Anda di halaman 1dari 5

RESONANSI ELASTIS GAS

Faizal Abid ( 140310120006 )


Asisten : Charndra Silitonga
Program Studi Fisika, FMIPA Universitas Padjadjaran
24 March 2015

ABSTRAK
Gas Ideal adalah gas yang di jadikan object percobaan kali ini, dimna sifat elastis gas tersebut kita
lihat. Dengan melihat sebuah Piston yang dapat beresonansi akibat adanya tekanan yang diberikan oleh gas
ideal tersebut dengan pengaruh medan magnetic yang di munculkan oleh kumparan ber arus. Sehingga
piston tersebut mencapai suatu simpang terjauh (amplitude) dimana jarak amplitude ini mempresentasikan
seberapa jauh gas tersebut bisa memuai dan menyusut. Dengan melihat konstanta laplace atau
perbandingan kapasitas kalor pada tekanan tetap dan kapasitas kalor pada volume tetap, dimana nilai ini
menunjukan seberapa besar gas tersebut bisa elastis. Dengan mengetahui resonansi piston tersebut terhadap
frekuensi dari osilator yang diberikan, maka kita mendapatkan frekuensi resonansi dari setiap volume gas
ideal tersebut, Frekuensi ini dgunakan untuk mencari besarnya konstanta laplace tersebut.

I Pendahuluan
Suatu zat dalam menyerap kalor tiap satu
derajat kenaikan suhu dapat diukur, dimana nilai
hasil ukur ini disebut kalor jenis zat tersebut.
Besar kecilnya nilai kalor jenis zat berpengaruh ke
banyak sedikitnya kalor yang diserap dan
berbanding lurus. Semua zat memiliki sifat yang
sama seperti itu
Kapasitas Kalor jenis dibagi menjadi 2
yaitu Cv atau kapasitas kalor jenis saat keadaan
volume konstan dan Cp atau Kapasitas kalor jenis
pada
saat
keadaan
tekanana
konstan.
Perbandingan antara Cv dan Cp adalaha konstanta
laplace atau nilia perbandingan ini untuk
mengetahui seberapa besar suatu gas bisa bersifat
elastis.
II. Teori Dasar
2.1 Resonansi
Resonansi adalaha suatu pristiwa
bergetarnya suatu benda karena ada benda
lain yang bergetar dan memiliki frekuensi
yang sama atau kelipatan bilangan bulat
dari frekuensi tersebut pada percobaan kali
ini suatu zat yg beresoansi adalah gas

dimana ditunjukan pada piston dan gas yang


berada didalam tabung piston magnetic.
2.2 Gas Ideal
Gas ideal adalah gas teoritis yang terdiri dari
partikel-partikel titik yang bergerak secara acak
dan tidak saling berinteraksi. Konsep gas ideal
sangat berguna karena memenuhi hukum gas
ideal, sebuah persamaan keadaan yang
disederhanakan, sehingga dapat dianalisis dengan
mekanika statistika.
Pada kondisi normal seperti temperatur dan
tekanan standar, kebanyakan gas nyata
berperilaku seperti gas ideal. Banyak gas seperti
nitrogen, oksigen, hidrogen, gas mulia dan karbon
dioksida dapat diperlakukan seperti gas ideal
dengan perbedaan yang masih dapat ditolerir.[1]
Secara umum, gas berperilaku seperti gas ideal
pada temperatur tinggi dan tekanan rendah,[1]
karena kerja yang melawan gaya intermolekuler
menjadi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan
energi kinetik partikel, dan ukuran molekul juga
menjadi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan
ruangan kosong antar molekul.
Model gas ideal tak dapat dipakai pada suhu
rendah atau tekanan tinggi, karena gaya

intermolekuler dan ukuran molekuler menjadi


penting. Model gas ideal juga tak dapat dipakai
pada gas-gas berat seperti refrigeran atau gas
dengan gaya intermolekuler kuat, seperti uap air.
Pada beberapa titik ketika suhu rendah dan
tekanan tinggi, gas nyata akan menjalani fase
transisi menjadi liquid atau solid. Model gas ideal
tidak dapat menjelaskan atau memperbolehkan
fase transisi. Hal ini dapat dijelaskan dengan
persamaan keadaan yang lebih kompleks.

Panas jenis spesifik dari suatu zat merupakan


molekul yang tidak pada kondisi konstan
melainkan bergantung pada temperaturnya.
Temperatur pada lingkungan pengukuran yang
dibuat biasanya juga ditentukan. Conth dua cara
untuk menuliskan panas jenis dari suatu zat yaitu:

Karakteristik termodinamika gas ideal dapat


dijelaskan dengan 2 persamaan: Persamaan
keadaan gas ideal adalah hukum gas ideal

III Metologi Percobaan

Persamaan ini diturunkan dari Hukum Boyle:


(pada n dan T konstan); Hukum
Charles:
Hukum Avogadro:

(pada P dan n konstan); dan


(pada P dan

T konstan)
2.3 Kapasitas Kalor
Kapasitas kalor atau kapasitas panas
(biasanya dilambangkan dengan kapital C, sering
dengan subskripsi) adalah besaran terukur yang
menggambarkan
banyaknya
kalor
yang
diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat
(benda) sebesar jumlah tertentu (misalnya 10C).
Berbagai cara untuk mengukur kapasitas
panas dapat dilakukan, yang secara umum
dilakukan pada kondisi tekanan konstan atau
volume konstan. Sehingga simbol kapasitas
jenisnya disesuaikan, menjadi Cp untuk kapasitas
jenis pada tekanan konstan, dan CV untuk
kapasitas jenis pada volume konstan. Gas dan
cairan umumnya diukur pada volume konstan.
Pengukuran pada tekanan konstan akan
menghasilkan nilai yang lebih besar karena nilai
tekanan konstan juga mencakup energi panas
yang digunakan untuk melakukan kerja untuk
mengembangkan volume zat ketika temperatur
ditingkatkan.

Air (cair): cp = 4.1855 [J/(gK)] (15 C,


101.325 kPa) atau 1 kalori/gram C
Air (cair): CvH = 74.539 J/(molK) (25 C)

Pada percobaan kali ini kita menggunakan


seperangkat alat yang sudah disusun, yaitu Piston
besi, Kumparan Magnetik, Osilator, Tabung ukur,
dan Pompa gas ideal, diaman percobaan ini kita
rangkai sedemikian rupa, sehingga kita bisa
mengamati terjadinya resonansi frekuensi piston
dengan frekuensi magentik dari osilator.
Pertama kita menggunakan 3 macam jenis
piston pada experiment kali ini, setiap piston kita
mengukur seberapa besar amplitude osilasi dari
piston tersebut pada frekuensi tertentu pada
kondisi tabung ukur itu terbuka tertutup, dan
tertutup tertutup, selanjutnya divariasikan volume
tabung tersebut atau memindahkan kumparan
magnetic ketempat yang berbeda.
IV Data, Grafik dan Analisa
1. Data
A. Piston 1
Tinggi
(cc)

Frekuensi
( Hz)

Amplitudo
Buka - Tutup

Amplitudo
Tutup - Tutup

70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20

12.6
12.6
12.6
12.6
12.6
12.6
12.6
12.6
12.6
12.6
12.6

1.2
1.2
1.6
2
3
2.4
1.4
0.8
0.6
0.2
0.2

0.2
0.2
0.2
0.3
0.4
0.4
0.3
0.3
0.2
0.2
0.1

A.Piston 1
B. Piston 2
Tinggi
(cc)

Frekuensi
(Hz)

Amplitudo
Buka - Tutup

Amplitudo
Tutup - Tutup

70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20

10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

2
1.6
1.2
1
0.8
0.2
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1

0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2

C. Piston 1 + 2
Tinggi
(cc)
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20

Frekuensi
(Hz)
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Amplitudo
Buka - Tutup
0.2
0.3
0.4
0.4
0.6
0.8
1
0.4
0.3
0.2
0.1

Amplitudo
Tutup - Tutup
0.1
0.1
0.1
0.1
0.1
0.2
0.2
0.2
0.2
0.1
0.1

2. Perhitungan

4 2
= 2 2

Dengan menggunakan rumus diatas ini kita
mendapatkan hasil pada setiap percobaan dan
membandingkan dengan nilai literature yaitu 1.67
hasil pada table berikut ini.

perhitungan
0.103963979
0.09653798
0.089111982
0.081685983
0.074259985
0.066833986
0.059407988
0.051981989
0.044555991
0.037129992
0.029703994

KSR(%)
93.77461
94.21928
94.66395
95.10862
95.55329
95.99796
96.44264
96.88731
97.33198
97.77665
98.22132

B. Piston 2
perhitungan
0.131458243
0.122068369
0.112678494
0.10328862
0.093898745
0.084508871
0.075118996
0.065729122
0.056339247
0.046949373
0.037559498

KSR(%)
92.12825
92.69052
93.25278
93.81505
94.37732
94.93959
95.50186
96.06412
96.62639
97.18866
97.75093

C Piston 1 + Piston 2
perhitungan
0.065973248
0.061260873
0.056548498
0.051836123
0.047123748
0.042411374
0.037698999
0.032986624
0.028274249
0.023561874
0.018849499

KSR(%)
96.04951
96.33168
96.61386
96.89604
97.17822
97.4604
97.74257
98.02475
98.30693
98.58911
98.87129

3. Grafik
Grafik T2 Terhadap Volume2 untuk Piston
1
0.008

adalah amplitude maksimum dengan variasi


tinggi atau volume dari tabung sama aja volume
dari gas ideal yang di masukan. Dan terlihat
semakin kecil volume gas tersebut maka tekanan
semakin besar dan amplitude yang didapatkan
semakin kecil

0.006
0.004
0.002
0
0

0.00002

0.00004

0.00006

0.00008

Grafik T2 Terhadap Volume2 untuk Piston 1

Grafik T2 Terhadap Volume untuk Piston


2
0.012
0.01
0.008
0.006
0.004
0.002
0
0

0.00002

0.00004

0.00006

0.00008

Grafik T2 Terhadap Volume untuk Piston 2

Grafik T2 terhadap Volume


untuk Piston 1+2
0.012
0.01
0.008
0.006
0.004
0.002
0

Hasil perhitungan kita mendapatkan nilai


konstanta laplace dimana nilai konstanta ini
mempresentasikan nilai elastisan suatu gas
tersebut. Dalam percobaan kali ini kita hanya
mendapatkan variasi volume dan amplitude dan
tidak mendapatkan frekuensi resonansi yang
sebenarnya atau frekuensi konstan, sehingga
amplitude yang dihasilkan sebenarnya bukan
yang maksimum. Dalam perhitungan yang
digunakan adalah volume dan frekuensinya bukan
amplitude, sehingga perhitungan kurang baik
Hasil
perhitungan
tersebut
kita
bandingkan dengan konstanta laplace literature
dan terlihat nilai perbandingan hingga 97%
dimana ini membuktikan kurang baiknya
pengambilan data dalam praktikum, sehingga
membuktikan ada kesalahan dalam praktikum.
Selain salah dalam pengambilan parameter data,
dalam system tersebut ternyata masih ada gas
yang keluar dari tabung, ini mengakibatkan piston
tidak setabil pada titik tertentu, berkurangnya
tekanan gas dan menghasilkan amplitude yang
kurang stabil. Grafik terlihat konstan karena
frekuensi tidak di variasikan.
Kesimpulan

0.00002

0.00004

0.00006

0.00008

Grafik T2 terhadap Volume untuk Piston 1+2

4. Analisa
Dari data yang kita dapat kita mencari
resonansi sebuah piston dengan gaya/ medan
magnetic. Kita mendapatkan nilai amplitude hasil
dari osilasi piston tersebut dan yang kita lihat

Konstanta laplace atau perbandingan


antara kapasitas kalor volume konstan dengan
kapasitas
kalor
tekanan
konstan
mempresentasikan seberapa besar sifat elastis dari
suatu gas dan seberapa besar perbandingan
frekuensi resonansi terhadap volum gas tersebut.
Daftar Pustaka
Sears dan zemansky. 1962. Fisika untuk
universitas : mekanika, panas dan bunyi, bina
cipta, jakarta

Anda mungkin juga menyukai