Anda di halaman 1dari 5

Dakwah Nabi Muhammad SAW

Wahyu berikutnya adalah surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya:

Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu
agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala)
tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (QS. 74: 1-7)

Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah SAW berdakwah. Mula-mula ia
melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga dan rekan-rekannya. Orang
pertama yang menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang pertama kali masuk
Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, saudara sepupunya yang kala itu baru
berumur 10 tahun, sehingga Ali menjadi lelaki pertama yang masuk Islam. Kemudian Abu
Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Baru kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah,
bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman, pengasuh Nabi SAW sejak
ibunya masih hidup.

Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti,
Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqas, dan Talhah
bin Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini, belasan orang telah masuk Islam.

Setelah beberapa lama Nabi SAW menjalankan dakwah secara diam-diam, turunlah perintah
agar Nabi SAW menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia mengundang kerabat
karibnya dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia menyampaikan ajarannya. Namun
ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian menolak dengan halus, sebagian menolak
dengan kasar, salah satunya adalah Abu Lahab.

Langkah dakwah seterusnya diambil Nabi Muhammad SAW dalam pertemuan yang lebih besar.
Ia pergi ke Bukit Shafa, sambil berdiri di sana ia berteriak memanggil orang banyak. Karena
Muhammad SAW adalah orang yang terpercaya, penduduk yakin bahwa pastilah terjadi sesuatu
yang sangat penting, sehingga mereka pun berkumpul di sekitar Nabi SAW.
Untuk menarik perhatian, mula-mula Nabi SAW berkata, "Saudara-saudaraku, jika aku berkata,
di belakang bukit ini ada pasukan musuh yang siap menyerang kalian, percayakah kalian?"
Dengan serentak mereka menjawab, "Percaya, kami tahu saudara belum pernah berbohong.
Kejujuran saudara tidak ada duanya. Saudara yang mendapat gelar al-Amin."
Kemudian Nabi SAW meneruskan, "Kalau demikian, dengarkanlah. Aku ini adalah seorang
nazir (pemberi peringatan). Allah telah memerintahkanku agar aku memperingatkan saudara-
saudara. Hendaknya kamu hanya menyembah Allah saja. Tidak ada Tuhan selain Allah. Bila
saudara ingkar, saudara akan terkena azabnya dan saudara nanti akan menyesal. Penyesalan
kemudian tidak ada gunanya."

Tapi khotbah ini ternyata membuat orang-orang yang berkumpul itu marah, bahkan sebagian dari
mereka ada yang mengejeknya gila. Pada saat itu, Abu Lahab berteriak, "Celakalah engkau hai
Muhammad. Untuk inikah engkau mengumpulkan kami?"
Sebagai balasan terhadap ucapan Abu Lahab tsb turunlah ayat Al-Qur'an yang artinya:

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah
kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang
bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. yang di lehernya ada tali dari
sabut. (QS. 111: 1-5)

Aksi-aksi menentang Dakwah Nabi Muhammad SAW

Reaksi-reaksi keras menentang dakwah Nabi SAW bermunculan, namun tanpa kenal lelah Nabi
Muhammad SAW terus melanjutkan dakwahnya, sehingga hasilnya mulai nyata. Hampir setiap
hari ada yang menggabungkan diri dalam barisan pemeluk agama Islam. Mereka terutama terdiri
dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang miskin serta lemah. Meskipun sebagian dari
mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat yang mendorong mereka beriman
sangat membaja.

Tantangan dakwah terberat datang dari para penguasa Mekah, kaum feodal, dan para pemilik
budak. Mereka ingin mempertahankan tradisi lama disamping juga khawatir jika struktur
masyarakat dan kepentingan-kepentingan dagang mereka akan tergoyahkan oleh ajaran Nabi
Muhammad SAW yang menekankan pada keadilan sosial dan persamaan derajat. Mereka
menyusun siasat untuk melepaskan hubungan keluarga antara Abi Thalib dan Nabi Muhammad
SAW dengen cara meminta pada Abu Thalib memilih satu di antara dua: memerintahkan
Muhammad SAW agar berhenti berdakwah, atau menyerahkannya kepada mereka. Abi Thalib
terpengaruh oleh ancaman itu, ia meminta agar Muhammad SAW menghentikan dakwahnya.
Tetapi Muhammad SAW menolak permintaannya dan berkata, "Demi Allah saya tidak akan
berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak
saudara mengucilkan saya."
Mendengar jawaban ini, Abi Thalib pun berkata, "Teruskanlah, demi Allah aku akan terus
membelamu".

Gagal dengan cara pertama, kaum Quraisy lalu mengutus Walid bin Mugirah menemui Abi
Thalib dengan membawa seorang pemuda untuk dipertukarkan dengan Muhammad SAW.
Pemuda itu bernama Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan. Walid bin
Mugirah berkata, "Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan kepada kami Muhammad
untuk kami bunuh, karena dia telah menentang kami dan memecah belah kita".
Usul Quraisy itu ditolak mentah-mentah oleh Abi Thalib dengan berkata, "Sungguh jahat pikiran
kalian. Kalian serahkan anak kalian untuk saya asuh dan beri makan, dan saya serahkan
kemenakan saya untuk kalian bunuh. Sungguh suatu penawaran yang tak mungkin saya terima."

Kembali mengalami kegagalan, berikutnya mereka menghadapi Nabi Muhammad SAW secara
langsung. Mereka mengutus Utbah bin Rabi'ah, seorang ahli retorika, untuk membujuk Nabi
SAW. Mereka menawarkan takhta, wanita, dan harta yang mereka kira diinginkan oleh Nabi
SAW, asal Nabi SAW bersedia menghentikan dakwahannya. Namun semua tawaran itu ditolak
oleh Nabi Muhammad SAW dengan mengatakan, "Demi Allah, biarpun mereka meletakkan
matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan menghentikan dakwah
agama Allah ini, hingga agama ini memang atau aku binasa karenanya."

Setelah gagal dengan cara-cara diplomatik dan bujuk rayu, kaum Quraisy mulai melakukan
tindak kekerasan. Budak-budak mereka yang telah masuk Islam mereka siksa dengan sangat
kejam. Mereka dipukul, dicambuk, dan tidak diberi makan dan minum. Salah seorang budak
bernama Bilal, mendapat siksaan ditelentangkan di atas pasir yang panas dan di atas dadanya
diletakkan batu yang besar dan berat.
Setiap suku diminta menghukum anggota keluarganya yang masuk Islam sampai ia murtad
kembali. Usman bin Affan misalnya, dikurung dalam kamar gelap dan dipukul hingga babak
belur oleh anggota keluarganya sendiri. Secara keseluruhan, sejak saat itu umat Islam mendapat
siksaan yang pedih dari kaum Quraisy Mekah. Mereka dilempari kotoran, dihalangi untuk
melakukan ibadah di Ka'bah, dan lain sebagainya.

Kekejaman terhadap kaum Muslimin mendorong Nabi Muhammad SAW untuk mengungsikan
sahabat-sahabatnya keluar dari Mekah. Dengan pertimbangan yang mendalam, pada tahun ke-5
kerasulannya, Nabi SAW menetapkan Abessinia atau Habasyah (Ethiopia sekarang) sebagai
negeri tempat pengungsian, karena raja negeri itu adalah seorang yang adil, lapang hati, dan suka
menerima tamu. Nabi SAW merasa pasti rombongannya akan diterima dengan tangan terbuka.

Rombongan pertama terdiri dari 10 orang pria dan 5 orang wanita. di antara rombongan tsb
adalah Usman bin Affan beserta istrinya Ruqayah (putri Rasulullah SAW), Zubair bin Awwam,
dan Abdur Rahman bin Auf. Kemudian menyusul rombongan kedua yang dipimpin oleh Ja'far
bin Abi Thalib. Beberapa sumber menyatakan jumlah rombongan ini lebih dari 80 orang.

Berbagai usaha dilakukan oleh kaum Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habasyah ini,
termasuk membujuk raja negeri tsb agar menolak kehadiran umat Islam disana. Namun berbagai
usaha itu pun gagal. Semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, justru semakin
bertambah jumlah yang memeluk Islam. Bahkan di tengah meningkatnya kekejaman tsb, dua
orang kuat Quraisy masuk Islam, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Khattab.
Dengan masuk Islamnya dua orang yang dijuluki "Singa Arab" itu, semakin kuatlah posisi umat
Islam dan dakwah Muhammad SAW pada waktu itu.

Hal ini membuat reaksi kaum Quraisy semakin keras. Mereka berpendapat bahwa kekuatan Nabi
Muhammad SAW terletak pada perlindungan Bani Hasyim, maka mereka pun berusaha
melumpuhkan Bani Hasyim dengan melaksanakan blokade. Mereka memutuskan segala macam
hubungan dengan suku ini. Tidak seorang pun penduduk Mekah boleh melakukan hubungan
dengan Bani Hasyim, termasuk hubungan jual-beli dan pernikahan. Persetujuan yang mereka
buat dalam bentuk piagam itu mereka tanda-tangani bersama dan mereka gantungkan di dalam
Ka'bah. Akibatnya, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan. Untuk
meringankan penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya mengungsi ke suatu lembah di luar kota
Mekah.

Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7 kenabian Muhammad SAW dan
berlangsung selama 3 tahun itu merupakan tindakan yang paling menyiksa. Pemboikotan itu
berhenti karena terdapat beberapa pemimpin Quraisy yang menyadari bahwa tindakan
pemboikotan itu sungguh keterlaluan. Kesadaran itulah yang mendorong mereka melanggar
perjanjian yang mereka buat sendiri. Dengan demikian Bani Hasyim akhirnya dapat kembali
pulang ke rumah masing-masing.

Setelah Bani Hasyim kembali ke rumah mereka, Abi Thalib, paman Nabi SAW yang merupakan
pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari kemudian, Khadijah,
istrinya, juga meninggal dunia. Tahun ke-10 kenabian ini benar-benar merupakan Tahun
Kesedihan ('Âm al-Huzn) bagi Nabi Muhammad SAW. Telebih sepeninggal dua pendukungnya
itu, kaum Quraisy tidak segan-segan melampiaskan kebencian kepada Nabi SAW. Hingga
kemudian Nabi SAW berusaha menyebarkan dakwah ke luar kota, yaitu ke Ta'if. Namun reaksi
yang diterima Nabi SAW dari Bani Saqif (penduduk Ta'if), tidak jauh berbeda dengan penduduk
Mekah. Nabi SAW diejek, disoraki, dilempari batu sampai ia luka-luka di bagian kepala dan
badannya.

Anda mungkin juga menyukai