Anda di halaman 1dari 35

Wrap Up Skenario 1

Bengkak Seluruh Tubuh

Kelompok: B-19
Ketua

: Miranti Laras

Sekertaris

: Nabilla Sophianingtyas

(1102013194)

Anggota

: Sekar Cesaruni

(1102012264)

Mitha Ayu Ardianty

(1102013173)

Rahma Rafina

(1102013241)

Siti Rahma Dewi

(1102013276)

Titis Cresnaulan Desiyanti

(1102013286)

Widya Rizky Nurulhadi

(1102013302)

Nindya Arafah Tiawan

(1102012195)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2014/2015

(1102013172)

BENGKAK SELURUH TUBUH


Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, dibawa ibunya ke dokter karena bengkak di
seluruh tubuh. Keluhan juga dirasakan dengan BAK menjadi jarang dan tampak keruh. Sebelum
sakit, nafsu makan pasien baik. Pasien mengalami radang tenggorokan 2 minggu lalu, sudah
berobat ke dokter dan dinyatakan sembuh. Riwayat sakit kuning sebelumnya disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU : komposmentis, tekanan darah 110/70 mmHg,
denyut nadi 100x/menit, suhu 37 derajat, frekuensi napas 24x/menit. Didapatkan bengkak pada
kelopak mata, tungkai dan kemaluan. Pada abdomen didapatkan ascites. Jantung dan paru dalam
batas normal. Pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria

KATA-KATA SULIT

Riwayat sakit kuning : kelainan pada hati atau penyakit hati contohnya hepatitis
Proteinuria : terdapat protein di dalam urin, konsentrasi urin >0,3 g dari urin 24 jam.
Hematuria : terdapat sel darah merah di dalam urin
Urinalisis : tes yang dilakukan pada sampel urin

BRAINSTORMING

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Apa diagnosis pada pasien tersebut?


Mengapa dapat terjadi bengkak pada tubuh pasien?
Apakah ada hubungannya dengan radang tenggorok yang sebelumnya di derita pasien?
Mengapa dapat terjadi proteinuria dan hematuria?
Apa yang menyebabkan urin menjadi keruh?
Mengapa urin sedikit dan BAK jarang?
Mengapa keadaan umum pasien dalam keadaan normal?
Pemeriksaan urinalisis mana yang digunakan?

JAWABAN
1. Sindroma nefrotik atau glomerulonephritis
2. Karena ada retensi cairan dan garam pada tubuh pasien, sebagai bentuk kompensasi
dari ginjal
3. Ada, kemungkinan terjadi kompleks antigen-antibodi dari infeksi Streptococcus
sebelumnya, yang dapat mengakibatkan inflamasi juga pada ginjal, kompleks antigen
dan antibody bersirkulasi di seluruh tubuh sampai pada ginjal mengakibatkan adanya
inflamasi juga pada glomerulus, sehingga permeabilitas dinding kapiler glomerulus
meningkat dan menyebabkan proses filtrasi terganggu.
4. Karena ada peningkatan permeabilitas dan gangguan proses filtrasi di glomerulus,
sehingga protein dan eritrosit tidak dapat terfiltrasi dengan baik
5. Karena terdapat protein dan sel darah merah
6. Karena ada retensi cairan dan garam, sebagai kompensasi dari ginjal karena
kehilangan protein. Bentuk kompensasinya adalah memproduksi renin dan
aldosterone sehingga tidak kehilangan banyak cairan dan garam
7. Karena di dalam tubuh pasien tidak ada proses inflamasi dari streptococcus
8. Urin sewaktu

HIPOTESA
Infeksi dari streptococcus dapat menyebabkan inflamasi dan menimbulkan respon imun pada
tubuh, kompleks antigen dan antibody bersirkulasi diseluruh tubuh dan ketika aliran darah ke

ginjal dapat menyebabkan inflamasi pada ginjal. Pada ginjal terjadi peningkatan permeabilitas
dan proses filtrasi terganggu, mekanisme ini yang menyebabkan filtrat tidak terfiltasi dengan
baik dan terjadi proteinuria dan hematuria, ginjal melakukan kompensasi dengan mensekresi
renin dan aldosterone untuk meretensi cairan dan garam. Kelebihan cairan dan garam yang
diretensi ini menyebabkan edema.

SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih
LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopik
LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopik
LI 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih
LI 3. Memahami dan Menjelaskan tentang Sindrom Nefrotik
LO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Sindrom Nefrotik
LO.3.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Sindrom Nefrotik
LO.3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Sindrom Nefrotik
LO.3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Sindrom Nefrotik
LO.3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis Sindrom Nefrotik
LO.3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Sindrom Nefrotik
LO.3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindrom Nefrotik
LO.3.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik
LO.3.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Sindrom Nefrotik
LO.3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Sindrom Nefrotik
LO.3.11 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Sindrom Nefrotik
LI 4. Memahami dan Menjelaskan tentang Pandangan Fiqih terhadap Darah dan Urin

LI.1. Memahami dan Menjelaskan tentang Anatomi Ginjal dan Saluran Kemih
LO.1.1. Anatomi Secara Makroskopis

1. Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang (posterior) abdomen atas. Retroperitonium, diliputi peritoneum
pada permukaan depannya (kurang dari 2/3 bagian). Ginjal terletak didepan dua costa terakhir
(11 dan 12) dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, quadratus lumborum dan psoas
major. Memiliki ukuran numeral yaitu 12 x 6 x 2 cm dengan berat sekitar 130 gram.

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini
disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi
atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga
12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batasbatas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus


renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix
minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix
major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ginjal diliputi oleh suatu capsula cribosa tipis mengkilat yang berikatan dengan jaringan
dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal yang disebut fascia
renalis. Fascia renalis dibagi menjadi dua yaitu lamina anterior dan lamina posterior. Kearah kiri
dan kana bersatu dengan fascia transversa abdominalis membentuk rongga yang diisi oleh lemak
yang disebut corpus adiposum. Ginjal juga memiliki selubung, yang langsung membungkus
ginjal disebut capsula fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak-lemak disebut capsula
adipose.
Posisi ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal tidak jatuh karena ada
A.renalis yang berfungsi sebagai axis dari craniolateral ke caudomedial. Di puncak atas ginjal
terdapat topi yang disebut glandula supra renalis, yang kanan berbentuk pyramid sedangkan
kiri berbentuk bulan sabit.
Perdarahan Ginjal
a. Medulla : dari Aorta abdominalis bercabang A.renalis sinistra dan dekstra setinggi VL 1,
masuk melalui hilum renalis menjadi A.segmentalis (A.lobaris) lanjut menjadi A. interlobaris
terus A.arquata lanjut lagi menjadi A.interlobularis terus A.afferen dan selanjutnya masuk ke
bagian korteks renalis ke dalam glomerulus (capsula bowman), disini terjadi filtrasi darah.

b. Korteks : A.efferen berhubungan dengan V.interlobularis bermuara ke V.arcuata bermuara ke


V.interlobaris bermuara ke V.lobaris (V.segmentalis) bermuara ke V.renalis sinistra dan
dekstra dan selanjutnya bermuara ke V.cava inferior dan berakhir ke atrium dekstra.

Persarafan Ginjal
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui
segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis.
Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus.
2. Ureter
Ureter adalah tabung/saluran yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria. Merupakan
lanjutan dari pelvis renalis, menuju distal dan bermuara pada vesica urinaria. Memiliki panjang
sekitar 25-30 cm. ureter terbagi atas dua bagian yaitu Pars abdominalis (pada cavum
abdominalis) dan Pars pelvica (pada rongga panggul). Batas keduanya diambil suatu bidang
yang disebut aditus pelvis.

Pada pria ureter menyilang superficial di dekat ujungnya di dekat ductus defferen, sedangkan
pada wanita ureter lewat diatas fornix lateral vagina namun di bawah ligamentum cardinal dan
A.uterina.
Perdarahan Ureter

Ureter atas mendapat perdarahan dari A.renalis sedangkan ureter bawah mendapat perdarahan
dari A.vesicalis inferior.
Persarafan Ureter
Persarafan ureter oleh plexus hypogastricus inferior T11 L2 melalui neuron-neuron simpatis.
3. Vesica Urinaria
Disebut juga bladder/kandung kemih, retroperitoneal karena hanya dilapisi peritoneum pada
bagian superiornya. Terletak pada region hypogastrica (supra pubis).

Vesica Urinaria mempunyai 4 bagian, yaitu :

a. Apex vesicale, dihubungkan ke cranial oleh urachus sampai ke umbilicus membentuk


ligamentum vesico umbilicale mediale.
b. Corpus vesicae, antara apex dan fundus.
c. Fundus (basis) vesicae, sesuai dengan basis.
d. Cervix vesicae, sudut caudal mulai uretra dengan ostium uretra internum.
Lapisan dalam vesica urinaria pada muara masuknya ureter terdapat plica ureterica yang
menonjol. Ketika VU ini kosong maka plica ini terbuka sehingga urin dapat masuk dari ginjal
melalui ureter, sedangkan ketika VU penuh maka plica ini akan tertutup karena terdorong oleh
urin sehingga urin tidak akan naik ke atas ureter.
Membran mukosa VU pada waktu kosong membentuk lipatan yang sebagian menghubungkan
kedua ureter membentuk plica interureterica. Bila dihubungkan dengan ostium uretra internum
maka akan membentuk segitiga yang disebut trigonum vesicae (litaudi). Lapisan otot VU
terdiri dari 3 otot polos membentuk trabekula yang disebut m.Destrusor vesicae yang akan
menebal di leher VU membentuk sfingter vesicae.
Perdarahan Vesica Urinaria
Berasal dari Aa.Vesicalis superior dan A.vesicalis inferior cabang dari A.iliaca interna,
sedangkan pembuluh baliknya melalui V.vesicalis menyatu disekeliling VU membentuk plexus
dan akan bermuara ke V.iliaca interna
Persarafan Vesica Urinaria
VU dipersarafi oleh cabang-cabang plexus hypogastricus inferior yaitu :
a. Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2
b. Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N.S2,3,4 melalui N.splancnicus dan plexus
hypogastricus inferior mencapai dinding vesica urinaria.
4.

Uretra
Merupakan saluran keluar dari urin yang dieksresikan oleh tubuh melalui ginjalm ureter, vesica
urinary, mulai dari ujung bawah VU sampai ostium uretra eksternum. Uretra pria lebih panjang
daripada wanita karena pada perjalanannya tidak sama dan beda alat-alat di panggul. Uretra pria
panjangnya sekitar 15-25 cm sedangkan wanita kurang lebih 4-5 cm.
Uretra pria dibagi atas :
a. Pars prostatica, uretra melalui prostat. Panjangnya sekitar 3cm.
b. Pars membranaceae, melalui trigonum urogenitalis. Panjangnya sekitar 2 cm.
c. Pars spongiosa, berjalan di dalam corpus cavernosum uretra, dimulai dari fossa
intratubularis sampai dengan pelebaran uretra yang disebut fossa terminalis (fossa
naviculare uretra).

LO.1.2. Anatomi Secara Mikroskopis


1. Ginjal
Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan simpai jaringan
ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain tidak dibatasi
oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan ada bagian
korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks dan medula
ginjal adalah :
Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu
a. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir)
dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
b. Bagian sistem tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus
kontortus distal.
Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus yaitu pars
descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius (duktus
koligens) dan duktus papilaris Bellini.

Korpus Malphigi

Korpus Malphigi terdiri atas 2 macam


bangunan yaitu kapsul Bowman dan
glomerulus. Kapsul Bowman
sebenarnya merupakan pelebaran
ujung proksimal saluran keluar ginjal
(nefron) yang dibatasi epitel. Bagian
ini diinvaginasi oleh jumbai kapiler
(glomerulus) sampai mendapatkan
bentuk seperti cangkir yang
berdinding ganda. Dinding sebelah
luar disebut lapis parietal (pars
parietal) sedangkan dinding dalam
disebut lapis viseral (pars viseralis)
yang melekat erat pada jumbai
glomerulus . Ruang diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan
ultrafiltrasi. Dari ruang ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal.
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna yang lebih tua
daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan gulungan
pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di
sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan
meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal
kapsul Bowman.
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus kontortus proksimal
yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan dengan
arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini disebut kutub vaskular. Arteriol yang
masuk disebut vasa aferen yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah kapiler yang
bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel khusus yang
disebut sel podosit yang merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit ini dapat dilihat
dengan mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk arteriol
yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang berupa sebuah arteriol.

Apartus Juksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya menjadi sel
epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang
mengandung ensim renin, suatu ensim yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel
ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular. Renin akan mengubah angiotensinogen (suatu
peptida yang dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini akan
diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme (ACE) (dihasilkan
oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak ginjal) untuk
melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi natrium dan klorida
termasuk juga air di tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus distal dan mengakibatkan
bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat bekerja langsung pada sel-sel tubulus
ginjal untuk meningkatkan reabsopsi natrium, klorida dan air. Di samping itu angiotensin II juga
bersifat vasokonstriktor yaitu menyebabkan kontriksinya dinding pembuluh darah.
Sel-sel yuksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel makula densa, yang
merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang berjalan berhimpitan dengan kutub
vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel
makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di tubulus
kontortus distal. Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya produksi
filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion natrium di dalam cairan tubulus
kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus kontortus distal akan
merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai osmoreseptor) untuk memberikan sinyal
kepada sel-sel yuksta glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel makula densa dan yuksta
glomerular bersama-sama membentuk aparatus yuksta-glomerular.

Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus terdapat
kelompokan sel kecil-kecil yang terang (Gb-6) disebut sel mesangial ekstraglomerular atau sel
polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih belum jelas, tetapi diduga sel-sel ini
berperan dalam mekanisma umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium
pada makula densa akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran darah
glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan sinyal di
makula densa ke sel-sel yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan hormon
eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel darah merah (eritrosit) di
sumsum tulang.

Tubulus Ginjal (Nefron)


a. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus di
medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan
batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak berjauhan
satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang menghadap
ke lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini terletak di korteks ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85 persen
dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein
seperti bikarbonat, akan diresorpsi.

b. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens), bagian tipis
(segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai
gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik mempunyai
gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip
pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit

lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya tampak kosong. Ansa
henle terletak di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk memekatkan atau mengencerkan
urin.

c. Tubulus kontortus distal


Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid
dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel bundar

dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil (kebiruan) dan
permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian ini terletak di
korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin.
d. Duktus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal
tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus koligen
tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa duktus koligen
akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini
disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar, banyak dan rapat
sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi duktus koligen adalah
menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi
oleh hormon antidiuretik (ADH).
Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks yang menjorok
masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di antara piramid ginjal yang disebut
sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya ada juga jaringan medula yang menjorok masuk ke
dalam daerah korteks membentuk berkas-berkas yang disebut prosessus Fereni

Sawar Ginjal
Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler glomerulus dari filtrat
dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel kapiler bertingkap glomerulus, lamina
basal dan pedikel podosit yang dihubungkan dengan membran celah (slit membran). Sel
podosit adalah sel-sel epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Sel-sel ini telah mengalami
perubahan sehingga berbentuk bintang. Selain badan sel sel-sel ini mempunyai beberapa juluran
(prosessus) mayor (primer) yang meluas dari perikarion dengan cara seperti tentakel seekor
gurita. Sebuah prosessus primer mempunyai beberapa prosessus sekunder yang kecil atau
pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling berselang-seling dalam susunan yang rumit
dengan sistem celah yang disebut celah filtrasi (Slit pores) di antara pedikel. Pedikel-pedikel ini
berhubungan dengan suatu membran tipis disebut membran celah (Slit membran). Di bawah
membran slit ini terdapat membran basal sel-sel sel endotel kapiler glomerulus.
Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul yang boleh melewati lapisan
filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus dicegah agar tidak keluar dari tubuh. Molekulmolekul yang dikeluarkan dari tubuh adalah molekul-molekul yang sudah tidak diperlukan oleh
tubuh, sisa-sisa metabolisma atau zat-zat yang toksik bagi tubuh. Molekul-molekul ini
selanjutnya akan dibuang dalam bentuk urin (air kemih). Proses filtrasi ini tergantung kepada
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus.
Perdarahan Ginjal

2. Ureter

Dinding saluran urinarius berstruktur sama yaitu terdapat tunika mukosa, tunika muscular dan
tunika adventitia. Tunika mukosa terdiri dari epitel transisional dan tunika muscularis terdiri dari
dua lapis oto yang berslingan.
Tunika mukosa pada ureter terlipat kedalam. Pada tunika muscularisnya terdapat 2 lapisan otot
yaitu bagian luar otot polos tersusun sirkuler dan bagian dalam otot polos tersusun longitudinal.
Dan lapisan terakhir terdapat tunika adventitia.

3. Vesica Urinaria

Tunika mukosa VU dilapisi oleh epitel transisional dengan


ketebalan 5-6 lapisan, namun pada saat sel meregang
menjadi 2-3 lapisan. Pada permukaan sel dapat ditemukan
sel payung. Tunika muskularisnya terdiri dari 3 lapisan otot
yaitu bagian luar terdapat otot polos tersusun secara
longitudinal, bagian tengan terdapat otot polos tersusun
secara sirkular dan bagian dalam tersusun otot polos
tersusun secara longitudinal.

4. Uretra
Uretra Wanita
Dilapisi oleh epiter berlapis gepeng dan terkadang ada yang dilapisi oleh epitel bertingkat toraks.
Ditengah-tengah uretra terdapat sfingter eksterna / muscular bercorak.
Uretra Pria
Pada pars prostatica dilapisi oleh epitel transisional. Pada pars membranaceae dilapisi oleh
epitel bertingkat toraks. Pada pars spongiosa umumnya dilapisi oleh epitel bertingkat torak
namun diberbagai tempat terdapat epitel berlapis gepeng.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan tentang Fisiologis dan Aspek Biokimia Urin
Empat proses utama pembentukan urin:
1. Filtrasi glomerulus
Proses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus ke
dalam kapsula bowman. Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan
struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar
kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan
komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan
kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol
eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel
epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut
bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang
menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas
3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler
terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate
(Guyton.2008).
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi
kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di
dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan onkotik di
bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan
untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektif permeable. Normalnya komponen seluler dan
protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring
(Guyton.2008).
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm
atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi
kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric
charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah
tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa,
asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan
menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin
primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein
(Guyton.2008).

Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan
menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu
direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur persatuan
waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma.
Faktor yang mempengaruhi LFG :
LFG = Kf x (PKG + KpB) (PKpB + KG)
Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasi
PKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulus
PKpB = tekanan hidrostatik kapsula Bowman
KpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0
KG = tekanan onkotik kapiler glomerulus
a.

Keadaan normal Kf jarang berubah berubah dalam keadaan patologis. Dapat


berubah karena kontraksi atau relaksasi sel mesangial yang terdapat antara ansa-ansa
kapiler glomerulus.

b.

Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi menambah luas permukaan


glomerulus.

c.

Radang glomerulus dapat merusak glomerulus tidak berfungsi mengurangi


luas permukaan filtrasi.

(PKG - PKpB - KG) = tekanan filtrasi bersih


Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita lebih rendah
dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain ukuran
anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di
dalam atau diluar lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya
berbagai tekanan sebagai berikut:
a. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mmHg
b. Tekanan pada capsula bowman 10 mmHg
c. Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG

Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi tekanan
kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi tekanan pada
capsula bowman. serta tekanan osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya
filtrasi yang terjadi pada glomerulus.
Komposisi Filtrat Glomerulus
Dalam cairan filtrate tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein (1/200 protein
plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat dalam cairan
interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrate glomerulus hampir sama
dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut
direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:
a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju filtrasi, semakin
tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi tekanan
capsula bowman semakin menurun laju filtrasi.
b. Aliran dara ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin meningkat laju filtrasi.
c. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan menyebabakan aliran
darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun
begitupun sebaliknya.
d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan terjadi peningkatan
laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya
e. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang akan menyebabkan
vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.
f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi akan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus.
2. Reabsorpsi tubulus

Perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus. Tubulus proksimal
bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan
kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus
proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain.
Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus
proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular
yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler
dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn
tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah
dari
sel,
melewati
basolateral
membrane
plasma.
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari vcairan
tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel
tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus
proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump
manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga
konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar
difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na
melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na
melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na
( contransport ) atau berlawanan pimpinan ( countertransport ) (sherwood, 2006).
Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active
transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan
active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati
membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari
bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2006)
Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut didalam
cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut dapat direabsorpsi dengan
sempurna, antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus
melalui dua cara yaitu:

a. Transfort aktif
Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-,
NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui sel
tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan ptensial listrik didalam
ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical gradient ini
membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+ didalam dan
diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi tersebut. Meningkatnya difusi
natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium relative tinggi. Keadaan
ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang memperluas permukaan tubulus.
Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung terus-menerus.
b. Transfor pasif
Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada lumen
tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrate dan
perbedaan muatan listrikpada dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor pasif,
misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulusmelalui prosese osmosis. Perbedan
potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus menyebabkan
terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel tubulus dan
selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan ion Na+ diikuti
pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan reabsorsi ini
ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan diluar lumen
tubulus. Untuk menjelaskan proses diatas dapat dilihat pada gambar 1.3 dibawah ini:
Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif
merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler
peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3- yang
disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus melalui proses difusi.
Dengan masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu mengatur tingkat
keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat dalam berbagai segmen
tubulus berbeda-beda.
3. Sekresi tubulus
Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen. Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat
glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus
kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus
distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah.
Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari
tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian
besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001).
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya
sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak
akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun
bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin
sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap

melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada
tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).
4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus
distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea,
dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada
urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks.
Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS,
zat warna empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa
pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa
tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun
sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian
juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut
(Sherwood.2006). Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat
yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian,
jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang
kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel
darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang
akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat
merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan
mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air
rendah (Sherwood.2006).

Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:
1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme
asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam
jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan
magnesium.
5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal
ditemukan dalam jumlah yang kecil.
7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan
keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu
ginjal atau kalkuli.
Zat normal dalam urine:
a

Urea, hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25 gr, tergantung
intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit kencing manis, aktivitas
hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus urea (ornitin
dari CO2 dan NH3. Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.

Ammonia, dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan amonia akan
naik.

Kreatinin, hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang
diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-laki adl 20-26 mg/kg BB.
Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit
otot.

Asam urat, hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi larut
dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar dan gout.
Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida, memberi warna biru. Ini merupakan
dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh Folin. Dengan enzim urikase akan
menjadi allantoin.

Asam amino, pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari

Allantoin, hasil oksidasi asam urat

Cl, dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16 g/hari

Sulfat, hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex: sistein, sistin,
metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester (konjugasi) dan sulfat netral

Fosfat, di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat mengendap pada
urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein, kerusakan sel, kerusakan tulang
pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme ekskresinya naik dan menurun pada
penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme.

Oksalat, pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.

Mineral, Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel, pemasukan
yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol korteks adrenal

Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis amilase dan disakaridase meningkat.
Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita hamil

Sifat fisik
1. Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar
biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
2. Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau ini
dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada diabetes
yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.
3. Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekitar
6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan
meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas.
4. Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.

LI.3. Memahami dan Menjelaskan tentang Sindrom Nefrotik


LO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Sindrom Nefrotik
Penyakit glomerukar dengan gejala edema, proteinuria >3,5 g/hari, hipoalbuminemia <3,5
g/hari, hiperkolesterolemia, lipiduria. Fungsi ginjal umumnya normal, tetapi dapat terjadi
gagal ginjal progresif. Sering dialami anak usia 2-6 tahun dan lebih sering laki-laki
daripada perempuan
LO.3.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Sindrom Nefrotik
LO.3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Sindrom Nefrotik
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik
primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus
itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak.
Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu
jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan
menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children).
Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya,
dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom
nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht
(1971).1,5

LO.3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Sindrom Nefrotik


Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1

Kelainan minimal (KM)

Glomerulopati membranosa (GM)

Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)1,4,5,6


Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik
tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih
sedikit dibandingkan pada anak-anak.5
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan
data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan
39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.3,5

Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat
dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering
dijumpai adalah :
1

Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,


miksedema.

Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial


Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.

Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion, probenecid,


penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa ular.

Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik, purpura


Henoch-Schonlein, sarkoidosis.

Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor gastrointestinal.


Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome

LO.3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Sindrom Nefrotik


Kelainan primer yang menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein. Di
akibatkan oleh mekanisme yang kompleks, biasanya akibat kerusakan sialoprotein pada
membrane basal glomerulus (berfungsi menghasilkan muatan negative). Proteinuria akan
menyebabkan kadar protein dalam serum, terutama albumin, menurun.

Secara histologis kelainan pada glomerulus dapat di klasifikasikan sbb:

Minimal change nephrotic syndrome (MCNC)


Focal segmental glomerulosclerosis (FSGS)
Nefropati membranosa

Sindrom nefrotik kongenital terjadi hingga 3 bulan pertama kehidupan. Disebabkan oleh
pengaruh genetic atau sekunder akibat infeksi.
Kadar albumin menurun mengakibatkan tekanan onkotik plasma turun perpindahan cairan
intravascular interstitial edema anasarka (terjadi akibat penurunan vol. darah dan
peningkatan reabsorpsi natrium klorida pada tubulus yang mengaktifkan renin-angiotensinaldosteron.
Proteinuria
Terdapat peningkatan permeabilitas pada kapiler glomerulus, terjadi peningkatan filtrasi
yang melewati dinding kapiler glomerulus. Kelainan tersebut :
Kelainan podosit glomerular
Retraksi foot process
Reorganisasi slit diaphragma
Potensial listrik transglomerular
Sel podosit dapat berubah bentuk menjadi foot process effacement yang sring ditemukan
pada sindrom nefrotik dengan proteinuria, pseudocyst formation, hipertrofi, terlepas dari
membrane basalis dan apoptosis
Membrane basalis normal terdapat barrier size dan change, pada keadaan sindrom
nefrotik mekanisme keduanya terganggu. Turn onver albumin meningkat respon terhadap
kehilangan protein, akibat katabolisme protein di tubulus.

Hiperkoagulasi
Sindrom nefrotik bisa menyebabkan tromboemboli akibat peningkatan koagulasi intravascular.
Protein kaskade menurun sehingga agregasi platelet menurun dan menyebabkan fibrinogen naik
dan fibrinolysis menurun. Proses ini karena factor koagulasi menurun
Hiperlipiduria dan lipiduria

Menurunnya tekanan onkotik plasma, menyebabkan stimulasi transkrips gen apoprotein B di


hepar. Kolesterol meningkat karena LDL meningkat, lipoprotein disintesis hati tanpa gangguan
metabolisme, ada peningkatan Lp a karena tekanan onkotik plasma dan viskositas menurun
Metabolism kalsium dan tulang dipengaruhi vitamin D
Vitamin D terikat proteim keluar bersama urin dan menyebabkan penurunan plasma.
Hipokalsiumia sering ditemukan pada sindrom nefrotik.

LO.3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Sindrom Nefrotis


Bengkak pada kedua kelopak mata, perut (asites), tungkai, skrotum/labia, atau seluruh
tubuh.
Proteinuria
Penurunan jumlah urin. Kadang di sertai keluhan urin keruh atau berwarna (hematuria)
Hipertensi
LO.3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindrom
Nefrotik
Ditandai :
Proteinuria massif (>40 mg/m2/kgBB atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin >2
mg atau dipstick positif 2)
Hipoalbuminemia <3,5 g/dL
Edema
Hiperkolesterolemia >200 mg/dL
Anamnesis
Riwayat penyakit pasien, penggunaan obat maupun infeksi

Sebagian penyebabnya ialah primer. Beberapa kriteria yang dapat di gunakan untuk menegakkan
diagnosis SN primer :
1

usia 1-8 tahun

fungsi ginjal normal

tidak ada hematuria makroskopik

tidak ada gejala dan tanda penyakit

kadar komplemen serum normal

pemeriksaan ANA negative

skrining infeksi viral negative

tidak ada riwayat penyakit ginjal


pemeriksaan penunjang

tes dipstick

urinalisis

urin tamping 24 jam

pemeriksaan kadar eletrolit serum

pengukuran streptozyme

ANA

Diagnosis Banding
1

proteinuria transien

proteinuria ortostatik

proteinuria glomerular

LO.3.8 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik


Suportif :

tirah baring dan pengurangan aktivitas fisiik


diet protein normal : jika pemberian diet tinggi protein akan memperparah keadaan
pasien, karena akan merukan glomerulus dengan pengeluaran sisa metabolisme protein
dan sclerosis glomerulus sedangkan pemberian diet rendah protein akan menyebabkan
malnutrisi.
diet rendah garam
pemberian diuretic ; furosemide: jika dalam keadaan edema berat, harus diperiksa apakah
pasien mengalami hipovolemi atau tidak. Pemberian furosemide 1-3 mg/kgBB/hari bisa
dikombinasi dengan spironolakton 2-4 mg/kgBB/hari

jika pemberian diuretic gagal, beri infus albumin 20-25% dosisi 1 g/kgBB 2-4 jam untuk tarik
cairan interstitial dan oemberian furosemide intravena 1-2 mg/kgBB

pemberian antihipertensi
pemberian albumin

medikamentosa:

prednisone

siklosfosamid
pada anak yang pertama kali menderita sindrom nefrotik harus dirawat untul
mempercepat pemeriksaan dan evaluasi diit, edema, pengobatan steroid dan edukasi

sebelum pemberian steroid : ukur berat badan, tekanan darah, pemeriksaan fisik, mencari focus
infeksi gigi, telinga dan uji tes mantoux
rawat inap sindrom nefrotik relaps : edema anasarka berat, komplikasi muntah, infeksi berat,
gagal ginjal dan syok

LO.3.9 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Sindrom Nefrotik


Diet protein
Pengurangan aktivitas fisik
LO.3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Sindrom Nefrotik

Kejadian relaps SN pada anak yang responsive terhadap steroid sekitar 60-80%. Angka relaps
tersebut semakin kecil seiring bertambahnya usia.
LO.3.11 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Sindrom Nefrotik

infeksi selulitis, peritonitis bakterialis spontan

tromboemboli

gagal ginjal

pada jangka panjang terjadi komplikasi kardiovaskular

LI.4. Memahami dan Menjelaskan tentang Pandangan Fiqih Islam Terhadap Urin dan
Darah
Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan najis dengan cara yang
telah
ditentukan,
Firman
Allah
swt.
Dalam
surat
Al-Baqarah:222

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.
Macam-macam Thaharah
a. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau
tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi.
Macam macam Hadats dibagi 2 :
- Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka ia
harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal hal yang menyebabkan
seseorang berhadats besar ialah :
- Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak.
- Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain.
- Meninggal dunia
- Haid, nifas, dan wiladah
- Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia
harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal hal yang menyebabkan
seseorang berhadats kecil ialah :
- Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur
- Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur
- Karena persentuhan antara kulit laki laki dan perempuan yang bukan mahramnya
tanpa batas yang menghalanginya. Karena menyentuh kemaluan.
b. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan
najis dengan air.
Najis terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan anjing
dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah satunya dengan tanah.
b. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki laki yang belum makan atau
minum apa apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan air seni anak
perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau sifatnya.
c. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing, kotoran
manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di tempat yang
terkena
najis
sampai
hilang
warna,
rasa,
dan
baunya.

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata R . 2010 . Penuntun Laboratorium Klinik.Cetakan keenambelas .


Jakarta : Dian Rakyat
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. Jakarta: EGC
Kumar V,et al. 2008. Patologi Anatomi : Robbins edisi 7 vol 2. Jakarta
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Ed 5. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem. Ed. 2. Jakarta :
EGC.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
Suharti, C. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 5. Jilid 2. Jakarta : Interna
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai