Referat Audiometri Subjektif Pada Anak - Sidik - Kirim Email DR - Sally
Referat Audiometri Subjektif Pada Anak - Sidik - Kirim Email DR - Sally
REFERAT AUDIOLOGI
Oleh :
Pembimbing Utama:
dr. Sally Mahdiani, SpTHT-KL, M.Kes
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................I
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................II
DAFTAR TABEL..................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN.....................................4
2.1 Anatomi Telinga.................................................................................................4
2.2 Fisiologi Pendengaran......................................................................................11
BAB III PERKEMBANGAN FUNGSI PENDENGARAN DAN
PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA ANAK.............................................15
3.1 Perkembangan Fungsi Pendengaran pada Anak..............................................15
3.2 Pemeriksaan Pendengaran pada Anak dan Bayi Baru Lahir............................20
3.3 Pemeriksaan Pendengaran Objektif dan Subjekif pada Anak..........................22
BAB IV PEMERIKSAAN AUDIOMETRI SUBJEKTIF PADA ANAK.............25
4.1 Behavioral Observation Audiometry (BOA)...................................................26
4.2 Visual Reinforcement Audiometry (VRA)........................................................32
4.3 Conditioned Play Audiometry (CPA)...............................................................34
4.4 Tes Daya Dengar (Modifikasi).........................................................................35
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................41
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.5 Potongan Melalui Kokhlea. Sel Rambut Dalam Organ Korti
Mengubah Energi Mekanik (Getaran) Menjadi Energi Listrik.....
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kemampuan Bicara dan Bahasa pada Anak .................................... 19
Tabel 3.2 Pemeriksaan Pendengaran Objektif dan Subjektif pada Anak.......... 23
Tabel 4.1 Kemampuan Auditorik pada Anak.................................................... 26
Tabel 4.2 Index Tingkah Laku Auditori pada Bayi, Stimuls dan Level Respon 27
Tabel 4.3 Kuesioner Modikasi Tes Daya Dengar. Umur kurang atau sampai
3 bulan.............................................................................................. 36
Tabel 4.4 Kuesioner Modikasi Tes Daya Dengar. Umur lebih dari 3 bulan
sampai 6 bulan.................................................................................. 36
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan pada anak-anak usia dibawah 15 tahun dideskripsikan oleh
World Health Organization (WHO) sebagai anak-anak yang mempunyai ambang
pendengaran (telinga yang lebih baik, tanpa alat bantu dengar) 31 dbHL yang
diukur menggunakan rata-rata ambang dengar nada murni pada frekuensi 500 Hz,
1000 Hz, 2000 Hz dan 4000 Hz.1
Gangguan dengar terjadi pada 6% populasi dunia, diperkirakan oleh World
Health Organization (WHO) sebanyak 62 juta orang usia <15 tahun akan
mengalami gangguan dengar dan 50% kejadian gangguan dengar ini dapat
dicegah.1,
prevalensi gangguan dengar 12% pada kedua telinga. Prevalensi gangguan dengar
di Indonesia dilaporkan sebesar 4,29,2%.4,5 Penyebab gangguan dengar adalah
5
sumbatan serumen sebanyak 13,2%; otitis media serosa 0,3%; perforasi membran
timpani yang kering 2,6%; dan otitis media supuratif kronik (OMSK) sebanyak
3,2%.3
Gejala gangguan pendengaran pada bayi sulit diketahui mengingat
ketulian tidak terlihat. Biasanya keluhan orangtua adalah bayi tidak memberi
respons terhadap bunyi. Umumnya orangtua melaporkan sebagai terlambat bicara
(delayed speech), tidak memberi respons saat dipanggil atau ada suara/bunyi.
Dapat pula sebagai keluhan perkembangan kosakata yang tidak sesuai dengan usia
anak, berbicara tidak jelas, atau meminta sesuatu dengan isyarat.4
Perkembangan auditorik berhubungan erat dengan perkembangan otak.
Neuron dibagian korteks mengalami pematangan dalam waktu 3 tahun pertama
kehidupan dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang
sangat cepat. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya melakukan deteksi dini
gangguan pendengaran sampai habilitasi dapat dimulai pada saat perkembangan
otak masih berlangsung.4
Pemeriksaan pendengaran terhadap anak untuk menilai pendengaran dapat
dilakukan secara objektif dan subjektif. Jenis pemeriksan subjektif meliputi
Behavioral Observation Audiometry (BOA), Visual Reinforcement Audiometry
(VRA), Conditioned Play Auidometry (CPA) dan Pure tone Audiometry (PTA).
Tes objektif meliputi timpanometri, Otoacoustic Emission (OAE), Brain Evoked
Response Audiometry (BERA) dan Audiometry Steady State Respons (ASSR).
Tipe pemeriksaan yang digunakan tergantung dari usia yang akan diperiksa,
tingkah laku dan kecurigaan diagnostik.5
6
Pemerikaan pendengaran harus disesuaikan dengan usia perkembangan
anak. Untuk usia sekolah (5-18 tahun) atau usia 4 tahun hingga remaja,
pemeriksaan pendengaran yang menjadi standar baku emas adalah audiometri
nada murni yang dapat mengukur amang dengar mulai dari frekuensi 125 8.000
Hz dan mempunyai sensitivitas 92% dan spesifitas 94%.5
Sampai saat ini pemeriksaan pendengaran yang terbaik adalah audiometri
nada murni karena dapat memberikan informasi ambang pendengaran yang
bersifat frekuensi spesifik. Kelemahan pemeriksaan audiometri nada murni adalah
besarnya faktor subjektif dan membutuhkan kerja sama (pasien kooperatif) dan
membutuhkan respons yang dapat dipercaya dari pasien, akibatnya pemeriksaan
audiometri nada murni tidak dapat dilakukan pada pasien berusia dibawah 5
tahun.4
Skrining pendengaran harus dapat dilakukan dengan cara yang cepat dan
hemat biaya dalam memisahkan orang yang diperiksa ke dalam kelompok yang
harus dirujuk atau tidak. Kelompok yang harus dirujuk memerlukan evaluasi yang
lebih lanjut di pelayanan kesehatan yang lebih memadai seperti rumah sakit
dengan dokter spesialis terutama dokter spesialis THT.6
Kegagalan dalam mendeteksi dini gangguan dengar dapat mengakibatkan
gangguan dalam hal berbicara dan berbahasa, performa akademis, ketidakmampuan menyesuaikan diri secara personal-sosial dan kesulitan emosional
sepanjang hidup yang dapat mempengaruhi kualitas hidup.6
Pada referat ini akan dibahas pemeriksaan audiometri subjektif pada anak,
tujuan, teknis pelaksanaan dan bagaimana interpretasinya.
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
9
Ligamen superior
maleus
ANTERIOR
Inkus
Kepala maleus
Ligamen
posterior
inkus
Otot tensor
timpani
Korda
timpani
Kanalis akustikus
eksternus
Otot stapedius
Membran timpani
Posterior
Stapes
Tangkai maleus
Tulang-tulang
pendengaran
membentuk
jalur
transmisi
untuk
menghantarkan energi suara dari membran timpani, pembatas telinga luar dengan
telinga tengah, menuju tingkap lonjong di kokhlea. Adapun fungsi telinga tengah
dibagi dalam dua kategori:8
1. Penyesuaian impedans antara udara dari luar dengan cairan (endolimfe dan
perilimfe) di kokhlea.
2. Refleks akustik dari sistem otot dalam telinga tengah.
Dalam kondisi ini, kerapatan dan kekakuan tulang-tulang pendengaran
mempengaruhi respon frekuensinya. Secara keseluruhan, aksi telinga tengah
sebagai penyaring suara dengan transfer energi maksimal lebih dari 1000-10000
Hz. Perubahan kerapatan dan kekakuan telinga tengah mengatur respon
frekuensinya dapat diamati secara klinis. Sebagai contoh, kontraksi otot stapedius
10
dan tensor timpani melalui lengkung refleks yang diperantarai oleh suara keras
(>80 dBSL). Aksi ini bertujuan untuk melindungi telinga dalam (kokhlea) dari
kerusakan, terutama pada frekuensi rendah.7-9
Otot stapedius dilekatkan ke bagian posterior dari leher stapes dan
merupakan otot paling kecil dalam tubuh. Kontraksi refleks mengikuti stimulus
suara akustik yang menyebabkan kaki stapes bergerak ke arah luar dan belakang
dari tingkap lonjong. Aksi ini membatasi gerakan dari osikular dan melemahkan
getaran dari kaki stapes, sehingga mengurangi gerakan cairan dalam telinga
tengah (kokhlea). Aksi ini dianggap sebagai mekanisme melindungi telinga dalam
dari kerusakan akibat suara keras, khususnya pada frekuensi rendah.7
Telinga tengah mengamplifikasi getaran suara dengan dua cara:7-9
1. Permukaan membran timpani yang luas dibandingkan dengan permukaan
stapes yang kecil (14:1), memberikan peningkatan amplitudo getaran.
2. Daya pengungkit dari lengan maleus dan inkus memberikan suatu
peningkatan amplitudo getaran (1,3:1,0). Selanjutnya, terjadi peningkatan
total antara 20-30 dB.
11
Kepala maleus
Sendi inkudomalear
Prosesus brevis maleus
Leher maleus
Korpus inkus
Prosesus lateral
Prosesus anterior
Kepala stapes
Manubrium maleus
Krus posterior
umbo
Prosesus lentikular
Lempeng kaki
stapes
Sendi inkudostapedial
Krus anterior
Gelombang suara
Tekanan
negatif
tetap
12
hubungan tulang-tulang pendengaran ini memelihara fungsi alat konduksi suara
dan proteksi telinga dalam.8
2.1.3. Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin
tulang meliputi vestibulum, kanalis semisirkularis dan kokhlea. Labirin
membranosa meliputi utrikulus, sakulus, duktus semisirkularis dan duktus
kokhlearis.8, 9
Kokhlea berbentuk rumah siput yang terbenam dalam tulang temporal
dengan dua tigaperempat (2 ) putaran dan panjang sekitar 31-33 mm. Kokhlea
memiliki lebar pada basis sekitar 1 cm dengan puncak yang lebarnya 5 mm.
Duktus kokhlearis terdiri dari 3 ruangan yang berisi 2 cairan berbeda, yaitu skala
vestibuli, skala media dan skala timpani. Reseptor alat pendengaran pada kokhlea
adalah organ korti dengan komponennya yaitu sel rambut luar dan dalam, sel
penyangga, membran tektoria dan lamina retikularis.8, 9
Cabang
kokhlearis n.
VIII
Membran
Reissner
Skala
timpani
Skala
media
Stria
vaskularis
Skala timpani
Membran
tektoria
Nervus
auditoriu
Organ
korti
Sel rambut
Membran
basalis
13
Gambar 2.5 Potongan melalui kokhlea. Sel rambut dalam organ korti
mengubah energi mekanik (getaran) menjadi energi listrik.8
Transmisi energi akustik dari telinga tengah ke telinga dalam diawali oleh
membran timpani menggerakkan tangkai maleus. Prosesus longus inkus dan
tangkai maleus bergerak bersama-sama, karena sendi maleo-inkus terfiksasi.
Sebaliknya sendi antara inkus dan stapes sangat fleksibel. Selanjutnya, karena
stapes bagian postero-inferiomya melekat, maka gerakan membran timpani akan
menyebabkan stapes menggerakkan fenestra ovalis ke luar-masuk, sehingga
perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran
Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga menimbulkan gerak relatif antara
membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka,
terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
depolarisasi sel rambut yang melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius dilanjutkan ke nukleus
auditorius.7-9
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan
(traveling wave). Karena membran basalis lebih kaku di daerah basis daripada
apeks dan kekakuan tersebut didistribusikan secara terus-menerus, maka traveling
wave selalu bergerak dari basis ke apeks. Amplitudo maksimum membran
basilaris yang dihasilkan oleh suara dengan frekuensi tinggi, amplitudo
maksimumnya jatuh di dekat basal kokhlea, sedangkan gelombang akibat suara
14
dengan frekuensi rendah amplitudonya maksimum jatuh di daerah apeks. Jadi
setiap frekuensi suara menyebabkan corak gerakan yang tidak sama pada
membran basalis sesuai dengan tonotopik organ korti dan ini cara untuk
membedakan frekuensi.7-9
15
16
mengakibatkan sekat kohlea menggelembung ke atas dan ke bawah, serta akan
mengakibatkan sel rambut di dalam organ korti merangsang saraf auditorius.7-9
Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan
(traveling wave). Karena membran basilaris lebih kaku di daerah basis daripada
diapeks dan kekakuan tersebut didistribusikan secara terus-menerus, maka
travelingwave selalu bergerak dari basis ke apeks. Amplitudo maksimum
membran basilaris yang dihasilkan oleh suara dengan frekuensi tinggi, amplitudo
maksimumnya jatuh di dekat basal kohlea, sedangkan gelombang akibat suara
dengan frekuensi rendah amplitudo maksimumnya jatuh di daerah apeks.
gelombang akibat suara frekuensi tinggi tidak dapat mencapai apeks kohlea,
gelombang akibat suara frekuensi rendah dapat bergerak di sepanjang membran
basilaris. Jadi setiap frekuensi suara menyebabkan corak gerakan yang tidak sama
pada membran basilaris sesuai dengan tonotopik organ korti. Hal ini merupakan
cara untuk membedakan frekuensi.7-9
Stereosilia sel rambut sangat penting untuk proses mekanotransduksi.
Stereosilia adalah berkas serabut aktin yang membentuk pipa dan masuk ke dalam
kutikular. Membengkoknya stereosilia ke arah stereosilia yang lebih tinggi pada
fase depolarisasi mengakibatkan terjadinya pembukaan pintu ion pada puncak
stereosilia, menimbulkan aliran arus K+ ke dalam sel sensoris. Aliran kalium
karena terdapat perbedaan potensial endokohlea +80 mV dan intraseluler negatif
pada sel rambut, sel rambut dalam -45 m V dan sel rambut luar -70 mV. Hal
tersebut menghasilkan depolarisasi intraselular yang menyebabkan kalium
17
mengalir, termasuk kalsium ke dalam sel rambut kemudian pelepasan transmiter
kimia dari ruang presinaps yang berada pada dasar sel ke ruang sinaps dan akan
ditangkap oleh reseptor serabut aferen saraf kohlearis menuju nucleus kohlearis
menghasilkan potensial aksi yang akan diteruskan ke serabut saraf kohlearis
menuju nucleus kohlearis.7-9
Pada saat kohlea mendapat stimulus suara, maka akan terjadi perubahan
gerakan stereosilia yang diakibatkan terjadinya proses traveling wave pada
membran basilaris yang mengakibatkan terjadinya pergerakan sel rambut kohlea
ke arah stereosilia yang paling tinggi (depolarisasi), yang diikuti oleh terbukanya
ion serabut aktin pada puncak stereosilia, sehingga terjadi pemasukan kalium
yang mengakibatkan perubahan potensial intraseluler. Hal ini tercatat sebagai
cochlear microphonic dan summating potential. Kedua hal tersebut akan tercatat
pada berbagai bagian kohlea yang mempunyai frekuensi yang berbeda, potensial
maksimum yang terjadi akan dicatat pada setiap frekuensi yang mencapai titik
maksimal amplitudo. Cochlear microphonic dan summating potential proses
utamanya terjadi pada sel rambut luar. Stimulasi pergerakan stereosilia pada sel
rambut dalam sebagian besar dipengaruhi oleh pergerakan cairan endolimfe yang
diakibatkan oleh pergerakan sel rambut luar. Sedangkan pergerakan membran
basilaris mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap pergerakan sel rambut
dalam. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa cochlear microphonic pada sel
rambut luar dapat mencerminkan keadaan pada kohlea. Kerusakan pada sel
18
rambut luar kohlea secara total akan membuat penurunan sekitar 60 dB, sehingga
pada pemeriksaan OAE tidak akan respon.9
Transmiter yang dilepaskan oleh sel rambut kohlea sampai saat ini masih
belum diketahui secara pasti jenisnya. Pada daerah aferen saraf kohlearis yang
dengan sel rambut dalam diketahui adanya reseptor glutamat dalam yang banyak.
Sedangkan pada daerah serabut saraf eferen yang berhubungan dengan sel rambut
luar diketahui banyak mengandung asetilkolin. Diketahui pula bahwa banyak
transmiter lain pada serabut eferen sel rambut luar berfungsi sebagai modulator
terjadinya pelepasan asetilkolin.9
BAB III
PERKEMBANGAN FUNGSI PENDENGARAN DAN
PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA ANAK
19
Pada usia gestasi 9 minggu, mulai terbentuk ketiga lapisan pada gendang
telinga, dan pada minggu ke-20 sudah terjadi pematangan koklea dengan fungsi
menyamai dewasa dan dapat memberi respons terhadap suara. Pada saat yang
sama, bentuk daun telinga sudah menyerupai daun telinga orang dewasa walaupun
masih terus berkembang sampai usia 9 tahun. Pada usia gestasi 30 minggu terjadi
pneumatisasi dari timpanum, demikian juga dengan liang telinga luar yang terus
berkembang sampai usia 7 tahun. Perkembangan auditorik berhubungan erat
dengan perkembangan otak. Neuron dibagian korteks mengalami pematangan
dalam waktu 3 tahun pertama kehidupan dan masa 12 bulan pertama kehidupan
terjadi perkembangan otak yang sangat cepat. Berdasarkan hal tersebut, maka
upaya melakukan deteksi dini gangguan pendengaran sampai habilitasi dapat
dimulai pada saat perkembangan otak masih berlangsung.4
20
2.
21
3. Binaural processing yang bertujuan untuk melokalisasi suara.
4. Perceptual organizationof complex sound, yaitu mengenal dengan benar jenis,
pola dan asal sumber suara.
22
3. Recognition, yaitu mengenal objek atau kata. Respon anak dapat berupa
menunjuk, menulis atau mengulang kata-kata yang diberikan, misalnya dapat
menunjukkan mana mata, rambut dan lain-lain.
4. Pemahaman, yaitu kemampuan mengerti arti stimulus bicara berdasarkan ilmu
bahasa. Untuk menunjukkan bahwa anak mengerti, anak tadi hanya
mengulang kata akan tetapi harus ditunjukkan dengan tanda bahwa anak
mengerti, misalnya dengan pertanyaan atau instruksi, misalnya, Apakah
yang suka dimakan oleh kelinci?
10.
11.
13. Usia
15. Neon
atus
17. 2 - 3
bulan
19. 4 - 6
bulan
23
21. 7 - 11
bulan
23. 12 18
bulan
25. 24 35
bulan
27. 36 47
bulan
29.
30.
31.
32.
24
33.
25
37.
38. Skrining gangguan pendengaran di rumah sakit (hospital based hearing
screening) dikelompokan menjadi :
39. 1. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS)
40. 2. Targeted Newborn Hearing Screening
41.
42. 1. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS)
43.
Dilakukan pada semua bayi baru lahir (dengan atau tanpa faktor
26
tahapan waktu tersebut di atas, habilitasi pendengaran sudah harus dimulai
pada usia 6 bulan.4
44.
45. Kriteria UNHS antara lain:4
1. Mudah dikerjakan serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
sehingga kejadian refer minimal.
2. Tersedia intervensi untuk habilitasi gangguan pendengaran.
3. Skrining, deteksi dan intervensi yang dilakukan secara dini akan
menghasilkan outcome yang baik.
4. Cost-effective.
46. Kriteria keberhasilan : cakupan (coverage) 95 %, nilai refferal : < 4 %
47.
48.
Pemeriksaan
pendengaran
terhadap
anak
untuk
menilai
meliputi
Behavioral
Observation
Audiometry
(BOA),
Visual
27
Reinforcement Audiometry (VRA), Conditioned Play Auidometry (CPA) dan Tes
Daya Dengar Modifikasi (TTD modifikasi). Tes objektif meliputi timpanometri,
Otoacoustic Emission (OAE), Brain Evoked Response Audiometry (BERA) dan
Audiometry Steady State Respons (ASSR). Tipe pemeriksaan yang digunakan
tergantung dari usia yang akan diperiksa, tingkah laku dan kecurigaan diagnostik.5
53.
Pemerikaan pendengaran harus disesuaikan dengan usia
perkembangan anak. Untuk usia sekolah (5-18 tahun) atau usia 4 tahun hingga
remaja, pemeriksaan pendengaran yang menjadi standar baku emas adalah
audiometri nada murni yang dapat mengukur amang dengar mulai dari frekuensi
125 - 8.000 Hz dan mempunyai sensitivitas 92% dan spesifitas 94%.5
54.
57. Pemeriksaan
objektif
(Elektrofisiologis)
60. OAE (mulai 2 hari)
61. BERA
62. Timpanometri
63. ASSR
28
68.
70.
71.
29
72.
30
74.BAB IV
75.PEMERIKSAAN AUDIOMETRI SUBJEKTIF PADA ANAK
76.
77.
Pemeriksaan
pendengaran
harus
disesuaikan
dengan
usia
perkembangan deorang anak. Untuk usia sekolah (5-18 tahun) atau usia lebih dari
4 tahun sampai remaja, pemeriksaan pendengaran yang menjadi standar baku
emas adalah audiometri nada muri yang dapat mengukur ambang dengar mulai
dari 125 Hz 8000 Hz dan mempunyai snsitivitas 92% dan spesifitas 94%. 5 Alat
skrining pendengaran lain yang sederhana seperti kuisioner hanya dapat
mendeteki 50% dari anak dengan gangguan dengar. Tes suara bisik hanya
mempunyai sensitivitas 40% dan spesifitas 83%. Demikian pula dengan tes
garputala 30% dan spesifitas 87%.12, 13
78.
Bila
sarana
pemeriksaan
yang
bersifat
objektif
atau
31
dilakukan dengan menggunakan earphones, bone conduction implants, alat bantu
dengar atau implan koklea.14
79.
80.
81. 4.1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)
82.
85. Usi
a
87. 0 - 4
bula
n
83.
84. Tabel 4.1 Kemampuan auditorik pada anak4
86. Kemampuan Auditorik
88. Bila diberikan stimulus bunyi, respon mendengar yang
terjadi masih bersifat refleks (behavioral responses)
seperti:
89. - Refleks auropalpebral (mengejapkan mata)
90. - Heart rate meningkat
91. - Eye widening (melebarkan mata)
92. - Cessation (berhenti menyusu)
93. - Grimacing (mengerutkan wajah)
32
94. 4 - 7
bula
n
97. 7 - 9
bula
n
99. 9 100.
12 bulan : keingintahuan terhadap bunyi lebih
13
besar; mencari sumber bunyi yang berasal dari arah atas
bula
101.
13 bulan : dapat mengidentifikasi bunyi dari semua
n
arah dengan cepat
102.
Tabel 4.2 Indeks Tingkah Laku Auditori pada Bayi, Stimuls dan Level
Respon14, 15
104.
No
103.
Usia
109.
0-6
m
g
g
117.
6
m
g
g
4
b
l
n
125.
4-7
b
l
n
105.
(d
110.
50-
118.
50-
126.
40-
106.
Nada
mu
rni
wa
rbl
ed
(d
BH
L)
107.
Spe
e
c
h
(
d
B
H
L
)
108.
Respon
112.
406
0
113.
- Eye widening (melebarkan
mata)
114.
- Refleks auropalpebral
(mengejapkan mata)
115.
- Bangun dari tidur
116.
- Terkejut
119.
70
120.
47
121.
Eye widening (melebarkan
mata)
122.
Refleks auropalpebral
(mengejapkan mata)
123.
Mata menoleh
124.
Bayi terdiam
127.
51
128.
21
129.
memutar kepala pada arah
horizontal; masih lemah (belum
konsisten)
111.
78
33
130.
7-9
b
l
n
135.
9-13
b
l
n
140.
131
6
b
l
n
145.
162
1
b
l
n
150.
212
4
b
l
n
131.
30-
132.
45
133.
15
134.
memutar kepala pada arah
horizontal dengan cepat; namun
pada arah bawah masih lemah
137.
38
138.
8
139.
memutar kepala pada arah
horizontal dan bawah dengan cepat;
namun pada arah atas masih lemah
142.
32
143.
5
144.
memutar kepala pada arah
horizontal, bawah dan atas dengan
cepat
146.
25
147.
25
148.
5
149.
memutar kepala pada arah
horizontal, bawah dan atas dengan
cepat
151.
25
152.
26
153.
3
154.
memutar kepala pada arah
horizontal, bawah dan atas dengan
cepat
136.
25-
141.
25-
155.
156.
Persyaratan BOA:4
34
Stimulus berjarak 1 meter dari dari telinga, di belakang garis lapang pandangan
Langkah-langkah BOA:14
1. Anak duduk diantara 2 pengeras suara. Lebih baik pada ruangan yang kedap
suara. Apabila anak tidak mau dipisahkan dari orang tuanya, anak dapat
diletakan dipangkuan orang tuanya. Orang tua diintruksikan untuk tidak
memicu anak untuk bergerak, akan lebih baik bila anak duduk di kursi kecil
atau kursi tinggi untuk membatasi pergerakannya.
2. Untuk menjaga ruang tes tetap sunyi, suara percakapan dan suara lain harus
minimal. Anak dialihkan perhatiannya dengan melihat gambar atau bermain
dengan mainan yang tidak bersuara. Audiologist mengarahkan aktifitas anak.
3. Stimulus (tutur, warbled tone, atau nada sederhana) diperdengarkan pertama
kali pada 0 dbHL. Apabila tidak ada respon (perubahan tingkah laku) yang
terlihat, intensitas dinaikan setiap 10 dB hingga timbul respon. Prosedur ini
diulang 2-3 kali. (misal terjadi respon pada 30 dB, maka pada 30 dB diulang
2-3 kali). Ketika menggunakan stimulus nada murni, digunakan 500 dan 2000
Hz untuk pertama kali. Apabila anak masih kooperatif, frekuensi pada 1000
dan 4000 Hz juga di tes pada anak tersebut.
4. Perubahan perilaku termasuk menolehkan kepala atau melokalisasi smber
bunyi, memulai aktifitas atau berhenti beraktifitas, melebarnya mata atau
35
mengedip, meningkat / menurunan frekuensi menyusui, meningkatnya
respirasi, mengeluarkan suara atau mencari sumber bunyi, Interval waktu
antar stimulus harus bervariasi untuk menghindari pola. Penting untuk
melihat anak antara stimulus untuk menentukan seberapa sering perubahan
perilaku terjadi tanpa adanya stimulus. Apabila ragu anak tersebut berspon
atau tidak, intensitas harus dinaikan dan perubahan perilaku lebih jelas
apabila anak berespon.
5. Untuk menghindari kelelahan, tes harus dilakukan secepat mungkin, apabila
tidak ada respon ynag terlihat pada intensitas rendah, stimulus yang intens
harus dilakukan untuk merangrang respon kaget.
161.
162.
163.
164.
165.
36
166.
167.
168.
37
alat ini meggunakan pengeras suara (speaker) terpisah yang diletakan statis di
depan, kanan dan kiri pasien dengan azimut 45 derajat. Tujuannya agar membatasi
reaksi dari pasien yang hanya akibat stimulus suara, bukan karena gangguan
visual pergerakan alat atau pemeriksa.17
174.
Audiometri skrining medan bebas ini telah digunakan dalam
penelitian Hartanto dkk pada 86 anak yang menderita otitis media. Pada hasil
penelitian disebutkan bahwa tingkat ketepatan audiometri skrining medan bebas
hampir sama dengan audiometri nada murni dalam mendeteksi gangguan dengar
pada anak-anak sekolah dasar yang menderita otitis media.18
175.
Pada dasarnya sistem tersebut memberikan stimulus suara dengan
frekuensi dan intensitas tertentu melalui pengeras suara kepada pasien bayi/balita,
kemudian dokter/pemeriksa mengamati ada tidaknya reaksi pesien terhadap
stimulus.17
176.
Stimulus suara yang diberikan pada alat ini yaitu suara warble
(modulasi frekuensi / FM). Suara warble dengan empat frekuensi penting yaitu
500, 1000, 2000 dan 4000 Hz ememiliki frekuensi spesifik dan merupakan
stimulus utama dalam menetukan sensitivitas pendengaran. Masing-masing
stimulus suara dapat dibunyikan di pengeras suara kanan atau kiri dan dalam dua
pilihan intensitas yaitu 30 dB atau 60 dB.17
177.
Audiometri skining bebas ini memiliki kelemahan tidak dapat
secara
tepat
memberikan
intensitas
dalam
pemeriksaan.
Faktor
yang
mempengaruhinya adalah posisi pasien, akustik ruang periksa, sampai bahan dan
banyaknya perabot serat orang di dalam ruangan. Tes ini juga sulit menetukan
secara terpisah sensitivitas teliga kanan atau kiri karena terjadi cross hearing pada
38
pendengaran binaural. Walaupun terdapat banyak kendala dalam pemeriksaan
medan bebas, namun harus dipastikn memiliki petunjuk kerja yang baik untuk
mendekati keadaan ideal sebaik-baiknya.17
178.
Sistem audiometri skrining medan bebas merupakan suatu sistem
dengan biaya terjangkau, sehingga dirancang memiliki bentuk yang sederhana,
ringkas namun dapat diandalkan. Untuk memudahkan penggunaan, catu daya
yang digunakan adalah 3 baterai AAA sehingga memiliki spesifikasi berdaya
rendah agar pengoperasian alat dapat bertahan lama. Audiometer skrining bebas
dikalibrasi keluaran intensitas suara dengan Sound Level Meter (SLM) kelas-1
merk RION tipe NL-31 di ruang emi Anechooic Laboratorium Bangunan dan
Akustik Teknik Fisik FTI ITB. Posisi keika pengukuran adalah speaker alat
audiometer diletakkan posisi 45O menghadap SLM dengan ketinggian yang sama
dengan jarak satu meter. Pada titik acuan didapatkan intensitas yang dihasilkan
alat ini adalah 60 dBHL (3 dB) dan 30 dBHL (3 dB). Alat ini mempunyai
sensitivitas 90,9% dan spesifitas 68,4%.17
179.
180. 4.2 Visual Reinforcement Audiometry (VRA)
181.
VRA bertujuan untuk menentukan ambang pendengaran bayi 7-30
bulan dengan menilai conditioned response (respons yang telah dilatih terlebih
dahulu). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menentukan ambang
pendengaran. Keterbatasan : karena stimulus berasal dari pengeras suara
(loudspeaker), maka ambang yang diperoleh menunjukkan kondisi telinga yang
lebih baik.4
182.
39
dengan kekerasan bunyi (intensitas ambang dengar yaitu stimulus terkecil yang
masih menghasilkan respons.4
183.
185. Gambar
4.2
Visual
Reinforcement Audiometry (VRA)
Keterangan Gambar 8 S : Speaker;
VR : Visual reinforcer; P : Orang
tua( memangku bayi); I : Bayi; A :
Pemeriksa; TA : Observer4
184.
186. Langkah-langkah VRA :14
1. Ruangan tes diatur dengan meletakan speaker berwarna hitam di sudut
ruangan. Di dalam speaker tersebut dapat muncul ilumiasi cahaya yang
bergerak (misal pergerkan boneka menabuh gendang yang mengeluarkan
cahaya dan suara).
2. Anak didudukan sendirian pada kursi atau pangkuan orang tua diantara dua
speaker. Anak dialihkan perhatiannya dengan melihat gambar atau bermain
dengan mainan yang tidak bersuara.
3. Stimulus (tutur, warbled tone, or nada sederhana) diperdengarkan pertama
kali pada 70 dbHL diatas perkiraan ambang dengar anak dan kotak yang
mengandung mainan diberikan cahaya. Perhatian anak dialihkan dengan
melihat mainan tersebut. Kondisi ini berlanjut terus dan stimulus auditori
berganti-ganti diantara speaker dengan stimulus auditori dan visual
ditampilkan secara simultan untuk jangka waktu 3-4 detik.
4. Apabila anak terkondisikan, stimulus auditori ditampilkan tanpa rangsang
40
visual. Mainan yang bercahaya di dalam kotak pengeras suara, hanya sebagai
hadiah untuk anak apabila terdapat rangsang. Prosedur ini terus berlangsung
dengan intensitas stimulus semakin menurun hingga anak tidak berespon.
187.
188.
41
dapat berespon.
3. Kondisi ini berlanjut terus sampai anak memperlihatkan perilaku (jatuhnya
balok pada kontainer atas keinginan sendiri).
4. Earphone digunakan pada anak dan tes dilanjutkan dengan 500 dan 2000 Hz
untuk yang pertama, kemudian 1000 dan 4000 Hz untuk setiap telinga.
193.
194.
195.
196.
deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi dan anak dengan menggunakan
kuesioner bersuaraan pertanyaan- pertanyaan ada tidaknya respons (daya dengar)
bayi atau anak terhadap stimulus bunyi.19, 20
198.
Pertanyaan berbeda untuk setiap kelompok usia. Untuk tiap
kelompok usia, daftar pertanyaan terbagi menjadi 3 kelompok penilaian
kemampuan; (1) Ekspresif, (2) Reseptif dan (3) Visual; masing-masing terdiri dari
3 pertanyaan dengan jawaban Ya atau Tidak.4
199.
Anak dengan kode HTN, GTN, dan TN dicatat pada kemampuan
mana anak tidak bisa mengerjakan; dan bila dilakukan tes dibawah kelompok
usianya, sampai usia mana anak bisa mengerjakan tes tersebut.19, 20
42
200.
Stimulasi dini pada usia 0-3 bulan didapat bayi terutama melalui
Tes Daya Dengar menilai kemampuan bicara anak dalam 3 bidang, yaitu
kemampuan ekspresif, kemampuan reseptif dan kemampuan visual.
43
Bila anak tidak dapat melakukan sesuai kelompok umur maka coba menilai
anak dengan tes sesuai kelompok umur di bawahnya, cari sampai diketahui
anak masuk kelompok umur mana yang sesuai.
Anak dengan retardasi mental atau autism tidak dapat melakukan seluruh tes
sesuai umur.
Tuliskan hasil tes daya dengar pada kartu data tumbuh kembang anak.
Bila semua jawaban ya berarti tidak ditemukan kelainan pada daya dengar
(kode N/Normal).
Bila ada minimal satu jawaban tidak berarti hati-hati ada gangguan pada
daya dengar anak (kode HTN/Hati-hati Tidak Normal) dan tes dapat diulang
sebulan kemudian untuk dilihat kemajuannya.
Bila semua jawaban tidak berarti mungkin terdapat gangguan lain dengan
atau tanpa ada gangguan pada daya dengar anak (kode GTN)/ Ada Gangguan
lain dan Tidak Normal.
Bila semua jawaban pada kemampuan ekspresif dan reseptif adalah tidak
dengan kemampuan visual masih normal berarti terdapat kelainan pada daya
dengar (kode TN/ Tidak Normal).
44
Anak dengan kode HTN, GTN dan TN tetap dicatat pada kemampuan mana
anak tidak bisa mengerjakan, dan bila dilakukan tes di bawah usianya, sampai
usia mana anak bisa mengerjakan tes tersebut.
204.
203.
Tabel 4.3 Kuesioner Modikasi TDD. Umur kurang atau
sampai 3 bulan.19, 20
205. 206.
N
Daftar pertanyaan
207.
Y
208.
Ti
209. 210.
1
Kemampuan ekspresif
211.
212.
213. 216.
Apakah bayi dapat mengatakan aaaaa, ooooo?
214. 217.
Apakah bayi menatap wajah dan tampak
215.
mendengarkan anda, lalu berbicara saat anda diam?
Apakah anda dapat seolah-olah berbicara dengan bayi
anda?
220. 221.
Kemampuan reseptif
2
218.
219.
222.
223.
224. 225.
Apakah bayi kaget bila mendengar suara (seperti
berkedip-kedip, napas lebih cepat)?
226.
Apakah bayi kelihatan menoleh bila anda
berbicara disebelahnya?
229. 230.
Kemampuan visual
3
227.
228.
231.
232.
233. 234.
Apakah bayi anda tersenyum?
235.
Apakah bayi anda kenal dengan anda, seperti
tersenyum lebih cepat pada anda dibandingkan orang lain
238.
236.
237.
240.
239.
Tabel 4.4 Kuesioner Modikasi TDD. Umur lebih dari 3 bulan sampai 6
bulan.19, 20
241. 242.
N
Daftar pertanyaan
243.
Y
244.
Ti
245. 246.
1
Kemampuan ekspresif
247.
248.
254.
255.
258.
259.
249. 252.
Apakah bayi dapat tertawa keras?
250. 253.
Apakah bayi dapat bermain menggelembungkan
251.
mulut seperti meniup balon?
256. 257.
Kemampuan reseptif
45
2
260. 261.
Apakah bayi memberi respons tertentu, seperti
menjadi lebih riang bila anda datang?
262.
Pemeriksa duduk menghadap bayi yang dipangku
orang tuanya, bunyikan bel di samping tanpa terlihat bayi,
apakah bayi menoleh ke samping?
265. 266.
Kemampuan visual
3
263.
264.
267.
268.
269. 270.
Pemeriksa menatap mata bayi sekitar 45 cm, lalu
gunakan mainan untuk menarik pandangan bayi ke kiri,
kanan, atas dan bawah. Apakah bayi dapat mengikutinya?
271.
Apakah bayi berkedip bila pemeriksa melakukan
gerakan menusuk mata, lalu berhenti sekitar 3 cm tanpa
menyentuh mata?
274.
272.
273.
275.
Bila anak menderita salah satu kelainan yang tersebut di bawah ini
46
279.
280.
281.
47
282.
283.
BAB V
KESIMPULAN
284.
285.
286.
3.1 Kesimpulan
Gangguan pendengaran pada anak bisa bisa merupakan
gangguan
perkembangan
pada
anak
khususnya
semenjak anak masih bayi, tidak perlu menunggu anak bisa bicara. Anak
yang mengalami faktor resiko memiliki gangguan pendengaran serta
keterlambatan dalam bicara dan belajar sapatutnya dicurigai memiliki
gangguan pendengaran sehingga merupakan suatu indikasi untuk
melakukan pemeriksaan pendengaran.
288.
48
(BERA) dan Audiometry Steady State Respons (ASSR). Tipe pemeriksaan yang
digunakan tergantung dari usia yang akan diperiksa, tingkah laku dan kecurigaan
diagnostik. Namun bila memungkinkan, tetap dianjurkan untuk mengkonfirmasi
hasilnya dengan pemeriksaan objektif.
289.
290.
292. 1.
DAFTAR PUSTAKA
291.
Olusanya BO, Somefun AO, Swanepoel DW. 2008. The Need for
RI. 2010. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit.
Jakarta.
49
296. 5.
hearing
at
well-child
visits.
Arch
Pediatr
Adolesc
Med.163(2):158-63.
297. 6.
Hearing. Dalam: Johnson JT, Rosen CA, Bailey BJ, penyunting. Bailey's
Head and Neck Surgery--otolaryngology.Edisi ke 5: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins.
299. 8.
Abiratno SF. 2014. Tes fungsi persepsi wicara pada anak. Pada
50
Berbicara pada Anak. Kelompok Studi Neurotologi PP PERHATI-KL &
departemen THT FKUI-RS DR. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
303. 12.
children:
recommendations
beyond
neonatal
screening.
Pediatrics.111(2):436-40.
304. 13.
bebas untuk mendeteksi gangguan dengar pada ana-aak sekolah dasar yang
menderita otitis media. (tesis). Bandung. Program pasca sarjana Universitas
Padjadjaran.
51
310. 19.
pada
Bayi
Beresiko
Tinggi
Usia
0-6
Bulan.
Sari
Pediatri.12(3):174-83.
311. 20.