Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM

UJI ANTIINFLAMASI METODE VOLUME UDEM

Disusun oleh :
Kelompok VI
Dodi Zakaria

(201310410311142)

Eko setiawan

(201310410311144)

Adelia Firandi

(201310410311173)

Andini Ramadani A.

(201310410311174)

Endah Kurniasari

(201310410311185)

Nur Wazilah

(201310410311259)

Iid Fitrianingtias

(201310410311281)

Rifdiyatul Awaliyah

(201310410311293)

Olivia Afkarina

(201310410311296)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014

I.

Tujuan instruksional khusus:


Memahami prinsip eksperimen terhadap efek antiinflamasi dengan menggunakan alat
pletismometer.

II.

Dasar Teori
A. Inflamasi
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses
inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-elemen darah,
sel darah putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan
atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana
tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada
tempat cidera dan untuk mempersiapakan keadaan untuk perbaikan jaringan.
Meskipun ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, tetapi tidak boleh dianggap
sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi, tetapi
tidak semua inflamasi disebabkan oleh infeksi. Inflamasi adalah satu dari respon
utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor
kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan
oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk
melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Terjadi inflamasi akibat dilepaskannya mediator-mediator kimia, contohnya :
histamin, kinin dan prostaglandin.
a

Histamin : mediator pertama dalam proses inflamasi menyebabkan dilatasi arteriol


dan meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga cairan dapat meninggalkan
kapiler dan mengalir ke daerah cedera.
Kinik (bradikinin) : meningkatkan permeabilitas kapiler dan rasa nyeri.
Prostaglandin : dilepaskannya prostaglandin menyebabkan bertambahnya

b
c

fasodilatasi permeabilitas kapiler, nyeri dan demam.


Radang mempunyai tiga peranan penting dalam perlawanan terhadap infeksi:
1

Memungkinkan penambahan molekul dan sel elektron ke lokasi infeksi untuk

2
3

meningkatkan perfoma makrofag.


Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebab infeksi.
Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terahdap luka jaringan


yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat zat
mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur zat perbaikan
jaringan. Inflamasi juga merupakan proses yang vital untuk semua organisme dan
berperan baik dalam mempertahankan kesehatan maupun dalam terjadinya berbagai
penyakit yang dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak
dan migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi dengan tipe proses peradangan
dan meliputi amin, seperti histamin dan 5-hidroksitriptamin; lipid, seperti
prostaglandin; peptida kecil, seperti bradikinin; dan peptida besar, seperti interleukin.
Penemuan variasi yang luas diantara mediator kimiawi telah menerangkan paradoks
yang tampak bahwa obat obat anti inflamasi dapat mempengaruhi kerja mediator
utama yang penting pada satu tipe inflamasi tetapi tanpa efek pada proses inflamasi
yang tidak melibatkan mediator target obat (Mycek, M.J., dkk., 2001).
Fenomena inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi
yang sudah dikenal adalah kalor, rubor, tumor, dolor dan function lease atau dengan
kata lain secara mikroskopis, inflamasi menunjukkan gambaran yang kompleks
seperti dilatasi arteriol, kapiler dan venul; peningkatan permeabilitas dan arus darah;
eksudasi cairan, termasuk protein plasma; migrasi leukosit ke fokus inflamasi.
Akumulasi leukosit yang disusul dengan aktivasi sel merupakan kejadian sentral
dalam patogenesis hampir semua inflamasi ( Lutfianto, I., 2009).
Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan akibat adanya
noksi akan membebaskan berbagai mediator dan substansi radang. Pengurangan
peradangan dengan obat-obat antiinflamasi sering mengakibatkan perbaikan rasa sakit
selama periode yang bermakna. Obat-obat AINS yang digunakan untuk penyakit
rematik mempunyai kemampuan untuk menekan gejala peradangan. Beberapa obat ini
juga mempunyai efek antipiretik dan analgesik, tetapi efek antiinflamasinya membuat
obat-obat ini bermanfaat dalam menanggulangi kelainan rasa nyeri yang berhubungan
dengan intensitas proses peradangan (Katzung, 1998).
Mekanisme terjadinya radang

Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap
suatu rangsang atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya
zat kimi tertentu yang akn menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi
radang tersebut, diantaranya adalah histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan
prostaglandin. Histamin bertanggungjawab pada perubahan yang paling awal yaitu
menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang didahului dengan vasokonstriksi awal
dan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perubahan distribusi sel
darah merah. Oleh karena aliran darah yang lambat, sel darah merah akan
menggumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke pinggir. Makin lambat aliran
darah maka sel darah putih akan menempel pada dinding pembuluh darah makin lama
makin banyak. Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari
pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal
menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatakan permeabilitas kapiler. Sebagai
penyebab radang, prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator
lainnya (Lumbanraja, L.B., 2009).
Tanda-tanda utama inflamasi:
1

Eritema (kemerahan) Merupakan tahap pertama dari inflamasi. Darah berkumpul

pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh.


Edema (pembengkakan) Tahap ke dua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam
jaringan interstial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol dengan

meningkatkan permeabilitas kapiler.


Kolor (panas) Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya
penggumpalan darah dan juga dikarenakan pirogen (substansi yang menimbulkan

4
5

demam) yang menggangu pusat pengaturan panas dan hipotalamus.


Dolor (nyeri) Disebabkan peningkatan dan pelepasan mediator-mediator kimia.
Function laesa (hilangnya fungsi) Disebabkan karena penumpukan cairan pada
tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada
daerah yang terkena.
Radang dapat dihentikan menurut reaksi pemula dengan meniadakan noksi

atau dengan menghentikan kerja yang merusak. Gejala inflamasi : reseptor suhu
dalam hipotalamus dan disampaikan ke pusat termoregulasi (pusat panas) yang
terletak dalam hipotalamus. Selanjutnya menerima implus dari reseptor dingin dan
reseptor panas dari kulit dan dengan demekian dalam kondisi untuk bereaksi dengan
cepat terhadap beban panas dan dingin. Pada keadaan beban panas (misal pada kerja

jasmani) banyak panas dikeluarkan melalui peningkatan pembentukan keringat dan


melalui peningkatan aliran darah kulit. Pada keadaan dingin, tidak hanya pembebasan
panas di tekan, tapi juga produksi panas ditingkatkan.
(Ernst Mutschlear, Dinamika Obat farmakologi dan Toksiologi. Buku ajar edisi
kelima, penerbit ITB 1991)
B. Larutan Karagenan
Karagenan merupakan suatu mukopolisakarida yang diperoleh dari rumput
laut merah Irlandia (Chondrus crispus). Karagenan juga merupakan suatu zat asing
(antigen) yang bila masuk ke dalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator
radang seperti histamin sehingga menimbulkan radang akibat antibodi tubuh bereaksi
terhadap antigen tersebut untuk melawan pengaruhnya. Karagenan terbagi atas tiga
fraksi, yaitu kapaa karagenan, iota karagenan, dan lambda karagenan. Karegenan
diberi nama berdasarkan persentase kandungan ester sulfatnya, yaitu kappa
karagenan mengandung 25-30%, iota karagenan 28-35%, dan lambda karagenan 3239%. Larut dalam air panas (700C), air dingin, susu dan dalam larutan gula sehingga
sering digunakan sebagai pengental/penstabil pada berbagai makanan/minuman
(Lumbanraja, L.B., 2009).
a.

Kappa karagenan
Kappa karegenan berasal dari spesies Euchema cottonii, Euchema striatum,

Euchema speciosum.

Bahan ini larut dlam air panas. Kappa karagenan

mengekstraksi D-galaktosa yang mengandung 6 ester sulfat dan 3,6-anhidro-Dgalaktosa yang mengandung 2 ester sulfat.
b.

Iota karagenan
Iota karagenan berasal dari spesies Euchema spinosuum, Euchema isiforme,

dan Euchema uncinatum. Bahan ini larut dalam air dingin. Iota karagenan
mengekstraski D-galakatosa yang mengandung 4 ester sulfat dan 3,6-anhidro-Dgalaktosa yang mengandung 2 ester sulfat.
c.

Lambda karagenan
Lambda karagenan berasal dari genus Chondrus dan Gigartina. Lambda

karagenan larut dalam air dingin. Berbeda dengan kappa karagenan dan iota

karagenan, lambda karagenan memiliki disulfat-D-galaktosa (Lumbanraja, L.B.,


2009).
Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki beberapa
keuntungan antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan
jaringan, dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi
dibanding senyawa iritan lainnya. Zat yang digunakan untuk memicu terbentuknya
udem antara lain; mustard oil 5%, DEXTRAN 1%, egg white fresh undiluted,
serotonin kreatinin sulfat, lamda karagenin 1% yang diinduksikan secara subplantar
pada telapak kaki tikus. Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lamda karagenin,
iotakaragenin, dan kappa karagenin/ lamda karagenin ini dibandingkan dengan jenis
lamda yang lain, lamda karagenin paling cepat menyebabkan inflamasi dan memiliki
bentuk gel yang baik dan tidak keras
Karagenin sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel me jalalui
pelepasan mediator yang mengawali proses inflamasi. pada saat terjadi pelepasan
mediator inflamasi, terjadi udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Udem yang
disebabkan induksi karagenin bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur
berkurang dalam waktu 24 jam.
Selain larutan karagenin 1% ada beberapa penyebab inflamasi lain.
Diantaranya :
1. Mikroorganisme
2. Agen fisik seperti suhu yang ekstrim, cedera mekanis, sinar ultra violet,
dan radiasi ion
3. Agen kimia misalnya asam dan basa kuat
4. Antigen yang menstimulasi respon immunologis

Obat-obat Anti-Inflamasi Nonsteroid


AINS (Anti-Inflamasi Non-Steroid) berkhasiat analgetis, antipiretis, serta
anti radang (antiflogistis), dan sering sekali digunakan ntuk menghalau gejaa
penyakit rema. Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan,
benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat
olahraga. Oba ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini
mungkin dalam dosis yang cukup tinggi (Tan, H.T., 2002).

Pembagian obat-obat Anti-Inflamasi Non Steroida :


1 Asam Karboksilat
a. Asam asetat
Derivat Asam Fenilasetat, misalnya Diklofenak dan Fenklofenak.
Derivat Asam Asetal-inden/indol, misalnya Indometasin, Sulindak dan
b.
c.
d.
e.

Tolmetin.
Derivat Asam Salisilat, misalnya Aspirin, Salisilat, Benorilat dan Diflunisal.
Derivat Asam Propionat, misalnya Asam Tiaprofenat, Fenbufen, Fenoprofen,
Derivat Pirazolon, misalnya Azapropazon, Oksifenbutazon dan Fenilbutazon.
Derivat Oksikam, misalnya Piroksikam dan Tenoksikam
C. Natrium diklofenak
Natrium diklofenak adalah suatu senyawa anti-inflamasi non-steroid yang
bekerja sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Senyawa ini sangat
merangsang lambung sehingga untuk mencegah efek samping ini bentuk sediaan oral
(tablet) natrium diklofenak disalut enteric. Waktu paruh natrium diklofenak adalah
1,5 jam (Mutschler, E., 1991).
Efektivitas suatu senyawa obat pada pemakaian klinik berhubungan dengan
farmakokinetiknya, dan farmakokinetik suatu senyawa dari suatu bentuk sediaan
ditentukan oleh ketersediaan hayatinya (bioavailabilitasnya). Bioavailabilitas suatu
senyawa obat dari sediaannya ditentukan/dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
seperti: kualitas dan sifat fisiko-kimia bahan baku zat aktif yang dipakai, jenis dan
komposisi bahan pembantu, teknik pembuatan, dll. Dengan demikian, sediaansediaan obat yang mengandung zat aktif yang sama dalam bentuk sediaan yang sama
("pharmaceutical equivalent") tetapi diproduksi oleh pabrik yang berbeda bisa
menghasilkan efektivitas klinik yang berbeda (Mutschler, E., 1991).
Farmakologi dan farmakokinetika
Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali adalah salah
satu teknologi yang dikembangkan untuk memperbaiki efikasi dan toleransi
diklofenak. Pengembangan formulasi yang canggih dengan teknologi tinggi pada
drug delivery System telah dilakukan oleh Klinge Pharma GmbH dan telah
dipasarkan di Indonesia dengan nama Deflamat CR oleh PT. Actavis
Indonesia.Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan SustainedRelease) memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana zat aktif terbagi dalam

ratusanunit sferis kecil (pelet) yang akan menjamin penyebaran yang baik dari zat
aktif diseluruh saluran gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastrointestinal dari obat AINS. Selain itu, dengan ukuran partikel yang kecil, pelet bisa
melintasi pilorus dengan cepat bersama kimus, dimana transportasi menuju doudenum
tidak bergantung pada pengosongan lambung, sehingga waktu transit obat ratarata lebihcepat dan dengan sistem pelepasannya yang terkendali, absorpsi yang cepat
dan kontinyu memberikan kontribusi utama untuk memperbaiki bioavilabilitas obat
AINS.
Mekanisme kerja AINS
Cara kerja NSAIDs untuk sebagian besar berdasarkan hambatan sintesa
prostaglandin, dimana kedua jenis cyclo-oxygenase diblokir. NSAIDs ideal
hendaknya hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan
mukosa lambung), lagi pula menghambat lipo-oxygenase (pembentukan leukotrien).
Walaupun dilakukan daya upaya intensif sejak akhir tahun 1980-an hingga kini obat
ideal demikian belum ditemukan. Dewasa ini hanya tersedia tiga obat dengan kerja
agak selektif, artinya lebih kuat menghambat COX-2 daripada COX-1, yakni COX-2
inhibitors agak baru nabumeton dan meloxicam. Dari obat baru celecoxib diklaim
tidak menghambat COX-1 sama sekali pada dosis bias, tetapi efek klinisnya
mengenai iritasi mukosa lambung masih perlu dibuktikan. Banyak riset sedang
dilakukan pula untuk mengembangkan antagonis leukotrien yang dapat digunakan
sebagai obat anti radang pada rema dan asma (Tan, H.T., 2002)
D. Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe)
Klasifikasi Rimpang temu putih :
Kingdom : Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Curcuma
Jenis
: Curcuma Zedoaria (Berg.) Roscoe
Nama Lain:Curcuma pallida, Costus nigricans, Roscoea nigro-ciliata, Roscea
lutea, Temu putih (Melayu), Fung ngo suk (Tiong hoa)
Rimpang temu putih adalah tanaman yang termasuk pada famili zingiberaceae.
Rimpang temu putih mengandung senyawa kurkumin yang berfungsin sebagai anti

inflamasi. Kurkumin merupakan senyawa fenolik yang terkandung dalam Curcuma


zedoria. (Goel et al., 2008). Kurkumin banyak digunakan sebagai pewarna, perasa
makanan dan digunakan sebagai obat pada pengobatan tradisional India (Kohli et al.,
2005).
Aktivitas Antiinflamasi: Rimpang temu putih mengandung minyak atsiri dan
secara empiris digunakan untuk menghilangkan rasa sakit atau bersifat analgetik.
Bahan yang bersifat analgetik mungkin juga bersifat antiinflamasi. Hasil penelitian
Adjirni dan Saroni (2002), menunjukkan bahwa infus rimpang temu putih setara
dengan serbuk 176,4 mg/100 g bb menunjukkan efek antiinflamasi yang tidak sekuat
fenilbutazon (salah satu obat inflamasinon steroid) dosis 10 mg/100 g bb tikus.
Sebagai obat antiinflamasi mungkin temu putih dapat menghilangkan rasa sakit atau
nyeri, tetapi tidak begitu kuat mengurangi peradangan. (Tinjauan pustaka, IPB)
Didalam tumbuhan rimpang temu putih memiliki zat berkhasiat kurkumin
yaitu zat yang sangat aktif dalam menghambat peradangan baik secara akut maupun
kronis pada hewan coba, hal ini dikarenakan kurkumin memiliki struktur yang hampir
sama dengan fenilbutason dan kortison yang merupakan obat anti-inflamasi yang
paling kuat efeknya.
Aktifitas

anti

radang

kurkumin

pertama

kali

dilaporkan

oleh

Grieve pada tahun 1971. Pada percobaan tersebut dilaporkan bahwa kurkumin sangat
aktif dalam menghambat peradangan baik secara akut maupun kronis pada model
hewan percobaan. Pada percobaan akut, kurkumin memiliki potensi yang hampir sam
a dengan fenilbutason dan kortison. Sedangkan pada percobaan kronis kurkumin
hanya menunjukkan setengah potensi fenilbutason.
Rimpang digunakan untuk pengobatan :

Nyeri sewaktu haid (dismenore)


Tidak datang haid (anemore) karena tersumbatnya aliran darah
Pembersihan darah setelah melahirkan
Memulihkan gangguan pencernaan makanan (dispepsi), seperti rasamual

dankembung karena banyak gas


Sakit perut, rasapenuh dan sakit di dada akibat tersumbatnya energi vital
Pembesaran: hati (hepatomegali), Limpa (splenomegali)
Luka memar, sakit gigi, radang tenggorok, batuk
Kanker : serviks, vulva, dan kulit.

Meningkatkan efektivitas pengobatan radias idan kemoterapi pada penderita


kanker.
Pada penelitian di Cina, temu putih selain dapat menyembuhkan kanker
serviks, juga

meningkatkan

khasiat

radioterapi

guna

membunuh

sel

kanker (Agus Hewijanto, Fakultas Farmasi, WIDMAN, 1990)


Infus Rimpang temu putih 30% pada kelinci yang telah diberikan
karbontetraklorida dapat mempercepat turunya enzim SGOT, SGPT, dan
Gamma GT pada serum kelinci (Agus Hewijanto, Fakultas Farmasi,
WIDMAN, 1990)
Secara in vitro, minyak menguap menghambat pertumbuhan Streptococcus
hemoltyticus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi, dan
Vibrido cholarae.
Minyak menguap juga mempunyai efek antitrombotik yang kemungkinan
disebabkan oleh kurkumin.
Pemberian ekstrak enatol dari rimpang temu putih pada tikus dan mencit yang
hamil

muda mempunyai

efek

abortivum,

juga

mempunyai

efek

antiimplantis pada anjing.


Pada perkembangannya banyak riset ilmiah yang membuktikan kurkumin
memiliki efek farmakologi terhadap berbagai penyakit. Kurkumin mempunyai aktivitas
antiinflamasi (Arora et al., 1971), antibakteri (Negi et al., 1999), antiviral (Bourne et
al., 1999), antifungal (Apisariyakul et al., 1995), antitumor (Kawamori et al., 1999),
antispasmodik (Itthipanichpong, 2003) dan hepatoprotektor (Park et al., 2000).
Penggunaan kurkumin secara klinik telah banyak diaplikasikan. Salah satu
penggunaan klinik yang banyak diaplikasikan adalah kurkumin sebagai agen terapi
antiinflamasi. Mekanisme kurkumin sebagai agen antiinflamasi adalah dengan
penghambatan metabolisme asam arakidonat, sitokin dan NF- B (Kohli et al., 2005).
Beberapa uji klinik terhadap manusia menunjukan bahwa penggunaan kurkumin
sebagai agen terapi antiinflamasi aman digunakan pada manusia (Wu, 2003). Uji klinik
fase 1 menunjukan bahwa kurkumin aman digunakan dalam dosis besar (12 g/hari)
pada manusia. Penggunaan kurkumin sebagai agen antiinflamasi memiliki keterbatasan
yaitu

rendahnya

bioavailabititas

kurkumin.

Alasan

utama

dari

rendahnya

bioavailabilitas kurkumin adalah absorbsi kurkumin yang rendah, metabolisme yang


cepat dan eliminasi sistemik yang cepat (Anand et al., 2007). Oleh karena itu untuk
menimbulkan efek farmakologis, diperlukan pemejanan dalam dosis yang besar. Pada

tikus, diperlukan dosis kurkumin antara 20-80 mg/kgBB untuk menimbulkan efek
antiinflamasi (Jurenka, 2009).
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan
air pada suhu 90o C selama 15 menit. Jadi infus rimpang temu putih adalah sediaan
cair yang dibuat dengan menyari ekstrak Curcuma zedoaria Rosc dengan air pada
suhu 90 oC selama 15 menit.

III.

Alat dan bahan


Alat :
1.
2.
3.
4.

Pletismometer
Spuit
Sonde
Spidol

Bahan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
IV.

Tikus 5 ekor
Larutan karagenin 1%
Aquadest 211,5 ml/20g BB (control negatife )
Na diklofenak 6,75 mg/kgBB (control positif )
Infus rimpang temu putih 5% (dosis 0,625 g/kgBB)
Infus rimpang temu putih 10% (dosis 1,25 g/kgBB)
Infus rimpang temu putih 20% (dosis 2,5 g/kgBB)

Prosedur kerja

1. Mula-mula semua hewan uji dipuasakan 6-8 jam. Pengosongan lambung


bermanfaat terhadap proses absorbsi obat. Keberadaan obat dalam gastric
sering kali mengganggu proses absorbsi, sehingga terjadi manipulasi efek
obat.
2. Salah satu kaki belakang tikus diberi tanda dengan spidol, kemudian diukur
volumenya dengan cara mencelupkannya ke dalam tabung air raksa pada alat
plestimometer sampai dengan batas tanda tersebut.
3. Pemberian bahan uji
Semua kelompok diberikan masing-masing bahan uji secara per oral 2,5
ml/200g BB
4. Selang 10-15 menit, kemudian pada masing-masing tikus diberikan
penginduksi udem larutan karagenin 1% sebanyak 0,1 ml secara subkutan
pada bagian dorsal kaki yang sama.
5. Volume kaki tikus diukur kembali pada setiap interval waktu 5 menit sampai
efek udemnya hilang.
6. Data-data yang perlu dicatat adalah:
Mula kerja dan durasi aksi bahan penginduksi
Mula kerja dan durasi aksi obat antiinflamasi
Cara menghitung volume udempada kaki tikus :

Volume udem = volume setelah diberi penginduksi radang


volume kaki awal

Persen hambat udem dihitung sebagai berikut :


% hambatan = (x-y )/ y x 100%

V.

Hasil pengamatan praktikum


Tikus 1 = 95 g

aqua (dosis 2,5 ml/20g BB)

Tikus 2 = 107 g

Na diklofenak(dosis 50mg/50ml )

Tikus 3 = 102 g

infuse rimpang 5% (dosis 0,625 g/kgBB)

VI.

Tikus 4 = 104 g

infuse rimpang 10% (dosis 1,25 g/kgBB)

Tikus 5 = 97 g

infuse rimpang 20% (dosis 2,5 g/kg BB)

Perhitungan dosis :
Tikus 1:

95 g x 2,5 ml
=
11,875 ml = 0,361 ml
20 g

Tikus 2

: 107 g 6,75 mg /kg BB

107 g x 6,75 mg
= 0,722 mg
1000 g

Sediaan : 50mg/25ml
0,722mg x 25 ml
= 0,361 ml
50 mg
Tikus 3 :

102 g 0,625 g/1000 g BB

102 g x 0,625 g
= 0,063 g
1000 g

Infus rimpang 5% = 5 mg/ 100 ml

0,063 g x 100 ml
= 1,26 ml
5 mg

Tikus 4: 104 g 1,25 g/ kg BB

104 g x 1,25 g
= 0,13 g
1000 g

Infus rimpang 10% = 10 mg / 100 ml

0,13 g x 100 ml
= 1,3 ml
10 mg

Tikus 5: 97 g 2,5 g/ kg BB

97 g x 2,5 g
= 0,2425 g
1000 g

Infus rimpang 20% = 20 mg/100 ml

VII.

0,2425 g x 100 ml
= 1,2125 ml
20 mg

Tabel pengamatan
Rata-

Volume udem pada kaki tikus

No

Setelah

Kelomp
ok

Awal
(ml)

setelah diberi penginduksi radang (ml)

diberi
pengind

rata
Vol.

uksi

%hambatan

udem

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

1.03

1.09

1.09

1.16

1.19

1.06

0.94

0.84

0.78

radang
Kontrol
1

negatif
(aquade
st)

0.78

0.91

0,235

0%

Kontrol
positif
2

(Na

0.78

0.84

0.91

0,97

1.06

0,97

0.91

0.84

0.81

0.75

0.78

0.78

0,75

0,095

59,57%

0.88

0.94

0.94

0.94

1.03

1.13

1.19

1.09

1.03

0.97

0.94

0.94

0,137

41,70%

0.94

0.97

1,03

1.09

1.16

1.12

1.06

1.06

0,97

0,94

0.97

0.94

0,91

0,91

0,074

68.51%

0.88

0.91

0.94

0.94

0.97

1.09

0.97

0.94

0.94

0.91

0.84

0.88

0.84

0,053

77.45%

Diklofe
nak)

3
4
5

Infus
5%
Infus
10%
Infus
20%

%Hambatan=

%Efektifitas=

Volume udem control negative volume udem bahanuji


100
Volume udem controlnegative

Vo lume udem control positive volume udembahan uji


100
Volume udemcontrol positive

VIII. Perhitungan Persen Hambatan


0.2350,095
Nadiklofenak=
100 =59.57
1.
0.235
2. Infus 5% =

0.2350,137
100 =41.70
0.235

3. Infus 10%=

0.2350,074
100 =68.51
0.235

4. Infus20% =

0.2350,05 3
100 =77.45
0.235

Perhitungan % efektifitas :
Infus 5%
Infus 10%
Infus 20%

0.0950,137
x 100 % = -44.21%
0,095

0.0950,074
x 100 % = 22.11 %
0,095

0.0950,05 3
x 100 % = 44.21%
0,095

IX.

Pembahasan
Peradangan merupakan gangguan yang sering dialami oleh manusia maupun
hewan yang menimbulkan rasa sakit di daerah sekitarnya. Sehingga perlu adanya
pencegahan ataupun pengobatan untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupun
mengendalikan rasa sakit akibat pembengkakan. Dalam penelitian ini yang
digunakan untuk mengiduksi inflamasi adalah karagenin karena ada beberapa
keuntungan yang didapat antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak
menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka terhadap obat
antiinflamasi (Vogel, 2002).
Karagenin merupakan polimer suatu linear yang tersusun dari sekitar 25.000
turunan galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber dan kondisi ekstraksi.
Karagenin dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu kappa, iota, dan
lambda karagenin. Karagenin lambda ( karagenin) adalah karagenin yang
diisolasi dari ganggang Gigartina pistillata atau Chondruscrispus, yang dapat
larut dalam air dingin (Chaplin, 2005). Karagenin dipilih untuk menguji obat
antiinflamasi karena tidak bersifat antigenic dan tidak menimbulkan efek sistemik
(Chakraborty et al., 2004). Pengukuran daya antiinflamasi dilakukan dengan cara
melihat kemampuan Na diklofenak dan infuse rimpang temu putih dalam
mengurangi pembengkakan kaki hewan percobaan akibat penyuntikan larutan
karagenin 1%. Setelah disuntik karagenin, tikus-tikus memperlihatkan adanya
pembengkakan dan kemerahan pada kaki.
Karagenin sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel melalui

pelepasan mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat terjadi pelepasan
mediator inflamasi terjadi udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Udem yang
disebabkan induksi karagenin bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang
dalam waktu 24 jam.
Setelah melakukan percobaan dari hasil pengamatan kami bahwa efek ditunjukkan
dengan semakin besarnya persen hambatan berarti sediaan bahan uji mampu
menghambat udem yang terbentuk akibat induksi karagenin. Volume udem kontrol
positive yaitu natrium diklofenak mempunyai nilai 59.57%. Hasil penelitian
menunjukkan natrium diklofenak digunakan sebagai obat anti radang pada rematik dan
infus rimpang temu putih mempunyai kemampuan mengurangi udem. Berdasarkan

diagnosa kami bahwa efek yang paling besar ditunjukkan adalah natrium diklofenak dan
efek yang paling kecil ditunjukkan pada rimpang temu putih 5% dosis 0,625mg/kgBB.
Penggunaan Infus rimpang temu putih dalam praktikum didapatkan hasil bahwa infus
rimpang temu putih mempunyai aktivitas antiinflamasi. Semakin tingginya dosis maka
efek anti inflamasi juga semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari % efektivitas, infus
rimpang temu putih 5 % mempunyai % efektivitas sebesar -44.21%, sedangkan infus
rimpang temu putih 10% didapatkan hasil % efektivitas sebesar 22.11% dan %
efektivitas infus rimpang temu putih 20% didapatkan hasil yang paling besar yaitu
44.21%
Secara tradisional rimpang temu putih digunakan sebagai antimikroba dan
antifungal (Witson et al., 2005). Shiobara et al. (1985) mengidentifikasi senyawa cyclo
propano sesquiterpene, curcumenone dan 2 spirolactones, curcumanolide A dan
curcumanolide B. Pada shoots muda dari C. zedoaria mengandung (+)-germacrone-4,5epoxide, sebuah intermediet kunci pada biogenesis a germacrone-type sesquiterpenoids.
Di negara Brazil, di gunakan sebagai obat penurun panas. Aktivitas ini dikarenakan
adanya senyawa yang bertanggung jawab yaitu curcumenol (Navvaro et al., 2002).
Kandungan kimia rimpang Curcuma zedoaria Rosc terdiri dari : kurkuminoid
(diarilheptanoid), minyak atsiri, polisakarida serta golongan lain. Diarilheptanoid yang
telah diketahui meliputi : kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, dan 1,7
bis (4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on (Windono dkk, 2002).
Minyak atsiri berupa cairan kental kuning emas mengandung : monoterpen dan
sesquiterpen. Monoterpen terdiri dari : monoterpen hidrokarbon (alfa pinen, D-kamfen),
monoterpen alkohol (D-borneol), monoterpen keton (D-kamfer), monoterpen oksida
(sineol). Seskuiterpen pada Curcuma zedoaria terdiri dari berbagai golongan dan
berdasarkan penggolongan yang dilakukan terdiri dari : golongan bisabolen, elema,
germakran, eudesman, guaian dan golongan spironolakton. Kandungan lain meliputi :
etil-p-metoksisinamat, 3,7-dimetillindan-5-asam karboksilat (Windono dkk, 2002).
Singh et al (2002) melaporkan kandungan minyak atsiri pada Curcuma zedoaria
berupa 1,8 cineol (18.5%), cymene (18.42%), -phellandrene (14.9%).Golongan
seskuiterpen yaitu -Turmerone dan ar-turmeron yang diisolasi dari rhizoma Curcuma
zedoaria menghambat produksi prostaglandin E2 terinduksi lipopolisakarida (LPS) pada

kultur sel makrofag tikus RAW 264.7 dengan pola tergantung dosis (IC50 = 7.3 M
untuk -turmerone; IC50 = 24.0 M untuk ar-turmerone). Senyawa ini juga
menunjukkan efek penghambatan produksi nitric oxide terinduksi LPS pada sistem sel
(Hong et al., 2002).

X.

Kesimpulan
Kesimpulan hasil pengamatan kami adalah:
1. Natrium diklofenak mempuyai efek antiinflamasi dengan persen hambatan
2

59.57 %
Infus rimpang temu putih 5% (dosis 0,625mg/kgBB) dengan persen

hambatan sebesar 41.70%


Infus rimpang temu putih 10% (dosis 1,25/kgBB) dengan persen

hambatan sebesar 68.51%


Infus rimpang temu putih 20% (dosis 2,5mg/kgBB) dengan persen

hambatan sebesar 77.45%


Sehingga semakin tinggi dosis untuk kelompok uji (Infus rimpang temu
putih) maka semakin tinggi pula efek terapi yang diberikan dan semakin
tinggi pula persen hambatan yang diberikan oleh obat tersebut.

Daftar Pustaka
Universitas Indonesia, 2007, Farmakologi dan Terapi, edisi v, Jakarta
M. J. Neal, 2005, At a Glace Farmakologi Medis, edisi v, Erlangga, Jakarta
Thomas B. Boulton & Colin E. Blogg, 1994, Anestesi edisi x, EGC, Jakarta
Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta

Anonim. (2008). Obat Antiinflamasi Nonsteroid. http://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/ob


at-antiinflamasi-nonsteroid-part-1/
Lumbanraja, L. B. (2009). Skrining Fitokimia dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Daun

Tempuyung

(Sonchus

arvenis

L.)

terhadap

Radang

pada

Tikus.

Inflamasi.

http://

http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/14501/1/09E02475.pdf
Lutfianto,

I.

(2009).

Mekanisme

pada

Injury

Jaringan

forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/25/mekanisme-pada-injury-jaringan-inflamasi/
Meycek. J.M. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika. Hal. 157164.
Mutschler, Ernst. (1991). Dinamika Obat. Edisi kelima. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 643650..
Pappana, A. (1989). Analgetik dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 280-2291.
Tan, H.T. (2002). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya.
Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Hal.229-239.
Nurrochmad, Arief. 2004. Jurnal Pandangan Baru Kurkumin dan Aktivitasnya sebagai
Antikanker. Surakarta: Universitas Negeri Surakarta

Anda mungkin juga menyukai