PENDAHULUAN
A.
Kejahatan
merupakan
koorporasi,
Kejahatan
korporasi (corporate
crime)
berserta
kompleksitasnya. Korporasi
dapat
meningkatkan
kekayaan negara dan tenaga kerja, namun justru dengan perubahan besar
pada struktur ekonomi dan politik telah menumbuhkan kekuatan korporasi
yang besar, sehingga negara terlalu tergantung korporasi sehingga negara
dapat didikte sesuai kepentingannya.
Bahwa menurut Prof Dwija Priyatno,SH,MH dari Sekolah Tinggi Hukum
Bandung,1pernah menyatakan sebagai berikut: Bahwa
dahulu
ada
tinggi
Sekarang
adagium
kejahatan
ini
hanya
yang
berlaku
terjadi,
bagi
kejahatan
pembunuhan,
dan
lain
penggelapan,
sebagainya,
pencurian,
sehingga
Soedjono
penganiayaan,
Dirdjosisworo
Sekolah Tinggi Hukum Bandung, (2005) didalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar, dikutip
dari
:
http://www.faktareview.com/index.php/inspirasi/entry/sanksi-hukum-terhadap-kejahatankorporas
berakhirnya
kehidupan
seorang
manusia
dibumi,
setidaknya
Ketika perbuatan buruk ini dilakukan oleh korporasi baik sekali maupun
terus menerus, maka korporasi ini dapat dikategorikan telah melakukan
perbuatan melawan hukum. Guiding Principle of Crime Prevention and
Criminal Justice in the Context of Development and a New International
Economic Order , yang dihasilkan kongres PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
Ketujuh
pada
tahun
1985
di
Milan
Italia,
mengingatkan
perlunya
conditions),
eksploitasi
sumber-sumber
alam
dan
lingkungan
perubahan
nilai-nilai
menyebabkan
sejumlah
perbuatan
yang
kerja
tertentu,
dengan
debu
yang
berterbangan,
asap
pengecoran dalam produksi yang selalu dihirup, suara gemuruh dari mesinmesin
penggilingan
dan
sebagainya,
dalam
waktu
tertentu
akan
tujuan
korporasi.
Oleh
karena
itu,
diperlukan
juga
meminta
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis diuraikan
2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Kerangka Konseptual
subjek
hukum
yang
khusus.
2.
3.
tertentu.
4.
5.
Tanggung
jawab
pemegang
saham
terhadap
kerugian
korporasi
Penyebutan
Subjek
Korporasi
1
2010
tentangorang
Holtikultura
yang
dan/atau
kekayaan
terorganisasi,
yang
berbadan
hukum
2010
Pencegahan
Pemberantasan
adalah
dankekayaan
yang
Tindakterorganisasi,
baik
merupakan
maupun
badan
bukan
hukum
badan
2003
Pemberantasan
Pidana Terorisme
adalah
yang
terorganisasi
merupakan
maupun
baik
badan
bukan
hukum
badan
1999
adalah
Pemberantasan
Tindakkekayaan
yang
Nomor
20
tahunmerupakan
2001
maupun
baik
badan
hukum
bukan
badan
nama
badan
perseroan,
hukum,
perserikatan
1984
Perindustrian
tentangsecara
tidak
disebut
eksplisit,
tetapi
industri.
usaha
melakukan
yang
kegiatan
di
2002
Perlindungan Anak
disebutkan
setiap
perseorangan
atau
2008
disebutkan
setiap
perseorangan
korporasi
9
baik
atau
yang
2008
Informasi
dan
disebutkan
setiap
Elektronik
perseorangan,
warga
negara
warga
baik
Indonesia,
negara
asing,
badan
hukum
maupun
oleh
constituendum dalam
Konsep
Pasal
KUHP
146
(baru)
yang
1991/1992
menyatakan
sebagai ius
korporasi
adalah
digunakan
sebagai
sumber
dana
suatu
kejahatan
10
2.
Selain
digunakan
sebagai
sarana
untuk
mendanai
kejahatan
mencuci
uang
(money
laundering)
hasil-hasil
kejahatan
4.
atau
individu.
Hampir
semua
negara
di
dunia
telah
Dari
sisi
praktik
penegakan
hukum
pidana
internasional
telah
(Mahkamah
Nuremberg)
11
sebagai
organisasi
yang
suatu organisasi
(sekalipun
tidak
B.
Kerangka Teoritis
Korporasi
ada
karena
keberadaanya
memang
diperlukan.
Ada
penjelasan
yang
lebih
bertumpu
pada
pendekatan
kontraktual yang terdiri dari tiga teori, yaitu teori neo institusi biaya
transaksi (transaction cost theory), teori agensi (agency theory), dan teori
kontrak yang tidak lengkap (incomplete contract). Kedua, pendekatan yang
berbasis pada teori kompetensi. Pada dasarnya, pendekatan kompetensi
menjadi alternatif dari pendekatan kontraktual yang menjadi pendekatan
utama dalam analisis organisasi. Dengan kata lain, pendekatan berbasis
kompetensi bersifat heterodoks, sementara pendekatan kontraktual lebih
bersifat ortodok.[10]
12
Dasar
kesalahan
perusahaan
yang
dapat
diindikasikan
sebagai
berhubungan
dengan
suatu
perusahaan
yang
dipersalahkan;
seorang
yang
cukup
berkuasa
dalam
tanggung
jawab
pidana
langsung
dapat
dimintakan
kepada
korporasi.[12]
Selain itu, menurut C.M.V. Clarkson ia mengatakan bahwa masih
terdapat tujuh konsep yang merupakan perkembangan dari diskursus
doktrin-doktrin mengenai tanggung jawab pidana korporasi. Tujuh konsep
tersebut adalah identification doctrine, aggregation doctrine, reactive
corporate fault, vicarious liability, management failure model, corporate
13
dengan
korporasi.
Korporasi
dapat
diidentifikasi
dengan
besar
dimana
kemungkinannya
sangat
kecil
Dalam hal tindak pidana yang menyebabkan orang mati atau luka
berat, sangat kecil kemungkinan seorang pegawai senior akan secara
langsung tangannya berlumuran dengan darah. Pada korporasi dengan
struktur organisasi yang sangat besar dan kompleks, hampir mustahil bagi
pihak luar untuk menembus dinding korporasi guna memastikan individuindividu yang sesungguhnya melakukan kejahatan. Sejumlah uang, waktu
dan keahlian yang dilibatkan dalam investigasi semacam ini bisa jadi tidak
sebanding dengan kesalahan yang dilakukan, dan dalam peristiwa tertentu,
bisa jadi tidak membuahkan hasil bila korporasi memutuskan untuk
menebarkan asap kabut di sekitar daerah operasional internalnya. Lebih
penting lagi, meskipun penyelidikan dilakukan secara layak, seringkali
terungkap bahwa kesalahan tidak terletak pada individu tertentu tetapi lebih
pada korporasi itu sendiri.
Aggregation doctrine merupakan sebuah alternatif dasar pembentukan
tanggung jawab pidana untuk mengatasi sejumlah permasalahan yang
muncul dalam identification doctrine. Menurut pendekatan ini, tindak pidana
tidak bisa hanya diketahui atau dilakukan oleh satu orang. Oleh karena itu,
perlu mengumpulkan semua tindakan dan niat dari beragam orang yang
relevan dalam korporasi tersebut, untuk memastikan secara keseluruhannya
tindakan mereka akan merupakan suatu kejahatan atau senilai dengan
apabila perbuatan dan niat itu dilakukan oleh satu orang. Doktrin ini
mengambil keuntungan dari pengakuan bahwa dalam banyak kasus tidak
mungkin memisahkan seseorang yang telah melakukan kejahatan dengan
niat dan doktrin ini juga dapat mencegah korporasi dari mengubur tanggung
jawabnya dalam-dalam di dalam struktur korporasi.
Namun, pada struktur korporasi yang besar dan kompleks, justru
doktrin ini tidak efektif dalam hal pencegahan. Sebab doktrin ini gagal
memberikan peringatan lebih lanjut kepada korporasi mengenai apa yang
diharapkan akan dilakukan oleh korporasi agar mereka tidak terkena resiko
tanggung jawab pidana. Doktrin ini bukan menemukan seseorang yang pada
15
corporate
fault merupakan
suatu
pendekatan
berbeda
ini
sendiri
memiliki
kemampuan
terbaik
untuk
16
itu,
korporasi
harus
dimintai
pertanggungjawaban
atas
perbuatan jahat mereka. Ini yang juga dijadikan alasan bahwa pencegahan
yang optimal dapat tercapai dengan menerapkan vicarious liability pada
korporasi tersebut.
Seiring dengan itu Peter Gillies[16] membuat beberapa proposisi yaitu
suatu perusahaan (sepertinya halnya dengan manusia sebagai pelaku/
pengusaha) dapat bertanggung jawab secara mengganti untuk perbuatan
yang dilakukan oleh karyawan/agennya. Pertanggungjawaban demikian
hanya timbul untuk delik yang mampu dilakukan secara vicarious. Dan
kedudukan majikan atau agen dalam ruang lingkup pekerjaanya tidaklah
relevan menurut doktrin ini. Tidaklah penting bahwa majikan, baik sebagai
korporasi maupun secara alami, tidak telah mengarahkan atau memberi
petunjuk/perintah pada karyawan untuk melakukan pelanggaran hukum
pidana.
(bahkan
dalam
beberapa
kasus, vicarious
liability dikenakan
17
muncul sekalipun perbuatan itu dilakukan tanpa menunjuk pada orang senior
di dalam perusahaan.
Management
failure
model merupakan
doktrin
yang
lebih
seutuhnya,
melainkan
kesalahan
tersebut
karena
adanya
baik resiko-resiko yang telah nyata. Untuk individu tidak ada pengakuan,
maksud dan perkiraan dapat disimpulkan dari tindakan obyektif. Ini hanya
dapat dilakukan berdasarkan pada apa yang akan dapat diduga oleh
seseorang yang normal, kecuali kehendak tersebut dalam beberapa hal
berbeda dengan orang yang normal.
Specific corporate offences, mengenai hal ini Komisi Hukum Inggris
telah mengusulkan akan satu kejahatan baru yaitu pembunuhan oleh
korporasi corporate killing telah diperkenalkan dalam hukum Inggris.
Kejahatan ini akan merupakan suatu yang terpisah dari perilaku yang
menyebabkan matinya orang atau orang-orang lain karena kelalaian pelaku
yang hanya dapat dilakukan oleh korporasi. Dalam hal ini, masalah-masalah
yang berkaitan dengan penegasan tentang kesalahan korporasi, seperti
pembuktian dari niat atau kesembronoan, dapat diatasi dengan membuat
definisi khusus yang hanya dapat diterapkan kepada korporasi.
Strict liability merupakan pertanggungjawaban pidana korporasi yang
dapat semata-mata berdasarkan undang-undang, yaitu dalam hal korporasi
tidak memenuhi kewajiban/kondisi/situasi tertentu yang ditentukan oleh
undang-undang.
Pelanggaran
kewajiban/kondisi/situasi
tertentu
oleh
budaya
ini,
korporasi
korporasi
(company
dapat
culture
theory),
dipertanggungjawabkan
menurut
dilihat
dari
prosedur, sistem bekerjanya, atau budayanya. Oleh karena itu teori budaya
ini,
sering
juga
disebut
teori
model/sistem
atau
model
organisasi
BAB III
19
PEMBAHASAN
A.
Kejahatan Korporasi
2.
Kejahatan
tersebut
sangat
kompleks
(complexity)
karena
selalu
4.
5.
Hambatan
dalam
penditeksian
dan
penuntutan
(detection
and
20
7.
Sikap mendua status pelaku tindak pidana. Harus diakui bahwa pelaku
tindak pidana pada umumnya tidak melanggar peraturan perundangundangan, tetapi perbuatan tersebut illegal.[18]
Seiring dengan itu, Steven Box mengemukakan bahwa ada lima faktor
yang potensial mempengaruhi korporasi melakukan pelanggaran hukum
dalam mencapai tujuan, yaitu:
a.
merger
dapat
menghasilkan
perbuatan
memata-matai,
c.
d.
adanya
perubahan-perubahan
atau
perlindungan
terhadap
21
e.
Publik, khususnya yang berhubungan dengan pengaruh meningkatkannya kesadaran lingkungan seperti konservasi udara bersih, lingkungan
pemukiman serta sumber-sumber alam yang lain. Tindakan-tindakan
korporasi yang merugikan publik dapat berupa polusi udara, polusi air
dan tanah, penyuapan dan korupsi.[19]
Misalnya
perkiraan
yang
dilakukan
oleh Subcommittee
on
serius.
Menurut
Geis,
misalnya
setiap
tahunnya
korporasi
bertanggung jawab terhadap ribuan kematian dan cacat tubuh yang terjadi
di seluruh dunia.
22
besarnya
kerugian
yang
ditimbulkan
oleh
kejahatan
dibandingkan
berbanding
dengan
dengan
9.235
218.385untuk
untuk
kerugian
kematian
fisik.
dan
Sementara
390.000
dalam
gambaran crime
of
clocks,
bahwasanya crime
of
clocks bagi
Administratiton
of
Justice bahwa
kejahatan
korporasi
merupakan
membujuk
pemerintah
mengikuti
kepentingan
korporasi
masyarakat,
termasuk
manipulasi
terhadap
pemerintah
dalam
usaha
dilakukan
oleh
korporasi
sebagai
subjek
hukum
pidana
yang
kehadirannya sudah ada sejak lama. Untuk itu, ada baiknya menyimak
aturan pertanggungjawaban pidana tersebut dalam ius constitutum dan ius
constituendum. Padaius constitutum, pengaturan hukum mengenai korporasi
dapat dijumpai di undang-undang khusus diluar KUHP dan untuk ius
constituendum, dapat merujuk pada Konsep KUHP 2004. Disana akan
tergambar mengenai aturan pemidanaan korporasi tersebut. Pengaturan
korporasi dalam undang-undang seperti:
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2010 tentang Holtikultura. Dalam hal
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 sampai dengan Pasal
128
dilakukan
oleh
korporasi,
maka
selain
pengurusnya
dipidana
wewenang
sebagai
penentu
kebijakan
Korporasi
atau
memiliki
25
Pasal 6 ayat (1) Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi,
pidana
dijatuhkan
terhadap
Korporasi
dan/atau
Personil
Pengendali
Nomor
23
tahun
2002
tentang
Perlindungan
Anak. Pasal 90 menyatakan ayat (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82,
Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89
dilakukan oleh korporasi, maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus
dan/atau korporasinya. Ayat (2) Pidana yang dijatuhkan kepada korporasi
hanya pidana denda dengan ketentuan pidana denda yang dijatuhkan
ditambah
1/3
(sepertiga)
pidana
denda
masing-masing
sebagaimana
keputusan
dalam
korporasi,
melakukan
pengawasan
dan
46
berbunyi: Jika
pertanggungjawaban
tindak
pidana
pidana
dikenakan
dilakukan
terhadap
oleh
korporasi
korporasi,
dan/atau
pengurusnya.
Pasal 47 berbunyi: Korporasi dapat dipertanggungjawabkan secara pidana
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan untuk dan/atau atas nama
korporasi, jika perbuatan tersebut termasuk dalam lingkup usahanya
sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau ketentuan lain yang
berlaku bagi korporasi yang bersangkutan.
Pasal 48 berbunyi: Pertanggungjawaban pidana pengurus korporasi dibatasi
sepanjang pengurus mempunyai kedudukan fungsional dalam struktur
organisasi korporasi.
Pasal 49 berbunyi: Ayat (1) Dalam mempertimbangkan suatu tuntutan
pidana, harus dipertimbangkan apakah bagian hukum lain telah memberikan
perlindungan yang lebih berguna daripada menjatuhkan pidana terhadap
suatu korporasi. Dan Ayat (2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus dinyatakan dalam putusan hakim.
Pasal 50 berbunyi: Alasan pemaaf atau alasan pembenar yang dapat
diajukan oleh pembuat yang bertindak untuk dan/atau atas nama korporasi,
dapat
diajukan
oleh
korporasi
sepanjang
alasan
tersebut
langsung
28
Menurut
unsur
ketiga
ada
dua
pihak
yang
bisa
dimintai
29
Menurut penjelasan Pasal 47 Konsep RUU KUHP, ada tiga option tentang
pihak yang bertanggung jawab atas tindak pidana korporasi, yaitu :
a. Pengurus korporasi sebagai pembuat tindak pidana dan oleh karena itu
penguruslah yang bertanggung jawab;
b. Korporasi
sebagai
pembuat
tindak
pidana
dan
pengurus
yang
30
Bila merujuk dari ius constitutum dan ius constituendum yang ada diatas
dikaitkan kejahatan korporasi dengan konsep pertanggungjawaban pidana
korporasi. Maka dapat disimpulkan tanggung jawab pidana korporasi hanya
dapat dilakukan apabila memenuhi syarat :
1. Tindak pidana dilakukan oleh orang-orang yang bertindak untuk dan
atas nama korporasi atau demi kepentingan korporasi;
2. Berdasarkan hubungan kerja atau hubungan yang lainnya;
3. Dalam lingkup usaha korporasi.
Bila dibandingkan dengan konsep pertanggungjawaban pidana korporasi
dalam Bab II, yaitu berupa : identification doctrine, aggregation doctrine,
reactive corporate fault, vicarious liability, management failure model,
corporate mens rea, specific corporate offences. Konsep yang paling
mendekati rumusan RUU KUHP adalah vicarious liability.
Dengan menganut doktrin vicarious liability terdapat sejumlah keuntungan,
yaitu :
1. Pelaku tindak pidana tidak harus dilakukan oleh orang penting atau
orang yang menjadi simbol korporasi tersebut seperti yang disyaratkan
dalam identification doctrine atau kesalahan manajemen korporasi
seperti dalam management failure model.
2. Kejahatan yang menjadi tanggung jawab perusahaan adalah kejahatan
riil sebagaimana kejahatan yang sebenarnya terjadi, bukan kejahatan
yang diakibatkan oleh kegagalan korporasi mengambil suatu tindakan
sebagaimana dimaksud oleh reactive corporate fault.
31
rea.
Contohnya
adalah
pembunuhan
atau
apabila
terjadi
kematian
atau
aktivitas
perusahaan
32
Doktrin
ini
sebagai
badan
hukum adalah fiksi. Karena itu dikatakan bahwa mens rea korporasi bisa juga
dibuat secara fiksi. Indikator niat ini dapat dilihat dari proses organisasi yang
dinamis, struktur, tujuan, budaya dan hirarki yang dapat dikombinasikan dan
menyumbang
terhadap
suatu
etos
yang
mengizinkan
atau
bahkan
pidana
korporasi
tidak
hanya
dapat
dilakukan
terhadap
kejahatan strict liability tetapi juga terhadap kejahatan lainnya. Selain usulan
di atas, dapat juga diadopsi doktrin specific corporate offences. Berdasarkan
doktrin ini diusulkan agar untuk kejahatan tertentu dibuat secara khusus
unsur-unsur yang specificyang hanya dapat diterapkan kepada perusahaan
saja.
33
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
tersebut
disesuaikan
dengan
Saran
34
undang-undang
yang
undang-undang
belum
mengatur
secara
rinci
mengenai
DAFTAR PUSTAKA
Agus Budianto. 2012. Delik Suap Korporasi Di Indonesia. Cet. Pertama. Karya
Putra Darwati. Bandung.
A.
prasetyo.
2008. Corporate
Governance:
Pendekatan
Institusional.
Hukum
Pidana
Indonesia.
Disertasi
Doktor
Pascasarjana
Indonesia.
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2010
tentang
Undang-Undang
Nomor
08
Tahun
2010
tentang
Holtikultura
Republik
Indonesia.
Indonesia.
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2002
tentang
Perlindungan Anak
[1]
Sahuri
kebijakan
Lasmadi,
Hukum
Pertanggungjawaban
Pidana
Indonesia,
Korporasi
Disertasi
dalam
Doktor
Persfektif
Pascasarjana
[5]
[6]
[8]
Tabel
ini
tidaklah
memuat
penyebutan
subjek
korporasi
secara
[13]
[14]
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cet. Kedua, Citra
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
37
38