan dan pada 2750C atau di atasnya sebagai
torefaksi ekstrim , untuk menyelidiki pengaruh
temperatur torefaksi pada sifat-sifat biomassa yang
ditorefaksi . Untuk studi kali ini penulis mengikuti
klasifikasi tersebut.
Gambar 4 menunjukkan bahwa proses torefaksi
biomassa kelapa sawit dapat dibagi menjadi dua tahap
utama . Tahap pertama proses torefaksi disebabkan
oleh proses dehidrasi dimana kelembaban sisa
biomassa pre -dried dilepaskan dari biomassa pada
temperatur di bawah 105 C. Kelembaban ini dapat
diserap dari kondisi atmosfer selama penyimpanan
karena atmosfer kelembaban relatif tinggi untuk
negara tropis . Selama tahap ini , penurunan massa
diamati dalam kisaran 3-5 % untuk semua biomassa .

Gambar 6. Distribusi Massa Hilang pada PKS


Pada tahap kedua , reaksi dekomposisi terjadi pada
rentang 200-3000C , di mana pengurangan massa yang
signifikan terjadi dapat diamati untuk semua jenis
biomassa . Selama tahap ini , pengurangan massa
berada dalam kisaran 45-55 % , tergantung pada
temperatur torefaksi akhir dan jenis biomassa yang
digunakan . Kedua tahap jelas ditunjukkan melalui
distribusi massa yang hilang untuk setiap biomassa
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-6 . Selain itu,
lereng kurva menunjukkan tingkat dekomposisi
biomassa selama torefaksi berlangsung . Dari gambargambar ini , dapat dilihat bahwa lereng kurva
meningkat ketika temperatur torefaksi meningkat .
Dengan demikian , dapat disimpulkan bahwa tingkat
dekomposisi lebih tinggi pada temperatur yang lebih
tinggi , terutama pada temperatur di atas 2600C.
Namun, setelah 140 menit dari waktu torefaksi , kurva
distribusi massa yang hilang untuk setiap jenis

biomassa yang ditorefaksi menjadi tetap stabil yang


menunjukkan bahwa dekomposisi biomassa sudah
hampir selesai .
Hilangnya massa EFB paling tinggi , hal ini dapat
dikaitkan dengan fraksi massa yang lebih tinggi dari
hemiselulosa di EFB dibandingkan dengan kedua jenis
biomass lainnya (PMF dan PKS) seperti yang
dilaporkan dalam analisis lignoselulosa disajikan pada
Tabel 1.
Sisa biomassa untuk setiap jenis biomassa untuk
setiap temperatur torefaksi akhir tercantum dalam
Tabel 2. Hal ini ditemukan bahwa setelah biomassa
mengalami kondisi torefaksi yang ringan nilainya
adalah 41,45 % dari EFB , 49,06 % dari PMF dan 56,98
% dari PKS masih tersisa pada temperatur 2400C.
Namun, setelah temperatur dinaikkan massa yang
tersisa hanya 28,80 % dari EFB , 32,76 % dari PMF
dan 36,42 % dari PKS pada 3000C.
Tabel 1. Fraksi Komponen dalam Biomassa Minyak
Sawit

Hal ini juga sesuai bahwa fraksi massa yang tinggi dari
hemiselulosa dapat meningkatkan laju dekomposisi
selama proses torefaksi pada beberapa literatur yang
ada[ 12,13 ] . Selain itu , struktur berongga TKS juga
dapat berkontribusi pada dekomposisi tingkat yang
lebih cepat. Selain itu dapat diamati pula bahwa PKS
adalah biomassa minyak sawit yang paling sulit untuk
terurai selama proses torefaksi . Fraksi massa lignin
tinggi pada PKS telah memberikan kontribusi sehingga
tingkat dekomposisinya rendah seperti yang terlihat
pada Tabel 1. Oleh karena itu, massa yang tersisa
setelah 3000C untuk PKS adalah yang tertinggi,
dibandingkan dengan PMF dan TKS . Jadi tingkat
dekomposisi biomassa minyak sawit dipengaruhi oleh
kondisi torefaksi danmkomposisi hemiselulosa ,
selulosa dan lignin dari
biomassa

Tabel 2. Fraksi Biomassa yang Tersisa pada Kenaikan


Temperatur Torefaksi

Ciri-ciri hilangnya massa selama proses torefaksi


umumnya juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain.
Berdasarkan hipotesis yang sudah dibahas , beberapa
analisis dibuat berdasarkan torefaksi dengan masingmasing umpan batubara yang diproduksi di
temperatur yang berbeda . Kurva TGA pada Gambar 7.
untuk umpan yang diproduksi di 2500C menunjukkan
penurunan berat maksimum yaitu sekitar 60 % dari
total berat pada temperatur maksimum 9000C,
Sementara itu sekitar 55 % massa hilang untuk umpan
yang diproduksi pada 3000C.

Gambar 7. Distribusi Massa Hilang dengan Perbedaan


Temperatur Umpan pada Proses Torefaksi
Sama seperti yang dibahas sebelumnya ketika
temperatur biomassa meningkat , kehilangan massa di
profil TGA semakin sedikit sehingga kurva menjadi
stabil . Hal ini disebabkan karena fraksi yang lebih
tinggi dari materi volatil telah dibebaskan dari
biomassa pada temperatur yang lebih tinggi.
Menurut Gambar 8 , profil penurunan hilang massa
sebagai fungsi temperatur menunjukkan urutan
penguraian. Dekomposisi dimulai dari selulosa
kemudian hemiselulosa lalu lignin.

3.2 Nilai Kalorifik dan Energy yield

Gambar 8. Penurunan Hilang Massa dari Umpan yang


Diproduksi pada Temperatur yang Berbeda
Komponen
individu
dalam
suatu
biomassa
terdekomposisi
secara
berurutan
khususnya
hemiselulosa dan selulosa berurutan seperti dapat
dilihat pada Gambar 8. Puncak pertama merupakan
devolatilisasi hemiselulosa , sedangkan puncak kedua
untuk selulosa [14-15 ] . Namun , devolatilisasi lignin
dimulai pada temperatur yang mirip demgam
hemiselulosa. Kurva DTA pada Gambar 8 jelas
menunjukkan bahwa hemiselulosa tersebut mulai
terurai pada sekitar 210 0C.
Puncak penurunan massa hilang derivatif yang
signifikan pada 2800C untuk umpan yang disiapkan di
2500C dan 2750C
terkait dengan devolatilisasi
hemiselulosa , menunjukkan bahwa sebagian besar
hemiselulosa yang tersisa dipertahankan dalam bio
coal . Intensitas puncak
menurun untuk umpan disiapkan pada temperatur
2750C, sedangkan puncak itu menghilang untuk
sampel disiapkan di 3000C dan 3250C
Hasil ini menunjukkan bahwa torefaksi dari biomassa
minyak sawit di antara 2750C dan 3000C dengan waktu
tinggal 20 menit dapat mengurangi kehilangan
komponen yang sangat volatil dalam produk ke tingkat
minimum di mana tingkat pembebasan sangat rendah
dalam kondisi termal pada temperatur tersebut
bahkan untuk temperatur operasi yang lebih besar
(sampai 5000C)
Dari percobaan berbagai variasi temperatur ini dapat
dibahas bahwa semakin tinggi temperatur operasi
maka massa yang tersisa akan semakin sedikit.
Kemudian pengaruh kondisi temperatur umpan juga
penting untuk diperhatikan. Untuk umpan dengan
lignin yang banyak diperlukan temperatut operasi
torefaksi yang besar mengingat fungsi lignin untuk
memperkokoh struktur dari suatu tumbuhan sehingga
biomassa yang memiliki banyak lignin akan sulit
terurai dan menyisakan banyak massa dibandingkan
biomassa yang memiliki kadar lignin yang rendah.
Temperatur umpan yang disarnakan adalah antara
2750C dan 3000C dengan temperatur operasi tidak
melebihi 3000C terkait dengan sifat dekomposisi dari
biomassa minyak sawit.

Tabel 4 menyajikan jenis biomassa dari minyak sawit


dan Gross calorific value (GCV) untuk bahan baku
torefaksi EFB , PMF dan PKS . Nilai-nilai yang
diperoleh merupakan perhitungan dari masing-masing
torrefaksi dengan variasi temperatur operasi dan dan
jenis biomassa yang digunakan. Lalu seperti yang
dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa nilai kalorifik dari
biomassa meningkat dengan semakin meningkatnya
temperatur operasi. Hal ini disebabkan karena fraksi
karbon torefaksi meningkat, sementara menurunkan H
dan O yang merupakan 2 komponen lain selain fixed
carbon yang ada di dalam biomassa. Nilai GCV dari
masing-masing jenis biomassa pada temperatur yang
sama tidak menunjukkan satu trend. Sebagai contoh
nilai GCV biomsassa jenis PMF dan PKS memiliki nilai
20,09 MJ kg-1 dan 20,03 MJ kg-1sedangkan EFB hanya
19,38 MJ kg-1. Tetapi pada temperatur 3000C PMF
memiliki nilai GCV yang paling besar yaitu 23,73 MJ
kg1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai GCV tergantung
dari jenis biomassa dan tergantung dari temperatur
yang dipiih.

Tabel 3.Gross calorific value dari Biomassa


Minyak Sawit

.
Karakteristik yang paling penting dari produk
torefaksi adalah nilai kalor dari biocoal yang
diproduksi , yang menyediakan hasil energi dalam
produk atau biasa disebut energy yield
Energy yield merupakan faktor penting dalam
mengevaluasi aspek ekonomi dari teknologi torefaksi

torefaksi biomassa . Selama torefaksi , kehilangan


massa terjadi karena pelepasan terutama air serta
senyawa organik yang mengandung oksigen. Oleh
karena itu, kehilangan energi tidak sebanding dengan
massa yang hilang dan dengan demikian , energi yang
didapatka dipadatkan dalam produk biocoal. Untuk
membahas energy yield dapat dilihat pada tabel 4
bahwa semakin tinggi temperatur torefaksi maka nilai
kalorifik dari biocoal juga akan meningkat hal ini
disebabkan karena semaking meningkatnya densitas
karbon dalam produk. Meski pada temperatur 2000C
penguraian senyawa organik (selain C) yang terjadi
tidak signifikan namun nilai kalor masih meningkat hal
ini disebabkan karena penguraian dari air yang ada
dari umpan.

Tabel 4. Nilai Kalor dan Energy yield untuk


variasi Umpan

Tabel 5. Mass Yield dan Energy yield untuk Variasi Jenis


Biomassa

Nilai dari tabel 4 dan 5 dihitung dengan rumus yang


ada sebagai berikut untuk mendapatkan mass yield dan
energy yield yang diinginkan

Tabel 5. menunjukkan fraksi massa dan energi hasil


biomassa yang diperoleh terus menurun karena
temperatur torefaksi meningkat . Hasil ini konsisten
dengan karya-karya sebelumnya di mana TKS
menunjukkan penurunan tertinggi dalam proses ini
dibandingkan dengan PMF dan PKS . Di bawah
torefaksi dengan kondisi ringan , fraksi massa untuk
EFB , PMF dan PKS berturut-turut adalah 73 % , 71 %
dan 84 % untuk masing-masing jenis. Namun, massa
berkurang secara drastis sebesar 43 % untuk EFB , 45
% untuk PMF dan 61 % untuk PKS pada 3000C.
Selain itu , hasil menunjukkan bahwa energy yield dari
EFB , PMF dan PKS menurun saat temperatur torefaksi
meningkat sama seperti yang ditunjukkan pada tabel
4. Energy yield yang diperoleh dari EFB berada di
kisaran 55-89 % pada temperatur 2000C dan 2200C.
Sementara itu, PMF menghasilkan 57-85 % energy
yield pada temperatur 2000C dan 220 C. Secara umum ,
energy yield yang lebih rendah dihasilkan
kedua biomassa jenis TKS dan PMF terutama
disebabkan oleh fraksi massa yang lebih sedikit . PKS
menghasilkan energi dengan rentang dari 72-93 % ,
serta nilai yang diperoleh tertinggi pada rentang 200240 0C. Dalam perbandingan dengan hasil energi
terhadap kedua jenis biomassa TKS dan PMF , PKS
selalu menghasilkan energi yang lebih tinggi baik
untuk torefaksi ringan atau torefaksi ekstrim. Dengan
demikian , dapat disimpulkan bahwa energi
hasil dari biomassa PKS adalah yang paling tidak
terpengaruh oleh temperatur torefaksi dibandingkan
dengan kedua biomassa jenis TKS dan PMF .
Hasil energi untuk semua biomassa secara drastis
berkurang menjadi 56-58 % untuk EFB dan PMF
sedangkan 73 % untuk PKS pada temperatur 3000C.
Hasil observasi ini dapat disebabkan oleh dekomposisi
lebih lanjut hemiselulosa and selulosa dari PKS . Oleh
karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa EFB
dan PMF harus ditorefaksi dalam kondisi torefaksi
yang ringan untuk menghasilkan energi di atas 78 % .
Sementara itu, PKS dapat ditorefaksi dalam kondisi
torefaksi ekstrim hingga 2800C untuk mendapatkan
hasil energi sekitar 80-86 % .
Dengan demikian , studi ini menyimpulkan bahwa
massa yang hilang dan energi yang dihasilkan (energy
yield) yang tergantung jenis temperatur torefaksi and
jenis biomassa serta temperatur umpan agar
mendapat hasil yang optimal . Selain itu, torefaksi
biomassa kelapa sawit pada 3000C tidak dianjurkan
karena menghasilkan menghasilkan energi yang
rendah ( kurang dari 70 %) dan fraksi massa rendah
(kurang dari 45 %) .

4.

Kesimpulan

Proses torefaksi oleh biomassa minyak sawit


dapat dilaksanakan untuk mendapatkan biocoal yang
memiliki karakteristik yang mendekati batubara pada
umumnya dengan mempertimbangkan beberapa
aspek seperti temperatur reaksi, jenis biomassa dan
temperatur umpan biomassa sesuai dengan biocoal
yang diinginkan
Penutup
Review dari makalah ini merupakan tugas akhir dari
mata kuliah TK4027 Kimia dan Teknologi Batubara.
Thomas Gunardi berterima kasih kepada Dr. Dwiwahju
Sasongko dan Dr. Winny Wulandari atas bimbingannya
pada tugas ini. Terima kasih juga untuk kedua asisten
Abdurrahman Fadhlil Halim Luthan dan Aditya Putra
Pratama atas masukan yang diberikan sejak review ini
ditulis.
Referensi
[1] Foreign Agricultural Service, USDA (United States
Department of Agriculture), 2011. Circular Series WAP
0511 May 2011: World Agricultural Production.
<http://www.fas.usda.gov/wap/circular/2011/1105/productionfull05-11.pdf>;
2011
[retrieved
29.06.11].
[2] van der Stelt MJC, Gerhauser H, Kiel JHA, Ptasinski
KJ. Biomass upgrading by
torefaksi for the production of biofuels: a review.
Biomass Bioenergy
2011;35:374862.
[3] Pirraglia A, Gonzalez R, Saloni D, Wright J, Denig J.
Fuel properties and suitability of Eucalyptus benthamii
and Eucalyptus macarthurii for torrifed
wood and pellets. Bioresource 2012;7:21735.
[4] Shuit SH, Tan KT, Lee KT, Kamaruddin AH. Oil palm
biomass as a sustainable energy source e a Malaysian
case study. Energy 2009;34(9):1225e35.
[5] Mohammed MAA, Salmiaton A, Azlina WWAKG,
Amran MSM, Fakhru AR, Taufiq YH. Hydrogen rich gas
from oil palm biomass as a potential source of
renewable energy in Malaysia. Renew Sustain Energy
Rev 2011;15(2):1258e70.
[6] Sumathi S, Chai SP, Mohamed AR. Utilization of oil
palm as renewable energy in Malaysia. Renew Sustain
Energy Rev 2008;12(9):2404e21.
[7] Aziz MA, Khalik MS, Uemura Y, lsmail L. A study on
torefaksi of oil palm biomass. J Appl Sci
2012;12(11):113e35.
[8] Chen WH, Kuo PC. Torefaksi and co-torefaksi
characterization of hemicellulose, cellulose and lignin
as well as torefaksi of some basic constituents in
biomass. Energy 2011;36(2):803e11.
[9] Yan W, Acharjee TC, Coronella CJ, Vasquez VR.
Thermal pretreatment of lignocellulosic biomass.
Environ Prog Sustain Energy 2009;28(3):435e40.
[10] Deng J, Wang GJ, Kuang JH, Zhang YL, Luo YH.
Pretreatment of agricultural residues for cogasification via torefaksi. J Anal Appl Pyrolysis
2009;86(2):331e7.

[11]Chen WH, Kuo PC. A study on torefaksi of various


biomass materials and its impact on lignocellulosic
structure simulated by a thermogravimetry. Energy
2010;35(6):2580e6.
[12] Chen WH, Hsu HC, Lu KM, Lee WJ, Lin TC. Thermal
pretreatment of wood (lauan) block by torefaksi and
its influence on the properties of the biomass. Energy
2011;36(5):3012e21.
[13] Almeida G, Brito JO, Perre P. Alterations in energy
properties of eucalyptus wood and bark subjected to
torefaksi e the potential mass loss as a synthetic
indicator. Bioresour Technol 2010;101(24):9778e84.
[14] Mani S. A systems analysis of biomass
densification process. Ph.D. Dissertation. Department
of Chemical and Biological Engineering. University
of British Columbia, Vancouver, Canada; 2005.
[15] Ververis C, Georghiou K, Christodoulakis N, Santas
P, Santas R. Fiber
dimensions, lignin and cellulose content of various
plant materials and their
suitability for paper production. Ind Crop Prod

Anda mungkin juga menyukai