Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A

BLOK 16 TAHUN 2015

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 7


Tutor: dr. Zen Ahmad, SpPD-KP
Safitri Muhlisa
Aisyah Noer Maulidia
Virdhanitya Vialetha
Dwina Yunita Marsya
Sharah Aqila
Afkur Mahesa Nasution
Rian Doli Nagoji Sihombing
Syahnas Ya Rahma
Ayulaisitawati
Eriza Dwi Indah Lestari
Nabilla Maharani Gumay
Felicia Linardi
Ummi Rahma

04011381320029
04011381320043
04011381320045
04011381320051
04011381320063
04011381320067
04011381320071
04011381320073
04011181320009
04011181320023
04011181320035
04011181320041
04011181320107

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


PENDIDIKAN DOKTER UMUM
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan
hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial ini dengan baik tanpa
aral yang memberatkan.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial skenario A
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok Respirasi.
Terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada dr. Zen Ahmad, SpPD-KP yang
telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik
dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan
tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi
penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 9 Maret 2015


Penyusun

Kelompok Tutorial VII

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

ii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II PEMBAHASAN

SKENARIO A

I. Klarifikasi Istilah

II. Identifikasi Masalah

III. Analisis Masalah

IV. Learning Issue


IV.1 Anatomi dan Fisiologi Paru

52

IV.2 TBC

55

IV.3 HIV

66

IV.4 Hemoptoe

68

IV.5 Penatalaksana

70

V. KERANGKA KONSEP

77

VI. KESIMPULAN

77

DAFTAR PUSTAKA

78

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Blok Respirasi adalah blok enam belas semester IV dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada
kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
B. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

BAB II
PEMBAHASAN

SKENARIO A
Mr. Y, a 40-year old, sailor, was admitted to hospital withhemoptoe. He complained that 6
hours ago had a severe bout of coughing with fresh blood pf about 2 glasses. He also said that
in the previous mont he had gad productive cough with a lot of phlegm, mild fever, loss of
appetite, rapid loss of body weight (previous weight : 70kg), and shortness of breath. Since a
week ago, he felt his symptoms were worsening.
Physical exam:
General appearance : he looked severely sick and pale. Body height : 175 cm, Body weight :
55 kg BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/minute, RR : 36 x/minute, temp 37,6 C.
There was a tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck, and stomatitis.
In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with
moderate rales.
Additional information :
Laboratory :
Hb : 8,5 g%, WBC: 6.000/L, ESR 65 mm/hr, Diff Count: 0/3/2/75/15/5, Acid Fast Bacilli:
(-), HIV test (+), CD4 120/L.
Radiology :
Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung.

I. KLARIFIKASI ISTILAH
No.

Istilah

1.

Hemoptoe

2.

Productive cough

3.

Phlegm

4.
5.

Loss of appetite
Pale

Lhymphadenopathy

7.
8.

Stomatitis
Vesicular sound

9.

Moderate rales

10.

Infiltrate

No.
1.

2.

Definisi
Isitilah yang digunakan untuk menyatakan batuk berdarah atau
sputum yang berdarah
Suatu reflek pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing
dari saluran napas disertai dengan dikeluarkannya dahak.
Mucus kental yang dieskresikan dari saluran pernapasan dalam
jumlah abnormal.
Hilang nafsu makan
Keadaan tubuh yang pucat akibat oksigen/ eritrosit yang
jumlahnya berkurang di bagian perifer tubuh
Proses penyakit yang menyerang satu atau beberapa kelenjar
getah bening.
Peradangan umum pada mukosa mulut.
Frekuensi bunyi yang rendah, seperti bunyi nafas normal pada
paru selama ventilasi
Bising sedang terputus-putus yang terdiri dari rangkaian bising
pendek yang terdengar saat inspirasi
Gambaran idensitas paru yang abnormal paru yang berbentuk
bercak bercak atau bintik kecil dengan batas yang tidak tegas
akibat adanya mucus di paru-paru.

Masalah

Concern

Mr. Y, a 40-year old, sailor, was admitted to hospital withhemoptoe. He


complained that 6 hours ago had a severe bout of coughing with fresh blood
pf about 2 glasses.

VVVV

He also said that in the previous mont he had gad productive cough with a lot
of phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight (previous
weight : 70kg), and shortness of breath. Since a week ago, he felt his
symptoms were worsening.

VVV

3.

Physical exam:
General appearance : he looked severely sick and pale. Body height : 175 cm,
Body weight : 55 kg BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/minute, RR : 36 x/minute,
temp 37,6 C.
There was a tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck, and
stomatitis.
In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right
upper lung with moderate rales.
4.
Additional information :
Laboratory :
Hb : 8,5 g%, WBC: 6.000/L, ESR 65 mm/hr, Diff Count: 0/3/2/75/15/5, Acid
Fast Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 120/L.
Radiology :
Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung.
II.
IDENTIFIKASI MASALAH

III.

ANALISIS MASALAH
1. Mr. Y, a 40-year old, sailor, was admitted to hospital withhemoptoe. He complained that 6
hours ago had a severe bout of coughing with fresh blood pf about 2 glasses.
a. Bagaimana hubungan usia,jenis kelamin, pekerjaan, dengan keluhan pada kasus?
Jawab:
Massive hemoptoe disebabkan adanya iritasi pada brokus oleh bakteri mycobacterium
tuberkulosis. Bakteri ini dapat menyerang siapa saja, tanpa melihat umur, jenis
kelamin, ras, atatupun pekerjaan. Namun penyakit ini lebih mengarah pada faktor
lingkungan, faktor lingkungan yang buruk seperti lingkungan yang lembab, kurang
sirulasi udara, kumuh, kurang sinar matahari dalam ruangan, dapat menyebabkan
kuman ini mudah berkembang biak. Faktor riwayat penyakit juga bisa mempengaruhi,
bakteri mycbacterium tuberkulosa yang tidak ditangani dengan baik akan kembali
menginfeksi tubuh.
b. Bagaimana penyebab dan mekanisme hemoptoe? Pada kasus
Jawab:
Terjadinya batuk darah ini dikarenakan ekskavasi dan ulserasi pembuluh darah pada
dinding kavitas.Kavitas yang berdinding tebal dinamakan kaverne. Keradangan arteri
yang terdapat didinding kaverne akan menimbulkan anuerisma yang disebut
aneurisma dari Rasmussen, pada arteri yang berasal dari cabang arteria pulmonalis.
Bila aneurisma ini pecah maka akan menimbulkan batuk darah.Batuk darah yang
massif terjadi bila ada robekan dari aneurisma Rasmussen pada dinding kavitas atau
ada perdarahan yang berasal dari bronkiektasis atau ulserasi trakeo-bronkial.Keadaan
ini dapat menyebabkan kematian karena penyumbatan saluran pernafaan oleh bekuan
darah.
c. Bagaimana klasifikasi hemoptoe dan kapan dikatakan bahaya?
Jawab:
Klasifikasi banyaknya darah yang dikeluarkan pasien:
Streak (bercak) : volume darah yang dikeluarkan 15-20 ml dalam 24 jam, dan
bercampur dengan sputum, biasa pada penderita bronkhitis.
Hemoptisis : volume darah 20-600ml dalam 24 jam, biasa disebabkan oleh
kanker paru, necrotizing pneumonia, TB, atau emboli paru
7

Hemoptisis masif : volume darah yang dikeluarkan sebanyak lebih dari 600 ml
selama 24 jam, penyebab biasanya adalah kanker paru, kavitas TB, dan,
bronkoektasis
Pseudohemoptisis : adanya luka di saluran napas atau cerna yang menimbulkan
hemoptisis.
Pada kasus ini mr. Y mengalami hemoptisis masif yang dimana darah yang
dibatukkan dalam waktu 24 jam lebih dari 600 ml. Batuk darah yang masif
memerlukan pengawasan yang ketat karena tidak pasti akan segera berhenti atau
berlanjut. Komplikasi yang mengancam jiwa adalah asfiksia akibat akumulasi bekuan
darah yang menutup jalan napas dan dapat terjadi kegagalan kardiosirkulasi akibat
kehilangan darah yang banyak dalam waktu singkat.
d. Bagaimana tatalaksana awal pada pasien hemoptoe?
Jawab:
Tujuan pokok terapi ialah:
A. Mencegah asfiksia.
B. Menghentikan perdarahan.
C. Mengobati penyebab utama perdarahan.
Langkah-langkah:
1. Pemantauan menunjang fungsi vital
a. Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia dan kolaps kardiovaskuler.
b. Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah dipertimbangkan sejak
awal.
c. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar.
2. Mencegah obstruksi saluran napas
a. Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi.
b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan bronkoskopi.
3. Menghentikan perdarahan
a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade perdarahan.
b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan.
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan support kardiopulmoner
dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab
utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya pembekuan dalam saluran
napas yang menyebabkan asfiksia. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptisis
paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptosis dalam
8

jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam
jumlah banyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
Dasar-dasar pengobatan yang diberikan sebagai berikut :
a. Mencegah penyumbatan saluran nafas
Penderita yang masih mempunyai refleks batuk baik dapat diletakkan dalam
posisi duduk, atau setengah duduk dan disuruh membatukkan darah yang terasa
menyumbat saluran nafas. Dapat dibantu dengan pengisapan darah dari jalan
nafas dengan alat pengisap. Jangan sekali-kali disuruh menahan batuk.
Penderita yang tidak mempunyai refleks batuk yang baik, diletakkan dalam
posisi tidur miring kesebelah dari mana diduga asal perdarahan, dan sedikit
trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Kalau masih
dapat penderita disuruh batuk bila terasa ada darah di saluran nafas yang
menyumbat, sambil dilakukan pengisapan darah dengan alat pengisap. Kalau
perlu dapat dipasang tube endotrakeal.
Batuk-batuk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan perdarahan sukar
berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat diberikan Codein10 - 20 mg. Penderita
batuk darah masif biasanya gelisah dan ketakutan, sehingga kadang-kadang
berusaha menahan batuk. Untuk menenangkan penderita dapat diberikan sedatif
ringan (Valium) supaya penderita lebih kooperatif.
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
Bila perlu dapat dilakukan :
1) Pemberian oksigen.
2) Pemberian cairan untuk hidrasi.
3) Tranfusi darah.
4) Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.

c. Menghentikan perdarahan

Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam kepustakaan


dikatakan hemoptisis rata-rata berhenti dalam 7 hari. Pemberian kantongan es
diatas dada, hemostatiks, vasopresin (Pitrissin)., ascorbic acid dikatakan
khasiatnya belum jelas. Apabila ada kelainan didalam faktor-faktor pembekuan
darah, lebih baik memberikan faktor tersebut dengan infus.
Di beberapa rumah sakit masih memberikan Hemostatika (Adona Decynone)
intravena 3 - 4 x 100 mg/hari atau per oral. Walaupun khasiatnya belum jelas,
paling sedikit dapat memberi ketenangan bagi pasien dan dokter yang merawat.
d. Mengobati penyakit yang mendasarinya (underlying disease)
Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut diatas selalu
diberikan secara bersama tuberkulostatika. Kalau perlu diberikan juga
antibiotika yang sesuai.
2. Terapi pembedahan
Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masif yang
sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru adekuat, tidak ada
kontraindikasi bedah.
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan operasi
ini dilakukan atas pertimbangan:
a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada
perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan
operasi.
Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptisis yang
berulang dapat dicegah.
e. Apa dampak dari hemoptoe?
Jawab:
Dapatmenyebabkananemiadefisiensibesijikahemoptoeterjaditerusmenerus.
f. Sistem apa terganggu pada kasus?
10

i. Anatomi
Jawab:
HIDUNG (NASAL)
Nasal dibentuk oleh os nasal, processus frontalis maxillae, bagian nasal os
frontalis, cartilago septi nasi, cartilago nasi lateralis dan cartilago nasi ala nasi
major dan minor.Otot hidung tersusun dari M. Nasalis dan M. Depresor septi nasi.
Perdarahan hidung bagian luar disuplai oleh cabang-cabang A. Facialis, A.
Dorsalis nasi(cabang A. Ophtalmica) dan A. Infraorbitalis(cabang A. Maxilaris
interna). Pembuluh baliknya menuju V. Facialis dan V. Ophtalmica. Persarafan
otot-otot hidung oleh N. Facialis; kulit pada sisi medial punggung hidung sampai
ujung hidung oleh cabang infratrochlearis dan nasalis eksternus N. Ophtalmicus;
kulit pada sisi lateral dipersarafi oleh cabang infraorbitalis N. Maxilaris.
Hidung terdiri dari:
Nares Nasi, adalah 2 pintu masuk yang ada pada bagian inferior hidung
bagian luar
Alae Nasi, biasa disebut cuping hidung/sayap hidung.
Septum Nasi, adalah sekat pemisah antara rongga hidung kiri dan kanan, dan
kedua rongga ini akan berkesinambungan di posterior dengan nasopharinx
melalui choana(apertura nasi posterior). Tersusun atas lamina perpendicularis
ossis ethmoidale, os vomer, cartilago septi nasi.
Vestibulum Nasi
Berada di belakang nares anterior, terdapat vibrissae, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea. Tersusun dari epitel berlapis gepeng. Pada bagian superior
dorsal dibatasi limen nasi.
Concha Nasalis
Berada pada dinding lateral cavum nasi.Terbagi menjadi 3 bagian yang
diselingi oleh meatus nasi:
* Concha Nasalis Superior, terdiri dari epitel olfaktorius yang terdiri dari 4
macam sel yaitu sel olfaktorius, sel penyokong/sustentakuler, sel basal, dan
sel sikat.
* Concha Nasalis Media, dilapisi oleh epitel bertingkat torak bersilia bersel
goblet.
* Concha Nasalis Inferior, dilapisi oleh epitel yang sama dengan Concha
Nasalis media, namun pada lapisan epitelnya terdapat plexus venosus/sweel
bodies yang berdinding tipis sehingga mudah berdarah.
Meatus Nasi Superior, terdapat muara sinus ethmoidalis posterior.
Meatus Nasi Media, ke arah anterior berkesinambungan dengan atrium
meatus nasi medius, pada bagian cranialnya terdapat agger nasi. Pada sisi
lateral terdapat bulla ethmoidalis yang dibagian bawahnya terdapat hiatus
11

semilunaris. Pada bagian inferiornya terdapat prosesus uncinatus ethmoidalis,


dan kearah anterosuperior menjadi infundibulum ethmoidale(muara sinus
etmoidale anterior)
Meatus Nasi Inferior, berisi muara ductus nasolacrimalis.
Regio Penghidung
Tersusun dari sel olfaktorius. Berada disebelah cranial; dimulai dari atap
rongga hidung, meluas ke setinggi concha nasalis superior dan bagian septum
nasi yang ada dihadapan concha tersebut
Regio pernafasan
Tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet, terdapat juga
glandula nasalis dan noduli limfatisi.Lamina propria bersatu dengan
periosteum/perikondrium membentuk membrana Schneider.Dimulai dari
cavum nasi hingga ke nasopharynx.
Sinus Paranasalis
Tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.Lamina propria
melekat pada peritoneum.Terdiri dari 4 sinus dengan letak yang berbeda,
yaitu sinus maxilaris, sinus ethmoidale, sinus sphenoidale, sinus frontalis.
PHARYNX
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring terdiri dari nasopharynx,
oropharynx, dan laryngopharynx.
Nasopharynx, terdiri dari epitel bertingkat bersilia bersel goblet, pada
bagian posteriornya terdapat tonsilla pharyngea, juga terdapat osteum
pharyngeum tuba auditiva, tonsilla tuba.
Oropharynx, tersusun dari epitel berlapis gepeng, yang bila dilanjutkan ke
superior menjadi epitel mulut, ke inferoir menjadi epitel oesophagus.
Laryngopharynx, Tersusun dari berbagai jenis epitel, sebagian besar dari
epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.
Pada bagian belakang pharynx terdapat larynx tempat terletaknya pita suara
(plica vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
bergetar dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka.
Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan,
bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan
gangguan kesehatan.
LARYNX
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas
oesophagus.
12

Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas:


cartilago yang berjumlah 9. Cartilago thyroidea, cartilago cricoidea, 2 cartilago
arytenoidea tersusun dari tulang rawan hialin.Tulang rawan epiglotis, T.R.
cuneiforme, T.R. corniculatum dan ujung cartlago arytenoidea tersusun dari
tulang rawan elastin.

Epiglotis
Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah.
Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.
Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
Tersusun dari tulang rawan hialin. Memiliki kelenjar campur dan jaringan
limfoid.
Mempunyai dua permukaan yaitu pars ligual pada bagian anterior yang
tersusun dari epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk, dan pars laryngeal
yang tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.

Cartilago cricoidea
Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang.
Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut
oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi
dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale
menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I.

Cartilago arytenoidea
Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago
cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid
yang menonjol kedepan.
Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os.
Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica
vokalis.

M.

Intrinsik

larynx

menghubungkan

cartilago

dengan

daerah

disekelilingnya, berperan untuk proses menelan.

M. ekstrinsik larynx, menghubungkan tulang tulang rawan, berperan


untuk fonasi.

Plica Vocalis
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas
ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam
cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian
belakang. Ersusun atas epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Membrana
mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalam
produksi suara. Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan
13

sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis


terpisah lebar. Di antara 2 lipatan plica vocalis ini terdapat rima vocalis atau
rima glotidis.

Plica Ventrikularis
Disebut juga pita suara palsu. Tersusun atas epitel bertingkat torak bersilia
bersel goblet, diantara dua lipatannnya terdapat rima vestibuli. Rima vestibuli
dan rima vocalis membentuk glotis yang meluas ke lateral menjadi
sinus/ventrikulus larynx Morgagni.

Otot
Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan
thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan
memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X
(vagus).

Fonasi
Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang
dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palatum molle, pipi, lidah, dan bibir, dan
resonansi tertentu oleh sinus udara.
Laring dapat tersumbat oleh:
(a) benda asing, misalnya gumpalan makanan, mainan kecil
(b) pembengkakan membrana mukosa, misalnya setelah mengisap uap atau
pada reaksi alergi
(c) infeksi, misalnya difteri
(d) tumor, misalnya kanker pita suara.
TRACHEA
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.
trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut
manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa
jaringan otot.
Trachea dibagi menjadi pars cartilagenia dan pars membranasea. Pada bagian
posterior banyak kelenjar sepanjang lapisan muskular, yang dipersarafi N.
Laryngeus recurens.
Trachea terdiri dari beberapa lapisan, yaitu:

Mukosa Trachea, tersusun dari epitel bertingkat torak bersilia bersel


goblet.
14

Tunika Submukosa, tersusun dari jaringan ikat jarang, lemak, terdapat

glandula trachealis pada bagian posterior

Tunika Adventisia, mempunyai kelenjar campur dan merupakan jaringan


fibroelastis yang berhubungan dengan luar pars cartilagenia.
BRONCHUS
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar,
dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis
dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari
yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi
beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadibronchus
lobaris dan kernudian menjadi bronchus segmentalis.Percabangan ini berjalan
terus menjadibronchiolus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya
menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara).Bronkhiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang
rawan.Tetapi

dikelilingi

oleh

otot

polos

sehingga

ukurannya

dapat

berubah.Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis


disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai
penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus
alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20
kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
PULMO
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paruparu memilki

Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula

permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada


15


permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
dan basis. Terletak pada diafragma
Paru-paru juga dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura.Di
dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk
lubrikasi.Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan
inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan
inferior.Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus
alveolar dan alveoli.Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta
alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas.
Paru dipersarafi oleh plexus pulmonalis. Paru, bronchi, pleura visceralis
diperdarahi oleh Aa. Bronchiales cabang dari aorta descendens.Alveoli
menerima darah teroksigenasi dari cabang-cabang terminal Aa.pulmonalis dan
darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler alveoli masuk ke Vv.
Pulmonalesbermuara di atrium sinistra cor.
DINDING TORAX
Terancang segmental terdiri dari:

Bagian dorsal, terdiri atas deretan vertika 12 buah vertebra thoracal dan
diskus intervertebrale.

Pada bagian lateral dibentuk dan dibatasi oleh 12 buah iga dan tiga lapis
otot tipis yang membentang pada sela iga yang berdekatan

Pada anterior, dibatasi oleh sternum. Manubrium dan corpus sterni


membentuk angulus sterni.

Apertura thoracis superior dibentuk oleh corpus vertebra T1 di posterior


dan tepi medial iga 1 pada m,asing-masing sisi dan manubrium sterni di
anterior.

Apertura thoracis inferior dibentuk corpus vertebra T12 di posterior dan


tulang iga 12 dan ujung distal tulang iga 11di posterolateral; ujung-ujung distal
cartilago costae 7-10 di anterolateral; dan processus xiphoideus di anterior.
Pada sela tiap iga terisi otot-otot, vena, arteridan saraf intercostales.Terdapat
jaringan

penyambung

fascia

endothoracica,

fascia

profunda,

fascia

superfisialis.
Otot-otot pada dinding thorax antara lain m.pectoralis major dan minor, m.
Subclavius, m. Seratus anterior, m. Latissimus dorsi, mm.intercostalis internus
dan externus, m. Tranversus thoracis, mm.subcostalis.
KAPASITAS PARU
Pengukuran dengan Spirometer
Pencatatan : Spirogram
16

Tidal Volume ( T.V )


Volume alun nafas, udara yang keluar masuk paru pada pernafasan tenang
Volume cadangan inspirasi ( I.R.V )
Volume udara maksimal yang dapat masuk paru sesudah inspirasi biasa
Volume cadangan ekspirasi ( E.R.V )
Jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi
biasa
Volume residu ( R.V )
Udara yang masih tersisa dalam paru sesudah ekspirasi maksimal, terdiri
dari:
Volume kolaps
Volume Kolaps : udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah
ekspirasi maksimal bila paru kolaps
Volume minimal
Volume Minimal : Udara yang masih tinggal dalam paru sesduah paru
kolaps
(Digunakan di ilmu kedokteran kehakiman untuk membuktikan apakah bayi
lahir meninggal atau mati sesudah lahir)
Kapasitas inspirasi ( I.C )
I.C = TV + IRV
Kapasitas Residu Fungsional ( F.R.C )
FRC = ERV + RV
Kapasitas Vital ( V.C )
VC = IRV + TV + ERV
(Menggabarkan kemampuan pengembangan paru)
Kapasitas Paru Total ( T.L.C )
TLC = VC+ RV
Ventilasi : Pulmonal dan Alveol
Ventilasi Pulmonal :
Jumlah udara yang keluar masuk paru / menit = TV x Frekuensi pernafasan /
menit 12 x 500 ml/menit = 6000 ml / menit
Ventilasi Alveol (Lebih penting) = (TV Vol. Ruang Rugi) x frekuensi
pernafasan/menit (500 150) x 12 = 4200 ml/menit
Pemeriksaan Fungsi Paru
Spirometer biasa
TV, IRV, ERV, IC, VC
Spirometer + Pengatur kecepatan pencatatan
- Volume ekspirasi Paksa ( Forced Expiratory Volume )
FEV 1 detik 83 % VC
FEV 3 detik 97 % VC
- M.B.C ( Maximal Breathing Capacity ) :
Volume pernafasan semenit pada pernafasan sekuat-kuatnya dan secepatcepatnya. 125 170 L / menit
Menentukan Gangguan Ventilasi
Kelainan Ventilasi :
- Penyakit Paru Obstruktif
17

Obstruktif : Penyempitan / penyumbatan saluran udara nafas


Tahanan jalan udara meningkat
FEV 1 dan MBC turun
- Penyakit Paru Restriktif
Restriktif : Kemampuan Paru mengembang terhambat
Kelainan Restriktif ditandai dengan penurunan Compliance paru , VC, MBC
ii. Fisiologi
Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi eksternal dimana proses
pertukaran O2 & CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan
CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan
respirasi internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & peristiwaCO2 di
tingkat sel biokimiawi untuk proses kehidupan.

2. He also said that in the previous mont he had gad productive cough with a lot of phlegm,
mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight (previous weight : 70kg), and
shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening.
a. Bagaimana penyebab dan mekanisme :
i. Productive cough with a lot of phlegm
Jawab :
Mr. X terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis sehingga merangsang sistem
imun di alveolus.Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
18

diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan
yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar
bronkiolus dan tidak menyebabkan penyakit.Setelah berada di dalam ruang
alveolus

basil

tuberkel

membangkitkan

reaski

inflamasi.Leukosit

PMN

memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah harihari


pertama leukosit diganti oleh makrofag. Banyaknya sekret pada alveolus ini akan
dikeluarkan melalui sistem mukosiliaris yang membentuk mucus sehingga terjadi
batuk dengan dahak yang banyak.
Etiologi batuk produktif dengan banyak dahak secara umum :
Virus
Ketika flu, batuk ini sering dipicu oleh lendir yang mengalir di bagian

belakang tenggorokan.
Infeksi
Infeksi paru-paru atau bagian saluran udara bagian atas dapat menyebabkan
batuk.Batuk produktif dapat merupakan gejala dari pneumonia, bronkitis,

sinusitis, atau tuberkulosis.


Penyakit paru-paru kronis
Batuk produktif dapat merupakan tanda bahwa penyakit seperti penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) makin parah atau bahwa Anda memiliki infeksi.
Refluks asam lambung yang masuk ke kerongkongan
Merupakan gejala penyakit gastroesophageal reflux (GERD).

ii. Mild fever


Jawab:
1. Infeksi, suhu mencapai 38`C, penyebab virus, bakteri
2. Non infeksi, seperti kanker, tumor
3. Demam fisiologis, penyebab: dehidrasi, suhu udara yang terlalu panas
Dalam kasus ini demam ringan terjadi akibat reaksi peradangan kuman TB,
pelepasan sitokin TNF alfa, IL-1 yang dapat men-triger pathogenesis demam

19

Infeksi
mikroorganisme
Aktivasi respon imun
seluler
Aktivasi makrofag
Produksi IL-1, TNF, AFN, IL-6

Aktivasi jalur
PGE2
Peningkatan termostart di
Proses pernafasan terdiri dari
2 bagian, yaitu sebagai berikut :
hipothalamus

Ventilasi pulmonal
yaitu masuk
keluarnya aliran udara antara atmosfir dan
Peningkatan
suhudan
tubuh
alveoli paru yang terjadi melalui

proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi)

Mild
sehingga terjadi disfusi
gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan
fever

kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah ke dan dari sel
jaringan.
-

Mekanik pernafasan
Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan
olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi
(inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.Dalam
inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan berkontraksi dan kubah difragma
turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang otot intercostalis externa
menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru membesar,
tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar
sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi)
adalah keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi
pernafasan perut, otot difragma naik kembali ke posisi semula ( melengkung )
dan muskulus

intercotalis interna relaksasi. Akibatnya tekanan

didalam dada mengecil sehingga dinding dada masuk ke dalam

dan ruang
udara keluar

dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.

Transportasi gas pernafasan


a. Ventilasi

20

Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli.Selama ekspirasi


sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru.Udara yg masuk ke dalam alveoli
mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh
dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
b. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan
darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas
berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah
tekanan parsial.

Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis dengan
ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak dengan
diameter 8 angstrom.Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan
dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat inspirasi
maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepaskan
kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena
perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli
dan kapiler paru.

21

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap
perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi.Kapasitas
difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.Saat aktivitas
meningkat maka kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif
meningkat disertai dDilatasi kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran
difusi meningkat.Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah 400-450
ml/menit.Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.
Difusi dipengaruhi oleh :
1. Ketebalan membran respirasi
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi*
4. Perbedaan tekanan parsial
c. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut
dalam

darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%)

sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm
plasma (1,5%). CO2 dalam darah ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam
eritosit sebagai natrium bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat ,
dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam
plasma sebesar 5 7 % , HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15
20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 80% .

Pengukuran volume paru


Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan
kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi :

22

o Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap
kali bernafas.
o Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat
dihirup setelah inhalasi normal.
o Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.
o Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi
maksimal.

Kapasitas Paru
o Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.
o Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi
normal.
o Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paruparu setelah ekspirasi normal.
o Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.

Pengaturan pernafasan
Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur
pernafasan. Satu system berperan mengatur pernafasan volunter dan system yang
lain berperan mengatur pernafasan otomatis.
1. Pengendalian Oleh saraf Pusat ritminitas di medula oblongata langsung
mengatur otot otot pernafasan. Aktivitas medulla dipengaruhi pusat apneuistik
dan pnemotaksis. Kesadaran bernafas dikontrol oleh korteks serebri. Pusat
Respirasi terdapat pada Medullary Rhythmicity Area yaitu area inspirasi &
ekspirasi, mengatur ritme dasar respirasi , Pneumotaxic Area terletak di bagian
atas pons dan berfungsi untuk membantu koordinasi transisi antara inspirasi &
ekspirasi, mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi

paru-paru terlalu

mengembang, dan Apneustic Area yang berfungsi membantu koordinasi transisi


antara inspirasi & ekspirasi dan mengirim impuls ekshibisi ke area inspirasi.
2. Pengendalian secara kimia pernafasan dipengaruhi oleh : PaO2, pH, dan
PaCO2. Pusat khemoreseptor : medula, bersepon terhadap perubahan kimia pd
CSF akibat perub kimia dalam darah.Kemoreseptor perifer : pada arkus aortik
dan arteri karotis

23

iii. Loss of appetite


Jawab:
Mikobakterium Tuberkulosa masuk ke tubuh infeksi mikobakterium
tuberkulosa batuk produktif, reflux pagal asam lambung naik mual
hilang nafsu makan
iv. Rapid loss of weight
Jawab:
Penurunan berat badan dalam kasus ini terjadi akibat pasien mengalami anorexia

Mekanisme 1: adanya TNF-alfa dan IL-2 yang merupakan produk tubuh yang
dikeluarkan akibat adanya reaksi radang menyebabkan penurunan nafsu

makan
Mekanisme 2: Mycobacterium tuberculosis menghasilkan cachexin yang juga
akan menekan nafsu makan

v. Shorthness of breath
Jawab :
A. Sesak nafas
Etiologi sesak nafas:

Penyakit PPOK (COPD)


Asma
Fibrosis pulmonal
Tromboembolisme pu1monal
Pneumotoraks
Penyakit neuromuskular
Gagal jantung kongestif

Mekanisme sesak nafas:


1. Individu terinfeksi HIV immunocompromised/sistem imun
menurun terinfeksi mycobacterium tuberkulosa masuk ke jalan
nafas tinggal di alveoli terjadi inflamasi pengaktifan sel PMN
(leukosit dan makrofag) penumpukan eksudat menekan saluran
nafas sesak nafas.
2. Hemoptoe masif penurunan kadar Hb penurunan kadar oksigen
di sel dan jaringan sesak nafas
b. Mengapa gejala pada kasus semakin memburuk?
Jawab :

24

Gejala Bertambah semakin memburuk karena Mr X menderita HIV; dimana HIV ini
dapat memperparah penyakit tertentu (proses immunodefisiensi), dalam kasus ini,
yaitu TBC. Selain itu ketika penyakit tidak ditatalaksana dengan cepat dan tepat
(progresivitas perkembangan penyakit), maka dapat memperburuk keluhan-keluhan
yang ada.
c. Bagaimana keterkaittan antar gejala?
Jawab :
Semua gejala yang muncul disebabkan oleh adanya proses inflamasi yang diperantarai
oleh mediator radang yang dihasilkan oleh makrofag dan sel imun seluler yaitu T
helper dan T cytotoxic. Aktifnya mekanisme pertahanan ini karena dipicu oleh basil
M.Tb yang masuk dan berkembang biak di paru, terutama di dalam makrofag.
3. Physical exam:
General appearance : he looked severely sick and pale. Body height : 175 cm, Body
weight : 55 kg BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/minute, RR : 36 x/minute, temp 37,6 C.
There was a tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck, and stomatitis.
In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right upper lung with
moderate rales.
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada kasus?
Jawab :
a. Pemeriksaan
1

Keadaan umum

IMT

Tekanan darah

3
4
5
6

Heart Rate
RR
Temperature
Inspeksi

Mr. Y

Normal

Interpretasi

Tampak sakit berat


dan pucat

Tidak
bisa
melakukan aktivitas
sehar hari tanpa
bantuan orang lain.
Pucat akibat anemia
yang
disebabkan
oleh
hipovolemi
akibat
batuk
berdarah
TB: 175 cm
Underweight. IMT=
BB: 55 kg
17,9
100/70 mmHg
120/80
Normal dan tekanan
darah secara umum
dikatakan hipotensi
jika di bawah 90/60
112x/mnt
60-100x/mnt
takikardi
36x/mnt
16-24x/mnt
Takipneu
37,6C
37,2C-38C
Sub febris
Ada Tattoo di dada Tidak ada tattoo, Abnormal
dan
tidak
terjadi
lymphadenopathy pembesaran
di
di leher kanan leher dan tidak ada
25

Auskultasi

serta stomatitis
Suara
vesikuler
meningkat
di
bagian kanan atas
paru dengan ronki
sedang

stomatitis
Suara
vesilue Abnormal
tidak meningkat
dan tidak ada
ronki

b. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan fisik pada kasus?


Jawab :
Pucat:
PucatterjadiakibatMr. Xmengalamianemiasehinggajumlahoksigendalamhb
yangdibawakejaringanperiferakanmenurun. (anemiayangterjadiakibatadanya
Massivehemoptysis)
Penurunanberatbadandalamkasusiniterjadiakibatpasienmengalamianorexia

Mekanisme 1:adanya TNFalfadanIL2yangmerupakanproduktubuhyang

dikeluarkanakibatadanyareaksiradangmenyebabkanpenurunannafsumakan
Mekanisme 2: Mycobacterium tuberculosis menghasilkan cachexin yang juga
akanmenekannafsumakan

Takikardi(HeartRatemeningkat):

Merupakanmekanismekompensasitubuh.Terlihatpadakasusbahwatelahterjadi
anemiayangmenyebabkanhipovolemik.DitandaidenganterjadinyaHipotensi

Hipotensi aliran berkurang Kompensasi jantung HR meningkat


CardiacOutputmeningkat

Takipneu(RespiratoryMeningkat):
Merupakan gejala kompensasi akibat anemia. Karena Hb menurun, menurunnya
jumlahoksigenuntukdapatmemenuhikebutuhanjaringan.Olehkarenaitu,untuk
meningkatkanjumlahoksigendalamtubuh,tubuhmeningkatkanRR.
Demam:
Akibat adanya infeksi (M. tuberculosis). Pada kasus infeksi tuberkulosis, demam
biasanyasubfebris.
Stomatitis:

Peradanganpadamulut.Terjadiakibatinfeksiopportunistikpadasaatimuntubuh
menurun.

Padakasusini,stomatitis diakibatkanolehinfeksidariHIV.Dimana,HIVini
menyebabkan terjadinya imunodefisiensi yang ditandai dengan kadar CD4+

26

dibawah 200/L ,sehingga bakteri atau pun jamur dapat dengan mudah
menyerang(infeksiopprtunis).
Lymphadenopathy:

Apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat
menghasilkan selsel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi
antigentersebutsehinggakelenjargetahbeningmembesar.

Terdengarsuaravesikulermeningkatdenganronkibasahsedangpadaparukanan
atas.

HaldiatasterjadidikarenakanadanyainfiltratyangterbentukakibatkumanM.
tuberculosis.

Infiltratinimenjadimediapenghantarsuarayangbaik.

Pada bagian lobus atas dari paruparu, kadar oksigen lebih banyak, dan ini
merupakantempathidupyangmenyenangkanbagibakteriM.tuberculosisyang
bersifataer 1.paruparukananmemilikiukuranlebihbesardariparuparukiri
2.paruparukananyangterdiridari3lobus(lobuspulmodekstrasuperior,lobus
pulmo dekstra media, lobus pulmo dekstra inferior) dan paruparu kiri yang
terdiridari2lobus(lobussinistrasuperiordanlobussinistrainferior).
3.Bronkus kananlebohcuramdengandiameterlebihlebardaribronkuskiri,
sehinggalebihmemudahkankumantbcmemasukibronkuskanandansampaike
alveolus.

c. Apa akibat pembuatan tato pada kasus?


Jawab :
Kemungkinan Mr X terinfeksi oleh virus HIV pada saat pembuatan tatto dengan
jarum yang tidak steril bekas penderita HIV sebelumnya dan digunakan secara
berulang.
d. Bagaimana hubungan antara hasil pemeriksaan fisik dengan diagnosis?
Jawab :
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tanda khas penderita tuberculosis yaitu :
Penurunan berat badan yang drastic
Takipneu
Takikardi
Demam ringan
Peningkatan suara vesicular di paru kanan atas
Adanya ronkhi basah sedang

27

Hasil pemeriksaan fisik juga menunjukkan tanda penderita HIV stadium lanjut yaitu :
Tampak sakit berat (karena adanya infeksi opportunistic)
Limfadenopati
Stomatitis
Adanya tato (menjelaskan tentang kemungkinan penularan infeksi HIV yang didapat)
Kedua hal ini saling berkaitan karena pasien HIV dengan immunocompromise
menyebabkan kerentanan dan peningkatan resiko penyakit infeksi Tb sekitar 10
kalinya dari orang normal.
4. Additional information :
Laboratory :
Hb : 8,5 g%, WBC: 6.000/L, ESR 65 mm/hr, Diff Count: 0/3/2/75/15/5, Acid Fast
Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 120/L.
Radiology :
Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung.
a. Bagaimana interpretasi hasil laboratorium?
Jawab :
No
1
2
3

Pemeriksaan
Hb
WBC
ESR

Mr. X
8,5 g/%
6.000/L

Normal
13-16 g%
5.000-

Interpretasi
Anemia
Normal

65 mm/hr

10.000/L
0-10 mm/hr

adanya

infeksi

akut dan kronis


4
5
6
7
8
9
10

Diff Count:
Basofil
Eosinofil
Netrofil batang
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Acid Fast Bacilli

3
2
75
15
5
-

0-1
1-3
2-6
50-70
20-40
2-8
-

Normal
Normal
Normal

Normal
Tidak terdapat bta di

11
12

HIV
CD4

+
140/L

500-1.600/L

sputum
Infeksi virus HIV

b. Bagaimana mekanisme abnormal hasil laboratorium?


Jawab :
1. Anemia : Anemia pada tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada
proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, Respon imun yang muncul karena
reaksi infeksi dan inflamasi menyebabkan dilepasnya protein yang disebut sitokin.
Protein ini membantu dalam proses penyembuhan dan melawan infeksi, tetapi juga
28

dapat mempengaruhi fungsi tubuh yang normal. Pada anemia penyakit kronik,
sitokin mengganggu kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi dan menggunakan Fe.
a. sitokin interferon- (dari sel T), TNF-, IL-1, IL-6 dan IL-10 (dari monosit
dan makrofag).
Interferon-, lipopolisakarida, dan TNF- meningkatkan regulasi DMT1,
dan terjadi kenaikan pemasukan Fe dalam makrofag.Rangsangan
proinflamatory ini menyebabkan retensi Fe pada makrofag dengan
menurunkan reaksi ferropotin, sehingga mengurangi pelepasan Fe dari sel
ini.Feroportin adalah suatu pengirim Fe transmembran, yang berperan
dalam absorbsi Fe dari duodenum menuju sirkulasi.Sitokin anti inflamasi
seperti IL-10 juga menyebabkan anemia melalui stimulasi pengambilalihan
Fe oleh makrofag dan stimulasi translasi dari produksi ferritin.
b. IL-6 dan lipopolisakarida
Menstimulasi produksi hepcidin fase akut, yang menurunkan absorbsi Fe
dari duodenum.
c. Sitokin IL-10
Meningkatkan ekspresi reseptor transferrin dan meningkatkan pemasukan
transferin ke dalam monosit.
Dengan demikian terganggunya homeostasis dan terbatasnya kapasitas Fe
untuk sel progenitor eritroid menyebabkan terganggunya proses biosintesis
heme.pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolism besi, adanya
malabsorbsi dan ketidakcukupan zat gizi.
Buruknya status nutrisi pada pasien tuberkulosis juga berhubungan dengan
munculnya anemia, dimana status nutrisi pasien dapat diukur dengan
menghitung BMI dan memeriksa kadar albumin.12 Albumin dapat
digunakan sebagai indicator klasik keadaan malnutrisi. Albumin adalah
protein utama yang dihasilkan hepar selama sehat dan sepertiga dari
albumin

yang

dapat

dipertukarkan

terdapat

di

dalam

ruang

intravaskular.Kadar albumin yang kurang dari normal menunjukkan


prognosis yang lebih buruk.
Baik anemia penyakit kronik maupun anemia defisiensi besi dapat terjadi
pada penderita tuberculosis.
Pembagian anemia menurut National Cancer Institute:
Grade Kategori Hb
0

Normal 12.0-16.0 g/dl (wanita) dan


14.0-18.0 g/dl (pria)
29

2. WBC:

Ringan 10.0 g/dl s.d batas normal

Sedang 8.0-10.0 g/dl

Berat 6.5-7.9 g/dl

Mengancam jiwa <6.5 g/dl

Tidak terjadi peningkatan WBC, dikarenakan penderita telah

mengalami penurunan sistem imun dari AIDS yang diderita. Akibatnya


mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi TB yang harusnya meningkat
tajam, pada saat pemeriksaan terlihat normal.Atau mungkin saja telah terjadi
peningkatan WBC dari nilai WBC Mr. X sebelum menderita TB.Artinya
peningkatan tidak terlau signifikan.
Pada DC terjadi peningkatan netrofil segmen. Hal ini disebabkan reaksi
imunologis akan merngasang sumsul tulang untuk memproduksi netrofil
termasuk pula limfosit Namun karena HIV menyerang sel limfosit tersebut
akibatnya banyak sel T yg mati. Neutrofilia pada umumnya berhubungan
dengan penyebaran lokal akut seperti pada meningitis tuberkulosis, pecahnya
fokus perkejuan pada bronkhus atau rongga pleura (Lee et al., 1999).Pada
infeksi tuberkulosis yang berat atau tuberkulosis milier, dapat ditemukan
peningkatan jumlah neutrofil dengan pergeseran ke kiri (shift to the left) dan
granula toksik (reaksi leukomoid) (Schlossberg, 1994).
Sedangkan limfosit yang menurun disebabkan karena telah terjadi HIVAIDS
pada fase infeksi berat sehingga kadar Limfosit T terutama CD4 kan menurun.
3. ESR : Meningkat karena meningkatnya mediator inflamasi akibat reaksi
peradangan. Darah menjadi lebih kental dan ESR pun meningkat.
4. AFB negative :Artinya tidak ditemukan adanya bta pada pemeriksaan sputum.
Bisa karena memang tidak terinfeksi oleh bta atau tidak terdapat jumlah bta
yang cukup untuk dapat terlihat di mikroskop.
Menunjukkan Mr. Y tidak mengalami kasus tb aktif dan menunjukkan bahwa
Mr.Y berada pada stadium lanjut dari infeksi HIV nya.Karena pada stadium
infeksi lanjut pada pengecatan sputum smear tidak terdapat bta, adanya
infiltrasi pada paru.
5. CD4 menurun : karena HIV menyerang CD4 yang berakibat pada penurunan
jumlah sel T helper.
c. Bagaimana cara penularan HIV?
Jawab :
30

1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun Heteroseksual
merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini
berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan
dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko penularan HIV
tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis
hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive
untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan
pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan
berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi
virus HIV.
1.1. Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual
menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan rusial.
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko
tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima
ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan
mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran
pada saat berhubungan secara anogenital.
1.2. Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan
heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok
umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak
pasangan dan berganti-ganti.
2. Transmisi Non Seksual
2.1 Transmisi Parenral
2.1.1. Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang
menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat
juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa
disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini kurang dari
1%.
2.1.2. Darah/Produk Darah

31

Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat


sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat
sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko
tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
2.2. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko
sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu
menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah.
d. Bagaimana grading HIV pada penderita TB?
Jawab:
WHO
Stadium I
Tanpa gejala; Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang menetap.
Tingkat aktivitas 1: tanpa gejala, aktivitas normal.
Stadium II
Kehilangan berat badan, kurang dari 10%; Gejala pada mukosa dan kulit yang ringan
(dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlukaan pada mukosa mulut yang
sering kambuh, radang pada sudut bibir); Herpes zoster terjadi dalam 5 tahun terakhir;
ISPA (infeksi saluran nafas bagian atas) yang berulang, misalnya sinusitis karena
infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2: dengan gejala, aktivitas normal.
Stadium III
Penurunan berat badan lebih dari 10%; Diare kronik yang tidak diketahui
penyebabnya lebih dari 1 bulan; Demam berkepanjangan yang tidak diketahui
penyebabnya lebih dari 1 bulan; Candidiasis pada mulut; Bercak putih pada mulut
berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir; Infeksi bakteri yang berat, misalnya:
pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang dari
15 hari dalam satu bulan terakhir.
Stadium IV

Kehilangan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari : diare kronik yang
tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan demam
berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.

Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).

Toksoplasmosis pada otak.

Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan.

Kriptokokosis di luar paru.

Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa dan kelenjar getah bening.

32

Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau dalam
rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.

PML(progressivemultifocalencephalopathy) atau infeksi virus dalam otak. Setiap


infeksi jamur yang menyeluruh, misalnya:histoplasmosis,kokidioidomikosis.

Candidiasis pada kerongkongan, tenggorokan, saluran paru dan paru.

Mikobakteriosis tidak spesifik yang menyeluruh.

Septikemia salmonela bukan tifoid.

TB di luar paru.

Limfoma.

Kaposi s sarkoma.

Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC.


( WHO, 2006 ).

e. Bagamana cara pemeriksaan BTA?


Jawab :
Pemeriksaan BTA dilakukan dengan menggunakan sampel berupa sputum
penderita. Pemeriksaan sputum dapat mendiagnosis TB dan juga sebagai bahan
mengevaluasi keberhasilan pengobatan. untuk mengeluarkan sputum, pasien diminta
meminum 2L air pada hari sebelumnyadan diajarkan reflex batuk. Dapat juga
diberikan obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20-30 menit, bila masih sulit pengambilan sputum dapat dilakukan dengan
bronkoskopi atau bronchial washing. Sputum yang dihasilkan harus sesegar mungkin.
Pada anak kecil yang sulit untuk mengambil sputum maka dapat diambil dari bilasan
lambung.
Pemeriksaan BTA dilakukan dengan metode perwarnaan gram Ziehl Neelsen.
Bakteri M. Tuberculosis memiliki dinding yang tersusun dari lipid, sehingga
membuatnya lebih tahan jika dengan alkohol asam.
Gelas objek dan gelas penutup dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian ditetesi
dengan aquades steril. Kemudian dibuat apusan dari biakan bakteri miring atau tegak
dan disuspensikan sampel sampai homogen, lalu difiksasi di atas api bunsen. Apusan
bakteri yang telah jadi ditetesi crystal violet selama 1 menit, dicuci denan air
mengalir, dan dikeringanginkan. Kemudian iodin selama 1 menit, dicuci dengan air
mengalir, dan dikering anginkan. Kemudian ditetesi dengan alkohol maupun acetone
selama 1 menit, dicuci dengan air mengalir, dan dikeringkan. Selanjutnya tetesi
safranin selama 30 detik, dicuci dengan air mengalir, dan dikeringkan. Lalu diamati
33

dengan mikroskop dengan perbesaran 1000 x, kemudian dicatat bentuk dan warna sel
bakteri.

q
Pemeriksaan sputum dilakukan tiga kali, yaitu sewaktu pasien datang ke rumah sakit,
esok hari setelah pasien bangun tidur, dan dahak sewaktu ketika pasien mengunjungi
rumahasakit keesokan harinya. Tes BTA dikatakan positif jika ditemukan 2 sediaan
hasil positif. Jika <2 namun dicuigai TB dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
rontgen dada.
Pembacaan mikroskop untuk BTA berdasarkan IUALTD :
Hasil

Jumlah BTA per Lapangan Pandang

Negatif

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan


pandang

Ragu-

NTA 1-9 dalam 100 lapangan pandang

ragu
+

BTA 10-99 dalam 100 lapangan pandang

++

BTA 1-10 dalam 1 lapangan pandang

+++

BTA >10 dalam 1 lapangan pandang

Selain dengan teknik pewarnaan, untuk mendiagnosis TB dapat dilakukan kultur.


Media yang dapat digunakan untuk kultur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Semisynthetic agar
: Midlebrook 7H10 & 7H11
b. Inspissated egg media : Lowenstein-jensen , Ogawa
c. Broth media
: Midlebrook 7H9 & 7H12

34

Kultur konvensional dilakukan dalam waktu yang lama 6-8 minggu, yang dapat
diidentifikasi adalah kecepatan pertumbuhan, morfologi koloni, pigmen yang
terbentuk, dan, reaksi biokimia.
f. Bagaimana gambaran dari infitrat pada radiology?
Jawab:

Pada gambar menunjukkan infiltrate pada paru kanan atas tetapi pada kasus
adanya infiltrate pada paru kanan bagian bawah.
g. Bagaimana hubungan antara BTA (-) dengan HIV (+)?
Jawab:
Pada kasus ini terjadi false-negative yang disebabkan oleh adanya interaksi infeksi
HIV pada patogenesis TB tipikal. Normalnya, granuloma yang terbentuk sebagai
respon pertahanan terhadap kuman TB akan mengalami liquefaksi. Hasil dari
liquefaksi ini akan berusaha dikeluarkan dari tubuh dengan gerak mukosilier pada
mukosa saluran pernapasan ataupun dengan reflex batuk. Ini merupakan sumber BTA
pada sputum pasien TB. Namun, seperti yang telah dijelaskan, pada penderita TB
yang disertai infeksi HIV akan ada defek pada kaskade imun sehingga granuloma
tidak akan terbentuk dengan sempurna. Seiring dengan bertambah parahnya infeksi
HIV, kemungkinan BTA negatif pada sputum akan semakin tinggi.

h. Mengapa infitrat berada dibawah?


Jawab :

35

Orang yang memiliki sistem imun yang rendah seperti terkena HIV akan menderita
radang paru yang hebat.Basil TB akan memperbanyak diri di dalam makrofag dan
akan membentuk benjolan-benjolan yang akan bergabung membentuk infiltrate paru.
Infiltrate paru membentuk massa di bagian bawah yang akan menimbulkan rongga di
paru-paru.
Hipotesis
Mr. Y 40 tahun seorang pelaut menderita TB yang diakibatkan dari bacteri Mycobacterium
tuberculosa.
a. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?
Jawab:
1. Anamnesis
Identitas pasien
Nama, usia (balita atau orang tua), pekerjaan, tempat tinggal (sosio-ekonomi

rendah)
Keluhan utama
Batuk darah massive.
Keluhan tambahan
Sesak napas, demam ringan, penurunan berat badan dan nafsu

makan menurun.
Riwayat penyakit lain
HIV.
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Sakit berat, pucat, pembesaran limfa nodul di leher kanan.
Auskultasi: Ronki basah, vesikular meningkat
3. Pemeriksaan laboratorium
Untuk tuberculosis paru pada orang dewasa, maka perlu dilakukan :
Pemeriksaan dahak mikroskopis (cara diagnosis utama)
BTA (-)
Pemeriksaan darah rutin
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan proses kronis dan disertai LED yang

tinggi (salah satu tanda infeksi).


Pembiakan BTA

4. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks : Infiltrat dengan lokasi dilapangan atas paru (apeks) kanan
b. Apa saja diagnosis banding kasus ini?
Jawab:

36

c. Apa diagnosis kerja kasus ini?


Jawab:
TBC Paru disebabkan Mycobacterium Tuberculosa dengan HIV.
d. Bagaimana tatalaksana farmakologi dan non farmakologi kasus ini?
Jawab:
1. Tatalaksana Farmako Pada TB penderita HIV
Tatalaksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah
sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama
efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip
pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV
sesuai dengan standar WHO.
Prinsip dasar : Pemberian bekterisida dan sterilisasi
Bakterisida paling efektif
: INH
Sterilisasi paling efektif
: R dan Z
37

Panduan obat yang diterapkan di Indonesia : 2RHZ/4RH, dengan variasi:


2RHS/4RH
2RHZ/4R3H3
2RHS/4R2H2
S bisa digantikan Gentamycin dan Kanamycin
Penggunaan INH diiringi dengan vit. B6
Penggunaan obat yang mengakibatkan hepatotoksik dapat diganti dan

diberi steroid. Sebelum pemberian obat, periksa kadar SGOT/SGPT


ARV yang dianjurkan : Evafirenz, dengan dosis 1x600 mg pada malam hari.
Pemberian ERV dengan ketentuan:
- CD4<50 : Segera ARV
- CD4 50-200
: ARV setelah 2 bulan pada kasus
- CD4>200 : Mulai ARV setelah OAT selesai
2. Tatalaksana Non Farmako Pada TB Penderita HIV
- Diet tinggi protein, 2-2,5/KgBB
- Konseling dan Edukasi
a. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai seluk beluk
penyakit dan pentingnya pengawasan dari salah seorang keluarga untuk
ketaatan konsumsi obat pasien.
b. Kontrol secara teratur
c. Pola hidup sehat
e. Bagaimana patogenesis kasus ini?
Jawab:
PATOGENESIS TUBERKULOSIS
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang
biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
38

antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 3
-104 , yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya
kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji
tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh
terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang
berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB
terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.
39

Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru
atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya.
Di dalam

koloni

yang

sempat

terbentuk

dan

kemudian

dibatasi

pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB
ini dapat 5 mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya
meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah
terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi

40

karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang
secara histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk
dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak
dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi
secara berulang.

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun

pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar
TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau
meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis
endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat
terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat
bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya
terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.
Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi
TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi
5-25 tahun setelah infeksi primer.
f. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pasti pada kasus ini?
Jawab:
1.

Pemeriksaan Dahak (Spuntum)

Pemeriksaan dahak atau pemeriksaan spuntum ini merupakan salah satu dari
pemeriksaan laboratorium yang sangat berguna untuk menegakan diagnosa
tuberkulosis paru, karena dengan ditemukannya kuman BTA (basil tahan asam) yang

41

terdapat dalam spuntum, diagnosa tuberkulosis sdh dapat dipastikan. Selain itu,
pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan.
Kadang-kadang spuntum sulit untuk didapatterutama bagi pasien yang tidak batuk
atau yang batuk produktif. Oleh karena itu :
1. Satu hari sebelum pemeriksaan spuntum, pasien dianjurkan minum air putih
sebanyak 2 liter.
2. Dianjurkan agar pasien melakuakan reflek batuk.
3. Dapat juga dengan memberi obat-obatan mukolitik dan ekspektoran atau dengan
inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.
4. Bila masih sulit untuk mendapatkan spuntum bisa dilakukan bronkoskopi
diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar
lavage).
5. Bisa juga dengan didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini biasanya
dilakukan pada anak-anak karena mereka sulit untuk mengeluarkan dahak.
Adapun kriteria spuntum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan (diperlukan 5.000 kuman
dalam 1mL spuntum). Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan
Thiam Hok (modifikasi gabungan cara pulasan kinyoun dan gabbet).
Cara pemeriksaan spuntum yang dilakukan antara lain :
a.

Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa

b. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense (pewarnaan


khusus). Pemeriksaan ini dengan mengunakan sinar ultraviolet dengan
sensitivitas yang tinggi namun jarang digunakan karena pewarnaan yang
dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogen.
c.

Pemeriksaan dengan biakan (kultur)


Setelah 4-6 minggu penanaman spuntum pada media pembiakan, dan
koloni kuma tuberkolosis mulai nampak makan dinyatakan positif. Tetapi
bila setelah 8 minggu koloni kuman tuberkolosis belum juga tampak maka
dinyatakan negatif.

d. Pemeriksaan terhadap resistensi obat


Kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopik biasa terdapat kuman BTA
(positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomenadead
bacilli atau non culturable bacili yang disebabkan karena keampuhan

42

paduan obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman


BTA dalama waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sedian biakan,
bahan-bahan selain spuntum dapat juga diambil dari bilasan bronkus,
jaringan paru, pleura, cairan serebrospinal urin dan tinja.
2.

Tuberkulin

Tuberkulin Adalah Cairan steril yang mengandung produk pertumbuhan dari basilus
tuberkel, atau substansi spesifik yang diekstrak dan digunakan dalam berbagai bentuk
pada diagnosis tuberculosis.
Tes Tuberkulin merupakan Sejumlah besar uji kulit untuk tuberkulosis yang
menggunakan

berbagai

jenis

tuberkulin

dan

metode

pemakaian

yang

berbeda.Disuntikan sejumlah kecil protein yang berasal dari bakteri tuberkulosis ke


dalam lapisan kulit (biasanya di lengan). 2 hari kemudian dilakukan pengamatan pada
daerah suntikan, jika terjadi pembengkakan dan kemerahan, maka hasilnya adalah
positif TB. Jika Pemeriksaan atau tes tuberculin ini negatif, maka belum tentu
hasilnya adalah TB negatif tapi malah TB Positif. Alasannya karena Tes tuberculin
ini fungsinya untuk mengetahui apakah terjadi infeksi bakteriMycobacterium
Tuberculosis atau tidak. Bisa saja Bakteri ini terpapar tapi tidak menginfeksi, karena
respon imun tubuh yang lebih kuat dari pada bakteri tersebut (dorman). Itulah
mengapa bisa hasil Tes tuberculin negatif tapi ternyata penderitanya positif TB.
3.

Tes Darah

Tes darah pada TB juga disebut Disebut juga interferon-gamma release


assays(IGRA). Tes ini tujuannya untuk mengukur reaktivitas imun seseorang
terhadap M. tuberkulosis . di mana sel darah putih dari orang yang telah terinfeksi
M. tuberkulosis akan merilis interferon-gamma (IFN-g) bila dicampur dengan antigen
yang berasal dari M. tuberculosis.
FDA telah menyetujui dua tes interferon gamma release assay (IGRA) untuk infeksi
TB:
QuantiFERON-TB Gold In-Tube test (QFT-GIT)
T-SPOT. TB test (T-Spot)
Perbedaan dari kedua tes ini adalah:
QFT-GIT

T-Spot

43

Awal Proses

Proses seluruh darah

Proses

sel

mononuklear

dalam waktu 16 jam

darah perifer (PBMC) dalam


waktu 8 jam, atau jika T-Cell
Xtend digunakan,

Kemungkinan

Positif,

negatif,

tak

Hasil
tentu
Adapun beberapa hasil dari kedua tes ini:

dalam

waktu 30 jam
Positif, negatif, tak tentu,
batas (borderline)

Positif: Ada respon imun yang menunjukkan adanya bakteri M. tuberkulosis.


Negatif:

Belum

ada

reaksi

kekebalan

yang

menunjukkan

adanya

bakteriM. tuberkulosis.
Tak tentu: Hasil tidak jelas. Pada pengujian mungkin terjadi kesalahan atau hasilnya
tidak konklusif.
Borderline (T-SPOT TB saja.): Hasil di zona perbatasan dan tidak dapat
mengetahui apakah benar-benar positif atau negatif.
4. Pemeriksaan Radiologik
foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. (Pemeriksaan lain atas indikasi : foto
toraks apiko-lordotik, ablik, CT-Scan)
1. TB aktif :
a) bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atau dan
segmen superior lobus bawah paru
b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
c) Bayangan bercak milier
d) Efusi pleura unilateral
2. TB inaktif
a) Fibrotik, terutama pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas dan
segmen superior bawah paru
b) Kalsifikasi
c) Penebalan pleura
Luas proses yang tampak pada foto toraks:
1. Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari volume paru yang terletak diatas chondrostemal junction dari iga
44

kedua dan prosesus spinosus dari vertebrata torakalis IV atau korpus vertebra
torakalis V (sela iga 11) dan tidak dijumpai kaviti.
2. Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
g. Apa saja komplikasi kasus ini?
Jawab:
Komplikasi berikut sering terjadi pda penderita stadium lanjut:
1. Hemoptisis

berat

(perdarahan

dari saluran

napas

bawah) yang

dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.


2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pda paru.
4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan; kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
6. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap dirumah sakit.
Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh ?(BTA
negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini sering kali dikelirukan
dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak
diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila perdarahan berat,
penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
h. Bagaimana manifestasi kasus ini?
Jawab:
Gejala respiratorik

Batuk 3 minggu (kering, berdahak, berdarah)


Sesak nafas
Nyeri dada

Gejala sistemik

Keringat dan demam lama pada malam hari


Badan terasa lemah
Nafsu makan dan berat badan

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis.
Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, harus
45

dianggap sebagai seorang suspek tuberkulosis atau tersangka penderita TBC, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
i. Bagaimana prognosis kasus ini?
Jawab:
Penderita TB dengan HIV sering mempunyai viral loads HIV yang tinggi
Penurunan imunitas lebih cepat, dan pertahanan hidup bisa lebih singkat

walaupun pengobatan TB berhasil


Penderita TB/HIV mempunyai kemungkinan hidup lebih singkat dibanding
penderita HIV yg tidak pernah kena TB

j. Apa upaya preventif kasus ini?


Jawab:
Cara mencegah HIV AIDS
1) Menghindari kontak darah dengan penderita HIV.
2) Penggunaan jarum suntik dapat menjadi sumber infeksi HIV. Bersihkan dan cuci
peralatan bedah sebelum menggunakan peralatan seperti pisau cukur, jarum tato
dll.
3) Hindari obat obatan terlarang seperti narkoba
4) Gunakan kondom jika melakukan hubungan seksual. Hal ini sebagai pencegahan
terinfeksinya virus dalam tubuh kita. Jangan menggunakannya kondom bekas dan
pastikan bahwa tidak ada yang rusak di hambatan saat menggunakannya.
5) Hindari Seks Bebas. Sering berganti-ganti pasangan dapat memungkinkan anda
tertular HIV.
6) Khitan dapat meminimalisir terjangkitnya virus HIV pada tubuh.
Pencegahan penularan TBC
1. Kasus dengan penderita positif harus diobati secara efektif agar tidak menular
terhadap orang lain.
2. Bila kontak langsung dengan penderita tuberkulosis sebaiknya lakukan
pemeriksaan tuberkulin dan photo thorak.
3. Pada anakanak lakukan vaksinasi BCG guna mencegah tertularnya penyakit
tuberkulosis paru.
4. Pada penderita tuberkulosis paru positif sebaiknya lakukan isolasi dalam
pengobatan dan perawatannya.
5. Tidak meludah di sembarang tempat, usahakan meludah di tempat yang terkena
sinar matahari atau di tempat sampah.
6. Ketika ada seseorang ingin batuk atau bersin sebaiknya anda menutup mulut
untuk menjaga terjadinya penularan penyakit.
7. Kesehatan badan harus sering dijaga supaya sistem imun senantiasa terjaga dan
kuat.
46

8. Jangan terlalu sering begadang karena kurang istirahat akan melemahkan sistem
kekebalan tubuh.
9. Jaga jarak aman terhadap penderita penyakit TBC
10. Sering-seringlah berolahraga supaya tubuh kita selalu sehat.
Jemur tempat tidur bagi penderita TBC, karena kuman TBC dapat mati apabila
terkena sinar matahari.
k. Bagaimana kompetensi dokter umum untuk kasus ini?
Jawab :
Kompetensi4,yaitumampumembuatdiagnosisklinikberdasarkanpemeriksaanfisik
dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta dokter. Dokter dapat
memutuskandanmampumenanganiproblemitusecaramandirihinggatuntas.

47

IV.

LEARNING ISSUE
IV.1 Anatomi dan fisiologi paru
Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara atmosfer dan
darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik yang
berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan
mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi). Untuk melakukan fungsi
ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting, antara lain (Guyton,
1983 ; Wenzel dan Larsen, 1996) :
a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.
b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh darah.
c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat jaringan
parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke dinding toraks
bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga tipis yang
normalnya tidak berisi apapun.
d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.
Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni (Guyton, 1983) :
a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan

dan

diekspirasikan pada setiap pernapasan normal.


b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat
diinspirasikan di atas volume tidal normal.
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi.
d. Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paruparu
setelah melakukan ekspirasi kuat. Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa
pada siklus paru-paru, juga diperlukan kapasitas paru-paru yaitu (Guyton,
1983):
1. Kapasitas inspirasi
2. Kapasitas residual fungsional
3. Kapasitas vital paksa
4. Kapasitas total paru-paru.
Saluran Pernafasan
Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan,
serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan
dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses
pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus,
serta bronkioli terminalis.
a. Hidung

48

Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai
system pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh
konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat
mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat
mucus. System turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang
berukuran lebih besar dari 4 mikron.
b. Faring
Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian
atas. Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta
laringofaring.
c. Trakea
Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai escalator mukosiliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat
mucus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat
dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap rokok.
d. Bronki atau bronkioli
Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Akan tetapi mulai
bronki sekunder, perubahan struktur mulai terjadi. Pada bagian akhir dari
bronki, cincin tulang rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan.
Pada bronkioli terminalis struktur tulang rawan menghilang dan saluran udara
pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini
menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus
sehingga berfungsi sebagai
pembersih udara. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag
yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan
selanjutnya dibuang.
2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas
antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula
struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk
menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem
pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak
fungsi pernapasan.
Adapun fungsi pernapasan, yaitu :
1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (selselnya) untuk mengadakan pembakaran
49

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran,


kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna
lagi oleh tubuh)
3. Melembabkan udara.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di
alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya
aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari
alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku
untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting
dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.
Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap,
yaitu :
1. Ventilasi, yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru
2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar
3. Transportasi gas melalui darah
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut
pernapasan dalam
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang
disebut juga pernapasan seluler.
Mekanika Pernapasan
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu :
1. Menarik napas (inspirasi)
2. Menghembus napas (ekspirasi)
Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekskresi secara bergantian, teratur,
berirama dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflek yang terjadi pada
otot-otot pernapasan. Reflek bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang
terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena
seseorang dapat menahan, memperlambat atau mempercepat napasnya, ini berarti
bahwa reflex napas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan
sangat peka terhadap kelebihan kadar karbon dioksida dalam darah dan
kekurangan oksigen dalam darah. Inspirasi merupakan proses aktif, disini
kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam ruang antara
paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal).

Inspirasi terjadi bila

mulkulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut
datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah dapat dapat
rangsangan kemudian mengkerut datar. Dengan demikian jarak antara stenum
(tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka
pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di
50

dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. Ekspirasi merupakan proses
pasif

yang

tidak

memerlukan

konstraksi

otot

untuk

menurunkan

intratorakal.Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi
(diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkoatalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi
proses respirasi.
IV.2 TBC Paru
TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional).Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara : Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat
ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang
atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan Penyebaran secara hematogen dan limfogen.Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imunitas
yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran
ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
51

ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini
mungkin berakhir dengan :
-

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang

pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau


Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer

TUBERKULOSIS PASCA-PRIMER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15- 40 tahun. Tuberkulosis post primer
mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis
inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi
sumber penularan.Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.Sarang
dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik
ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran.
Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk
jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Nasib kaviti ini :
Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas.
Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin
pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed
cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri, akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus, dan menciut sehingga
kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

52

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
TUBERKULOSIS PARU
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a) Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
-

kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif


Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan

positif
b) Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
-

dan kelainan radiologic menunjukkan tuberkulosis aktif


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis positif

Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa
tipe pasien yaitu :
A. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
B. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
53

kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
- Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu
-

antibiotik selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.


Infeksi jamur
TB paru kambuh

Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.


C. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatannya selesai.
D. Kasus gagal
- Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
-

positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi

BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan


E. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
Kasus Bekas TB:
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran
radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial
menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat
akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologik
TUBERKULOSIS EKSTRA PARU
Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk
kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan
bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.
Manifestasi TBC
Gejala sistemik/umum:
54

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)


Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti

influenza dan bersifat hilang timbul


Penurunan nafsu makan dan berat badan
Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,

suara nafas melemah yang disertai sesak.


Kalau ada cairan dirongga pleura

disertaindengan keluhan sakit dada.


Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,

pada muara ini akan keluar cairan nanah.


Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut

(pembungkus

paru-paru),

dapat

sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,


adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
DIAGNOSIS
- Anamnesis

Batuk produktif yang berkepanjangan (>3 minggu)


Hemoptisis
Sesak nafas
Nyeri dada (jarang)
Gejala sistemik :
Demam
Menggigil
Keringat malam
Kelemahan
Hilangnya nafsu makan
Penurunan berat badan

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum
Konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia
Suhu demam (subfebris)
Badan kurus / berat badan turun
Keadaan spesifik

55

Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas, maka didapatkan


Perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronchial
Suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring
Bila infiltrate diliputi penebalan pleura, suara nafasnya menjadi
vesicular lemah
Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.
Bila jaringan fibrotic amat luas, akan terjadi pengecilan daerah aliran
darah paru
Meningkatkan tek.arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal)
Kor pulmonal dan Gagal jantung kanan, dengan tanda-tanda:

Takipnea

Takikardi

Sianosis

Right ventricular lift

Right atrial gallop

Murmur graham steel

Bunyi P2 yang mengeras

Peningkatan JVP

Hepatomegali, asites, dan edema


Pemeriksaan laboratorium ditemukan:
Pemeriksaan darah rutin:
Anemia
Peningkatan laju endap darah
Leukosit sedikit meninggi pada TB yang baru mulai (aktif)
Hitung jenis pergeseran ke kiri pada TB yang baru mulai (aktif)
Pemeriksaan sputum
BTA pada sputum dapat (+) atau (-)
Kultur sputum (+)
Pemeriksaan radiologi ditemukan infiltrat dan kavitas
Radiologi
TB paru dini berupa suatu kompleks kelenjar getah bening
parenkim
Infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian atas paru-paru, deposit
kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura
Adanya area belubang dan fibrosa pada TB yang lebih berat.
Pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar

biasanya bilateral
Pemeriksaan tambahan
Mantoux Tuberculin Skin Test

56

Digunakan untuk menilai infeksi tuberculosis.Tes ini dilakukan dengan


menyuntikkan sedikit cairan tuberculin intradermal pada bagian lengan
bawah.Selanjutnya tes dianalisis setelah 48 72 jam mulai dari
penyuntikan.
Tes Mantoux bertujuan menguji apakah tubuh pernah terpapar
kuman TB.
Tes Mantoux(positif : > 15mm bila sudah BCG, Positif > 10 mm
bila belum BCG).
Pemeriksaan Tes Mantoux (uji tuberkulin) dengan menyuntikkan
zat tuberkulin dan dilihat hasilnya dalam waktu dua sampai tiga
hari, apakah di daerah suntikan akan timbul benjolan berwarna
merah dengan diameter tertentu dan terasa agak gatal. Bila ini ada
berarti anak tersebut positif terinfeksi TBC.
Hasil pemeriksaan mantoux
Indurasi
:
04mm,
uji

mantoux

(-)

Arti klinis : tidak ada infeksi Mikobakterium tuberkulosa.


Indurasi
:
39mm,
uji
mantoux
meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan
Mikobakterium atipik atau setelah vaksinasi BCG.
Indurasi
:

10mm,
uji
mantoux

(+)

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mikobakterium

tuberkulosa.
Pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung
Pemeriksaan sputum secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang
paling efisien, mudah dan murah.Pemeriksaan bersifat spesifik dan
cukup sensitive.
Mycobacterium tuberculosis:
Berbentuk batang
Sifat tahan terhadap penghilangan warna dengan asam dan alkohol
karena itu disebut Basil Tahan Asam (BTA)
Dapat dilihat di mikroskop bila jumlah kuman paling sedikit
5000/ml sputum. Sputum yang baik diperiksa adalah sputum kental
dan purulen warna hijau kekuningan. Volume 3-5 ml tiap
pengambilan.
Tujuan pemeriksaan sputum:
Menegakkan diagnosis dan menentukan klafikasi/tipe

57

Menilai kemajuan pengobatan


Menentukan tingkat penularan
Pengumpulan sputum
Sputum ditampung dalam pot sputum yang bermulut lebar, berpenampang 6
cm, tutup berulir tidak mudah pecah dan bocor. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan 3 spesimen sputum Sewaktu Pagi Sewaktu(SPS). Dikumpulkan dalam
2 hari kunjungan yang berurutan.
Pelaksanaan pengumpulan sputum SPS :
S (sewaktu), sputum dikumpulkan pada saat suspek TB datang pertama kali.
Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot sputum untuk sputum hari
kedua
P (pagi), sputum dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua segera setelah
bangun tidur
S (sewaktu), sputum dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan
sputum pagi
Pewarnaan Kuman BTA
Metode pewarnaan Ziehl-Neelsen :

Sediaan apus digenangi dengan zat karbokfulksin yang

dipanaskan

Dekolorisasi dengan alkohol-asam

Diwarnai dengan metilen blue atau brilliant green

Pewarnaan fluoresensi dengan larutan auramin-rodamin

Setelah pewarnaan, sediaan diperiksa dibawah mikroskop dan dinilai

dengan

interpretasi :
+

: Terdapat 10 kuman > 15 menit

++

: 20 kuman / 10 lapangan penglihatan

+++

: 60 kuman / 10 lapangan penglihatan

++++ : 120 kuman / 10 lapangan penglihatan


+++++ : > 120 kuman / 10 lapangan penglihatan
Pembacaan hasil
Basil tahan asam berwarna merah
Basil tidak tahan asam berwarna biru
SPS. Menurut Depkes bila 2 dari 3 spesimen tersebut hasilnya BTA (+) TB
Pembacaan hasil dengan menggunakan skala IUATLD:
58

Negatif (-), tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang


Meragukan (ditulis jumlah kuman yang ditemukan), 1-9 BTA dalam 100
lapangan pandang
Positif 1 (+), 10 99 BTA dalam 100 lapangan pandang
Positif 2 (++), 1-10 dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 50 lapang
pandang
Positif 3 (+++), >10 BTA dalam 1 lapangan pandang minimal dibaca 20
lapang pandang
Catatan:
Bila ditemukan 1 3 BTA dalam 100 lapang pandang, pemeriksaan harus
diulang dengan spesimen dahak yang baru. Bila hasilnya tetap 1-3 BTA
hasilnya dilaporkan negatif. Bila ditemukan 4-9 BTA dilaporkan positif.

Pembiakan Kultur Kuman


Diagnosis yang paling pasti dari penyakit tuberkulosis ialah dengan
pembuatan kultur/biakan kuman. Bahan spesimen dapat berupa dahak
segar, cairan lambung, urin, cairan pleura, cairan olah, cairan sendi,
bahan biopsy, dll.
Kultur
Sputum ditanam pada medium Lowenstein Jensen
Inkubasi selama 6-8 minggu
Ada pertumbuhan dilakukan pemeriksaan resistensi antibiotik

Tes Resistensi
Tes

kepekaan

kuman

tuberkulosis

terhadap

obat-obatan

antituberkulosis.Penting dilakukan untuk pengobatan yang tepat.

Tes Serologi
Tes serologi yang dapat membantu diagnosis tuberkulosis adalah tes
takahashi.Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri
pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer lebih dari
128 dianggap positif yang berarti proses tuberkulosis masih aktif.

Diagnosis TB Paru Dewasa


Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu minimal 2 hari
berturut-turut, yaitu Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

59

Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan penemuan


kuman TB (BTA). Pada Program Nasional Penanggulangan TB, penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik merupakan cara
diagnosis yang utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks dan biakan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan

indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik

pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis atau underdiagnosis.


- Diagnosis TB Ekstraparu Dewasa
Dicurigai TB ekstraparu apabila ditemukan gejala-gejala antara lain: nyeri
dada (TB pleura/pleuritis), pembesaran kelenjar getah bening superfisial

(limfadenitis TB), gibbus (spondilitis TB) dan lain-lain.


Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan, sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan

kemungkinan

penyakit

lain.

Ketepatan

diagnosis

tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan


alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,

foto toraks dan lain-lain.


Seorang pasien TB ekstraparu sangat mungkin juga menderita TB Paru,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak. Jika hasil pemeriksaan

dahak negatif, dapat dilakukan foto toraks dan histopatologi.


Koinfeksi TB-HIV
Pada pasien TB dengan faktor risiko terinfeksi HIV, seperti: pengguna
narkoba suntik (IDUs) dan berperilaku seks berisiko perlu dicari
kemungkinan ko-infeksi TB-HIV.
Beberapa faktor risiko HIV adalah:
Transfusi darah,
Suntik dan tindik sembarangan,
Pengguna narkoba suntik,
Tanda bekas suntikan, tatto,
Hubungan seks dengan penjaja seks komersial atau pasangan

pelanggan PSK,
Hubungan seks bebas dan
Anak dengan orangtua risiko tertular HIV.

IV.3 HIV
System imunitas (HIV)
60

Struktur Bakteri TB
Basil mikrobakterium mengandung banyak sekali bahan yang bersifat
antigenik bagi pasien. Antigen yang spesifik untuk M. tuberculosis berasal dari
golongan protein yang mempunyai berat molekul 35.000 dalton. Limfosit T dan
limfosit B akan merespon antigen yang spesifik ini.
Dinding sel basil TB merupakan struktur yang sangat kompleks dan
mempunyai banyak elemen. Di lapisan luar dinding sel ditemukan suatu lipid yang
terbentuk dari asam mikolat (micolic acid) berantai panjang. Asam mikolat ini
mengalami esterifikasi sehingga terdapat tiga elemen dinding basil TB, yaitu lipid
yang berasal dari asam mikolat, arabinogalaktan, serta muramil dipeptida.
Cell Mediated Immunity (Acquired Immunity)
Respon awal tubuh terhadap mikobakterium adalah mekanisme imunitas
natural (innate), seperti makrofag, natural killer (NK), dan neutrofil. Imunitas
natural ini berperan sebagai repon terhadap mikobakterium sebelum tubuh
mempunyai acquired immunity. Sel yang berperan dalam acquired immunity adalah
sel T, yang bertugas untuk mengenali antigen. Sel T mempunyai kemampuan dalam
proses respon imun terhadap M. tuberculosis (terutama T delayed hipersensitivity).
Pada mulanya, makrofag memperkenalkan antigen hasil fagositosis M.
tuberculosis kepada sel T. Sel T yang telah diperkenalkan dan diaktifkan oleh
antigen, akan mensekresi sitokin antara lain IFN-. Sitokin ini kembali menstimulasi
makrofag agar pengendalian pertumbuhan mikobakteria lebih efektif. Terdapat
beberapa jenis sel T yang memberikan respon kepada M. tuberculosis, yaitu sel T
CD4+; sel T l; dan sel T CD8+. Daya tahan tubuh terhadap TB tergantung fungsi
CD4. Sel T dan sel T CD8+ diaktifkan oleh mikobakteria memiliki peran
penyeimbang terhadap aktivitas sel T CD4+. Sel T juga berperan sebagai sel efektor
sitotoksik untuk melawan makrofag yang mengandung mikobakteria. Makrofag yang
mengandung mikobakteria memproduksi sejumlah sitokin, antara lain IL-10, IL-12,
IL-15, IL-18, TNF-, IL-1, IL-6, dan TGF-.
TB-HIV
Pada penderita HIV/AIDS terjadi gangguan pada sel T yang akan
mempengaruhi produksi limfokin dan merusak fungsi makrofag. Kerusakan
makrofag akan mempengaruhi molekul antigen CD4 pada permukaannya. Sel ini
adalah bagian dari sel T yang memegang peranan penting terhadap respon imun.

61

Kerusakan makrofag akan berpengaruh pada pertahanan tubuh terhadap TB.


HIV menginfeksi sel yang memiliki molekul antigen CD4 pada permukaannya. Sel
ini adalah bagian dari sel limfosit T yang memegang peranan penting terhadap
respon CMI. Pada HIV yang lanjut, CD4 akan berkurang dalam jumlah dan
fungsinya. Kerusakan sistem imun pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan
tidak aktifnya imunitas seluler yang ditandai dengan tes Mantoux yang negatif, tidak
terbentuknya granulomatosa, adanya nekrosis kaseosa dan kavitas, tetapi jarang
ditemukan BTA pada dahak.
Molekul CD4 merupakan suatu reseptor untuk HIV yang berafinitas tinggi.
Hal ini menjelaskan mengenai kecendrungan selektif virus terhadap sel T CD4 dan
kemampuannya menginfeksi CD4 lain terutama makrofag dan sel dendrit. Namun,
dengan berikatan pada CD4 tidak cukup untuk menimbulkan infeksi; selubung
gp120 HIV juga harus berikatan pada molekul permukaan sel lainnya (co-receptor)
untuk memudahkan masuknya sel. Peranan ini dimainkan oleh dua molekul reseptor
kemokin permukaan sel, yaitu CCR5 dan CXCR4.
Patogenesis Infeksi HIV-1. 30

62

M. Tuberculosis dan HIV-1 merupakan dua patogen intraseluler yang


berinteraksi baik pada tingkat populasi, klinik dan seluler. HIV meningkatkan
kemudahan seseorang terkena infeksi M. Tuberculosis. Pada seseorang yang
terinfeksi M. Tuberculosis, HIV merupakan penyebab kuat infeksi TB menjadi
penyakit. Dibandingkan dengan seseorang yang tidak terinfeksi HIV, seseorang yang
terinfeksi HIV mempunyai resiko 10 kali menderita TB. Menurut GArdic bahkan
dapat 30 kali.
Pada seseorang yang terinfeksi HIV, terjadi penurunan CD4 dalam jumlah dan
fungsi. Kemampuan sistem imun untuk mencegah pertumbuhan dan penyebaran M.
Tuberculosis berkurang. TB paru terkadang merupakan tanda pertama infeksi HIV.
Bila TB mengenai penderita yang terinfeksi HIV, prognosis umumnya buruk
walaupun itu tergantung kepada derajat imunosupresi dan respon terhadap terapi
anti-TB.
VI.4 Hemoptoe
Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi.Volume
darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam jumlah minimal
hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan. Batuk darah atau
hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah
63

laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah
lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologi harus
dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan
berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah
masif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di
paru dan dapat mengganggun kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak
ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa.
Sumber perdarahan hemoptisis dapat berasal dari sirkulasi pulmoner atau
sirkulasi bronkial. Hempotisis masif sumber perdarahan umumnya berasal dari
sirkulasi bronkial ( 95 % ). Sirkulasi pulmoner memperdarahi alveol dan duktus
alveol, sistem sirkulasi ini bertekanan rendah dengan dinding pembuluh darah yang
tipis. Sirkulasi bronkial memperdarahi trakea, bronkus utama sampai bronkiolus dan
jaringan penunjang paru, esofagus, mediastinum posterior dan vasa vasorum arteri
pulmoner. Sirkulasi bronkial ini terdiri dari arteri bronkialis dan vena bronkialis. Asal
anatomis perdarahan berbeda tiap proses patologik tertentu: (a). bronkitis akibat
pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa, (b) TB paru akibat robekan atau
ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti aneurisma Rassmussen). atau
akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner atau proses erosif pada arteri
bronkialis, (c) infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran &
proliferasi arteri bronchial misal : bronkiektasis, aspergilosis atau fibrosis kistik,(d)
kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga mudah berdarah.
Penyebab batuk darah sangat beragam antara lain :
1. Infeksi : tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella), jamur, virus
2. Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik fibrosis,
emfisema bulosa
3. Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial, tumor metastasis
4. Kelainan hematologi : disfungsi trombosit, trombositopenia, disseminated
intravascular coagulation (DIC)
5. Kelainan jantung : mitral stenosis, endokarditis tricuspid
6. Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena,
aneurisma aorta
7. Trauma : jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak
8. Iatrogenik : akibat tindakan bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi swan-ganz,
limfangiografi
64

9. Kelainan sistemik : sindrom goodpasture, idiopathic pulmonary hemosiderosis,


systemic lupus erytematosus, vaskulitis (granulomatosis wagener, purpura
henoch schoenlein, sindrom chrug-strauss)
10. Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain
11. Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura, benda asing,
hemoptisis kriptogenik, amiloidosis
Penelitian yang dilakukan di RS persahabatan oleh Retno dkk : 323 pasien
hemoptisis di IGD RS Persahabatan didapatkan TB paru 64,43 %, bronkiektasis
16,71 % , karsinoma paru 3,4 % dan Maria : 102 pasien hemoptisis rawat inap dan
IGD RS Persahabatan didapatkan TB paru 75,6 %, bekas TB paru 16,7 %,
bronkiektasis 7,8 %.
Penalaksanaan hemoptisis masif memerlukan penanganan khusus agar tidak
berakibat fatal dengan angka mortaliti hemoptisis masif 75 % disebabkan oleh
asfiksia. Pasien dengan hemoptisis masif seharusnya dirawat di unit perawatan
intensif untuk memonitor status hemodinamik dan penilaian jumlah darah yang
hilang. Penatalaksanaan dilakukan melalui tiga tahap:
1. Proteksi jalan napas dan stabilisasi pasien
2. Lokalisasi sumber perdarahan dan penyebab perdarahan
3. Terapi spesifik
VI.5 Penatalaksana
Penatalaksanaan TB-HIV
Terapi Medikamentosa
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Sebaiknya
tidakmenggunakan OAT tunggal (monoterapi) dengan alasan laju resistensi.
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan dengan tujuan kepatuhan pasien.Untuk menjamin kepatuhan
pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed
Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).Pengobatan TB diberikan
dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.Pengobatan TB bertujuan untuk
menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Tahap awal (intensif). Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi
65

obat.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar pasien
TB BTA positif menjadi BTA negative (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa
obatkombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini
disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi
2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas

dalam satu paket untuk satu pasien.Paket

Kombipak.Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk
mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.Paduan OAT ini
disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat
dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket
untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
Paduan OAT dan peruntukannya.

66

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: Pasien
baru TB paru BTA positif.Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif. Pasien TB
ekstra paru.
Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Paduan OAT ini diberikan untuk pasien
BTA positif yang telah diobati sebelumnya:Pasien kambuh, Pasien gagal, Pasien
dengan pengobatan setelah default (terputus).
Pemantauan kemajuan pengobatan TB. Pemantauan kemajuan hasil
pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara
mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan
pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah
(LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik
untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen
sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke
2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu specimen positif atau keduanya positif,
hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Farmakologi Obat-obat Lini Pertama
Isoniazid. Merupakan antibiotik yang memiliki aktivitas bakterikidal yang sangat
baik untuk mtb intra dan ekstraseluler. Obat ini bekerja sebagai prodrug dan
diaktivasi oleh enzim KatG katalase mtb dan bekerja dengan menghambat sintesis
asam lemak. Obat ini mengambat sitokrom P450, dan berinteraksi dengan warfarin,
carbamazepine, benzodiazepine, asetaminophen, dan clopidogrel. Dosis dewasa
5mg/kg, dengan maksimal dosis harian 300mg. Efek samping utama adalah
kerusakan liver dan neuropati perifer. Untuk mencegah neuropati perifer, digunakan
Piridoksin (25-50mg/d).
Rifampicin. Derivat Amycolatopsis rifamycinica. Bahan antimikobakterial paling
aktif dan menyebabkan reduksi masa pengobatan dengan aktivitas sterilisasi.
Memiliki aktivitas bakterikidal terhadap mtb yang aktif dan yang dorman. Bekerja
dengan cara menghambat RNA polimerase mtb. Karena menginduksi sitokrom P450,
rifampicin dapat menurunkan waktu paruh sebagian obat, termasuk
antiretroviral protease inhibitor dan nonnucleoside reverse transcriptase
inhibitor. Dosis dewasa adalah 10mg/kg dengan dosis maksimum harian 600
mg/hari. Efek samping utama adalah hepatotoksik, namun jarang ditemui.
Karena sifat farmakologinya, kedua obat tersebut merupakan obat utama yang
digunakan dalam membasmi mtb.

67

Turunan rifampin. Rifabutin. Biasanya digunakan sebagai pengganti rifampin


pada pasien TB dengan HIV, karena memiliki aktivitas inducer enzim liver yang
lebih lemah dibandingkan rifampin.
Ethambutol. Bersifat bakteriostatik dan merupakan antimikobacterial yang lebih
tidak poten dibanding rifampin, isoniazid, dan pyrazinamid. Mekanisme kerja utama
dengan menghmbat anabinosyltransferase yang terlibat dalam sintesis dinding sel:
arabinogalactan dan lipoarobinomanan. Dosis 15mg/kg. Efek samping utama adalah
neuritis optik dan pemberian vitamin B12 (hidroksikobalamin) dapat mencegah efek
samping ini.
Pyrazinamid.Sangat aktif melawan mtb yang lambat membelah. Penggunaan
pyrazinamid menyebabkan reduksi waktu terapi OAT INH dan Rifampicin. Dosis
dewasa 15-30mg/kg, maksimal 2g/hari.
Terdapat sedikit perbedaan. Pada pasien TB dengan HIV, pada pemeriksaan
sputum pertama
kali, satu kali saja ditemukan hasil yang positif (+-- atau sebagainya yang positifnya
Cuma satu) itu sudah dikatakan menderita TB BTA positif. Pasien HIV yang
menderita TB BTA negative akan ditemukan temuan radiologis yang konsisten
dengan TB namun sputum BTA negative. Namun, pasien HIV yang menderita TB
BTA negative bisa saja diagnosisnya ditegakkan hanya berdasarkan pertimbangan
dokter untuk memulai terapi TB.

68

Pada pasien ini tidak ada tanda-tanda lain dari HIV stadium 3 atau 4 (lihat
pembagian stadiumnya di atas), serta nilai CD4 nya di bawah 200. Makan rencana
pengobatan pada pasien ini adalah langsung mulai terapi TB, lalu terapi HIV harus
dimulai sesegera mungkin setelah terapi TB yang diberikan sekiranya sudah dapat
ditoleransi (antara 2 minggu sampai 2 bulan)

Bagan berikut menggambarkan rencana terapi pada pasien ini. Kotrimoksazol


diberikan dengan dosis 960 mg (800 mg Sulfometoksazol + 160 mg Trimetophrim)
untuk memcegah infeksi bakteri sekunder yang biasa terjadi pada pasien HIV, seperti
infeksi Pneumonia jerovicii.
Pengobatan pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit
CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada :

69

Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan nukleosida,
kecuali Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan OAT karena
bersifat sebagai buffer antasida. Interaksi dengan OAT terutama terjadi dengan ARV
golongan non-nukleotida dan inhibitor protease.Rifampisin jangan diberikan bersama
dengan nelfinavir karena rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%.
Rifampisin dapat menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini
belum ada peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan.
karena ditakutkan terjadinya interaksi obat OAT dan ARV biasanya yang diberikan
terlebih dahulu adalah OAT (2 bulan pertama) selanjutnya baru debri ARV.
Pemilihan regimen pengobatan HIV saja tentu berbeda dengan TB-HIV. Obat
TB, yaitu Rifampisin, memiliki sifat enzyme-inducers terhadap enzim CYP3A4.
Hampir semua jenis obat HIV golongan NNRTI (Non-nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitors, seperti Efavirenz, Nevirapine) dan PI (Protease inhibitors,
seperti Saquinavir) dimetabolisme oleh CYP3A4. Karena itu, pemberian Rifampicin
bersamaan dengan obat-obat di atas dapat mengurangi efikasi dan ketersediaan obat
tersebut, sehingga mengurangi efek terapinya. Sebagai pengganti rifampicin, dapat
digunakan Rifabutin, yang memiliki efek inducers jauh lebih lemah. Oh ya, lupa,
hampir tidak ada interaksi antara golongan rifampicin dengan golongan obat NRTI
(Nucleoside Reverse Transciptase Inhibitors, seperti Zidovudine).
Regimen pengobatan yang dianjurkan adalah :
o AZT + 3TC + EFV (PALING RECOMMENDED)
o AZT + 3TC + NVP (kurang recommended, karena NVP lebih tinggi interaksinya
dengan golongan rifampisin)
o TDF + 3TC (or FTC) + EFV
o TDF + 3TC (or FTC) + NVP
o Alternatif lain bisa juga triple NNRTI terapi
Keterangan : AZT = Zidovudine , 3TC = Lamivudine, EFV = Efavirenz, NVP =
Nevirapine, TDF = Tenofovir
Edukasi
Pasien Tb harus diedukasi agar memperbaiki lingkungan hidup, seperti ventilasi
udara rumah, drainase, kebiasaan merokok, dan menghindari kontak dekat dan lama
dengan penderita Tb lain karena penularannya yang sangat mudah yaitu melalui
udara (droplet nuclei). Pasien juga dianjurkan untuk memiliki PMO (Pengawas
Minum Obat) agar terapi yang diberikan dapat efektif, adekuat, dan teratur
dilalaksanakan pasien.
Syarat menjadi PMO:

70

Seseorang yg dikenal, dipercayai dan disetujui petugas/penderita juga disegani,


dihormati oleh penderita
Seseorang yg tinggal dekat penderita
Bersedia membantu penderita dgn sukarela
Bersedia dilatih atau mendapat penyuluhan bersama penderita
Tugas PMO
Mengawasi penderita rutin makan obat sampai selesai/sembuh
Memotivasi penderita agar minum obat teratur
Mengingatkan penderita untuk kontrol atau periksa dahak
Memberikan penyuluhan, mencari suspek TB dan menganjurkan / membawa ke
petugas kesehatan
Penjelasan ke pasien
TB disebabkan kuman TB bukan penyakit keturunan atau kutukan
TB dapat disembuhkan dgn berobat teratur
Cara penularanTB, gejala2 dan pencegahannya
Pengobatan tahap intensif dan lanjutan
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
Efek samping, dan perlunya segera meminta pertolongan ke RS / UPK

71

V.

KERANGKA KONSEP
Pembuattan
Tato dengan
jarum

Faktor
Lingkungan

Infeksi
HIV
Destruksi
CD4+
Stomatitis
Infeksi
Opotunist
ik

Infeksi
M.Tb
Batuk
Darah

Infiltrat

BTA (-)

TBHIV
Invasi M. TB
di makrofag

Rale
s

Eksudat

Konsolid
asi
parenki
m paru

Supresi Sistem
Imun

Nekrosi
s
Kaseos
a

Sistem Imun
Spesifik
Selluler TCell(Sedikit)
Proses
Inflamasi

Pertukara
n CO2
&O2

Ruptur
Rasmuss
en

Sesak
Napas

Batuk
Darah

Demam
Ringan

Nafsu Makan

BB

Anemia

VI.

KESIMPULAN
Mr.Y menderita TB dengan hasil BTA (-) dan HIV (+).

72

DAFTAR PUSTAKA
1. Anne A G, Peter J, dkk. Tuberculosis.Chapter 39. Infectious diseases of children.
Eleventh edition. Krugmans. 2004.
2. Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
3. Gilang Sari, Permata. 2011. Gambaran fungsi Paru Pekerja Bagian Produksi Lateks Yang
Terpajan Amoniak Di PT Socfindo Kebun Aek Pamienke Kabupaten Labuhan Batu Utara
Tahun 2010. Online (repository.usu.ac.id, diakses tanggal 4 Maret 2015)
4. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I.,
Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
5. Sari, Fitrah. 2012. Perbandingan Pengaruh Minuman Beroksigen dengan Minuman Air
Biasa terhadap Nilai VEP1, KVP, dan Frekuensi Napas pada Latihan Fisik. Online
(repository.usu. ac.id, diakses tanggal 4 Maret 2015)
6. Panduan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 Tentang Panduan
Klinis Praktik Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
7. Spiriia.or.id/dokumen/`juknis-tbhiv2013.pdf. petunjuk teknis tata laksana ko-infeksi TBHIV 201.
8. Nelson LJ, Schneider E, Wells CD, and Moore M.Nelson Textbook of Pediatrics. Chapter
XVII Infection : Section III Bacterial Infection: Tuberculosis. 18th edition. Philadelphia:
W.B.Saunders Company, 2007.
9. Rahajoe, Nastiti N., dkk, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP
IDAI, Juni, 2005.
10. Tierney Jr., Lawrence M, Current Medical Diagnosis and Treatment. Chapter 9 Lung :
Pulmonary Infections: Pulmonary Tuberculosis, Mc Graw Hill, 2008.
11. Nasti R, Darmawan B S, dkk. Tuberkulosis. Bab 4. Buku ajar respirologi anak, edisi
pertama. IDAI 2008. 169-176.
12. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I.,
Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
13. Pearce. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: PT.Gramedia.
14. Sudoyo A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing;
2009. p;2230-1, 2232-7.
15. Kumala P, dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed. 25. Jakarta: EGC. 1998

73

Anda mungkin juga menyukai