Disusun oleh :
Kelompok VI
Dodi Zakaria
(201310410311142)
Eko setiawan
(201310410311144)
Adelia Firandi
(201310410311173)
Andini Ramadani A.
(201310410311174)
Endah Kurniasari
(201310410311185)
Nur Wazilah
(201310410311259)
Iid Fitrianingtias
(201310410311281)
Rifdiyatul Awaliyah
(201310410311293)
Olivia Afkarina
(201310410311296)
I.
II.
Dasar Teori
A. Inflamasi
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses
inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-elemen darah,
sel darah putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan
atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana
tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada
tempat cidera dan untuk mempersiapakan keadaan untuk perbaikan jaringan.
Meskipun ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, tetapi tidak boleh dianggap
sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi, tetapi
tidak semua inflamasi disebabkan oleh infeksi. Inflamasi adalah satu dari respon
utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor
kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan
oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk
melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.
Terjadi inflamasi akibat dilepaskannya mediator-mediator kimia, contohnya :
histamin, kinin dan prostaglandin.
a
b
c
2
3
Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap
suatu rangsang atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya
zat kimi tertentu yang akn menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi
radang tersebut, diantaranya adalah histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan
prostaglandin. Histamin bertanggungjawab pada perubahan yang paling awal yaitu
menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang didahului dengan vasokonstriksi awal
dan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perubahan distribusi sel
darah merah. Oleh karena aliran darah yang lambat, sel darah merah akan
menggumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke pinggir. Makin lambat aliran
darah maka sel darah putih akan menempel pada dinding pembuluh darah makin lama
makin banyak. Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari
pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal
menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatakan permeabilitas kapiler. Sebagai
penyebab radang, prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator
lainnya (Lumbanraja, L.B., 2009).
Tanda-tanda utama inflamasi:
1
4
5
atau dengan menghentikan kerja yang merusak. Gejala inflamasi : reseptor suhu
dalam hipotalamus dan disampaikan ke pusat termoregulasi (pusat panas) yang
terletak dalam hipotalamus. Selanjutnya menerima implus dari reseptor dingin dan
reseptor panas dari kulit dan dengan demekian dalam kondisi untuk bereaksi dengan
cepat terhadap beban panas dan dingin. Pada keadaan beban panas (misal pada kerja
Kappa karagenan
Kappa karegenan berasal dari spesies Euchema cottonii, Euchema striatum,
Euchema speciosum.
mengekstraksi D-galaktosa yang mengandung 6 ester sulfat dan 3,6-anhidro-Dgalaktosa yang mengandung 2 ester sulfat.
b.
Iota karagenan
Iota karagenan berasal dari spesies Euchema spinosuum, Euchema isiforme,
dan Euchema uncinatum. Bahan ini larut dalam air dingin. Iota karagenan
mengekstraski D-galakatosa yang mengandung 4 ester sulfat dan 3,6-anhidro-Dgalaktosa yang mengandung 2 ester sulfat.
c.
Lambda karagenan
Lambda karagenan berasal dari genus Chondrus dan Gigartina. Lambda
karagenan larut dalam air dingin. Berbeda dengan kappa karagenan dan iota
Tolmetin.
Derivat Asam Salisilat, misalnya Aspirin, Salisilat, Benorilat dan Diflunisal.
Derivat Asam Propionat, misalnya Asam Tiaprofenat, Fenbufen, Fenoprofen,
Derivat Pirazolon, misalnya Azapropazon, Oksifenbutazon dan Fenilbutazon.
Derivat Oksikam, misalnya Piroksikam dan Tenoksikam
C. Natrium diklofenak
Natrium diklofenak adalah suatu senyawa anti-inflamasi non-steroid yang
bekerja sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi. Senyawa ini sangat
merangsang lambung sehingga untuk mencegah efek samping ini bentuk sediaan oral
(tablet) natrium diklofenak disalut enteric. Waktu paruh natrium diklofenak adalah
1,5 jam (Mutschler, E., 1991).
Efektivitas suatu senyawa obat pada pemakaian klinik berhubungan dengan
farmakokinetiknya, dan farmakokinetik suatu senyawa dari suatu bentuk sediaan
ditentukan oleh ketersediaan hayatinya (bioavailabilitasnya). Bioavailabilitas suatu
senyawa obat dari sediaannya ditentukan/dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
seperti: kualitas dan sifat fisiko-kimia bahan baku zat aktif yang dipakai, jenis dan
komposisi bahan pembantu, teknik pembuatan, dll. Dengan demikian, sediaansediaan obat yang mengandung zat aktif yang sama dalam bentuk sediaan yang sama
("pharmaceutical equivalent") tetapi diproduksi oleh pabrik yang berbeda bisa
menghasilkan efektivitas klinik yang berbeda (Mutschler, E., 1991).
Farmakologi dan farmakokinetika
Natrium diklofenak dalam bentuk CR/lepas-lambat terkendali adalah salah
satu teknologi yang dikembangkan untuk memperbaiki efikasi dan toleransi
diklofenak. Pengembangan formulasi yang canggih dengan teknologi tinggi pada
drug delivery System telah dilakukan oleh Klinge Pharma GmbH dan telah
dipasarkan di Indonesia dengan nama Deflamat CR oleh PT. Actavis
Indonesia.Deflamat CR (gabungan antara teknologi Enteric-Coated dengan SustainedRelease) memiliki bentuk yang unik yaitu pelet CR dimana zat aktif terbagi dalam
ratusanunit sferis kecil (pelet) yang akan menjamin penyebaran yang baik dari zat
aktif diseluruh saluran gastro-intestinal sehingga akan memperbaiki toleransi gastrointestinal dari obat AINS. Selain itu, dengan ukuran partikel yang kecil, pelet bisa
melintasi pilorus dengan cepat bersama kimus, dimana transportasi menuju doudenum
tidak bergantung pada pengosongan lambung, sehingga waktu transit obat ratarata lebihcepat dan dengan sistem pelepasannya yang terkendali, absorpsi yang cepat
dan kontinyu memberikan kontribusi utama untuk memperbaiki bioavilabilitas obat
AINS.
Mekanisme kerja AINS
Cara kerja NSAIDs untuk sebagian besar berdasarkan hambatan sintesa
prostaglandin, dimana kedua jenis cyclo-oxygenase diblokir. NSAIDs ideal
hendaknya hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1 (perlindungan
mukosa lambung), lagi pula menghambat lipo-oxygenase (pembentukan leukotrien).
Walaupun dilakukan daya upaya intensif sejak akhir tahun 1980-an hingga kini obat
ideal demikian belum ditemukan. Dewasa ini hanya tersedia tiga obat dengan kerja
agak selektif, artinya lebih kuat menghambat COX-2 daripada COX-1, yakni COX-2
inhibitors agak baru nabumeton dan meloxicam. Dari obat baru celecoxib diklaim
tidak menghambat COX-1 sama sekali pada dosis bias, tetapi efek klinisnya
mengenai iritasi mukosa lambung masih perlu dibuktikan. Banyak riset sedang
dilakukan pula untuk mengembangkan antagonis leukotrien yang dapat digunakan
sebagai obat anti radang pada rema dan asma (Tan, H.T., 2002)
D. Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe)
Klasifikasi Rimpang temu putih :
Kingdom : Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Curcuma
Jenis
: Curcuma Zedoaria (Berg.) Roscoe
Nama Lain:Curcuma pallida, Costus nigricans, Roscoea nigro-ciliata, Roscea
lutea, Temu putih (Melayu), Fung ngo suk (Tiong hoa)
Rimpang temu putih adalah tanaman yang termasuk pada famili zingiberaceae.
Rimpang temu putih mengandung senyawa kurkumin yang berfungsin sebagai anti
anti
radang
kurkumin
pertama
kali
dilaporkan
oleh
Grieve pada tahun 1971. Pada percobaan tersebut dilaporkan bahwa kurkumin sangat
aktif dalam menghambat peradangan baik secara akut maupun kronis pada model
hewan percobaan. Pada percobaan akut, kurkumin memiliki potensi yang hampir sam
a dengan fenilbutason dan kortison. Sedangkan pada percobaan kronis kurkumin
hanya menunjukkan setengah potensi fenilbutason.
Rimpang digunakan untuk pengobatan :
meningkatkan
khasiat
radioterapi
guna
membunuh
sel
muda mempunyai
efek
abortivum,
juga
mempunyai
efek
rendahnya
bioavailabititas
kurkumin.
Alasan
utama
dari
rendahnya
tikus, diperlukan dosis kurkumin antara 20-80 mg/kgBB untuk menimbulkan efek
antiinflamasi (Jurenka, 2009).
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan
air pada suhu 90o C selama 15 menit. Jadi infus rimpang temu putih adalah sediaan
cair yang dibuat dengan menyari ekstrak Curcuma zedoaria Rosc dengan air pada
suhu 90 oC selama 15 menit.
III.
Pletismometer
Spuit
Sonde
Spidol
Bahan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
IV.
Tikus 5 ekor
Larutan karagenin 1%
Aquadest 211,5 ml/20g BB (control negatife )
Na diklofenak 6,75 mg/kgBB (control positif )
Infus rimpang temu putih 5% (dosis 0,625 g/kgBB)
Infus rimpang temu putih 10% (dosis 1,25 g/kgBB)
Infus rimpang temu putih 20% (dosis 2,5 g/kgBB)
Prosedur kerja
V.
Tikus 2 = 107 g
Na diklofenak(dosis 50mg/50ml )
Tikus 3 = 102 g
VI.
Tikus 4 = 104 g
Tikus 5 = 97 g
Perhitungan dosis :
Tikus 1:
95 g x 2,5 ml
=
11,875 ml = 0,361 ml
20 g
Tikus 2
107 g x 6,75 mg
= 0,722 mg
1000 g
Sediaan : 50mg/25ml
0,722mg x 25 ml
= 0,361 ml
50 mg
Tikus 3 :
102 g x 0,625 g
= 0,063 g
1000 g
0,063 g x 100 ml
= 1,26 ml
5 mg
104 g x 1,25 g
= 0,13 g
1000 g
0,13 g x 100 ml
= 1,3 ml
10 mg
Tikus 5: 97 g 2,5 g/ kg BB
97 g x 2,5 g
= 0,2425 g
1000 g
VII.
0,2425 g x 100 ml
= 1,2125 ml
20 mg
Tabel pengamatan
Rata-
No
Setelah
Kelomp
ok
Awal
(ml)
diberi
pengind
rata
Vol.
uksi
%hambatan
udem
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
1.03
1.09
1.09
1.16
1.19
1.06
0.94
0.84
0.78
radang
Kontrol
1
negatif
(aquade
st)
0.78
0.91
0,235
0%
Kontrol
positif
2
(Na
0.78
0.84
0.91
0,97
1.06
0,97
0.91
0.84
0.81
0.75
0.78
0.78
0,75
0,095
59,57%
0.88
0.94
0.94
0.94
1.03
1.13
1.19
1.09
1.03
0.97
0.94
0.94
0,137
41,70%
0.94
0.97
1,03
1.09
1.16
1.12
1.06
1.06
0,97
0,94
0.97
0.94
0,91
0,91
0,074
68.51%
0.88
0.91
0.94
0.94
0.97
1.09
0.97
0.94
0.94
0.91
0.84
0.88
0.84
0,053
77.45%
Diklofe
nak)
3
4
5
Infus
5%
Infus
10%
Infus
20%
%Hambatan=
%Efektifitas=
0.2350,137
100 =41.70
0.235
3. Infus 10%=
0.2350,074
100 =68.51
0.235
4. Infus20% =
0.2350,05 3
100 =77.45
0.235
Perhitungan % efektifitas :
Infus 5%
Infus 10%
Infus 20%
0.0950,137
x 100 % = -44.21%
0,095
0.0950,074
x 100 % = 22.11 %
0,095
0.0950,05 3
x 100 % = 44.21%
0,095
IX.
Pembahasan
Peradangan merupakan gangguan yang sering dialami oleh manusia maupun
hewan yang menimbulkan rasa sakit di daerah sekitarnya. Sehingga perlu adanya
pencegahan ataupun pengobatan untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupun
mengendalikan rasa sakit akibat pembengkakan. Dalam penelitian ini yang
digunakan untuk mengiduksi inflamasi adalah karagenin karena ada beberapa
keuntungan yang didapat antara lain tidak menimbulkan kerusakan jaringan, tidak
menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih peka terhadap obat
antiinflamasi (Vogel, 2002).
Karagenin merupakan polimer suatu linear yang tersusun dari sekitar 25.000
turunan galaktosa yang strukturnya tergantung pada sumber dan kondisi ekstraksi.
Karagenin dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu kappa, iota, dan
lambda karagenin. Karagenin lambda ( karagenin) adalah karagenin yang
diisolasi dari ganggang Gigartina pistillata atau Chondruscrispus, yang dapat
larut dalam air dingin (Chaplin, 2005). Karagenin dipilih untuk menguji obat
antiinflamasi karena tidak bersifat antigenic dan tidak menimbulkan efek sistemik
(Chakraborty et al., 2004). Pengukuran daya antiinflamasi dilakukan dengan cara
melihat kemampuan Na diklofenak dan infuse rimpang temu putih dalam
mengurangi pembengkakan kaki hewan percobaan akibat penyuntikan larutan
karagenin 1%. Setelah disuntik karagenin, tikus-tikus memperlihatkan adanya
pembengkakan dan kemerahan pada kaki.
Karagenin sebagai senyawa iritan menginduksi terjadinya cedera sel melalui
pelepasan mediator yang mengawali proses inflamasi. Pada saat terjadi pelepasan
mediator inflamasi terjadi udem maksimal dan bertahan beberapa jam. Udem yang
disebabkan induksi karagenin bertahan selama 6 jam dan berangsur-angsur berkurang
dalam waktu 24 jam.
Setelah melakukan percobaan dari hasil pengamatan kami bahwa efek ditunjukkan
dengan semakin besarnya persen hambatan berarti sediaan bahan uji mampu
menghambat udem yang terbentuk akibat induksi karagenin. Volume udem kontrol
positive yaitu natrium diklofenak mempunyai nilai 59.57%. Hasil penelitian
menunjukkan natrium diklofenak digunakan sebagai obat anti radang pada rematik dan
infus rimpang temu putih mempunyai kemampuan mengurangi udem. Berdasarkan
diagnosa kami bahwa efek yang paling besar ditunjukkan adalah natrium diklofenak dan
efek yang paling kecil ditunjukkan pada rimpang temu putih 5% dosis 0,625mg/kgBB.
Penggunaan Infus rimpang temu putih dalam praktikum didapatkan hasil bahwa infus
rimpang temu putih mempunyai aktivitas antiinflamasi. Semakin tingginya dosis maka
efek anti inflamasi juga semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari % efektivitas, infus
rimpang temu putih 5 % mempunyai % efektivitas sebesar -44.21%, sedangkan infus
rimpang temu putih 10% didapatkan hasil % efektivitas sebesar 22.11% dan %
efektivitas infus rimpang temu putih 20% didapatkan hasil yang paling besar yaitu
44.21%
Secara tradisional rimpang temu putih digunakan sebagai antimikroba dan
antifungal (Witson et al., 2005). Shiobara et al. (1985) mengidentifikasi senyawa cyclo
propano sesquiterpene, curcumenone dan 2 spirolactones, curcumanolide A dan
curcumanolide B. Pada shoots muda dari C. zedoaria mengandung (+)-germacrone-4,5epoxide, sebuah intermediet kunci pada biogenesis a germacrone-type sesquiterpenoids.
Di negara Brazil, di gunakan sebagai obat penurun panas. Aktivitas ini dikarenakan
adanya senyawa yang bertanggung jawab yaitu curcumenol (Navvaro et al., 2002).
Kandungan kimia rimpang Curcuma zedoaria Rosc terdiri dari : kurkuminoid
(diarilheptanoid), minyak atsiri, polisakarida serta golongan lain. Diarilheptanoid yang
telah diketahui meliputi : kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, dan 1,7
bis (4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on (Windono dkk, 2002).
Minyak atsiri berupa cairan kental kuning emas mengandung : monoterpen dan
sesquiterpen. Monoterpen terdiri dari : monoterpen hidrokarbon (alfa pinen, D-kamfen),
monoterpen alkohol (D-borneol), monoterpen keton (D-kamfer), monoterpen oksida
(sineol). Seskuiterpen pada Curcuma zedoaria terdiri dari berbagai golongan dan
berdasarkan penggolongan yang dilakukan terdiri dari : golongan bisabolen, elema,
germakran, eudesman, guaian dan golongan spironolakton. Kandungan lain meliputi :
etil-p-metoksisinamat, 3,7-dimetillindan-5-asam karboksilat (Windono dkk, 2002).
Singh et al (2002) melaporkan kandungan minyak atsiri pada Curcuma zedoaria
berupa 1,8 cineol (18.5%), cymene (18.42%), -phellandrene (14.9%).Golongan
seskuiterpen yaitu -Turmerone dan ar-turmeron yang diisolasi dari rhizoma Curcuma
zedoaria menghambat produksi prostaglandin E2 terinduksi lipopolisakarida (LPS) pada
kultur sel makrofag tikus RAW 264.7 dengan pola tergantung dosis (IC50 = 7.3 M
untuk -turmerone; IC50 = 24.0 M untuk ar-turmerone). Senyawa ini juga
menunjukkan efek penghambatan produksi nitric oxide terinduksi LPS pada sistem sel
(Hong et al., 2002).
X.
Kesimpulan
Kesimpulan hasil pengamatan kami adalah:
1. Natrium diklofenak mempuyai efek antiinflamasi dengan persen hambatan
2
59.57 %
Infus rimpang temu putih 5% (dosis 0,625mg/kgBB) dengan persen
Daftar Pustaka
Universitas Indonesia, 2007, Farmakologi dan Terapi, edisi v, Jakarta
M. J. Neal, 2005, At a Glace Farmakologi Medis, edisi v, Erlangga, Jakarta
Thomas B. Boulton & Colin E. Blogg, 1994, Anestesi edisi x, EGC, Jakarta
Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
Tempuyung
(Sonchus
arvenis
L.)
terhadap
Radang
pada
Tikus.
Inflamasi.
http://
http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/14501/1/09E02475.pdf
Lutfianto,
I.
(2009).
Mekanisme
pada
Injury
Jaringan
forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/25/mekanisme-pada-injury-jaringan-inflamasi/
Meycek. J.M. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika. Hal. 157164.
Mutschler, Ernst. (1991). Dinamika Obat. Edisi kelima. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 643650..
Pappana, A. (1989). Analgetik dalam Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 280-2291.
Tan, H.T. (2002). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya.
Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. Hal.229-239.
Nurrochmad, Arief. 2004. Jurnal Pandangan Baru Kurkumin dan Aktivitasnya sebagai
Antikanker. Surakarta: Universitas Negeri Surakarta