Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
N SRI WERDI PUTRI
NIM.1002105088
adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia,
diperkirakan akan memicu peningkatan jumlah penderita TBC.
Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TB.Indonesia adalah Negara ketiga
terbesar dengan masalah TB di dunia. Sebagian besar penderita TB adalah mereka dengan
usia produktif (15-55 tahun). TB adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular.
TB adalah penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan
akut pada seluruh kalangan usia. Indonesia telah berhasil mencapai Angka keberhasilan
pengobatan sesuai dengan target global yaitu 85 persen dan tetap dipertahankan dalam empat
tahun terakhir. Indonesia telah memberikan kemajuan yang cepat dalam penemuan kasus baru
TB menular, yaitu sebesar 52% pada tahun 2004 (lihat map-1), dan target global pada tahun
2005 adalah sebesar 70%.Penemuan kasus baru TB menular saat ini adalah sebesar 52% yang
berarti hanya kurang 8% dari target 60% yang telah ditetapkan didalam rencana strategis
Penanggulangan TB selama 5 tahun.
Tabel 1 TB statistik untuk "beban tinggi" negara, 2008
Negara
Semua kasus
India`
1.983.000
168
Cina
1.301.000
97
Indonesia
430.000
189
Nigeria
458.000
303
Afrika Selatan
477.000
960
organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang membuat mikobakterium lebih tahan
terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari
es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman
dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah
aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di
paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Kuman ini merupakan
organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m,
ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah. Penyakit tuberculosis ini biasanya
menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges,
ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan.
Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan
respon imun.Mycobacterium Tuberculosis biasanya ditularkan melalui inhalasi, percikan
ludah (droplet), orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. Kuman juga
dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang
dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit..
Macam-macam jenis Micobacterium tubercolusae complex adalah:
a.
M. tuberculosae
b.
Varian Asian
c.
Varian African I
d.
Varian African II
e.
M. Bovis
4. Patofisiologi Penyakit
Tuberculosis tergolong airbone disease dimana penularan terjadi karena kuman dibatukkan
atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara oleh individu yang terinfeksi dalam
fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droflet nuclei. Partikel infeksi
ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 2 jam. Di bawah sinar matahari langsung basil
tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan
sampai berhari hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat
akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks
paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh limfe, basil
berpindah kebagian paru paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke alveoli,
tempat berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sistem
limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paruparu lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil
dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
pemajanan.Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif.
Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut
tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju.
Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman,
tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi
dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah,
melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,
mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh,
membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan
terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.Kecuali proses
tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru
dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai
oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang
diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif
(Brunner dan Suddarth, 2002).
5. Klasifikasi Penyakit
a. Klasifikasi I (berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi) (Depkes, 2003)
1)
Tuberculosis paru
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua
penderita. Tuberculosis yang menyerang parenkim paru ini merupakan satu-satunya
bentuk tuberculosis yang paling mudah menular.
2)
Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat terpapar, reaksi test tuberculin (PPD)
Class 1
Class 2
Class 3
tidak bermakna.
Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak bermakna
Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna, pemeriksaan bakteri (-), tidak ada bukti.
Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna, Rontgent Thorax (+). Lokasi
Class 4
Class 5
bermakna.
Dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan
c. Klasifikasi III
1) Tuberculosis Primer
Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah
terpajan (orang yang belum pernah mengalami TB) atau peradangan terjadi sebelum
tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Dampak utama
dari tuberculosis primer adalah :
Langsung
Percikan ludah/cairan hidung berpindah sewaktu berbicara berhadapan/bersin.
Tidak langsung
Bila klien meludah disembarang tempat kemudian kering dan kuman diterbangkan
oleh angin bersama debu yang dihirup oleh orang sehat.
Individu imunosupresif ( Termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam
terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV
Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalnya
diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gasterektomi
yeyunoileal)
Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi ( Asia tenggara, Afrika, Amerika
latin, karibia )
Setiap individu yang tinggal di institusi ( misalnya fasilitas perawatan jangka panjang,
institusi psikiatrik, penjara )
Petugas kesehatan
6. Gejala Klinis
Penyakit tuberculosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis
berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah
menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi kental bila
Sesak napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses lanjut
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
infeksi.
Penurunan berat badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul belakangan dan
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik.
a.
Gejala Respiratorik
1)
Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2)
Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3)
Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4)
Nyeri dada
Nyeri dada pada Tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
b.
Gejala Sistemik
1)
Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya.
2)
c.
Gejala Haemoptoe
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciriciri sebagai berikut :
(1) Batuk darah
(3) Epistaksis
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan menurun.
Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. RR
meningkat (>24 x/menit). Adanya dyspnea, sianosis, distensi abdomen, batuk dan
barrel chest.
b. Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura,
perkusi memberikan suara pekak.
c. Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa
rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
d. Palpasi
Badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit), turgor kulit
menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
(Amin, 2007 : 990-991)
8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur Sputum :Positif untukMycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB) yang terdapat
pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal untuk menekankan
diagnosa, tetapi suatu sediaan yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan
adanya infeksi penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan.
Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan kompleks.
Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya
seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml media konsentrasi yang telah
diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini (Price,2005:857).
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) :
Positif untuk basil asam-cepat.
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih
besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi
masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit
aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif
tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml
mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada sepertiga atas
permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibesihkan dengan
lalkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu antara
48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam peiode
tersebut. Interpretasi tes kulit menunjukan adanya beberapa tipe reaksi:
1)
2)
Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpajan
orang dewasa kelompok risiko tinggi.
3)
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu:
kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
9. Diagnosis / Kriteria Diagnosis
a.
b.
c.
Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang diagnosis TB,
yaitu :
Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah
Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral, terutama dilapangan atas paru
Adanya kalsifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan milier
d.
e.
f.
Tes Mantoux/Tuberkulin
g.
h.
i. Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak
oleh M. tuberculosis
j.
k.
MYCODOT
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis TB.
Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif.
Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
Pengobatan TBC
Tujuan pemberian obat pada penderita tuberculosis adalah: menyembuhkan,
mencegah kematian,dan kekambuhan, menurunkan tingkat penularan (Depkes RI. 2002).
Sejak ditemukannya obat-obat anti TB dan dimulainya dengan monotherapi, kemudian
mulai timbul masalah resistensi terhadap obat-obat tersebut, maka pengobatan secara
paduan beberapa obat ternyata dapat mencapai tingkat kesembuhan yang tinggi dan
memperkecil jumlah kekambuhan.
Paduan obat jangka pendek 6 9 bulan yang selama ini dipakai di Indonesia dan
dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ/4RH dan variasi lain adalah 2 RHE/4RH, 2
RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3/ 2RHS/4R2H2, dan lain-lain. Untuk TB paru yang berat
(milier) dan TB Ekstra Paru, therapi tahap lanjutan diperpanjang jadi 7 bulan yakni
2RHZ/7RH. Departemen Kesehatan RI selama ini menjalankan program pemberantasan
Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam.Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.
Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik).Dosis harian 15 mg/kg
berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30
mg/kg berat badan.
2) Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).
Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih
lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
3) Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis
Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE),
kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin
(R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan
untuk :
a) Penderita baru TBC paru BTA positif
b) Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
c) Penderita TBC ekstra paru berat.
Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniasid
(H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan
dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol
(E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
Perlu
diperhatikan
bahwa
suntikan
streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.Obat ini diberikan untuk
penderita kambuh, penderita gagal, penderita dengan pengobatan setelah lalai.
Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) diberikan
setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari
Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu
(4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
a) Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
b) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis),
pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang
belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2,
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan Isoniasid
(H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
4) Evaluasi Pengobatan
Kontrol terhadap sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2, 4, dan 6.
Pada yang memakai paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan
ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke-2 dan akhir
pengobatan. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya
masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi pasien yang mendapat
pengobatan ulang ( retreatment ).
Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1 2 bulan pengobatan
tahap intensif tidak terlihat perbaikan. Di Amerika Serikat prevalensi pasien yang
resisten terhadap obat anti TB makin meningkat dan sudah mencapai 9 %. Di
negara yang sedang berkembang seperti di Afrika, diperkirakan lebih tinggi lagi.
BTA yang sudah resisten terhadap obat anti TB saat ini sudah dapat dideteksi
dengan cara PCR-SSCP (Single Stranded Confirmation Polymorphism) dalam
waktu satu hari. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 99% BTA yang resisten
terhadap R, 70% terhadap H, dan 60% terhadap S.
b.
Tipe Penderita TB
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe penderita yaitu :
Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
Kambuh (Relaps)
Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat denga
hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahhhan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).
Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan
atau lebih, kemudian dating kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
c.
Perawatan TBC
Perawatan yang harus dilakukan pada penderita tuberculosis adalah :
1) Awasi penderita minum obat, yang paling berperan disini adalah orang terdekat
2)
3)
4)
5)
yaitu keluarga.
Mengetahui adanya gejala samping obat dan merujuk bila diperlukan.
Mencukupi kebutuhan gizi seimbang penderita
Istirahat teratur minimal 8 jam per hari
Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan kedua, kelima dan
enam
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
5) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat.
Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun
dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal
terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
11. Pencegahan
Terdapat vaksin terhadap TB adalah BCG, diberikan dengan suntikan di bawah kulit.
Namun vaksin ini tampaknya hanya efektif pada anak yang baru lahir, untuk mencegah
penyakit TB yang berat, termasuk meningitis TB, pada usia kanak-kanak. BCG tidak
mempunyai dampak dalam mengurangi jumlah kasus TB pada orang dewasa. Saat ini belum
ada vaksin terhadap TB yang efektif untuk orang dewasa.BCG dapat menyebabkan
pembacaan palsu-positif pada tes tuberkulin kulit. Jika diberikan kepada orang dewasa yang
HIV positif atau anak-anak dengan sistem kekebalan sangat lemah, BCG kadang-kadang
dapat menyebabkan penyakit BCG diseminata, yang sering fatal.
12. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan menimbulkan komplikasi lanjut.
1) Komplikasi dini
2) Komplikasi lanjut
napas dewasa (ARDS), sering terjad pada TB milier dan kavitas TB. (Amin,
2000:993) .
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
a) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
b) Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial.
c) Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
13. Prognosis
TB adalah IO yang pada urutan kedua dalam daftar frekuensi IO di Indonesia, dan adalah
penyebab kematian kebanyakan Odha. Namun TB dapat disembuhkan dan dicegah.
Perkembangan dari infeksi TBC dengan penyakit TBC terjadi ketika bakteri TB mengatasi
pertahanan sistem kekebalan tubuh dan mulai berkembang biak. Pada TB primer 1-5% dari
kasus-penyakit ini terjadi segera setelah infeksi. Namun, dalam sebagian besar kasus, infeksi
laten terjadi yang tidak memiliki gejala yang jelas. Ini basil TBC yang tidak aktif dapat
menghasilkan dalam 2-23% dari kasus-kasus laten, sering bertahun-tahun setelah infeksi.
Risiko meningkat reaktivasi dengan imunosupresi, seperti yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Pada pasien koinfeksi M. TB dan HIV, risiko reaktivasi meningkat sampai 10% per tahun.
Pasien dengan TB ini disebarluaskan memiliki tingkat kematian mendekati 100% jika tidak
diobati. Namun, Jika diobati, tingkat kematian berkurang hingga hampir 10%.
buruk, kering / bersisik, massa otot berkurang / lemak subkutan berkurang, IMT =
(kekurangan BB tingkat berat), klien tampak kurus.
3. Eliminasi
Pada pasien dengan TBC kemungkinan mengalami gangguan pada system eliminasi
jika bakteri tersebut sudah menyebar sampai ke system gastrointestinal. Berapa kali
miksi dalam sehari, karakteristik urin, adakah masalah dalam proses miksi,
penggunaan alat bantu untuk miksi, gambaran pola BAB, karakteritik, penggunaan
alat bantu, dan bau
4. Aktivitas dan Latihan
Pada klien dengan TBC kemungkinan ditemukan gangguan aktivitas dan latihan
karena klien mengalami keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur,
perlu tidur dalam posisi duduk tinggi. Gejala: adanya kelelahan dan kelemahan,
kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat. Tanda
Klien mengalami gangguan pada peran dan hubungan, hubungan yang ketergantungan
dengan keluarga, kurang sistem pendukung, penyakit lama atau ketidakmampuan
membaik.
9. Seksual dan Reproduksi
Pada klien dengan TBC kemungkinan ditemukan penurunan libido.
10. Koping Stres dan Adaptasi
Klien kemungkinan mengalami gangguan pada pola koping stress dan adaptasi,
ansietas, ketakutan, peka rangsang.
11. Nilai dan Kepercayaan
Pada klien dengan penyakit TBC kemungkinan klien mengalami gangguan dalam
melakukan aktivitas beribadah diluar rumah (tempat-tempat ibadah).
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
dalam jumlah berlebihan, sekresi dalam bronki, infeksi ditandai dengan suara napas
tambahan, perubahan frekuensi napas, perubahan irama napas, dispnea, sputum dalam
jumlah berlebih, dan batuk yang tidak efektif.
b.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembuahan membran
alveolar-kapiler ditandai dengan pH darah arteri abnormal, dispnea, napas cuping
c.
berhubungan
dengan
keletihan,
laju
metabolisme ditandai dengan peningkatan suhu diatas kisaran normal, kulit teraba
e.
f.
g.
Intolerasi
aktivitas
berhubungan
dengan
kelemahan
umum,
Diagnosa
Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas berhubungan
dengan
mukus
dalam
jumlah berlebihan, sekresi
dalam
bronki,
infeksi
ditandai dengan suara napas
tambahan,
perubahan
frekuensi napas, perubahan
irama
napas,
dispnea,
sputum
dalam
jumlah
berlebih, dan batuk yang
tidak efektif.
Rencana Keperawatan
Intervensi
NIC Label : Respiratory monitoring
1. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha
respirasi
2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris,
penggunaan otot aksesori, retraksi otot
supraclavicular dan interkostal
3. Pantau suara napas tambahan
4. Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea,
hyperventilasi,
NIC Label : Airway Management
5. Ajarkan pada klien batuk efektif
6. Berikan posisi nyaman trandelenburg
7. Anjurkan klien meningkatkan intake cairan
hangat
8. Kolaborasi pemberian obat bromhexin 3 x 5
ml (PO)
9. Kolaborasi
pemberian
obat
asam
traneksamat 500 mg (PO)
Rasional
2. Menunjukkan
keparahan
dari
gangguan respirasi yang terjadi dan
menetukan intervensi yang akan
diberikan.
3. Suara
6. Posisi nyaman
trandelenburg
membantu klien mempermudah
mengeluarkan sputum
7. Intake
8. Bromhexin
mengencerkan sputum
membantu
9. Asam
traneksamat membantu
menghentikan perdarahan yang
terjadi pada area paru sehingga
cairan yang berupa darah pada
saluran napas menjadi berkurang.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
1.
2.
3.
4.
(skala 5)
5.
4.
Hipertermi
berhubungan
dengan
penyakit,
peningkatan
laju
metabolisme
ditandai
dengan peningkatan suhu
diatas kisaran normal, kulit
teraba
hangat,
kulit
kemerahan.
5.
1.
1.
Berguna
dalam
suhu
pengawasan
6.
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
7.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.
2.
3.
4.
sesuai
yaitu
5.
yang
untuk
6.
8.
7.
8.
Ketidakefektifan
Setelah diberikan asuhan keperawatan
manajemen
regimen selama ....x 30 menit diharapkan
terapeutik
berhubungan pasien, dan keluarga memahami tata
dengan kerumitan regiment laksana pengobatan penyakit TBC
terapeutik ditandai dengan dengan kriteria hasil :
kegagalan untuk melakukan NOC Label : Health beliefs :
tindakan untuk mengurangi perceived resources
faktor resiko, ketidaktepatan Mendapatkan dukungan psikologis
aktivitas keluarga untuk
dari keluarga dan lainnya (skala 5)
memenuhi tujuan kesehatan, Akses pengobatan baik (skala 5)
dan kurang perhatian pada
NOC Label : Knowledge : Infection
penyakit.
Management
Memahami dengan baik faktor
penularan infeksi (skala 5)
Memahami dengan baik praktik
yang mengurangi transmisi
(skala 5)
Memahami dengan baik tanda dan
gejala infeksi (skala 5)
Memahami dengan baik adanya
resistensi obat (skala 5)
NIC Label :
Family Involvement Promotion
1. Tentukan bagaimana hubungan keluarga
dan pasien
2. Identifikasi kemampuan keluarga dalam
merawat pasien
3. Identifikasi ekspetasi atau harapan keluarga
terhadap pasien
4. Ajarkan keluarga dan pasien untuk mau
bekerja sama dengan tenaga kesehatan
untuk menerapkan asuhan keperawatan
5. Fasilitasi mengenai informasi medis terkait
kondisi pasien kepada keluarga
6. Tentukan ketergantungan pasien terhadap
keluarga
7. Beritahu keluarga mengenai informasi yang
dapat meningkatkan kesehatan pasien
8. Ajarkan keluarga untuk tetap menjaga
hubungan kekeluargaan
9. Diskusi
dengan
keluarga
mengenai
perawatan di rumah
NIC Label :
Family Involvement Promotion
1. Hubungan
yang
baik
dapat
menunjang kepatuhan pasien untuk
menaati terapi
2. Jika perawatan keluarga tidak baik,
maka perawat dapat mengevaluasi
dan memperbaiki
3. Harapan
keluarga
dapat
mempengaruhi keinginan sembuh
dari pasien
4. Kerjasama yang baik menyebabkan
askep berjalan optimal
5. Informasi yang tepat dan relevan
dapat mengurangi keraguan dan
kecemasan keluarga dan pasien
6. Ketergantungan berarti keluarga
harus mengetahui pula semua hal
tentang perawatan pasien
7. Menciptakan
hubungan
saling
percaya dengan keluarga
8. Menciptakan suasana kekeluargaan
Keterangan:
1: Severe deviation from normal
2: Substansial deviation from normal
3: Moderate deviation from normal
4: Mild deviation from normal
5: No deviation from normal
obat
11. Agar
pasien
dan
keluarga
mengetahui pentingnya obat tersebut
12. Agar tidak terjadi kesalahan minum
obat
13. Mengkaji apakah pasien sudah
pernah obat tersebut atau belum
14. Membantu pasien apabila pasien
tidak dapat melakukan
15. Mengurangi
kecemasan
akibat
mengonsumsi obat yang banyak
16. Agar pasien dapat mengikuti minum
obat sebelum atau setelah makan
17. Mengurangi kecemasan dan agar
tetap mematuhi resep obat
18. Agar pasien dan keluarga tidak lupa
dan dapat membaca kembali
sewaktu-waktu
19. Sebagai monitoring pasien untuk
minum obat
DAFTAR PUSTAKA
Cyber
Nurse.
2009.
Tuberkulosis.
Available
at
:http://www.indofamilyhealth.com/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=323. (akses :10Agustus 2013).
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification. USA : Mosby
NANDA. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika
PPTI Pusat. 2008. Sekilas Tentang Penyakit TBC.Available at :
http://www.dinkes-sleman.go.id/files/news47b3b12895520.pdf..(akses
10Agustus 2013).
akses
Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Keperawatan Medikal - Bedah Brunner & Suddarth, Edisi
8, Volume 3. Jakarta : EGC.
Suddart,& Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sylvia A, dkk. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume II. Jakarta: EGC