SINDROM STEVENS-JOHNSON
Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter
SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Peserta :
Monica Andriani
2010730071
Pembimbing :
dr. Mahdar Johan, Sp.KK
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
STATUS PASIEN............................................................................................................................5
2.1 IDENTIFIKASI.....................................................................................................................5
2.2 ANAMNESIS........................................................................................................................5
2.3 PEMERIKSAAN FISIK........................................................................................................6
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA........................................................................8
2.5 RESUME...............................................................................................................................9
2.6 DIAGNOSIS BANDING....................................................................................................10
2.7 DIAGNOSIS........................................................................................................................10
2.8 PENATALAKSANAAN.....................................................................................................10
BAB III..........................................................................................................................................11
ANALISIS MASALAH................................................................................................................11
BAB IV..........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu reaksi mukokutaneus yang bersifat
mengancam jiwa. Insidensi sindrom ini diperkirakan berkisar antara 1-6 kasus/juta populasi per
tahun. SSJ dapat menyerang segala usia dengan risiko meningkat pada usia di atas dekade ke 4
serta pada keadaan immunodefisiensi dan penderita kanker. Bentuk yang berat dapat
menyebabkan kematian, dengan angka mortalitas berkisar 5-12%. Oleh karena itu, perlu
penatalaksanaan yang tepat dan cepat sehingga jiwa pasien dapat ditolong.1
Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di
orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada
kulit berupa eritema, vesikel/bula dan dapat disertai purpura. 1 Definisi lain menyatakan bahwa
SSJ termasuk penyakit kulit dan mukosa yang akut dan berat yang diakibatkan oleh reaksi
intoleran terhadap obat dan beberapa infeksi.3,4
Sekitar 50% disebabkan oleh alergi obat. Obat yang tersering ialah analgetik/antipiretik
(45%), disusul carbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu dibubuhi obat.
Kausa yang lain ialah amoksisilin, kotrimoksazol, dilantin, klorokuin, seftriakson dan adiktif. 2
Dalam referensi lain menyebutkan bahwa obat-obatan peringkat tertinggi yang menimbulkan SSJ
adalah obat golongan sulfonamide, antikonvulsan aromatic, NSAID: derivate oxicam &
diclofenac, lamotrigine & nevirapine. Obat-obatan peringkat rendah: antibiotic golongan
aminopenicillin, quinolon, sefalosporin dan tetrasiklin.1 Penyebab lain di antaranya ialah infeksi
(virus Herpes simpleks, Mycoplasma pneumonia), makanan (coklat) dan vaksinasi.1,5 Faktor fisik
(suhu dingin, sinar matahari, sinar X) rupanya berperan sebagai faktor pencetus.5
Diagnosis SSJ 90% ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis yang cermat untuk mengetahui penyebab SSJ terutama obat yang diduga
sebagai penyebab.
2. Pemeriksaan klinis berupa pemeriksaan gejala prodromal, kelainan kulit, mukosa mulut
serta mata.
3. Pemeriksaan adanya infeksi yang mungkin sebagai penyebab SSJ.4,5
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 IDENTIFIKASI
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Penanggung Jawab
Nomer Rekam Medik
Tanggal Masuk Rumah Sakit
: Tn. AS
: 21 Tahun 2 Bulan 22 Hari
: Laki-laki
: Islam
: Pengangguran
: Padangenyang RT 17/ RW 06, Kabupaten Sukabumi
: Ny. R
: A308818
: 20-03-2015 Pukul 19:41:54
2.2 ANAMNESIS
(Autoanamnesis tanggal 23-03-2015, Pukul 12.56)
a. Keluhan Utama
Seluruh tubuh hitam kemerahan
b. Keluhan Tambahan
Bibir terasa sakit hingga tidak bisa makan, mata terasa perih dan suka berair, nyeri
tenggorokan (+)
c. Riwayat Perjalanan Penyakit
Os mengeluh kulit menjadi hitam kemerahan diseluruh bagian tubuh dan muka
serta kepala sudah sejak seminggu yang lalu. Os awalnya sedang mancing disungai,
setelah pulang memancing kulit timbul bintik-bintik kemerahan kecil di seluruh badan.
Bintik-bintik itu terasa gatal dan panas pada awalnya. Os dua hari kemudian di bawa ke
puskesmas dan diberikan obat oral namun os hanya mengetahui obat tersebut untuk sakit
typhoid, karena Os didiagnosa dengan penyakit tersebut. Setelah Os meminum obat, os
langsung muntah 1x. Setelah pulang os merasa bintik-bintik tersebut semakin membesar
dan berwarna hitam kemerahan namun sudah tidak gatal dan panas. Os biasanya mancing
seminggu sekali dan baru kali ini seperti ini. Riwayat Alergi tidak ada.
d. Riwayat Penyakit Lampau
- Os belum pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
- Os belum pernah dirawat di Rumah Sakit.
- Riwayat penyakit Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Penyakit Jantung (-)
e. Riwayat pada Keluarga
5
Status Generalikus
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
: Composmentis
c. Tanda Vital
:
- Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
- Nadi
: 84 x/m
- Suhu
: 36 0C
- Respiratori Rate
: 22 x/m
d. Anemis
: -/e. Edema
: Ekstremitas atas
-/Ekstremitas bawah -/f. Sianosis
: -/g. Ikterus
: -/-
Status Lokalis
- Ad Regio
- Efloresensi
-
: generalisata
: makula hipopigmentasi,
makula
hiperpigmentasi,
krusta,
ekimosis, purpura
Sifat efloresensi : Besarnya variatif , susunan lesi anular, bentuk lesi teratur
Eritema
Hipopigmentasi
Hiperpigmentasi
Papula
Nodula
Vesikula
Bula
Pustula
Bula Purulen
Bula Hemoragik
Scrath Mark
Hipopion
Planus
Urtika
Tumor
Kista
Laserasi
Erosi
Krusta
Eksfoliasi
Plak
Granulasi
UKK Sekunder :
-
Skuama
Likenitikasi
Fisura
Rhagaden
Kanalikuli
Vegetasi
Tuber
Infiltrat
Purpura
Purpura Palpabel
Sifat-sifat UKK
- Besar
: variatif
- Susunan : anular
- Bentuk lesi : teratur
- Letak
: generalisata
Duh Tubuh
- Eksudat uretra : - Discharge Vagina : Pembengkakan Kelenjar
Tidak ada keluhan
Eskoriasi
Fistula
Roseolae
Talengiektasis
Ptekiae
Ekimosis
Spider Neavy
Eksantema
Angio Edema
Flushing
Sikatriks
Keloid
Cafe au lait
Ulkus
Diaskopi
Dermografi Putih
Goresan lilin
Koebner Phenomen
Auspitz Sign
Pits Sign
Nikolsky Sign
Button-hole Sign
Sondage tumpul
Woods Light
Pensil Gunawan
Urine 2 gelas
Nilai Rujukan
12-14
4000-10.000
37-47
3.8-5.2
150.000-450.000
80-100
7
MCH
MCHC
27
33
pg
g/dL
26-34
32-36
2.5 RESUME
Pasien 21 tahun datang ke UGD RS Syamsudin, SH dengan keluhan kulit menjadi
hitam kemerahan diseluruh bagian tubuh dan muka serta kepala sudah sejak seminggu
yang lalu. Os awalnya sedang mancing disungai, setelah pulang memancing kulit timbul
bintik-bintik kemerahan kecil di seluruh badan. Bintik-bintik itu terasa gatal dan panas
pada awalnya. Os dua hari kemudian di bawa ke puskesmas dan diberikan obat oral
namun os hanya mengetahui obat tersebut untuk sakit typhoid, karena Os didiagnosa
dengan penyakit tersebut. Setelah Os meminum obat, os langsung muntah 1x. Setelah
pulang os merasa bintik-bintik tersebut semakin membesar dan berwarna hitam
kemerahan namun sudah tidak gatal dan panas. Os biasanya mancing seminggu sekali
dan baru kali ini seperti ini. Bibir terasa sakit hingga tidak bisa makan, mata terasa perih
dan suka berair, nyeri tenggorokan (+). Riwayat Alergi tidak ada. Status internus dalam
batas normal. Status dermatologis didapatkan :
- Ad Regio
: generalisata
- Efloresensi
: makula hipopigmentasi,
makula
hiperpigmentasi,
krusta,
ekimosis, purpura
- Sifat efloresensi : Besarnya variatif , susunan lesi anular, bentuk lesi teratur
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil trombosit menurun 102.000 / mL.
2.7 DIAGNOSIS
Sindrome Stevens-Johnson
2.8 PENATALAKSANAAN
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Infus RL
Metil prednisolon 2 x 1 Vial
Ranitidin 1 x 1 Amp
Gentamicin 2 x 80 mg IV
FG Troches 3 x 1 tab
Vitamin C 3 x 1 tab
Vitamin B Complex 3 x 1 tab
Cream Betametason gr 10 dan Cream Gentamicin sulfat gr 10 (dicampurkan)
Cream Ketricin gr 5 dan Cream Gentamicin sulfat gr 5 (dicampurkan untuk bibir)
BAB III
ANALISIS MASALAH
Sindrom Steven-Johnson menyerang laki-laki atau perempuan dengan umur di atas 3 tahun,
umumnya pada usia dewasa,2 dan penyebab utama adalah alergi obat golongan sulfonamide,
beta-laktam, imidazol, NSAID, quinolon, antikonvulsan aromatic dan alopurinol. 3 Penyebab lain
di antaranya ialah infeksi (virus Herpes simpleks, Mycoplasma pneumonia).3 Hal ini sesuai
dengan hasil anamnesis yang didapatkan bahwa pasien laki-laki berusia 21 tahun, dengan faktor
penyebab adalah akibat konsumsi obat.
Obat dianggap penyebab paling umum SSJ/TEN (Toxic Epidermal Necrolysis). SSJ/TEN
dianggap sebagai reaksi imun sitotoksik menyebabkan kerusakan keratinosit yang kemudian
mengekspresikan antigen-obat terkait. TNF- (Tumor Necrolysis Factor) berasal dari makrofag
dan keratinosit dapat memainkan peranan penting dalam pathogenesis di dalam sel epidermis
dengan menginduksi apoptosis atau dengan menarik sel-sel efektor sitotoksik atau keduanya.
Metabolit obat seperti hydroxylamines dan oksida aren yang berasal dari golongan sulfonamides
dan antikonvulsan aromatik, sel konstituen yang mengikat jika mereka tidak cepat akan
didetoksifikasi oleh hydrolase epoksida jika sel konstituen tidak dapt mendetoksifikasi.
Metabolit ini bertindak sebagai haptens dan membuat keratinosit antigenik dengan cara
mengikatnya. Adanya defek dalam sistem detoksifikasi dapat menjadi penyebab erupsi obat.7
Pada anamnesis juga didapatkan pasien mengalami nyeri tenggorokan sebelum masuk
rumah sakit. Hal ini sesuai dengan sumber kepustakaan yang menyebutkan bahwa sindroma
prodromal non spesifik ditemukan berupa meningkatnya suhu tubuh, sakit kepala, batuk, sakit
tenggorokan, nyeri dada, mialgia sehingga penderita datang berobat.2,3,4
Pada pemeriksaan dijumpai adanya makula hiperpigmentasi pada wajah, lengan, badan dan
tungkai,. Pada beberapa tempat ditemukan kulit yang dijumpai krusta kehitaman pada wajah dan
bibir, hipersalivasi, lidah hiperemis dan dijumpai selaput membran berwarna putih, mukosa
mulut erosi. Pada mata dijumpai konjungtiva hiperemis dan lakrimasi. Hal ini sesuai dengan
sumber pustaka yang menunjukkan bahwa pada SSJ terlihat trias kelainan berupa kelainan kulit,
kelainan selaput lendir di orifisium dan kelainan mata yang sebelumnya didahului oleh sindroma
prodromal non spesifik.
Trias kelainan tersebut meliputi:
a. Kelainan kulit
Berupa gambaran macula eritematous yang menyerupai morbiliform rash, timbul
pada muka, leher, dagu, tubuh dan ekstrimitas. Vesikel dan bula dijumpai dan
10
kemudian pecah sehingga terjadi erosi yang luas. Lesi target dan tanda Nikolsky sign
positif sering didapatkan. Kelainan di genitalia juga sering didapat berupa bula yang
hemoragik dan erosi3,4
b. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan tersering pada mukosa mulut disusul oleh kelainan dilubang alat genital,
lubang hidung dan anus. Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat pecah
hingga menjadi erosi yang tertutup pseudomembrane (necrotic epithelium dan fibrin),
ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di bibir kelainan yang sering tampak adalah krusta
berwarna hitam yang tebal. Kelainan tersebut menimbulkan kesukaran makan,
bernafas, dan terjadi hipersalivasi.2,3,4
c. Kelainan Mata
Yang tersering adalah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa
konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.2
Pada pemeriksaan trombosit didapatkan hasilnya menurun 102.000 /mL. Hasil pemeriksaan
laboratorium untuk SSJ tidak khas, jika terdapat eosinofilia kemungkinan karena alergi.2
Pilihan terapi untuk sindrom Stevens-Johnson diuraikan sebagai berikut. Glukokortikoid
merupakan obat sistemik yang telah lama dipakai. Akan tetapi jika diberikan terlalu lama
daripada fase progresi penyakit, hal ini akan meningkatkan resiko infeksi dan resiko kematian.
Dosis yang dibutuhkan pada terapi inisial relatif tinggi, Metil prednisolone 1-2 mg/KgBB per
hari. Penggunaan obat kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Dapat juga digunakan
Deksametason intravena dengan dosis inisial 4-6 x 5 mg sehari atau jika kondisi pasien baik dan
lesi tidak menyeluruh, dapat diberikan prednisone 30-40 mg sehari. Biasanya setelah beberapa
hari (sekitar 2-3 hari) masa kritis telah teratasi, keadaan telah membaik, dan tidak timbul lesi
baru, serta lesi lama telah mengalami involusi, dosis obat setiap hari dapat diturunkan (tapering
off).2,7 Immunoglobulin intravena (IVIG) dapat memblok progresi dari sindrom Stevens-Johnson
berdasarkan penelitian secara invitro bahwa komponen antibodi immunoglobulin terhadap Fase
ligand mampu mencegah apoptosis sel. Plasmapheresis dan Hemodialisis dengan cara
membuang obat penyebab, metabolitnya atau molekul toksik yang lain dari sirkulasi sehingga
dapat menghentikan progresi sindrom Stevens-Johnson. Cyclophosphamide merupakan inhibitor
reaksi cell mediated cytotoxicity. Akan tetapi terapi ini juga bisa menyebabkan sindrom StevensJohnson, dengan keadaan klinis yang lebih buruk. Cyclosporine kemungkinan dapat menjadi
pilihan terapi karena obat ini dapat berinteraksi dengan metabolisme TNF-a yang penting dalam
11
reaksi imun. N-asetilcystein memiliki kemampuan antioksidan dan menghambat cytokine (TNFa) mediated immune reaction.7 Pada kasus ini dipilih pengobatan dengan methyl prednisolon.
Antibiotik/terapi antimikroba perlu dipertimbangkan karena resiko infeksi sekunder.
Kultur bakteri dan jamur harus diambil setiap 2-3 kali seminggu dari kulit, mukosa yang erosi,
darah atau sputum. Antibiotik yang diberi hendaknya yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas, bersifat bakterisidal, dan tidak nefrotoksik. Obat yang layak misalnya
siprofloksasin 2x400 mg iv, klindamisin 2x600 mg iv sehari, seftriakson 2 gr iv sehari 1x1. 2,6
Pada kasus ini diberikan injeksi gentamisin sulfat 2 x 80 mg/hari intravena, dan gentamisin
cream 2 dd ue.
Mempertahankan keseimbangan hemodinamik, protein, dan homeostatis elektrolit
merupakan hal yang penting karena pada kasus sindrom Stevens-Johnson terjadi kehilangan
cairan ke jaringan interstisial dan terjadi evaporasi cairan dari jaringan yang mengalami erosi.
Bisa juga terjadi asidosis metabolik. Tekanan darah, hematokrit, kadar gas darah, elektrolit,
protein serum, harus dimonitor dan dipertahankan setiap saat.6
Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid diberi diet rendah garam, tinggi protein
tinggi kalori karena kortikosteroid bersifat katabolik. Pasien sindrom Stevens-Johnson
mengalami kesakitan saat makan atau minum karena terdapat erosi di mulut, maka pemberian
nutrisi intravena perlu dipertimbangkan. Bisa diberikan infuse dekstrosa 5%, NaCl 0,9% dan
Ringer Laktat berbanding 1:1:1 dalam 1 labu yang diberikan 8 jam sekali. 2,6 Pasien ini telah
diberi diet tinggi kalori tinggi protein rendah garam dan infus RL 20 tpm.
12
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Wolff, Klaus, et al. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th Edition.
Page: 349-354. McGraw Hill: USA.
2. Djuanda, Adi, Mochtar Hamzah, Siti Aisah. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 5 dengan Perbaikan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
3. Murniastutik, Dwi, et al. 2009. Atlas of Skin and Venereal Diseases. Airlangga
University Press: Surabaya.
4. Suyoso S. et al., 2005. Steven Johnson-Syndrome dalam Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin Edisi 3. Rumah Sakit Umum Dokter
Soetomo: Surabaya.
5. Harsono Ariyanto. 2006. Sindroma Steven-Johnson Syndrome: Diagnosis dan
Penatalaksanaan dalam Continuing Education XXXVI. Hotel JW Marriot: Surabaya.
Available at: www.pediatrik.com/pkb/061022023053-dkjm139.pdf. Diakses pada
tanggal 26 Maret 2015.
6. Deyakapato.
2008.
Sindroma
Steven
Johnson.
Available
at
http://deyakapato.blogspot.com/2008/10/sindrom-stevens-johnson.html.
13