Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

HERPES ZOSTER FEMORALIS DEXTRA


Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Salatiga

Disusun Oleh :
Erika Zahra Fristy Praja Puspita
2009 031 0061

Diajukan kepada :
dr. Bambang Sudarto, Sp. KK FINSDV

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD SALATIGA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
1

HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan
Presentasi kasus dengan judul
HERPES ZOSTER FEMORALIS DEXTRA

Disusun Oleh :
Erika Zahra Fristy Praja Puspita
20090310061

Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD Salatiga

Telah dipresentasikan pada :


Hari / Tanggal : Selasa, 16 Desember 2014

Dosen Pendidik Klinis

Dr. Bambang Sudarto, Sp. KK FINSDV

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I LAPORAN KASUS...............................................................................................4
A. IDENTITAS PASIEN..............................................................................................4
B. ANAMNESIS..........................................................................................................4
C. PEMERIKSAAN FISIK..........................................................................................5
D. DIAGNOSIS BANDING.........................................................................................6
E. DIAGNOSIS............................................................................................................6
F.

TERAPI....................................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................7


A. PENGERTIAN.........................................................................................................7
B. EPIDEMIOLOGI.....................................................................................................7
C. ETIOLOGI...............................................................................................................7
D. PATOFISIOLOGI....................................................................................................8
E. GEJALA KLINIS.....................................................................................................9
F.

VARIASI KLINIS..................................................................................................11

G. PENEGAKAN DIAGNOSIS.................................................................................12
H. DIAGNOSIS BANDING.......................................................................................14
I.

KOMPLIKASI.......................................................................................................14

J.

TERAPI..................................................................................................................15

K. PROGNOSIS.........................................................................................................16
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................17
BAB IV KESIMPULAN..................................................................................................19
DAFTAR ISI.....................................................................................................................20

BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
Tanggal periksa
Nomer RM

:
:
:
:
:
:
:

Ny. K
55 tahun
Perempuan
Mangunsari, Sidomukti
Ibu Rumah Tangga
10 Desember 2014
14-15-289xxx

B. ANAMNESIS
Keluhan utama
Panas dan gatal didaerah paha kanan bagian belakang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Salatiga dengan keluhan
gatal dan panas di daerah paha kanan belakang. Keluhan dirasakan sejak 1
minggu yang lalu. Pada awalnya hanya gatal kemudian muncul mlenthing isi
cairan dan terasa kemeng kemudian menyebar ketempat lain. Pasien kadang
menggaruk tempat tersebut. Pasien juga merasa badan sperti meriang. Riwayat
pengobatan + tapi belum membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya. Riwayat
sakit cacar +, riwayat alergi disangkal, riwayat trauma disangkal, riwayat
penyakit lain disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita sakit yang sama seperti pasien. Keluhan
penyakit yang lain disangkal
Riwayat Personal Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran

: Baik
: Kompos mentis
Predileksi lesi

di daerah paha kanan dari

daerah pantat kanan sampai belakang lutut kanan


4

Ujud kelainan kulit :

Tampak

lesi vesikel yang

sudah pecah membentuk ulkus bekelompok

dengan

dasar kulit yang eritem, dan terdapat pustula, serta


krusta. Lesi menyebar sesuai dermatom femoralis dextra

Gambar 1. Lesi pada femoralis dextra (pre treatment)

Gambar 2. Lesi pada femoralis dextra (pst treatment)


D. DIAGNOSIS BANDING
Herpes zoster
Varisela
Dermatitis herpetic form / Duhring disease
Herpes simplex
Ektima
E. DIAGNOSIS
Herpes zoster femoralis dextra
F. TERAPI
R/ Amoxicillin tab 500 mg no XV
3 dd tab I
___________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

R/ Antalgin tab no XV

3 dd tab I
___________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

R/ Luminal tab 30 mg no XV
3 dd tab I
___________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

R/ Fuson cream tube I


3 dd ue
___________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Variselazoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung
jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox
(cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi
pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Virus
varisela zoster dapat mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang
dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun,
insidens herpes zoster adalah 1 dari 1000, semakin meningkat pada usia lebih tua
B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian herpes zoster akan meningkat sejalan dengan meningkatnya usia,
sedangkan menurut frekuensi pada pria dan wanita, kejadinnya relatif sama. Pada
populasi general, insidensinya adalah 10-20% dan ini akan meningkat 50% pada
mereka yang mencapai usia 85 tahun. Infeksi virus ini jarang menyerang pada anakanak dan dewasa muda, kecuali mereka dengan infeksi varisela sebelumnya dan
berhubungan dengan penurunan daya tahan imun seperti AIDS, lymphoma,
keganasan atau penyakit defisiensi imun yang lain. Herpes zoster yang menyerang
secara rekuren juga terjadi pada mereka yang mempunyai sistem imun yang rendah.
Data menunjukkan, 25% pasien dengan HIV dan 7-9% pasien dengan transplantasi
ginjal atau transplantasi jantung akan mengalami herpes zoster.
C. ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh virus varisela zoste (VVZ). Virus ini adalah
virus yang berkapsul dengan double-stranded DNA yang termasuk kedalam famili
Herpesviridae. Virus Virus varisela zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral
dengan diameter 100nm. Kapsid tersusun atas 162 subunit protein. Virion yang
lengkap diameternya 150-200nm, dan hanya virion yang terselebung yang sifatnya
infeksius. Infeksiositas dari virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan
organik, deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana PH yang tinggi

D. PATOFISIOLOGI
Pada manusia, infeksi primer virus varisela zoster ini menyerang ketika virus
berkontak dengan mukosa dari saluran pernafasan atau konjungtiva. Dari situlah,
virus selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Setelah infeksi primernya, virus akan
bermigrasi sepanjang akhiran serabut saraf sensori ke dorsal gangglia basalis dimana
di tempat itulah virus menjadi dorman. Di sini virus mengalami masa laten, tidak
infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi, akan tetapi hal ini tidak berarti virus
kehilangan daya infeksinya. Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka virus
akan mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam gangglion sehingga
menyebabkan nekrosis dari saraf dan terjadi peradangan yang berat, hal ini biasanya
disertai dengan neuralgia yang sangat. Virus Varisela Zoster yang infeksius ini
mengukuti serabut saraf sensoris, menyebabkan neuritis yang hebat, dan hal ini
berakhir pada akhiran serabut saraf sensoris di dalam kulit yang mana akan
mengahsilkan gambran erupsi yang karakteristik.

Gambar 3. Perjalanan Klinis Infeksi Varicela ke Herpes Zoster


Reaktivasi dari virus varisela zoster yang dorman di dalam gangglia basalis
ini seringkali terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primernya, yaitu varicela atau
chiken pox. Harus ada satu/beberapa faktor yang harus ada untuk menjadi trigers
terjadinya reaktivasi virus ini, seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan
keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seseorang yang sedang dalam
pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Jika
virus ini menyerang ganglion anterior, maka menimbulkan gejala gangguan motorik.
9

Gambar 4. Patofisiologi Herpes Zoster


E. GEJALA KLINIS
Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran
mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4
hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal,
pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih,
kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah
disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan
sikatriks, menandakan infeksi sekunder.
Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang
tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu.
Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini
lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering
terkena adalah nervus trigeminal, fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika
terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering
dapat timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya
adalah hipestesi pada daerah yang terkena.
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf spinalis.
Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke
otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan cakram yang dipersarafi oleh
10

saraf spinal yang berbeda, sedangkan sepanjang lengan dan kaki, dermatom berjalan
secara longitudinal sepanjang anggota badan.
Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk menemukan
tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang
seperti infeksi herpes zoster (shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan
muncul sebagai lesi pada dermatom tertentu.
Gejala prodormal
Keluhan biasanya diawali dengan nyeri pada daerah dermatom yang akan
timbul lesi dalam jangka waktu bervariasi. Nyeri dapat bersifat segmental dan dapat
bersifat terus menerus atau sebagai serangan yang hilang timbul. Keluhan bervariasi,
mulai dari rasa gatal, kesemutan, panas, pedih, nyeri tekan, hiperestesi sampai rasa
seperti ditusuk-tusuk. Gejala konstitusi juga dapat muncul berupa malaise, sefalgia,
dan other flu like symptoms yang biasanya akan menghilang setelah erupsi kulit
timbul.
Erupsi Kulit
Erupsi kulit yang muncul hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafi oleh satu gangglion sensorik. Erupsi yang terjadi dapat
menyerang seluruh tubuh, terutama yang tersering adalah di daerah gangglio
thorakalis.

11

Gambar 5. Dermatom pada Herpes Zoster

Gambar 6. Dermatom pada Herpes Zoster

12

Lesi dimulai dengan gambaran makula eritrosquamosa, kemudian terbentuk


papul-papul dan dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari
ke tiga akan berubah menjadi pustul yang akan mengering menjadi krusta dalam 710 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2-3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat
ini, biasanya nyeri segmental juga menghilang.
Lesi baru pada penyakit ini dapat terus timbul sampai hari ketiga dan
kadang-kadang sampai hari ketujuh. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan
makula hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar). Erupsi kulit yang terjadi ini
umumnya disertai dengan nyeri pada 60-90% kasus.

Gambar 7. Gambaran klinis Herpes Zoster


F. VARIASI KLINIS
Terdapat beberapa variasi klinis yang ditimbulkan dari herpes ini, antara lain
adalah :
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster yang menyerang cabang pertama nervus trigeminus. Erupsi kulit
sebatas mata sampai ke verteks, tetapi tidak melalui garis tengah dahi. Bila
mengenai anak cabang nasosiliaris (adanya vesikel pada puncak hidung yang
dikenal sebagai tanda Hutchinsion, sampai dengan kantus medialis) harus
diwaspadai, karena kemungkinan terjadinya komplikasi pada mata
2. Herpes zoster fascialis
Herpes zoster ytang menyerang nervus trigeminus (N 5) cabang 2 dan 3
3. Herpes zoster thorakalis
Herpes zoster yang mengenai saraf interthorakalis
13

4. Herpes zoster abdominalis


Herpes zoster yang mengenai daerah lumbal
5. Sindrom Ramsay-Hunt
Herpes zoster yang terjadi di liang telinga luar atau di membrana timpani,
dosertai paresis fascialis yang nyeri gangguan lakrimasi, gangguan pengecap 2/3
bagian depan lidah, tinitus, vertigo dan tuli. Kelianan tersebut sebagai akibat
virus yang menyerang nervus fascialis dan nervus auditorius
6. Herpes zoster abortif
Bila perjalanan penyakit berjalan singkat dan kelainan kulit hanya berupa
vesikel dan eritema
7. Herpes zoster aberans
8. Herpes zoster pada immunokompromais
Perjalanan penyakit dan manisfestasi dari penyakit ini berubah, seringkali tidak
spesifik, sering rekurens, berlangsung lam (lebih dari 6 minggu), cenderung
kronis persisten, menyebar ke alat-alat terutama paru, hati dan otak. Gejala
prodormal lenih hebat, erupsi kulit lebih berat (bula hemorhagic, hiperkeratotik
dan nekrotik), lebih luas (aberans, multidermatom/diseminata), lebih nyeri dan
komplikasi lebih sering terjadi
9. Herpes zoster pada ibu hamil
Kondisi ini biasanya ringan, komplikasi jarang terjadi. Resiko infeksi pada janin
dan neonatus sangat kecil. Karena alasan tersebut, herpes zoster pada kehamilan
tidak diterapi dengan antiviral
10. Herpes zoster pada neonatus
Hal ini jarang ditemukan, penyakit ini biasanya ringan, sembuh tanpa gejala sisa
dan tidak membutuhkan antiviral
11. Herpes zoster pada anak
Bersifat ringan, banyak menyerang di daerah servikal bawah, juga tidak
membutuhkan pengobatan dengan antiviral
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Dalam stadium pre eruptif sering dihubungkan dengan penyebab lain dari
rasa sakit misalnya pleuritis, infark miokardia, kolesistitis, apendisitis, kolik renal
dan sebagainya. Bila erupsi mulai muncul dan terlihat, makan diagnosis secara klinis
mudah untuk ditegakkan.
Pada herpes zoster, dalam laboratorium diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan preparat apus dari Tzank, pemeriksaan mikroskop elektron dari cairan
vesikel atau material biopsi serta tes serologik.
1. Tzanck smear

14

Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa, Wrights,
toluidine blue ataupun Papanicolaou. Dengan menggunakan mikroskop cahaya
akan dijumpai multinucleated giant cells. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar
84% dan test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simpleks virus.

Gambar 8. Tzanck smear. Setelah dilakukan pewarnaan dan dilihat dibawah


mikroskop menunjukkan multinukleated giant cell, sebagai tanda adanya virus
dari family herpes
2. Direct fluorescent assay (DFA)
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk
krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Hasil pemeriksaan cepat, tetapi
membutuhkan mikroskop fluorescence. Test ini dapat menemukan antigen virus
varicella zoster. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes
simpleks virus.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.

Dengan

metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar
vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai
preparat, dan CSF. Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%. Selain itu, test ini dapat
4.

menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster.


Pemeriksaan histopatologi
Tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan
anacantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.

5.
6.

Pemeriksaan mikroskop elektron


Kultur virus
15

7.

Deteksi antibodi terhadap infeksi virus

H. DIAGNOSIS BANDING
1. Varisela : Infeksi akut primer oleh virus varisela zoster yang menyerang kulit
dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, awalnya
timbul di wajah dan skalp, kemudian menyebar cepat ke badan dan sedikit ke
ekstremitas sehingga memberi gambaran distribusi sentral. bentuk bulat/lonjong
menyerupai setetes air (teardrop vesicle)
2. Herpes simplex : infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simplex
(herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel
berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat
mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung primer maupun rekuren
3. Dermatitis herpetiformis : kelainan bersifat kronis,
kumat-kumatan,
berhubungan

dengan

imunologis,

lesi

bersifat

bilateral,

membentuk

korimbiformis.
4. Ektima : Pioderma yang menyerang epidermis dan dermis. Lesi awal vesikel
atau vesikopustul yang eritem, membesar dan pecah membentuk krusta tebal
dan kering, sukar dilepas dari dasar. Jika krusta dilepas ulkus dangkal
menyerupai cawan dengan tepi meninggi. Lesi akan menyebar dalam beberapa
minggu. Predileksi di tungkai bawah.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada herpes zoster meliputi :

1. Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering


terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien herpes zoster dan
merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat sejalan dengan usia.
Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai gejala sensoris, biasanya sakit dan
mati rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut sembuh dan dapat
terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut.
Nyeri ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan
menetap setelah erupsi akut herpes zoster menghilang.
2. Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus
trigeminus sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga memengaruhi
cabang kedua dan ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian luar terlibat, dengan
vesikel pada ujung dan tepi hidung (Hutchinsons sign), maka keterlibatan mata
16

dapat jelas terlihat. Vesikel pada margo palpebra juga harus diperhatikan.
Kelainan pada mata yang sering terjadi adalah uveitis dan keratitis, akan tetapi
dapat pula terjadi glaukoma, neuritis optik, ensefalitis, hemiplegia, dan nekrosis
retina akut
3. Infeksi sekunder oleh bakteri yang akan menyebabkan terhambatnya
penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatrik
J. TERAPI
Tujuan

penatalaksanaan

herpes

zoster

adalah

mempercepat

proses

penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik, serta
mengurangi risiko komplikasi. Untuk terapi simtomatik terhadap keluhan nyeri
dapat diberikan analgetik golongan NSAID seperti asam mefenamat 3 x 500mg per
hari, indometasin 3 x 25 mg per hari, atau ibuprofen 3 x 400 mg per hari.Kemudian
untuk infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik.4 Sedangkan pemberian antiviral
sistemik direkomendasikan untuk pasien berikut :
1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes zoster
oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat mengalami keratitis
yang akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan komplikasi ocular
lainnya
2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun
3. Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel) direkomendasikan
pemberian antiviral intravena
4. Pasien yag imunokompromais seperti koinfeksi HIV, pasien kemoterapi, dan
pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada pasien HIV, terapi dilanjutkan
hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi risiko relaps
Obat antiviral yang dapat diberikan adalah asiklovir atau modifikasinya, seperti
valasiklovir, famsiklovir, pensiklovir. Obat antiviral terbukti efektif bila diberikan
pada tiga hari pertama sejak munculnya lesi, efektivitas pemberian di atas 3 hari
sejauh ini belum diketahui.13 Dosis asiklovir adalah 5 x 800mg per hari dan
umumnya diberikan selama 7-10 hari. Sediaan asiklovir pada umumnya adalah
tablet 200 mg dan tablet 400 mg. Pilihan antiviral lainnya adalah valasiklovir 3 x
1000mg per hari, famsiklovir atau pensiklovir 3 x 250 mg per hari, ketiganya
memiliki waktu paruh lebih panjang dari asiklovir.4,10 Obat diberikan terus bila lesi
masih tetap timbul dan dihentikan 2 hari setelah lesi baru tidak timbul lagi.
17

Untuk pengobatan topikal, pada lesi vesikular dapat diberikan bedak kalamin atau
phenol-zinc untuk pencegahan pecahnya vesikel. Bila vesikel sudah pecah dapat
diberikan antibiotik topical untuk mencegah infeksi sekunder. Bila lesi bersifat
erosif dan basah dapat dilakukan kompres terbuka.
Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar tidak
terjadi infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan dapat
menyebabkan lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar jaringan parut, serta
berisiko terjadi infeksi sekunder. Selanjutnya pasien tetap dianjurkan mandi, mandi
dapat meredakan gatal. Untuk mengurangi gatal dapat pula menggunakan losio
kalamin. Untuk menjaga lesi dari kontak dengan pakaian dapat digunakan dressing
yang steril, non-oklusif, dan non-adherent
Pasien dengan komplikasi neuralgia postherpetic dapat diberikan terapi
kombinasi atau tunggal dengan pilihan sebagai berikut14:
1. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin dengan dosis 10-25 mg per hari pada
malam hari;
2. Gabapentin bila pemberian antidepresan tidak berhasil. Dosis gabapentin 100300mg per hari;
3. Penambahan opiat kerja pendek, bila nyeri tidak tertangani dengan gabapentin
atau antidepresan trisiklik saja;
4. Kapsaicin topical pada kulit yang intak (lesi telah sembuh), pemberiannya dapat
menimbulkan sensasi terbakar; dan
5. Lidocaine patch 5% jangka pendek.
Pada herpes zoster otikus (sindroma Ramsay Hunt) diindikasikan pemberian
kortikosteroid. Kortikosteroid oral diberikan sedini mungkin untuk mencegah
paralisis dari nervus kranialis VII. Dosis prednisone 3 x 20 mg per hari, kemudian
perlu dilakukan tapering off setelah satu minggu. Pemberiannya dikombinasikan
dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis ganglion karena kortikosteroid
menekan imunitas. Namun perlu diingat kontraindikasi relatif atau absolut
kortikosteroid seperti diabetes mellitus.14 Pada komplikasi seperti ini, rujukan
kepada spesialis terkait sangat dianjurkan.
K. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini umumnya baik, pada herpes oftalmikus prognosis
bergantung pada tindakan perawatan secara dini.
18

19

1. BAB III
2. PEMBAHASAN
3.
4.

Herpes zoster adalah infeksi virus yang terjadi setelah terpapar

infeksi primernya, yaitu virus varisela. Pada pasien ini dari anamnesis yang
meunjang pada ditegakkannya diagnosis herpes zoster adalah pada gejala
subyektif pasien mempunyai riwayat gejala prodromal seperti demam dan
malaise, pasien mengeluh kemeng dan gatal. Pada riwayat penyakit dahulu pasien
sudah pernah terkena campak (vasisela) pada waktu duduk di bangku sekolah
dasar. Hal ini menunjukkan telah terjadinya infeksi primer dan virus varisela
menjadi laten di gangglion saraf sensoris pasien. Dan reakstivasi dari virus ini
ditunjukkan dengan adanya manifestasi klinis yang timbul pada kulit berupa
timbulnya vesikel yang berkelompok pada dasar yang eritem yang letaknya
unilateral dan sesuai dengan dermatom saraf yang terkena. Pada pasien ini lesi
yang timbul adalah di bagian femoralis dextra bagian posterior, jika pada
dermatom merupakan dermatom S4.
5.
Pengobatan pada pasien ini yaitu pemeberian antibiotic topical dan
sistemik yang berfungsi untuk mecegah infeksi sekunder. Selain itu diberikan
juga obat simptomatis yaitu pemberian analgetik dan anti anxietas. Pada
penatalaksanaan herpes zoste, kita juga bisa memberi pengobatan antiviral jika
terdapat indikasi dan untuk mencegah replikasi virus. Selain itu kita juga dapat
memberi kortikosteroid untuk Sindrom Ramsay Hunt dengan tapering off.
Penatalaksanaan lain juga dapat dilakukan sesuai dengan gejala dan komplikasi.
6.

20

7. BAB IV
8. KESIMPULAN
9.
10.
1. Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster yang

menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer
2. Penegakan diagnosis dapa ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
(predileksi dan UKK yang khas) serta pemeriksaan penunjang
herpes ini hanya secara simptomatik, seperti analgesik dan

3. Pengobatan

neuroprotektan, antivirus hanya diberikan jika lesi muncul kurang dari 3 hari atau
didapatkan indikasi lain diberikannya antivirus, serta pemberian antibiotik.

21

11.DAFTAR ISI
12.
13.

14.

Djuanda, Adhi., dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi V. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
15.

16.

Janniger, Camila K, et al. 2014. Herpes Zoster. Diakses pada tanggal 14 Desember
2014 melalui http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview

17.
18.
19.

Kelompok Studi Herpes Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Infeksi Herpes Virus


Humanus di Indonesia 2011. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair

20.
21.

Oakes SA. Postherpetic Neuralgia Bacgground Monograph. Med Cases Inc; 2004

22.
23. Wolff, Klaus., Johnson, Richard Allen., Suurmond, Dick. 2007. Fitzpatricks Color

Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology Fifth Edition. New York : The McGrawHill Companies

22

Anda mungkin juga menyukai