SIROSIS HATI
Disusun oleh:
SUCI ERIA
20100310019
Pembimbing: dr. Widodo, Sp. PD
HALAMAN PENGESAHAN
SIROSIS HATI
Disusun oleh:
Telah dipresentasikan
Hari / Tanggal:
Maret 2015
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
BAB I
PENDAHULUAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Bp. B
Usia
: 48 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Alamat
: Tolokan, Getasan
Tanggal Masuk
: 23 Februari 2015
No CM
: 295388
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien datang ke IGD dengan keluhan muntah (+) setiap kali makan
dan minum sehingga pasien merasa lemes karena tidak ada asupan makanan. Muntah
sejak 4 hari SMRS isi makanan dan cairan, darah (-), mual (+), nyeri ulu hati (-).
Pasien juga mengeluhkan perutnya membesar, terasa sebah dan terasa seperti terisi
cairan tanpa rasa nyeri. Keluhan ini sudah dirasakan 1 bulan dan perut semakin
membesar dari hari ke hari. Mbesesek (+), nyeri dada (-).Selain itu pasien juga
mengatakan sering lemas pada seluruh tubuh yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu
dan semakin memberat 1 minggu SMRS. Lemas muncul tak menentu dan tidak
berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan sejak 1
bulan SMRS dan penurunan berat badan. Demam (-), pusing (-). Keluhan bulu ketiak
atau bulu kemaluan rontok (-). BAB cair warna hitam 1 hari 5 kali, BAK sedikit,
nyeri saat BAK (-), nyeri pinggang (-). Riwayat mimisan, gusi berdarah atau
perdarahan lainnya (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat diabetes melitus
Riwayat hipertensi
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit ginjal
Riwayat konsumsi alkohol
Riwayat konsumsi obat-obatan
Riwayat sakit kuning/ hepatitis
Riwayat demam tifoid
Riwayat alergi obat
::::::::+
:-
::-
:-
:-
5. Review Sistem
Kepala leher
THT
Respirasi
Gastrointestinal
Kardiovaskular
Perkemihan
Sistem Reproduksi
Kulit dan Ekstremitas
Alergi obat
C. PEMERIKSAAN FISIK
O
: Keadaan Umum
Kesadaran
: CM.
TD
: 132/116 mmHg
Nadi
RR
: 26 x/menit
Sp2
: 96 %
Thorak
Pulmo
Cor
Abdomen
(+),
nyeri
tekan
(-),
hepatomegali
dan
Integumen
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (15 Januari 2014)
Leukosit
: 11,65
(H) (N: 4.5-11)
Hemoglobin
: 14,1
(N) (N: 12-16)
Trombosit
: 367
(N) (N:150-450)
Hematokrit
: 42,4
(N) (N: 38-47)
Eritrosit
: 5,41
(H) (N: 4-5)
Kimia Darah
Glukosa Darah Sewaktu
: 115 (N) (80-144) mg/dl
Ureum
: 92 (H) (10-50) mg/dl
Creatinin
: 1,1 (H) (0,6-1,1) mg/dl
SGOT
: 43 (H) (5-40) U/l
SGPT
: 28 (N) (5-35) U/l
HbSAg
: negatif
Anti HCV
: negatif
Albumin
: 4,2 (L) (3,5-4,2) g/dl
Ultrasonogafi
Menyokong gambaran sirosis hepatis dengan asites permagna
Tak tampak tanda-tanda portal hipertension
Organ yang lain dalam batas normal.
E. ASSESMENT
Sirosis hati
F. TERAPI
Infus asering 15 tpm
Injeksi ranitidin 2x1 ampul
Injeksi ondansetron 3x1 ampul
Injeksi furosemid 1 ampul
Spironolakton 1 x 100 mg
Propanolol 3 x 10 mg
Ulsafat 3 x 1 C
Curcuma 3x1
Diit cait 6x200 cc
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung secara progresif, ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis merupakan
keadaan yang menggambarkan akhir dari perjalanan histologi pada berbagai macam
penyakit hepar kronik. Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec tahun
1826. Istilah ini diambil dari bahasa Yunani yaitu scirrhus yang digunakan untuk
mendeskripsikan permukaan hepar yang berwarna oranye jika dilihat pada saat
autopsi. Tapi karena kemudian arti kata sirosis atau scirrhus banyak yang salah
menafsirkannya akhirnya istilah ini berubah artinya menjadi pengerasan.
Berbagai bentuk dari kerusakan sel hepar ditandai dengan adanya fibrosis.
Fibrosis merupakan peningkatan deposisi komponen matrix ekstraseluler (kolagen,
glikoprotein, proteoglikan) di hepar. Respon terhadap kerusakan sel hepar ini sering
bersifat irreversibel. Secara histologis sirosis merupakan proses yang difus pada hepar
ditandai adanya fibrotisasi dan konversi dari struktur arsitektur hepar normal menjadi
struktur nodul yang abnormal. Progresi dari kerusakan sel hepar menuju sirosis dapat
muncul dalam beberapa minggu sampai dengan bertahun-tahun. Pasien dengan
hepatitis C dapat mengalami hepatitis kronik selama 40 tahun sebelum akhirnya
menjadi sirosis.
B. Etiologi dan Klasifikasi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain; konsumsi
alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zathepatotoksik, dan lain-lain.
Morfologi:
a. mikronodular (besar nodul lebih dari 3 mm): nodulus kecil, tidak jelas, secara
mikroskopis tampak septa yang tipis, terlihat pada pecandu alkhl, hemakromatosis,
obstruksi saluran empedu dan hepatitis aktif kronika.
b. makronodular (besar nodul kurang dari 3 mm): ndulus besar sering menonjol dari
berbagai ukuran yang sering terpisahkan leh pita fibrosa besar, terlihat pada hepatitis
kronika.
c. campuran
Etiologi
a. alkoholik
b. kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
c. biliaris
d. kardiak
e. metabolik, penyakit keturunan, dan terkait obat
f. Gangguan imunitas
Di negara barat, etiologi sirosis hepatis yang tersering adalah akibat alkoholik,
sedangkan di Indonesia terutama adalah akibat infeksi virus Hepatitis B dan C. Hasil
penelitian di Indonesia menyebutkan virus Hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar
40-50%, dan virus Hepatitis C sebesar 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya
tidak diketahui dan termasuk kelompok virus non B-non C. Alkohol sebagai penyebab
sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.
Ada tiga jenis sirosis hepatis, yaitu:
1. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada
hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam selsel hati (infiltrasi lemak) dan alkohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap
hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang
mencakup pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya pengeluaran
trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi asam lemak.
Sirosis alkohol memiliki tiga stadium:
1) Perlemakan hati alkoholik
Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak, ditandai oleh
penimbunan trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90% pecandu alkohol kronis
(Corwin, 2009). Alkohol dapat menyebabkan penimbunan trigliserida di hati yang
dapat meluas hingga mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak, berminyak dan
berwarna kuning.
2) Hepatitis alkoholik
Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20-40% pecandu
alkohol kronis. Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk akhir
metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel hati
(dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis) di daerah sentrilobiler dan juga
terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat eosinofilik intraselular flamen
intermediet), reaksi neutrofi terhadap hepatosit yang bergenerasi, inflamasi porta, dan
fibrosis (sinusoidal, perisentral, periportal).
3) Sirosis alkoholik
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita
fibrosa terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan mengelilingi serta
melilit di antara hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis menyebabkan
timbulnya pembengkakan dan edema interstisium yang membuat kolapsnya pembuluh
darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah yang melalui hati yang
menyebabkan hipertensi portal dan asites. Hati mengalami transformasi dari hati yang
berlemak (fatty liver) dan membesar menjadi hati yang tidak berlemak (nonfatty),
mengecil dan berwarna cokelat.
Sirosis Laennec ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal
terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodulnodul halus. Nodul
ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati mengganti sel yang
rusak. Pada stadium akhir sirosis, hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki
parenkim normal yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati.
Penderita sirosis Laennec lebih beresiko menderita karsinoma sel hati primer
(hepatoselular).
2. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati,
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit
dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan
di selingi dengan parenkim hati normal, biasanya mengkerut dan berbentuk tidak
teratur dan banyak nodul.
3. Sirosis biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan selsel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati membesar, keras,
bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan
utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis biliaris: primer (statis cairan
empedu pada duktus intrahepatikum dan gangguan autoimun) dan sekunder (obstruksi
duktus empedu di ulu hati).
C. Patofisiologi
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan olehkonsumsi alkohol
kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalamsel hati dan efek toksik
langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasidehidrogenase dan menghasilkan
asetaldehid yang akan merangsangfibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat
yang tebal dan nodul yangberegenerasi. Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus
hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati
mengkerut,berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan
olehjaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkanoleh
statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun danobstruksi duktus
empedu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosis tersebutmengakibatkan distorsi
arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati.
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal kedalam
hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehinggameningkatkan aliran
darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darahportal yang akan menimbulkan
hipertensi portal dan terbentuk pembuluhdarah kolateral portal (esofagus, lambung,
rektum, umbilikus). Hipertensiportal meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi
portal yang akanmengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang
peritoneum(asites). Penurunan volume darah ke hati menurunkan inaktivasialdosteron
dan ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat di dalamserum yang akan
meningkatkan retensi natrium dan air, dapatmenyebabkan edema.
Kerusakan
fungsi
hati;
terjadi
penurunan
metabolisme
bilirubin
darah
menigkat
yang
akan
mengakibatkan
ensefalopatihepatikum.
portal
sehingga
vena-vena
berdilatasi
dan
dapat
menyebabkan
Tes
fungsi
hati
pada
pasien
sirosis
hepatis
dapat
memberikan
radiologis
porta.
barium
meal
Ultrasonografi
digunakan
(USG)
untuk
digunakan
memastikan
secara
rutin
lanjut,
dengan
USG
dapat
dilihat
hepar
mengecil,
nodular,
permukaanireguler, dan ada peningkatan ekogenisitas parenkim hati. Selain itu, USG
jugadapat digunakan untuk melihat ascites, splenomegali, trombosis
vena
porta,pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hepar pada pasien sirosis.
CT-scan dapat memberi informasi yang sama dengan USG sehingga tidakrutin
dilaksanakan mengingat biaya yang relatif mahal. MRI juga tidak dipakaiuntuk
memeriksa sirosis karena peranannya belum jelas selain biaya yang mahal.
F. Diagnosis
Diagnosis sirosis hepatis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik,laboratorium,
dan USG. Biopsi hati dan peritoneoskopi kadang diperlukan untukkasus-kasus
tertentu karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif dengansirosis dini. Untuk
sirosis dekompensata, diagnosis tidak sulit dilakukan karenagejala dan tanda klinis
sudah tampak nyata dengan adanya komplikasi.
G. Komplikasi
Varises Esofagus
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensiportal
terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melaluisaluran ini ke vena kava
menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut(varises esofagus). Varises ini terjadi pada
sekitar
70%
penderitasirosis
lanjut.
Perdarahan
ini
sering
menyebabkan
Sindrom hepatorenal
Kerusakan
hati
lanjut
menyebabkan
penurunan
perfusi
ginjal
Ensefalopati hepatikum
Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein olehkerja bakteri
dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hatikarena terdapat penyakit pada
sel hati. NH3 diubah menjadi urea olehhati, yang merupakan salah satu zat yang
bersifat toksik dan dapat mengganggu metabolisme otak.
Karsinoma hepatoselular
Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosishati
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala yang
ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsumakan, berat badan menurun drastis, demam,
perut terasa penuh, adamassa dan nyeri di kuadran kanan atas abdomen, asites,
edemaekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh dan melena.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a)
kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari.
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan
RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang
dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi
dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x
seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
C) Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA
negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
Asites
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
- istirahat
- diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus
dirawat.
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah
garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg
setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah
hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan
utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat
dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya
belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.
SBP
dengan
memberikan
Cephalosporins
Generasi
III
(Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat
akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin
(400mg/hari) selama 2-3 minggu.
Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang
berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit,
Pemberian
obat-obatan
berupa
antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin
K,
Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati factor pencetua
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxinyang
berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein
- Pemberian antibiotik (neomisin)
pasien
sirosis
kompensata
sekitar
47%.
Sebaliknya,
pasien
dengan nilai bilirubin 100 mmol/L disamakan poinnya dengan pasien dengan nilai
bilirubin 51mmol/L.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, dari anamnesis ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada keluhan
sirosis hati yaitu perut yang membesar seperti terisi cairan dan terasa sebah, mual,
muntah, lemas, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan dan BAB hitam. Pada
pemeriksaan fisik, pada daerah abdomen, terlihat permukaan yang membesar dan
melebar pada seluruh regio abdomen dan pada palpasi ditemukannya asites dengan
pemeriksaan shifting dullness, sedangkan hepar atau lien tidak dapat terevaluasi
karena besarnya asites. Asites pada sirosis hati dapat merupakan tanda kegagalan
fungsi hati atau hipertensi porta maupun keduanya. Pada pemeriksaan dada, tidak
ditemukan tanda-tanda dari efusi pleura, yaitu tidak adanya penurunan vocal fremitus,
perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada lapang paru.
Pemeriksaan hematologi dalam batas normal. Pemeriksaan fungsi hati menunjukkan
hasil SGOT yang meningkat, SGPT normal. SGOT lebih meningkat dibandingkan
SGPT. Dari pemeriksaan faal hati tersebut didapatkan hasil yang mengarahkan
kecurigaan pada sirosis hati. Pada USG abdomen didapatkan gambaran sirosis hati
dengan asites permagna yang mengarahkan gambaran pasien tersebut kearah tandatanda komplikasi sirosis hati. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium
dan USG dapat disimpulkan bahwan pasien ini mengalami sirosis hati dekompensata
dengan komplikasi berupa asites permagna.
Terapi pada sirosis hati ditunjukkan untuk mengurangi progesifitas penyakit,
menghindarkan dari bahan-bahan yang dapat merusak hati, pencegahan, serta
penanganan komplikasi. Penggunaan asering sebagai cairan resusitasi karena
kandungan asetat dalam asering akan dikonversi menjadi bikarbonat di otot sehingga
aman bagi penderita sirosis karena tidak menambah beban kerja hati.
Pemberian terapi pada pasien sirosis dilakukan sesuai dengan keluhan. Pada pasien ini
didapatkan keluhan mual dan muntah, sehingga diberikan ondancetron injeksi 2x40
mg, ranitidin injeksi 2x50 mg dan ulsafat per oral 3xC1 untuk meredakan keluhan
mual dan muntah. Pemberian diuretik spironolakton 1x100mg dan furosemide
1x40mg ditujukan untuk mengurangi asites. Pada pasien ini diberikan propanolol
3x10 mg untuk mencegah terjadinya perdarahan akibat pecahnya varises esophagus.
Kemudian pada pasien ini dilakukan parasintesis karena asites tidak berkurang dengan
pemberian diuretik dan pasien mengeluh semakin mbesesek dari hari ke hari. Terapi
parasintesis disertai transfusi albumin.
DAFTAR PUSTAKA
K P Moore. 2006. Guidelines On the Management of Ascites In Cirrhosis. Gut ;55;112
Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis penyakit
Robbins & Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.
Nurdjanah Siti. 2009. Sirosis Hati. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi ke 5, Jilid I.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.p. 668-673
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. (Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC.
Roberto de Franchis. 2010. Revising consensus in portal hypertension:Diagnosis and
Therapy In Portal Hypertension. Journal of Hepatology vol. 53 j 762768.